Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 2.6 : GANGGUAN SISTEM RESPIRASI


Skenario 1 : Pilek yang Tidak Kunjung Sembuh

Oleh :
KELOMPOK 15
Ade Kurnia
Afifah Aqilatul F
Atika Delly P
Dwi Fitria Nova
Muhammad Fadhel
Halimah tusyadiah
Ledira Dara Ismi
Nadrah
Yundzir Furqan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2016

MODUL 1
INFLAMASI SISTEM PERNAFASAN ATAS
Skenario 1: Pilek yang Tidak Kunjung Sembuh
Pak Rino, 35 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan nyeri menelan sejak satu
minggu yang lalu. Selain itu ia juga mengalami batuk berdahak dan diikuti oleh suara serak.
Sebenarnya Pak Rino sudah mengeluh adanya pilek yang tidak sembuh dan terasa ada lendir
yang mengalir dari hidung ke tenggorok serta hidung sebelah kanan juga terasa tersumbat
sejak tiga bulan yang lalu yang makin lama makin tersumbat.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak sekret mukopurulen dan massa berwarna
putih mengkilat bertangkai pada sepertiga posterior kavum nasi kanan yang tidak memenuhi
kavum nasi. Kavum nasi kiri sempit dan tampak sekret mukopurulen di meatus medius.
Septum nasi tampak deviasi ke kanan yang kontak dengan konka media. Pada dinding
posterior faring terdapat PND (Post Nasal Drip). Pada pemeriksaan orofaring ditemukan
tonsil membesar ukuran T2 - T3, hiperemis, kripti melebar dan terdapat detritus. Dinding
posterior faring hiperemis dengan permukaan yang granuler. Dokter memberi terapi dengan
antibiotika, dekongestan, mukolitik dan analgetik dan menganjurkan pasien untuk kontrol
setelah obat habis. Dokter menerangkan juga apabila tidak ada perbaikan maka pasien akan
dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang dialami Pak Rino?

I.TERMINOLOGI
1.Nyeri Menelan : Nyeri di tenggorok saat menelan (Odinofagia).
2.Pilek : Inflamasi di rongga hidung yang ditandai dengan hidung berair/tersumbat.
3.Rinoskopi Anterior : Suatu teknik pemeriksaan pada hidung bagian depan dengan
menggunakan spekulum/endoskop.
4.Sekret Mukopurulen :Sekret yang mengandung mukus dan purulen(nanah),kental dan
berwarna kehijauan.
5.Post Nasal Drip : Drainase sekresi lendir hidung,dari hidung ke nasofaring,Spontan.
6. Kripti : Muara-muara folikel pada tongsil.
7.Detritus : Merupakan kumpulan leukosit,bakteri yang mati dan epitel yang terkelupas.
8. Granular : Permukaan berbentuk butiran
9.Dekongestan : Golongan -agonist yang sering digunakan untuk mengatasi
penyumbatan hidung,dengan cara menyebabkan vena konstriksi pada hidung,sehingga
mengurangi volume mukus.

10.Mukolitik : Obat untuk mengurangi kekentalan mukus,dengan cara memecah benangbenang mukoprotein dan mukopolisakarida.
II.IDENTIFIKASI MASALAH
1.Kenapa Pak Rino mengalami nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu?
2.Kenapa Pak Rino juga mengalami batuk-batuk berdahak dan diikuti oleh suara serak?
3.Kenapa Pak Rino mengeluh adanya pilek yang tidak sembuh dan terasa ada lendir yang
mengalir dari hidung ke tenggorok serta hidung sebelah kanan juga terasa tersumbat sejak
tiga bulan yang lalu yang makin lama makin tersumbat?
4.Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan rinoskopi anterior?
5.Bagaimana interpretasi faring posterior dan pemeriksaan orofaring?
6.Apa diagnosis kerja penyakit pak Rino? Kenapa dokter memberi terapi dengan
antibiotika,dekongestan,mukolitik,analgetik dan menganjurkan pasien untuk kontrol setelah
habis obat?
7.Apa indikasi untuk dirujuk dan bagaimana tatalaksana selanjutnya serta pemeriksaan
penunjang?
8.Apa penyebab tidak ada perbakan pada pasien setelah diberi terapi konvensional?

III.ANALISIS MASALAH
1.Kenapa Pak Rino mengalami nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu?
Nyeri menelan : adanya inflamasi yang disebabkan oleh bakteri,karena selalu menelan
sekret maka laring ikut mengalami inflamasi.
Tonsilitis akut : Pembesaran tonsil & Infeksi.
Faringitis bisa didahului oleh pilek, dimana pilek bisa disebabkan oleh faktor lingkungan
dan daya tahan tubuh yang kurang. Tapi juga bisa tanpa pilek seperti disebabkan teriak lama.
Faringitis ini juga menyebabkan nyeri menelan.

2.Kenapa Pak Rino juga mengalami batuk-batuk berdahak dan diikuti oleh suara serak?
- Batuk berdahak : adanya paparan partikel berlebihan sehingga mukus yang dihasilkan
sel goblet juga berlebihan,makanya sebagai bentuk kompensasi mengeluarkan mukus tersebut
maka terjadi respon batuk.

- Suara Serak : Infeksi/radang pada laring (laringitis), gangguan anatomi dan fisiologi dari
laring bisa kongenital maupun di dapat, turbulensi udara
3.Kenapa Pak Rino mengeluh adanya pilek yang tidak sembuh dan terasa ada lendir
yang mengalir dari hidung ke tenggorok serta hidung sebelah kanan juga terasa tersumbat
sejak tiga bulan yang lalu yang makin lama makin tersumbat?
-Pilek 3 bulan + post nasal drip : merupakan tanda inflamasi kronik ( Rhinitis )
- Lendir yang mngalir dari hidung ke tenggorokan : tanda sinusitis + polip.
Hidung tersumbat polip
Teori Breinstein : terjadi perubahan mukosa hidung karena peradangan/udara turbulensi
karena deviasi septum mukosa hidung prolaps diikuti oleh reepitelisasi terbentuk
kelenjar baru + penyerapan Na terbentuk polip dan makin lama polip makin
membesar,sehingga lama kelamaan hidung tersumbat dan progresif.
4.Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan rinoskopi anterior?
Rinoskopi Anterio :
- Sekret Mukopurulen Rinosinusitis Kronik
- Masa berwarna putih mengkilat bertangkai pada 1/3 posterior Polip
- Deviasi Septum rongga sempit, salah atu pencetus sinusitis. Jika sampai kontak dengan
konka medial akan mengganggu KOM.
5.Bagaimana interpretasi faring posterior dan pemeriksaan orofaring?
Orofaring :
- Tonsil Membesar Tonsilitis
- Hiperemis Peradangan
- Kripti Melebar karena radang berulang epitel terkikis (mukosa dan limfoid) diganti
jaringan parut.
- Detritus Infiltrasi bakteri ke jaringan tonsil radang merangsang leukosit dan PMN
Eksudat
- Post Nasal Drip Rinosinusitis akut/kronik. Mukosa banyak atau hambatan pengeluaran
secret.
6.Apa diagnosis kerja penyakit pak Rino? Kenapa dokter memberi terapi dengan

