IMUNISASI
Pembimbing :
dr. Arief G. Sudjati, Sp.A
Disusun oleh:
Annisa Ratnaningtyas
(2012730006)
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan
anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi,
pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.
Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun
menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa
didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga
diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas
kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program
imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu
telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada
bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali,
DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak
mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit, misalnya
difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus
diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat
mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.
Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang
kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa
memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi
bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif
dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan
hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk
mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi.
Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang
lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur
dengan cakupan yang luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak
cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan
lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan
memberikan imunoglobulin.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan
telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun
memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan
infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan
kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya
namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit
yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh
dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen/penyakit yang masuk
tersebut.
Vaksinasi mempunyai keuntungan:
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh
lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit
tersebut secara almiah.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid
TUJUAN
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi juga
mencakup wanita hamil (awal kehamilan8 bulan), wanita usia subur (calon
mempelai). Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi dibawah umur
1 tahun (011 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1kelas 6).
RESPON IMUN
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua
macam pertahanan tubuh yaitu : 1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut
juga komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu
macam antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan
tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis
antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian
antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada
pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat
mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang.
Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan
oleh sel makrofag (APC = antigen presenting cel). Pada sel T untuk antigen TD (T
dependent) sedangkan antigen TI (T independent) akan langsung diperoleh oleh
sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas
humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh
antigen. Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut
imunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang
lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya dapat
dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi
oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.
KEBERHASILAN IMUNISASI
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik
pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan
akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa
fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi
campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan
membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang
mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya
kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur
beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA
FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI
setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena
itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum (kurang atau
sama dengan 3 hari setelah bayi lahir), hendaknya ASI (kolostrum) jangan
diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi
neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus
akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila
imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan
imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat
obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita
penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons
imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang
diharapkan.
Sedang
dosis
terlalu
rendah
tidak
merangsang
sel-sel
imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena
itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
dan
memproduksi
interleukin
yang
akan
mengaktifkan
sel
imunokompeten lainnya.
Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik
dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated) atau
bagian (komponen) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan cara
atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya
dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan
memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu yang
tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada media kultur
seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13 tahun.
Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi
untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.
PERSYARATAN VAKSIN
1.
Mengaktivasi
APC
untuk
mempresentasikan
antigen
dan
memproduksi interleukin.
9
2.
3.
4.
Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus
hidup.
JENIS VAKSIN
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol (misalnya panas atau
cahaya) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh
(antibodi yang beredar) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
10
Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk
patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin Inactivated
o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif dengan
penambahan bahan kimia (biasanya formalin).
o Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis
antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan
penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat
mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak
dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan
saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
o Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada
dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu
11
atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah
dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang
mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami,
respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya
sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap
antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu.
o Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit
masih memerlukan vaksin seluruh sel (whole cell), namun vaksin bakterial
seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak
reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap
komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
perlindungan (contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:
Polisakarida
murni,
contoh
pneumokokus,
meningokokus,
dan
Gabungan
polisakarida
(haemophillus
influenzae
tipe
dan
pneumokokus).
VAKSIN DAN SISTEM KEKEBALAN
Sebelum membahas bagaimana pemberian vaksin dapat memberikan
perlindungan terhadap seseorang, terlebih dahulu perlu diketahui sistem kekebalan
tubuh kita bekerja melawan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, dan
sebagainya).
12
Gambar 1
Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah
dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu:
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)
Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita
tidak ditujukan terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh
bentuk kekebalan non-spesifik:
Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang
berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas
bagian bawah.
Pertahanan biokimiawi; air susu ibu yang mengandung laktoferin berperan sebagai antibakteri
Interferon; pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan
memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut.
Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan nonspesifik yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag)
akan menangkap, mencerna, dan membunuh mikroorganisme tersebut.
Sistem kekebalan spesifik dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T
dan sel B. Sistem kekebalan spesifik tidak mengenali seluruh struktur utuh
mikroorganisme, melainkan sebagai prrotein saja yang akan merangsang
sistem kekebalan. Bagian dari struktur protein mikroorganisme yang dapat
merangsang sistem kekebalan spesifik ini disebut antigen. Adanya antigen
akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan selular.
Selanjutnya sel T ini akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah
13
bentuk dan fungsi menjadi sel plasma yang selanjutnya akan memproduksi
antibodi. Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah dilengkapi dengan
sel memori. Semakin sering tubuh kita kontak dengan antigen dari luar, maka
semakin tinggi pula peningkatan kadar antibodi tubuh karena sel-sel memori
telah mengenali antigen tersebut.
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang
merupakan bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini
selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi
antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka kekebalan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar, yang berarti bahwa tubuh mendapat
bantuan dari luar antibodi yang sudah jadi. Sifat kekebalan pasif tidak
berlangsung lama, umumnya tidak kurang dari 6 bulan. Misalnya bayi yang
secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya.
2. Kekebalan aktif
Yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui pemberian vaksinasi dan
berlangsung bertahun tahun, karena tubuh memiliki sel memori terhadap
antigen tertentu.
Dalam rangka memacu sistem kekebalan spesifik tubuh, maka vaksin dapat
dibuat dari:
Live attenuated (vaksin hidup yang dilemahkan)
Inactivated (bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif)
Vaksin rekombinan
Virus like particle vaccine.
Vaksin hidup attenuated atau Live attenuated diproduksi dilaboratorium
dengan cara memodifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin
mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh
menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak
menyebabkan penyakit. Supaya dapat menimbulkan respon imun, vaksin
hidup attenuated harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam
tubuh resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang
14
15
PEMBERIAN IMUNISASI
Tata cara pemberian imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai
berikut :
Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab
dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up
vaccination) bila diperlukan.
16
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
18
Umur
Tempat
Bayi (lahir s/d12 Paha
bulan)
anterolateral
1-3 tahun
paha
anterolateral/
Lateral
lengan atas
Anak > 3 tahun
Lateral
lengan atas
Ukuran jarum
Jarum 5/8-3/4
Spuit no 23-25
Jarum 5/8-3/4
Spuit no 23-25
Insersi jarum
Arah jarum 45o
Terhadap kulit
Cubit tebal untuk
suntikan subkutan
Jarum 5/8-3/4
Spuit no 23-25
Aspirasi
spuit
sebelum disuntikan
Untuk
suntikan
multipel diberikan
pada ekstremitas
berbeda
Ukuran jarum
Jarum 7/8-1
Spuit n0 22-25
Jarum 5/8-1
(5/8
untuk
suntikan
di
deltoid umur 1215 bulan
Spuit no 22-25
Insersi jarum
1. Pakai jarum
yang
cukup
panjang
untuk
mencpai otot
2. Suntik dengan
arah jarum 80-90o.
lakukan dengan
cepat
1. Tekan
kulit
sekitar
tepat
suntikan dengan
ibu
jari
dan
19
umur 3 tahun
Anak > 3 tahun
telunjuk
saat
jarum ditusukan
2. Aspirasi spuit
sebelum vaksin
disuntikan, untuk
meyakinkan tidak
masuk ke dalam
vena.
Apabila
terdapat
darah,
buang dan ulangi
dengan
suntik
yang baru.
3. Untuk suntikan
multipel diberikan
pada
bagian
ekstremitas
berbeda
Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup
(vaksin campak, poliomielitis, rubela).
20
Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang
teknik
pemberian
vaksinasi,
maka
reaksi
KIPI
dapat
diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja
terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban
untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi
orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan
mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi.
Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek
samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program,
reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum,
reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi
suntikan, dan reaksi vaksin.
21
22
23
umur sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun
yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak ada scar).