antibiotika,dekongestan,mukolitik,analgetik dan menganjurkan pasien untuk kontrol setelah


habis obat?
Diagnosis Kerja : Rinosinusitis kronik,Tonsilitis,Laringitis,Faringitis,Polip,Deviasi
Septum.
Dokter memberi oantibiotik dan obat simptomatik
-Antibiotik Kemungkinan infeksi bakteri
- Dekongestan untuk mengurangi hidung tersumbat
- Mukolitik untuk menghancurkan dahak
-Analgetik Mengecilkan polip (kortikosteroid)
Kontrol perlu untuk melihat proses penyembuhan, mencegah jangan sampai kronik
ataupun rhinitis atopi, dan waspada terjadinya komplikasi.
7.Apa indikasi untuk dirujuk dan bagaimana tatalaksana selanjutnya serta pemeriksaan
penunjang?
Polip tidak hilang & masif,tonsilitis yang menyumbat total,keluhan tidak membaik
Indikasi Rujuk.
Tatalaksana Lanjut :
- Bedah
Pemeriksaan :
- CT-Scan
-Rontgen ( Waters Position & Lateral )
- Kultur bakteri
- Anak-anak Uji mengedan dan Uji adrenalin
8.Apa penyebab tidak ada perbakan pada pasien setelah diberi terapi konvensional?
Obat tidak adekuat, pasien tidak patuh terhadap konsumsi obat, ataupun pasien memiliki
penyakit lain yang menyebabkan imun rendah seperti HIV/AIDS.

IV.SKEMA
Oportunistik

Lingkungan

Imunodefisiensi

Alergen

Bakteri dan Jamur

Faringitis, Laringitis, Tonsilitis

Obat Simptomatik

>5 mgg

Rhinitis Non Bacterial


Rhinitis Bacterial
Rhinitis Alergi

V.LEARNING OBJECTIVE

Rhinitis Kronik
PND

Mahasiswa Mampu Menjelaskan :


Retensi Na

Udem Mukosa

Rhinosinusitis

1.Jenis-Jenis Inflamasi Sistem Pernafasan Atas

2.Epidemiologi, Etiologi, Faktor


Risiko, Patogenesis, Diagnosis, Pemeriksaan Penunjang,
progresif
PolipDD, Tatalaksana Komprehensif,
Obstruksi KOM

F
7

Rhinitis
Sinusitis
Laringitis
Faringitis
Tonsilitis
Deviasi Septum
Polip Nasi

Komplikasi & Prognosis dari :

Deviasi Septum

Komplikasi

Rujukan

VI.BELAJAR MANDIRI

X-Ray, Radiografi, CT scan

Kultur MO

Rhinoskopi, Rhinoendoskopi

7 VII.SHARING INFORMATION
LO 1
Jenis-Jenis Inflamasi Sistem Pernafasan Atas
Tatalaksana

1. Otitis Media : peradangan telinga bagian tengah yang biasanya disebabkan oleh penjalaran
infeksi dari tenggorokan (faringitis) dan sering terjadi pada anak-anak. Pada semua jenis
otitis media juga dikeluhkan gangguan pendengaran (tuli) konduktif.
2. Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.
3. Sinusitis : radang selaput permukaan sinus paranasal, sesuai dengan rongga yang terkena
sinusitis dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusistis frontal dan sinusitis
sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut sebagai multisinusitis, sedangkan bila

mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan adalah
sinusitis maksila dan sinusitis etmoid.
4. Laringitis : salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis
merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik.
5. Faringitis : infeksi peradangan akut yang terjadi pada bagian orofaring atau nasofaring
6. Radang amandel (bahasa Inggris: tonsillitis) : infeksi pada amandel yang kadang
mengakibatkan sakit tenggorokan dan demam.
7. Epiglotitis : suatu infeksi pada epiglotis (tulang rawan yang berfungsi sebagai katup pada pita
suara (laring) dan tabung udara (trakea), yang akan menutup selama proses menelan
berlangsung), yang bisa menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan dan kematian

LO 2
F RHINITIS
F
F Definisi
F Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F

Etiologi
1)
Belum Jelas.
2)
Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :

Reaksi makanan

Emosional

Pekerjaan

Hormon

Kelainan anatomi

Penyakit imunodefisiensi

Interaksi dengan hewan

Temperatur
Klasifikasi
1)
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
a.
Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini
dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim

dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
F b.
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
F
F 2)
Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:
F a.
Rhinitis alergi

F Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang
berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi
terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
F Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:
F 1.
Rinitis alergi musiman (Hay Fever),
F Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar
rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya,
debu dan polusi udara atau asap.
F 2.
Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
F Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan))
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu
rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
F 3)
Rhinitis Non Alergi
F Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing
kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik
dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
F Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
F a.
Rhinitis vasomotor
F Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
F b.
Rhinitis medikamentosa
F Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
F c.
Rhinitis atrofi
F Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi
progesif tulang dan mukosa konka.
F
F Patofisiologi
F Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan diendapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (IgE ).
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan non spesifik suatu pengaruh persiapan.
F
F Manfestasi Klinis

F a.

Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin

lebih dari 6 kali).


F b. Hidung tersumbat.
F c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F

berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.


d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen sekret hidung.
2.
Pemeriksaan in vivo
Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.
Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain
gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat

diberikan:
F Antibiotic presprektum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejala hilang.
F
Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F

satu sendok makan dalam 100 cc air hangat.

Preparat Fe

Pil dan semprotan antihistamin

Leukotriene antagonis

Semprotan kortikosteroid

Pil dan semprotan dekongestan

Imunoterapi alergen

Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.


Komplikasi

Polip hidung
Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.

Otitis media
Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan

pada pasien anak-anak.


F
Sinusitis kronik
F Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan
adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase

SINUSITIS
Pengertian

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus
maksila (sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus frontal (sinusitis frontal)
dan sinus sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus
paranasal disebut multisinusitis. Peradangan yang mengenai mukosa semua sinus paranasal
disebut pansinusitis.
Epidemiologi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, bahkan
dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta
individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko
tinggi terjadinya rhinosinusitis.
Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak-anak berusia
15 tahun. Pada anak-anak berusia 5-10 tahun. Infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan
sinusitis akut. Sinusitis
jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang
dengan baik sebelum usia tersebut.
Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya karena :
1. Ukuran. Sinus paranasal yang terbesar.
2. Posisi ostium. Posisi ostium sinus maksila lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran
sekret / drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Letak ostium. Letak ostium sinus maksila berada pada meatus nasi medius di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
4. Letak dasar. Letak dasar sinus maksila berbatasan langsung dengan dasar akar gigi
(prosesus alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila
Etiologi dan Faktor Resiko
Sinusitis dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus group A,
Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas.
2. Virus : Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus
3. Bakteri anaerob: fusobakteria
4. Jamur
Sinusitis akut dapat disebabkan oleh :
1. Rinitis akut.
2. Faringitis.