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah untuk 0,05 ml dan untuk anak
0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan.
WHO tetap menganjurkan pemberian vaksin BCG di insersio M. deltoid
kanan dan tidak di tempat lain (bokong, paha), penyuntikan secara intradermal
di daerah deltoid lebih mudah dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang
tebal), ulkus yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat
(dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral atau paha anterior) dan
sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabila diperlukan.
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien
imunokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang atau
pada infeksi HIV).
KIPI yang didapat setelah vaksinasi adalah papul merah yang kecil timbul
dalam waktu 1 3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan
menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk
sembuh. Biarkan vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan
kering.
2. Vaksinasi Hepatitis B
Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi
dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai jenis
pilihan vaksin yang diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan dosis
serta cara pemberiannya sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.
Nama
Dagang
Engerix B
Produsen
Cara
Pemberian
GSK
IM
Euvax
Sanofi
pasteur
VAX MSD
IM
HB
II
Hepavax
Gene
IM
Kalbuitech
IM
Dosis
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Interval
Pemberian
10 mcg
20 mcg
10 mcg
20 mcg
10 mcg
20 mcg
10 mcg
20 mcg
Bulan
0,1,6
Bulan
0,1,6
Bulan
0,1,6
Bulan
0,1,6
kekekeke-
24
Hepatitis
Bio Farma IM
Anak
10 mcg Bulan keB
20 mcg 0,1,6
Tabel 2. Produsen, Jenis, Cara pemberian, Dosis, dan Interval Pemberian
Vaksin Hepatitis B (Ali sulaiman dan J. Sundoro,2007)
Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara dalam
(sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan (kontak
pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi baru lahir
diberikan dengan jadwal berikut :
1. Dosis pertama : sebelum umur 12 jam
2. Dosis kedua
3. Dosis ketiga
: umur 6 bulan
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh imunisasi
hepatitis B, maka secepatnya diberikan.
Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B diberikan juga
hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml disisi tubuh yang berbeda dalam
12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dalam waktu
singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6
bulan).
KIPI: reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara, terkadang dapat
menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari. Sampai saat ini tidak ada
kontraindikasi absolut pemberian vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan laktasi
bukan kontraindikasi vaksin Hepatitis B.
3. Vaksinasi DTP
Vaksinasi Difteri
Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat
pemberian. Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan
dengan imunisasi tetanus dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada
beberapa dekade terakhir, pemberian vaksin DPT telah menjadi imunisasi
yang diwajibkan oleh pemerintah. Vaksin DPT (DtaP atau DTwP) diberikan
untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun. Untuk anak usia 7-18 tahun
diberikan vaksin difteri dalam bentuk vaksin Td (Tetanus dan Difteri) atau
vaksin Tdap (tetanustoxoid, reduced diphteria toxoid, dan acellular pertusis
25
26
27
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap Difteri,
Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara intramuskular
atau subkutan sebanyak 0,5 ml.
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I), umur 3
bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang waktu tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV) diberikan 1 tahun
setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT V diberikan pada saat
usia prasekolah (5-6 tahun).
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster
vaksin DT pada usia 14-16 tahun dan kemudian dilanjutkan setiap 10 tahun
karena vaksin memberikan perlindungan selama 10 tahun dan setelah 10 tahun
diberikan booster. Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali
suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memberikan perlindungan
terhadap difteri selama 10 tahun.
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya
diberikan DT, bukan DPT. Jika anak menderita penyakit yang lebih serius dari
flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika ada riwayat
kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT
sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular
baik pada imunisasi dasar maupun ulangan.