3. Adenoiditis.
4. Tonsilitis akut.
5. Dentogen. Infeksi dari gigi rahang atas seperti M1, M2, M3, P1 & P2.
6. Berenang.
7. Menyelam.
8. Trauma. Menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal.
9. Barotrauma. Menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal.
Infeksi kronis pada sinusitis kronis disebabkan :
1. Gangguan drainase. Gangguan drainase dapat disebabkan obstruksi mekanik dan
kerusakan silia.
2. Perubahan mukosa. Perubahan mukosa dapat disebabkan alergi, defisiensi imunologik, dan
kerusakan silia.
3. Pengobatan. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna. Sebaliknya, kerusakan silia
dapat disebabkan oleh gangguan drainase, perubahan mukosa, dan polusi bahan kimia.
Faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain :
1. Obstruksi mekanik. Misalnya deviasi septum nasi.
2. Hipertrofi konka nasi media.
3. Benda asing dalam rongga hidung.
4. Polip nasi.
5. Tumor dalam rongga hidung.
6. Rinitis. Rinitis kronis dan rinitis alergi menyebabkan obstruksi ostium sinus dan
menghasilkan lendir yang banyak sehingga menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
bakteri.
7. Lingkungan. Lingkungan yang berpolusi dan udara dingin & kering dapat menyebabkan
perubahan mukosa dan kerusakan silia.
Klasifikasi
Klasifikasi sinusitis yang tepat berdasarkan pemeriksaan histopatologik tetapi masalahnya
pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.
Secara klinis, sinusitis dibedakan atas:
1. Sinusitis akut. Sinusitis yang berlangsung sampai 4 minggu.
2. Sinusitis subakut. Sinusitis yang berlangsung antara 4 minggu sampai 3 bulan.
3. Sinusitis kronis. Sinusitis yang berlangsung lebih 3 bulan.

Berdasarkan gejalanya, sinusitis juga dibedakan atas:


1. Sinusitis akut. Sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut.
2. Sinusitis subakut. Sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut yang telah mereda.
Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih reversibel.
3. Sinusitis kronis. Perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah ireversibel. Misalnya
berubah menjadi jaringan granulasi dan polipoid.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis5
1.Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
2.Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis
infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari
mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal
yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non
bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis sinusitis dapat dinilai melalui gejala subjektif dan gejala objektif.
Gejala subjektif sinusitis akut dapat bersifat sistemik dan lokal.
Gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu.
Gejala lokal dapat kita temukan pada hidung, sinus paranasal dan tempat lainnya sebagai

nyeri alih (referred pain). Gejala pada hidung dapat terasa adanya ingus yang kental & berbau
mengalir ke nasofaring. Selain itu, hidung terasa tersumbat. Gejala pada sinus paranasal
berupa rasa nyeri dan nyeri alih (referred pain).
Gejala subjektif yang bersifat lokal pada sinusitis maksila berupa rasa nyeri dibawah kelopak
mata dan kadang tersebar ke alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih (referred pain)
dapat terasa di dahi dan depan telinga. Gejala sinusitis etmoid berupa rasa nyeri pada pangkal
hidung, kantus medius, kadang-kadang pada bola mata atau dibelakang bola mata. Akan
terasa makin sakit bila pasien menggerakkan bola matanya. Nyeri alih dapat terasa pada
pelipis (parietal). Gejala sinusitis frontal berupa rasa nyeri yang terlokalisir pada dahi atau
seluruh kepala. Gejala sinusitis sphenoid berupa rasa nyeri pada verteks, oksipital, belakang
bola mata atau daerah mastoid.
Gejala objektif sinusitis akut yaitu tampak bengkak pada muka pasien. Gejala sinusitis
maksila berupa pembengkakan pada pipi dan kelopak mata bawah. Gejala sinusitis frontal
berupa pembengkakan pada dahi dan kelopak mata atas. Pembengkakan jarang terjadi pada
sinusitis etmoid kecuali ada komplikasi.
Secara subjektif, sinusitis kronis memberikan gejala :
1. Hidung. Terasa ada sekret dalam hidung.
2. Nasofaring. Terasa ada sekret pasca nasal (post nasal drip). Sekret ini memicu terjadinya
batuk kronis.
3. Faring. Rasa gatal dan tidak nyaman di tenggorok.
4. Telinga. Gangguan pendengaran karena sumbatan tuba Eustachius.
5. Kepala. Nyeri kepala / sakit kepala yang biasanya terasa pada pagi hari dan berkurang atau
menghilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui pasti. Mungkin karena malam
hari terjadi penimbunan ingus dalam sinus paranasal dan rongga hidung serta terjadi stasis
vena.
6. Mata. Terjadi infeksi mata melalui penjalaran duktus nasolakrimalis.
7. Saluran napas. Terjadi batuk dan kadang-kadang terjadi komplikasi pada paru seperti
bronkitis, bronkiektasis, dan asma bronkial.
8. Saluran cerna. Terjadi gastroenteritis akibat tertelannya mukopus. Sering terjadi pada anakanak.
Secara objektif, gejala sinusitis kronis tidak seberat sinusitis akut. Tidak terjadi
pembengkakan wajah pada sinusitis kronis. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan
sekret kental purulen di meatus nasi medius dan meatus nasi superior. Sekret purulen juga
ditemukan di nasofaring dan dapat turun ke tenggorok pada pemeriksaan rinoskopi posterior.

Diagnosis & Pemeriksaan


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan
nasoendoskopi dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.
Pada sinusitis akut, pemeriksaan rinoskopi anterior menampakkan mukosa konka nasi
hiperemis dan edema. Terdapat mukopus (nanah) di meatus nasi medius pada sinusitis
maksila, sinusitis forntal, dan sinusitis etmoid anterior. Nanah tampak keluar dari meatus nasi
superior pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid. Pemeriksaan rinoskopi
posterior menampakkan adanya mukopus (nanah) di nasofaring (post nasal drip).
Pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi dan radiologik dapat kita gunakan untuk
membantu diagnosa sinusitis akut.
Pemeriksaan transiluminasi menampakkan sinus paranasal yang sakit lebih suram / lebih
gelap daripada sinus paranasal yang sehat.
Pemeriksaan radiologik dapat menggunakan posisi Waters, PA, atau lateral. Akan tampak
adanya perselubungan, penebalan mukosa, atau batas cairan-udara (air fluid level).
Sebaiknya kita mengambil sekret dari meatus nasi medius atau meatus nasi superior pada
pemeriksaan mikrobiologik. Mikrobiologi yang mungkin kita temukan yaitu bakteri, virus
atau jamur. Bakteri yang berfungsi sebagai flora normal di hidung maupun bakteri patogen
keduanya bisa kita dapatkan. Bakteri patogen seperti Pneumococcus, Streptococcus,
Staphyloccus, dan Haemophilus influenzae.
Sinusitis kronis didiagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi (anterior &
posterior) dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat kita gunakan
antara lain pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila,
pemeriksaan histopatologik (dari jaringan yang diambil saat melakukan sinoskopi),
nasoendoskopi (meatus nasi medius & superior) dan CT scan.
Differential Diagnosis
Sinusitis perlu dibedakan dari beberapa penyakit lain, seperti:
- Rinitis Alergi: Rhinitis alergi adalah suatu gejala yang mempengaruhi hidung. Gejala
ini terjadi bila kita bernafas dekat dengan alergen, seperti debu, bulu, racun serangga, atau
serbuk sari. Ketika seseorang dengan rinitis alergi bernafas dekat dengan alergen seperti
serbuk sari atau debu, tubuh melepaskan zat kimia, termasuk histamin. Hal ini menyebabkan
gejala alergi.4

Bronchitis: Bronchitis adalah penyakit pernapasan dimana selaput lendir di saluran

bronkial paru-paru menjadi meradang. Membran membengkak dan tumbuh lebih tebal,
mempersempit atau menutup saluran udara kecil di paru-paru, sehingga menyebabkan batuk
yang bisa disertai dengan dahak dan sesak napas.5
- Mucormyosis: Mucormycosis mengacu pada berbagai penyakit yang disebabkan oleh
infeksi jamur dalam urutan Mucorales. Spesies Rhizopus adalah organisme penyebab paling
umum. Dalam urutan, genera lain dengan mucormycosis penyebab spesies termasuk Mucor,
Cunninghamella, Apophysomyces, Absidia, Saksenaea, Rhizomucor, dan spesies lainnya.6
- Rhinovirus: Rhinoviruses (RV) adalah anggota dari keluarga Picornaviridae, yang
meliputi enterovirus patogen manusia dan hepatovirus (terutama, virus hepatitis A). Lebih
dari 100 subtipe yang berbeda ada di 3 kelompok besar, dikategorikan menurut reseptor
spesifisitas: antar molekul adhesi-1 (ICAM-1), low-density lipoprotein (LDL) reseptor, dan
reseptor sel sialoprotein. Infeksi RV terutama terbatas pada saluran pernapasan bagian atas
tetapi dapat menyebabkan otitis media dan sinusitis, mereka juga dapat memperburuk asma,
fibrosis kistik, bronkitis kronis, dan serius penyakit saluran pernapasan bawah pada bayi,
orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan. Meskipun infeksi terjadi sepanjang tahun,
insiden tertinggi pada musim gugur dan musim semi. Dari orang-orang yang terkena virus,
70-80% memiliki gejala penyakit. Kebanyakan kasus yang ringan.
- Infeksi saluran pernafasan atas: Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA atau URI)
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi akut yang melibatkan saluran nafas atas:
hidung, sinus, faring atau laring. Hal ini biasanya meliputi: tonsilitis, faringitis, laringitis,
sinusitis, otitis media, dan flu biasa.10
- Wegener's granulomatosis: Granulomatosis Wegener adalah penyakit langka. Ini
adalah jenis vaskulitis, atau peradangan pada pembuluh darah. Peradangan membatasi aliran
darah ke organ penting, menyebabkan kerusakan. Hal ini dapat mempengaruhi setiap organ,
tetapi terutama mempengaruhi sinus, hidung, trakea (tenggorokan), paru-paru, dan ginjal.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan (operasi).
Ada 3 jenis obat yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:
1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sinusitis

akut telah hilang.


2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase hidung.
3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.
4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium sinus sedemikian
edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maksilaris dilakukan dengan
mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris. Cairan
ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.
5. Menghilangkan faktor predisposisi
Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat sekret yang tertahan
oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan.
Sinusitis kronis dapat ditangani dengan cara :
1. Medikamentosa. Pemberian antibiotik selama minimal 2 minggu dan obat simptomatik
lainnya.
2. Tindakan. Meliputi diatermi, pungsi & irigasi sinus (sinusitis maksila), pencucian Proetz
(sinusitis etmoid, sinusitis frontal & sinusitis sfenoid), pembedahan radikal & tidak radikal.
Diatermi menggunakan gelombang pendek di daerah sinus paranasal yang sakit selama 10
hari.
Pungsi & irigasi sinus dan pencucian Proetz dilakukan 2 kali seminggu. Jika tindakan ini
telah kita lakukan lebih 5-6 kali namun masih belum ada perbaikan dimana sekret purulen
masih tetap banyak maka keadaan ini kita anggap telah irreversibel. Artinya mukosa sinus
paranasal tidak dapat lagi kembali normal. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan
sinoskopi dan dapat diatasi dengan tindakan operasi radikal. Pemeriksaan sinoskopi melihat
langsung antrum (sinus maksila) menggunakan bantuan endoskopi.
Operasi radikal dilakukan setelah pengobatan konservatif tidak berhasil. Tindakan ini
bertujuan mengangkat mukosa sinus paranasal yang patologis atau melakukan drainase sinus
paranasal yang sakit. Ada beberapa jenis operasi radikal pada sinusitis paranasal, yaitu:
1. Operasi Caldwell-Luc. Pembedahan untuk sinusitis maksila.
2. Etmoidektomi. Pembedahan untuk sinusitis etmoid.
3. Operasi Killian. Pembedahan untuk sinusitis frontal.
Belakangan ini, para ahli mengembangkan tindakan pembedahan sinus paranasal yang bukan
radikal dengan menggunakan bantuan endoskopi. Prinsipnya membuka dan membersihkan