4. Vaksinasi Polio
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine) dan
IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut,
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan
suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin polio
oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi
dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Pada PIN (pekan imunisasi
nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa memandang status
imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan tubuh menurun
28
29
30
Campak
Gondongan
Rubella
Edmonston
Jerryl lyn
Wistar RA 27/3
Schwarz
Urabe AM-9
Wistar RA 27/3
Tabel 3 . Dua jenis vaksin MMR yang beredar di Indonesia
Daya lindung MMR sebesar 95%, namun kadar antibodi yang dibentuk
melalui vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan antibodi yang diperoleh
setelah menderita gondongan. Vaksinansi MMR tidak dianjurkan diberikan
pada: anak yang alergi terhadap telur/neomycin, yang sedang dalam
pengobatan imunosupresif, anak dengan alergi berat, anak dengan demam
akut, setelah pemberian imunoglobulin atau transfusi darah.
KIPI: Reaksi sistemik, seperti malaise, demam, atau ruam yang sering terjadi
1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama 2-3 hari.
7. Vaksinasi Hib (Haemophilus influenza tipe b)
Vaksin Hib merupakan vaksin yang tidak aktif, dibuat dari kapsul
Haemophilus influenza Tipe B yang disebut polyribosribitol phospat (PRP).
Terdapat 2 jenis vaksin Hib di Indonesia yaitu PRP-T dan PRP-OMP. Kedua
vaksin ini termasuk vaksin konjugasi. Vaksin Hib PRP-T diberikan pada usia
2, 4 dan 6 bulan. Vaksin Hib PRP-OMP diberikan pada usia 2 dan 4 bulan.
Dosis ketiga tidak diperlukan. Vaksin ulangan, baik PRP-T maupun PRP-OMP
diberikan pada usia 15 - 18 bulan. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun,
maka vaksin Hib hanya diberikan 1 kali. Vaksin ini diberikan secara
intramuskular sebanyak 0,5 ml didaerah paha atas. Kekebalan tubuh akan
mulai terbentuk setelah pemberian suntikan yang pertama dengan vaksin jenis
PRP-OMP dan setelah 2 kali suntikan dengan vaksin jenis PRP-T.
Anak-anak usia diatas 6 bulan yang belum mendapat vaksin diberikan 2
kali suntikan, sedangkan bagi anak diatas usia 1 tahun cukup mendapat 1 kali
suntikan saja tanpa perlu pemberian ulangan. Dengan pemberian vaksin ini
diharapkan 95% anak-anak terlindungi dari infeksi Hib setelah dosis kedua
atau ketiga.
KIPI: Setelah pemberian vaksinasi Hib, 5%-30% anak memperoleh vaksinasi
bisa mengalami demam, bengkak kemerahan, dan nyeri pada tempat suntikan
selama 1-3 hari. Vaksin Hib tidak direkomendasikan diberikan bila seseorang
31
sedang demam, mengalami infeksi akut, dan orang dengan riwayat alergi yang
mengancam jiwa.
8. Vaksinasi Pneumokokus
Saat ini telah tersedia 2 macam vaksin untuk mencegah penyakit yang
disebabkan bakteri pneumokokus, yaitu PPV23 dan PCV7. PPV23 adalah
vaksin pneumokokus yang berisi polisakarida murni dengan 23 serotipe, vaksin
jenis ini kurang bereaksi baik jika diberikan pada anak usia kurang dari 2 tahun
karena fungsi sel imun yang belum matang. Vaksin ini hanya memberikan
kekebalan
dalam
jangka
pendek.
Sedangkan
PCV7
adalah
vaksin
32
9. Vaksinasi Influenza
Virus influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza
virus). Terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole virus dan split-virus vaccine.
Dosis bagi anak berumur < 3 tahun adalah 0,25 ml dan dosis bagi anak
berumur > 3 tahun adalah 0,5 ml disuntikan di otot paha. Bila anak telah
berusia > 9 tahun, vaksin cukup diberikan satu dosis dan diulang setiap tahun.
KIPI: bengkak, nyeri, kemerahan pada tempat suntikan, demam, dan pegal.
Gejala-gejala tersebut dapat terjadi setelah penyuntikan dan bertahan 1-2 hari.