daerah kompleks osteomeatal sebagai sumber sumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan
drainase sinus paranasal lancar kembali melalui ostium alami. Akhirnya sinus paranasal
diharapkan dapat normal kembali. Tindakan ini disebut Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
(BSEF).
Komplikasi
Sinusitis kronis dapat menyebabkan:
1. Osteomielitis.
2. Abses subperiosteal.
3. Kelainan orbita.
4. Kelainan intrakranial.
5. Kelainan paru-paru.
Osteomielitis dan abses subperiosteal biasanya akibat sinusitis frontal dan lebih banyak
terjadi pada usia anak-anak. Osteomielitis akibat sinusitis maksila dapat menyebabkan fistula
oroantral.
Kelainan orbita paling banyak disebabkan oleh sinusitis etmoid kemudian berturut-turut
akibat sinusitis frontal dan sinusitis maksila. Penyebaran infeksinya melalui tromboflebitis
dan perkontinuitatum.
Kelainan orbita tersebut meliputi:
1. Edema palpebra.
2. Selulitis orbita.
3. Abses subperiosteal.
4. Abses orbita.
Prognosis
Prognosis untuk sinusitis akut sangat baik. Banyak kasus yang berjalan dari 1 sampai 2
minggu, sering tanpa antibiotik. Seseorang yang mengalami sinusitis akut tanpa komplikasi
bisa sembuh dengan baik dan bisa kembali beraktivitas. Rata-rata 70% sinusitis akut karena
bakteri bisa sembuh kembali tanpa antibiotik. Yang jarang adalah sinusitis dengan komplikasi
dan infeksi yang menyebar luas perlu penyembuhan yang lama. Sinusitis karena jamur
jarang, tetapi menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian pada seseorang yang
immunocompromised, contohnya: pasien kanker, HIV/AIDS dan diabetes yang tidak
terkontrol. Prognosis kronik sinusitis tergantung dari penyebabnya. Sering kali pengobatan
dan tindakan pembedahan diperlukan untuk mengurangi inflamasi. Seseorang yang
mengalami pembedahan sinus bisa kembali ke aktivitas biasa sekitar 5 sampai7 hari setelah

pembedahan dan sembuh total rata-rata 4 sampai 6 minggu. Di banyak kasus inflamasi harus
ditangani dengan pengobatan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
LARINGITIS
Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring.
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun
kronik.
Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang
lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.
Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena
kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.
Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos
yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup
dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara
akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan
perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak.
Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk
dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.
Etiologi
Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis biasanya
berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi
tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah
Tabel 1. Laringitis akut dan kronis

laringitis akut
Rhinovirus

Laringitis kronis
Infeksi bakteri

7.

Parainfluenza virus

Infeksi tuberkulosis

Adenovirus

Sifilis

Virus mumps

Leprae

Varisella zooster virus

Virus

Penggunaan asma inhaler

Jamur

Penggunaan suara berlebih dalam

Actinomycosis

pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka


Penggunaan suara berlebih

umum Mengajar

Alergi

Alergi
Streptococcus grup A
10.

10.

Faktor lingkungan seperti asap, debu


11.

Moraxella catarrhalis

Penyakit sistemik : wegener


granulomatosis, amiloidosis

11.

Gastroesophageal refluks
12.

Alkohol

13.

Gatroesophageal refluks

Patogenesis
Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi
rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau
yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan
jaringan yang cedera diperbaiki.
Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang.
Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang
berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya
suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses

penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga
umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau
disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna
kemerahan dan membengkak.
laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan
pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat
tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan
menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang
laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus
trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan
sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara
dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari
pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.
LARINGITIS AKUT
Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi menimbulkan laringitis akut.
Infeksi biasanya tidak terbatas pada laring, namun merupakan suatu pan-infeksi yang
melibatkan sinus, telinga, laring dan tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan
streptokokus merupakan organisme penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai
pada laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak adanya riwayat imunisasi.
Pemeriksaan dengan cermin biasannya memperlihatkan suatu eritema laring yang difus.
Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.
LARINGITIS KRONIS
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di
saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut
kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu
Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar
debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular.
Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring.

Laringitis Kronis Spesifik


Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis
luetika
1.

Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan,
tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena
struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik
paru sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung
lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :
-

Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat


mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik
berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu
sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan

terbentuk ulkus
Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus

diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.


Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring

terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior,
pita suara dan subglotik.

2.

Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan
dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang
kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu
ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus
ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat

Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise,
batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat
keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak
tampak sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai
dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat,
dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda
hipoksia
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama
dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas,
namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat
dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan
kuman patogen penyebab
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik
hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditanyakan
1.

Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala

2.

Kondisi kesehatan secara umum

3.

Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu
timbulnya laringitis seperti debu, asap.

4.

Penggunaan suara berlebih

5.

Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat


menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.

6.

Riwayat merokok

7.

Riwayat makan

8.

Suara parau atau disfonia

9.

Batuk kronis terutama pada malam hari

10.

Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara

11.

Disfagia dan otalgia


Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan berbenjol-benol
sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebaldan opaque, serbukan sel
radang menahun pada lapisan submukosa.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa
laring, serologik marker.
Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila terdepat
pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang
lebih baik.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.
Penatalaksanaan
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, mnambah
kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan
kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu
dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka.
Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada
laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya.
Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang
dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara.
Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu,

namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek
samping juga dapat membantu.
Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa
proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan.
Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan.
Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi
laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus
ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan
kebiasaan merokok.
Prognosis
Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka
prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari
laringitis kronis tersebut.
FARINGITIS
Pengertian
a. Faringitis dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang
menyerang tenggerokan atau faring yang disebabkan oleh bakteri dan virus tertentu. Kadang
juga disebut radang tenggerokan.
b. Faringitis adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang
ditandai oleh adanya nyeri tenggrokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran
limfonodi leher dan malaise. (Vincent, 2004)
c. Faringitis adalah imflamasi febris yang disebabkan oleh infeksi virus yang tak
terkomplikasi biasanya akan menghilang dalam 3 sampai 10 setelah awitan.
Epidemiologi
Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi
yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia
dibawah 1 tahun. Insedensi meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi

tetap berlanjut sepanjang akhir masa nak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian akibat
faringitis jarang terjadi, tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.
Etilogi
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus,
termasuk virus penyebabnya common cold, flu, adenovirus. Bakteri yang menyebabkan
faringitis adalah streptokokus grup A, pneumukokus, dan basilus influenza.
Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi debu kering, meroko, alergi, trauma tenggorok
(misalnya akibat tindakan intubsi), penyakit refluks asam lambung, jamur, menelan racun,
tumor.
Tanda Dan Gejala
Yang sering muncul pada faring adalah:
1.
Nyeri tenggorok dan nyeri menelan
2.
Tonsil menjadi berwarna merah danmembengkak
3.
Mukosa yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan
tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan pus (nanah).
4.
Demam.
5.
Pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka gejala gelaja sistemik akan muncul :
6.
Lesu dan lemah, nyeri pada sendi sendi otot, tidak nafsu makan dan nyeri pada
telinga
7.

Peningkatan jumlah sel darah putih

Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila
epitel terkikis maka jaringan limpoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian
oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi
pembuluh diding darah menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarana kuning, putih,atau
abu-abu terdapat pada folikel atau jaringanlimpoid. Tampak bahwa folikel limpoid dan
bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih kelateralmenjadi meradang
dan membengkaksehingga timbul radang pada tenggorokan atau faringitis.
Klasifikasi
Berdasarkan lama berlangsungnya

Faringitis akut, adalah radang tenggorokan yang disebabkan oleh virus dan bakteri
yaitu streptkokus grup A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil masih berwarna merah,
malaise, nyeri tenggerokan dan kadang disertai demam dan batuk. Faringitis ini terjadi masih
baru, belum berlangsung lama.
Faringitis kronik, radang tenggorokan yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama,
biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang menjanggal
ditenggerokan. Faringitis kronik umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau
tinggal dalam lingkunga yang berdebu, menggunakan suara yang berlebihan, menderita batuk
kronik, dan kebiasaaan mengkomsumsi alkohl dan tembakau.faringitis kronik dibagi menjadi
3 yaitu :
1.

Faringitis hipertropi ditandai dengan penebalan umum dan kogesti membrane

mukosa.
2.
Faringitis atrpi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama (membrane
tipis, keputihan,licin, dan pada waktunya berkerut).
3.
Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limpe pada dinding faring.
Berdasarkan agen penyebab :
Faringitis virus
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Biasanya tidak ditemukan nanah ditenggorokan.


Demam ringan tau tanpa demam.
Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat.
Kelenjar getah bening normal atau sedikit membengkak.
Tes apus tenggorokan member hasil negative
Untuk strep throat pada biakan dilaboratorium tidak tumbuh bakteri,

Faringitis bakteri
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Biasanya ditemukan nanah dutenggorokan.


Demam ringan sampai sedang.
Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang.
Kelenjar getah bening mengalami pembengkakan ringan sampai sedang.
Ter apus tenggorokan meberikan hasil positif.
Bakteri tumbuh pada biakan dilaboratorium.

Pemerikasaan diagnostic
a.
Pemerikasaan seroligis
b.
Pemerikasaaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
c.
Foto torak untuk melihat adanya tuberkolosis paru.
d.
Biopsy jaringan untuk mengetahui proses keganasasn serta mencari basil taha asam
keganasan dijaringan
Tindakan pengobatan.

a.

Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau

asetaminofen cairan dan istiraha baring. Kmpikasi seperti sinutitis atau pneumonia biasanya
disebabkan oleh bakteri Karena danya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga
untuk mengatasi komplikasi ini dicadangkan untuk menggunakan antibiotka.
b.
Untuk feringitis bakteri paling bail diobati dengan pemberian penisilin G sebanyak
200.000-250.000 unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari, pemberian obat ini biasanya akan
menghasilkan respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam..
erritrimisisn atau klindamisin merupakan obat alin dengan hasil memuaskan jika penderita
alergi terhadap penisilin. Jika penderita menderita neyri tenggerokan yang sangat hebat,
selain terpi obat pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu
meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan
gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk
dapat bekerja sama.
TONSILITIS
Radang amandel (bahasa Inggris: tonsillitis) adalah infeksi pada amandel yang kadang
mengakibatkan sakit tenggorokan dan demam.
Secara klinis peradangan ini ada yang akut (baru), ditandai dengan nyeri menelan
(odinofagi), dan tidak jarang disertai demam. Sedangkan yang sudah menahun biasanya tidak
nyeri menelan, tapi jika ukurannya cukup besar (hipertrofi) akan menyebabkan kesulitan
menelan (disfagia)
Kapan amandel harus dibedah? Para ahli masih belum satu pendapat mengenai ini, namun
umumnya literatur klinik membagi indikasi pembedahan radang amandel (tonsilektomi) atas
2 yaitu:
1.

Absolut (mutlak: harus dibedah)

2.

Relatif (tidak mutlak: sebaiknya dibedah)


Gejala
Gejala umum tonsilitis meliputi:

merah dan / atau bengkak amandel

putih atau kuning patch pada amandel

tender, kaku, dan / atau leher bengkak

sakit tenggorokan

sulit menelan makanan

batuk

sakit kepala

sakit mata

tubuh sakit

otalgia

demam

panas dingin

hidung mampet
Tonsilitis akut disebabkan oleh bakteri dan virus dan akan disertai dengan gejala sakit
telinga saat menelan, bau mulut, dan air liur bersama dengan radang tenggorokan dan
demam. Dalam hal ini, permukaan tonsil mungkin merah cerah atau memiliki lapisan putih
keabu-abuan, sedangkan kelenjar getah bening di leher akan membengkak.
Penyebab
Yang umum menyebabkan sebagian besar tonsilitis adalah virus pilek ( adenovirus,
rhinovirus, influenza, coronavirus, RSV ). Hal ini juga dapat disebabkan oleh virus EpsteinBarr, herpes simpleks virus, cytomegalovirus, atau HIV. Yang paling umum menyebabkan
kedua adalah bakteri. Para bakteri penyebab tonsilitis yang paling umum adalah Group Ahemolitik streptokokus ( GABHS ), yang menyebabkan radang tenggorokan. Kurang
bakteri penyebab umum termasuk: Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,

Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, pertusis, Fusobacterium , difteri, sifilis,


dan gonore. Dalam keadaan normal, virus dan bakteri masuk ke dalam tubuh melalui hidung
dan mulut dan akan disaring di amandel. Dalam amandel, sel-sel darah putih dari sistem
kekebalan tubuh melancarkan sebuah serangan yang membantu menghancurkan virus atau
bakteri, dan juga menyebabkan peradangan dan demam. Infeksi juga mungkin ada di
tenggorokan dan sekitarnya, menyebabkan peradangan pada faring. Faring adalah area di
bagian belakang tenggorokan yang terletak di antara dalam kotak suara dan tonsil. Tonsilitis
dapat disebabkan oleh bakteri streptokokus Grup A, mengakibatkan radang tenggorokan.
Viral tonsillitis mungkin disebabkan oleh berbagai virus [10] seperti virus Epstein-Barr
(penyebab infeksi mononucleosis ) atau adenovirus. Kadang-kadang, tonsilitis disebabkan
oleh infeksi dari spirochaeta dan Treponema, dalam hal ini disebut angina Vincent atauVincent angina Plaut.
Pengobatan
Perawatan untuk mengurangi ketidaknyamanan dari gejala tonsillitis meliputi:

pengurang rasa sakit, anti-inflamasi, obat penurun demam (acetaminophen, ibuprofen)

pengurang sakit tenggorokan (obat kumur air garam, belah ketupat, cairan hangat)
Jika tonsilitis disebabkan oleh kelompok A streptococus, maka antibiotiklah yang
berguna, dengan penisilin atau amoksilin sebagai pilihan pertamanya. Cephalosporin dan
macrodile dianggap sebagai alternatif yang baik bagi penisilin dalam penyakit akut. Sebuah
macrolide seperti eritromisin digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Pasien
yang gagal terapi penicilin dapat menanggapi pengobatan yang efektif terhadap bakteri yang
memproduksi beta-laktamase seperti klindamisin atau amoksisilin-klavulanat .Bakteri
penghasil beta-laktamase aerobik dan anaerobik yang berada di jaringan tonsil dapat
"memerisai" kelompok A streptokokus dari penisilin. Bila tonsilitis disebabkan oleh virus,
lama penyakit tergantung pada virus mana yang terlibat. Biasanya, pemulihan lengkap terjadi
dalam satu minggu, namun dapat berlangsung selama dua minggu. Kasus kronis dapat diobati
dengan tonsilektomi (operasi pengangkatan tonsil) sebagai pilihan untuk pengobatan. Dengan
catatan, riset ilmiah telah menemukan bahwa anak-anak hanya memiliki sedikit keuntungan
dari tonsilektomi untuk kasus kronis tonsilitis.