10. Vaksinasi Tifoid
Vaksin tifoid ada dua macam, yaitu:
a. Vaksin oral: berasal dari kuman Salmonella typhi yang dilemahkan.
Disimpan dalam suhu 2-8oC dan dikemas dalam bentuk kapsul. Vaksin
oral diberikan pada saat anak berusia 6 tahun atau lebih sebanyak 4 kapsul
dengan jarak setiap 1 hari (hari 1-3-5-7). Pemberiannya dapat diulang tiap
5 tahun. Respon imun akan terbentuk 10-14 hari setelah dosis terakhir.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin ini adalah tidak boleh
dilakukan saat sedang demam, tidak boleh dilakukan pada orang dengan
penurunan sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan, sedang kemoterapi
atau sedang terapi steroid) dan riwayat anafilaksis, tidak boleh kepada
orang yang alergi gelatin.
KIPI: cukup ringan, yaitu muntah, diare, demam, dan sakit kepala.
Dengan efektivitas vaksin yang lebih tinggi dan disertai efek samping
yang lebih rendah daripada jenis vaksin tifoid lainnya, maka vaksin tifoid
oral ini merupakan pilihan utama. Sayangnya, vaksin oral belum tersedia
di Indonesia.
b. Vaksin parenteral: berasal dari polisakarida Vi dari kapsul salmonella
typhi, yang dimatikan. Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml
33
Usia
Dosis
Volume
(ml)
0,5
Jadwal
(bulan ke-)
Havrix
(Glaxo 2 - 18 th
720 ELISA
Dua dosis : 0
SmithKline)
units
dan 6-12
> 18 th
ELISA units
1
Dua dosis : 0
dan 6-12
Vaqta (Merck)
2 - 18 th
25 U
0,5
Dua dosis : 0
dan 6-18
> 18 th
50 U
1
Dua dosis : 0
dan 6-12
Twinrix
> 17 tahun 720 ELISA
1
Tiga dosis :
(GlaxoSmithKline)
units
0, 1, dan 6
Tabel 4. Vaksinasi Hepatitis A dan Pemberian Imunoglobulin (Craig &
William S 2004)
34
KIPI: Umumnya aman dan yang sering ditemukan adalah reaksi lokal tetapi
umumnya ringan, kadang-kadang juga ada sedikit demam. Efek samping akibat
pemberian vaksinasi terbanyak 10 %-15% berupa nyeri dan bengkak di tempat
injeksi. Vaksin tidak boleh diberikan pada individu yang mengalami efek
samping berat sesudah pemberian dosis pertama.
12. Vaksinasi Varisela
Vaksin berisi virus hidup varicella-zoster yang dilemahkan yang berasal
dari galur OKA. Vaksin ini berasal dari virus varicella zooster liar yang
diisolasi dari seorang anak yang bernama belakang oka berusia 3 tahun. Vaksin
ini dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Takahashi dan di Amerika
mendapat lisensi untuk digunakan pada anaksejak tahun 1995.
Menurut rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak seluruh Indonesia),
vaksin varisela dianjurkan pada anak dengan usia > 1 tahun, cukup 1 dosis.
Namun berdasarkan penelitian mengenai pencegahan dan penanganan wabah
varisela maka pada tahun 2006 The Advisory Commitee on Immunization
Practices
(ACIP)
dan
America
Academy
of
Pediatrics
(AAP)
35
Keduanya diberikan melalui mulut (oral). Kedua vaksin tersebut terbukti aman
dari risiko gangguan usus. Efektivitas vaksin berkurang apabila diberikan
bersama vaksin polio oral. Kejadian ikutan pasca pemberian vaksin dilaporkan
adalah diare 7,5%; muntah 8,7%; dan demam 12,1%.
Nama Vaksin
Sasaran imunisasi
Macam vaksin
Dosis
Jadwal Pemberian
Cara Pemberian
Efektivitas
Kontraindikasi
KIPI
Rotavirus
Bayi sedini usia 4 minggu
Rotarix, Rotateg
Rotarix, 3 dosis; Rotareg, 2 dosis
Rotarix : usia (4, 8) minggu; Rotateg : usia
(4,8,12) minggu
Oral
Belum diketahui secara pasti
Sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan
vaksin polio oral
Adanya infeksi bakteri patogen di Usus
Diare, muntah, demam
Tabel 5 . Vaksinasi rotavirus
36
37
bagi anak usia kurang dari 2 tahun dan anak sekolah di atas 11 tahun. Yang
lebih dianjurkan untuk usia ini adalah vaksin jenis MCV4, namun jika tidak
tersedia vaksin jenis MCV4, maka vaksin ini (MPSV4) juga dapat digunakan.
Vaksin MPSV4 diberikan dengan satu kali suntikan secara subkutan (di
bawah kulit). Perlindungan yang didapatkan
bertahan selama 3-5 tahun. Kekebalan yang terbentuk akan menurun dalam 2-3
tahun, sehingga diperlukan imunisasi ulangan setiap 3-5 tahun.
KIPI: relatif ringan, yakni hanya berupa nyeri dan kemerahan pada tempat
suntikan, dapat terjadi demam (5%). Reaksi alergi jarang terjadi (kurang dari
0,1/100.000).
Vaksin Conjugasi Meningococcus (MCV 4)
MCV4 pertama kali dikeluarkan pada tahun 2005 dengan harapan dapat
lebh baik daripada vaksin sebelumnya dan dapat memberikan perlindungan
yang lebih lama. Vaksin ini diberikan bagi anak di atas usia 2 tahun, terutama
pada usia 11-12 tahun. Pertimbangan pemberian vaksin untuk anak usia di atas
11 tahun adalah karena respon kekebalan yang terbentuk terhadap vaksin ini
tidak optimal, sehingga daya perlindungan yang didapatkan tidak maksimal.
Pemberian vaksin dilakukan 1 kali melalui suntikan di otot lengan dan
boleh diberikan bersamaan dengan vaksin lainnya, asalkan pada tempat yang
berbeda.
Kekebalan mulai terbentuk dalam 10 - 14 hari setelah pemberian vaksin
dan dapat bertahan selama 10 tahun. Dengan demikian tidak perlu pemberian
ulangan, tetapi untuk yang menerima vaksin di bawah usia 4 tahun kekebalan
tubuh yang terbentuk akan lebih cepat menurun dalam 3 tahun pertama.
Pemberian ulangan diberikan jika ada risiko penularan secara terus menerus.
Jadwal ulangan adalah 1 tahun untuk anak yang menerima vaksin pada
usia kurang dari 4 tahun. Bagi anak yang menerima vaksin pada usia di atas 4
tahun, maka ulangan diberikan setelah satu tahun.
KIPI: lebih sering terjadi dibandingkan dengan vaksin jenis MPSV4. Namun,
biasanya sangat ringan, yakni berupa rasa sakit dan tibul kemerahan pada
tempat suntikan yang akan hilang dalam 1-2 hari. Efek lain yang dapat timbul
38
adalah kesemutan atau rasa seperti terbakar, tetapi angka kejadiannya sangat
jarang (kurang dari 1/10.000 orang). Guillain-Barre Syndrome atau terjadi
kelumpuhan merupakan efek samping yang ditakutkan, namun risiko terjadinya
efek ini sangat kecil. Vaksin ini tidak boleh diberikan pada seseorang dengan
riwayat alergi dengan bahan vaksin, alergi latex, dan pada orang dengan infeksi
akut, serta pada wanita hamil.
16. Vaksin Yellow Fever
Orang (berumur > 1 tahun) yang hendak bepergian ke Amerika dan
Amerika Latin harus mendapatkan vaksinasi demam kuning. Aturannya adalah
10 hari setelah mendapatkan vaksinasi, orang tersebut akan memperoleh
International Certificate of Vaccination yang berlaku sampai 10 tahun. Vaksin
demam kuning berupa virus hidup yang dilemahkan, dari galur 17 D. Vaksin
disuntikkan di bawah kulit sebanyak 0,5 ml berlaku untuk semua umur dan
sangat efektif dalam memberikan proteksi dalam kurun waktu 10 tahun. Vaksin
tidak direkomendasikan pada anak < 9 bulan, ibu hamil, alergi telur, dan orang
yang sedang mengalami penurunan daya tahan tubuh.,
KIPI: umumnya bersifat ringan. Sekitar 2%-5% penerima vaksin ini merasa
pusing, nyeri otot, dan demam yang terjadi 5-10 hari setelah mendapatkan
vaksinasi.
17. Vaksinasi HPV
Pengembangan vaksin pencegahan vaksin HPV menawarkan harapan baru
untuk mencegah kanker leher rahim. Uji klinis dari 2 generasi pertama vaksin,
satu untuk HPV tipe 16 dan 18, sedangkan yang lainnya untuk tipe 6, 11, 16, 18
telah memperlihatkan proteksi yang cukup tinggi melawan insiden dan infeksi
persisten.
Vaksin diberikan 3 dosis (bulan ke-0, ke-1, dan ke-6) secara intramuskular
lengan atas. Vaksin tidak akan memberikan proteksi maksimal jika tidak
menyeleseikan ke-3 dosis tersebut. Sampai saat ini, penelitian selama 5 tahun
dan masih berjalan bahwa vaksin ini tidak memerlukan booster, sehingga masih
efektif setidaknya untuk 5 tahun.
39
Vaksin HPV aman dan efektif jika diberikan pada wanita usia 9-26 tahun.
Namun panduan dari Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI)
menyarankan vaksin diberikan pada wanita usia 10-55 tahun. Vaksin
pencegahan terhadap infeksi HPV akan bekerja secara efisien bila vaksin ini
diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV.
Vaksin HPV relatif aman, reaksi KIPI relatif ringan dapat berupa nyeri
pada lokasi penyuntikan, sakit kepala, demam, mual, dan demam.
JADWAL IMUNISASI
Jadwal Imunisasi IDAI 2008 secara garis besar sama dibandingkan dengan
jadwal 2004. Perbedaan terletak pada penambahan vaksin pneumokokus
konjugasi (PCV=pneumococcal conjugate vaccine), vaksin influenza pada
program imunisasi yang dianjurkan (non-PPI) serta jadwal imunisasi varisela
yang dianjurkan diberikan pada umur 5 tahun (jadwal tahun 2007). Pada jadwal
2008 ditambahkan vaksin Rotavirus untuk diare pada anak dan HPV (Human
Papilloma Virus). Pada tahun 2010 ini berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan
Dokter Anak Indonesia) tidak adanya lagi perbedaan program imunisasi yang
diwajibkan dan dianjurkan serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi
seperti varisela atau imunisasi ulangan seperti hepatitis B.
40
41
BAB III
KESIMPULAN
Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah
satunya adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam
menghadapi ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi.
Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan
oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian yang seharusnya
dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak
akan terjangkit penyakit tersebut.
Pada tahun 2010 ini berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) tidak adanya lagi perbedaan program imunisasi yang diwajibkan dan
dianjurkan serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi seperti varisela
atau imunisasi ulangan seperti hepatitis B.
Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada
masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau
membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang
diwajibkan. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya
penularan dan wabah juga akan berkurang.
42
DAFTAR PUSTAKA
Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman imunisasi di
Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta 2005
Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman
Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2008.
Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK Respiratologi PP IDAI;
2007.
Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis MD.
Current Medical Diagnosis and Treatment 2002. Page 1313-1319.
Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization. Page 235258.
Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
2008 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008
Available from : http://pediatricinfo.wordpress.com/2009/04/20/jadwal-imunisasi2008-idai/
43