Komplikasi
Komplikasi jarang mungkin termasuk dehidrasi dan gagal ginjal karena kesulitan
menelan, saluran udara diblokir karena peradangan, dan faringitis karena penyebaran infeksi.
Suatu abses dapat mengembangkan lateral tonsil selama infeksi, biasanya beberapa hari
setelah terjadinya tonsilitis. Hal ini disebut sebagai abses peritonsillar (atau quinsy). Jarang,
infeksi bisa menyebar di luar tonsil mengakibatkan peradangan dan infeksi pada vena jugular
internal yang memunculkan suatu menyebarkan infeksi septicemia (sindrom Lemierre's).
Dalam kasus kronis / berulang (secara umum didefinisikan sebagai tujuh episode tonsilitis
pada tahun sebelumnya, lima episode di masing-masing dari tahun sebelumnya dua atau tiga
episode di masing-masing tiga tahun sebelumnya), atau di kasus akut tonsil palatina dimana
menjadi begitu bengkak yang menelan terganggu, sebuah tonsilektomi dapat dilakukan untuk
menghilangkan amandel. Pasien yang amandel telah dihapus masih dilindungi dari infeksi
oleh sisa dari sistem kekebalan tubuh mereka. Dalam kasus yang sangat jarang radang
tenggorokan, penyakit seperti demam rematik atau glomerulonefritis dapat terjadi.
Komplikasi ini sangat jarang terjadi di negara-negara maju, namun tetap menjadi masalah
yang signifikan di negara-negara miskin. Tonsilitis berhubungan dengan radang tenggorokan,
jika tidak diobati, juga dapat menyebabkan gangguan neuropsikiatrik pediatrik autoimun
terkait dengan infeksi streptokokus ( panda ). Tonsilloliths terjadi pada sampai 10% dari
populasi sering karena episode tonsilitis.
DEVIASI SEPTUM
Definisi
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari
letaknya yang berada di garis medial tubuh.
Klasifikasi
Bentuk bentuk deformitas dari deviasi septum, ialah :
1)

Deviasi biasanya berbentuk huruf C atau S.

2)

Dislokasi, yaitu bagian bawah septum kartilago keluar dari krista maksila danmasuk

ke dalam rongga hidung.


3)

Penonjolan tulang atau tulang rawan septu, bila memanjang dari depan ke belakang

disebut krista dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina.

4)

Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dekan konkadihadapannya

disebut sinekia. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.


Mladina membuat klasifikasi mengenai septum deviasi sebagai berikut :

Tipe I

: terdapatnya unilateral crest yang tidak mengganggu fungsi dari

rongga hidung.

Tipe II

: terdapatnya gangguan pada fungsi hidung dikarenakan unilateral

Tipe III

: satu unilateral crest pada ujung atas konka media hidung

Tipe IV

: terdapat dua crest, satu pada ujung atas konka media, satu berada

crest

pada sisi septum lainnya, yang dapat mengganggu fungsi hidung.

Tipe V

: unilateral ridge pada dasar septum, sedang sisi septum lainnya lurus

Tipe VI

: unilateral sulkus melalui bagian kaudal-ventral septum, sedangkan

pada sisi lainnya terdapat ridge dan asimetri dari rongga hidung.

Tipe VII

: campuran tipe dari I sampai VI.

Septum deviasi diklasifikasikan menurut dari beratnya gangguan pada hidung :

Grade I

: septum deviasi yang tidak menyentuh struktur dinding lateral hidung

Grade II

: menyentuh struktur dinding lateral hidung, tetapi tidak menyentuh

setelah diberi dekongestan.

Grade III : menyentuh struktur dinding lateral hidung, tetap menyentuh setelah

diberi dekongestan.
Etiologi
Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu
partus atau bahkan pada masa janin intruterine.
Penyebab lainnya ialah ketidak-seimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi
terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap. Dengan demikian
terjadilah deviasi pada septum nasi itu.
Pada pasien dengan septum deviasi, banyak yang tidak teradapat adanya riwayat trauma.
Gray menerangkan hal ini dengan teori birth moulding. Postur abnormal intrauterin dapat
menyebabkan terjadinya tekanan pada daerah hidung dan rahang atas. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya pergeseran pada septum. Tekanan ini dapat bertambah pada saat
kelahiran.
Epidemiologi
Insiden septum deviasi sangat bervariasi. Gray melakukan penelitian pada 2112 orang
dewasa dan mendapatkan 37% mengalami septum deviasi. Kwang dkk, 2006 meneliti 390
pasien menggunakan pemeriksaan radiologi dan mendapatkan 94 pasien (24,1%) mengalami
septum deviasi. Tumbel dkk, 2006 dalam penelitiannya di makassar pada pasien sinusitis
maksilaris kronik mendapatkan septum deviasi pada 22 kasus (30.1%) tanpa adanya kelainan
polip. Data Instalasi Bedah Sentral menunjukkan pada tahun 2005 sebanyak 14 pasien (4.6%)
septum deviasi menjalani operasi septum reseksi dari seluruh pasien THT yang dilakukan
operasi.
Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar
ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak
menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara.
Manifestasi Klinis
Bila septum deviasi ringan, kadang tidak terdapat gejala. Bila septum deviasi berat maka
dapat menyebabkan gejala-gejala seperti:
# Sumbatan pada satu atau kedua rongga hidung
Sumbatan ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, sebab pada sisi yang deviasi
mengalami konka hiportrofi dan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi.
# Rasa Nyeri di kepala dan sekitar mata
# Gangguan penciuman
# Kongesti nasal
# Epistaksis
# Infeksi sinus berulang dan nafas yang berbunyi sewaktu tidur
Patogenesis
Kejadian deviasi dari septum nasal paling banyak diakibatkan oleh adanya trauma langsung
maupun tidak langsung kepada septum tersebut. Hal ini akan mengakibatkan dorongan
terhadap septum sehingga berakibat septum berdeviasi bahkan hingga fraktur. Namun tidak
semua deviasi tersebut akan menampakan gejala, sehingga penderita tidak akan sadar bila ia

mengalami deviasi septum. Penderita akan datang bila sudah terjadinya gejala atupun bahkan
komplikasi.
Penegakan Diagnosa
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang
hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya.
Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika
terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.
Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi dan nasal endoskopi dapat
dilakukan untuk konfirmasi atau evaluasi terapi. Pemeriksaan Radiologi seperti MRI, X-ray
AP dan CT- Scan.
Penatalaksanaan
Bila Tidak ada keluhan maka tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Analgesik
digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Dekongestan digunakan untuk mengurangi sekresi
cairan hidung.
Penatalaksanaan baku pada septum deviasi adalah operasi reposisi dari septum. Ada 2
jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada penderita dengan keluhan yang nyata yaitu
submukosa septum reseksi dan septoplasti.
Reseksi Submukosa
Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukoperiostiumkedua sisi dilepaskan dari
tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian
diangkat, sehingga mukoperikondrium dan mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan lansung
bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat mennyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung pelana
(saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum
terlalu banyak diangkat.
Septoplasti/ Reposisi Septum
Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan
saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin

timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung
pelana.
Setelah septoplasty akan terdapat rasa tidak nyaman pada hidung, untuk diperlukan
pereda nyeri (analgesik) dalam beberapa hari pertama stelah tindakan. Dan ingatkan pasien
untuk menhindari kontak langsung terhadap hidung. Pemberian antibiotikjuga dapat
diberikan untuk menghindari infeksi sekunder.
Pencegahan
Menghindari faktor resiko deviasi septum, yaitu :
-

Selalu memakai helm atau memakai sabuk pengaman saat berkendaraan.


Pada saat berolah raga jaga/ hindari dari kontak langsung yang dapat mengenai

hidung terutama septum.


- Saat mengandung, upayakan jaga kehamilan dengan baik untuk menghindari
terjadinya trauma pada janin.
- Pada saat persalinan upayakan dilakukan dengan prosedur yang benar sehingga
terhindar dari terjadinya deviasi atau trauma pada septum nasal.
Prognosis
Prognosis dari deviasi septum nasal akan baik bila cepat ditangani dengan tindakan
yang tepat dan belum adanya komplikasi. Komplikasi akan menyulitkan penatalaksanaan dari
deviasi tersebut. Dan bila sudah terdapat komplikasi maka juga harus diterapi, seperti
misalnya sinusitis. Namun terapi sinusitis ini dilakukan setelah dilakukannya rekonstruksi
septum.
Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor predisposisi
terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung sempit, yang
dapat membentuk polip.
POLIP NASI
Polip nasi sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Polip nasi digambarkan sebagai buah
anggur yang turun melalui hidung. Istilah polip nasi berasal dari kata Yunani poly-pous
yang berarti berkaki banyak. Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal

terutama kompleks osteomeatal di meatus nasi medius berupa massa lunak yang mengandung
banyak cairan, bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan.
Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan
multiple. Polip nasi juga merupakan kantung dari edema mukosa dan kebanyakan berasal dari
mukosa sinus ethmoid.

Insiden dan Epidemiologi


Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi (13%) dibanding
penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering
pada laki laki, dimana rasio antara laki laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini
ditemukan pada seluruh kelompok ras.
Etiopatogenesis
Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga factor yang berperan
dalam terjadinya polip yaitu :
1.

Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang

2.

Gangguan keseimbangan vasomotor

3.

Edema, dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial sehingga timbul edema


mukosa hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tenpat yang sempit
akan menimbulkan tekanan negative pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah ikatannya
akan terisap oleh tekanan negative ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan
pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area
yang sempit di kompleks osteomeatal di meatus medius.
Mula mula ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus
medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses ini terus berlanjut, mukosa yang sembab ini akan semakin besar

dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga
terbentuk polip.
Pembentukan polip sering juga dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf
otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bernsteis, terjadi perubahan mukosa hidung
akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di
kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan
pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permuksaan
sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan ketidakseimbangan saraf vasomotor menyebabkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskuler yang mengakibatkan
dilepaskan sitokin dari sel mast yang akan menyebabkan edema dan lama kelamaan
menjadi polip.
Gambaran Mikroskopik
Secara mikroskopik, tampak epitel dari polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu
epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel selnya terdiri limfosit,
sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sedikit sel sel goblet.
Pembuluh darah sangat sedikit dan tidak mempunyai serabut saraf. Polip yang sudah dapat
mengalami metaplasi epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional,
kubik, gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Gejala Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini
tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat
menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus
paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya
adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerahan di
cavum nasi. Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung
yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya

POLIP

KONKA POLIPOID

Bertangkai

Tidak bertangkai

Mudah digerakkan

Sukar digerakkan

Konsistensi lunak
Tidak nyeri tekan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Tidak mudah berdarah

Mudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor tidak

Dapat mengecil dengan vasokonstriktor

mengecil

Diagnosa
Diagnosa polip nasi dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang.
- Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah obstruksi nasi mulai dari yang ringan sampai
berat, rhinore yang jernih sampai purulen, hiposmia dan anosmia. Dapat juga disertai bersin
bersin, rasa nyeri pada hidung dan sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai dengan infeksi
sekunder, didapatkan post nasal drips dan rhinore purulen. Gejala lain yang dapat timbul
adalah bernapas melalui mulut, rinolalia, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi aspirin dan alergi obat
lainnya.
- Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, polip nasi terlihat sebagai massa yang berwarna
pucat yang berasal dari meatus nasi medius dan mudah digerakkan.
Mackay dan Lund (1997) membagi stadium polip nasi menjadi 4 yaitu:
Stadium 0 : Tidak ada polip, atau polip masih berada dalam sinus
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius dan perlu endoskop untuk melihatnya.
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung, dapat dilihat dengan speculum hidung
Stadium 3 : Polip yang massif yang mengisi hamper seluruh rongga hidung.
- Pemeriksaan penunjang
Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.
Naso-endoskopi
Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi
anterior, tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.
Radiologik
Radiologi dengan posisi Waters dapat menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan
koronal merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk mengevaluasi pasien dengan polip nasi.
CT scan koronal dari sinus paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami
kerusakan, luasnya penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang.
Penatalaksanaan
Ada tiga macam penangana polip nasi yaitu :
- Cara konservatif
- Cara operatif

- Kombinasi keduanya.
Cara konservatif atau menggunakan obat obatan yaitu menggunakan glukokortikoid
yang merupakan satu satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas kortikosteroid topical
dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan
dalam bentuk tetes atau semprot hidung tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik
(short term systemic treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk
preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat
hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total 570
mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau
betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.
Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan
ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc operation),
frontho-ethmoido sphenoidektomi eksternal dan endoskopik polipektomi dan bedah sinus.
Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk
polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang
membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang
polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat
mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi
medikamentosa maupun pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai