Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

1.1
Latar
Belakang
Penyakit pes di Indonesia termasuk penyakit yang dicantumkan dalam Undang-undang Karantina
dan Epidemi, (Undang-undang RI 1962) karena menimbulkan wabah yang berbahaya. Pertama kali
wabah penyakit pes menyerang Eropa, kemudian India dan sampai ke Indonesia pada tahun 1910
karena adanya tikus yang sedang menderita pes terbawa di dalam kapal dari India yang
mengangkut beras ke Indonesia. Pada tahun 1910 terjadi wabah pes di Surabaya, kemudian
menjalar ke Malang, Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta. juga masyarakat dusun Solorowo masih
tradisional. Merebaknya berbagai penyakit menular yang terjadi di Indonesia sebagian besar
ditimbulkan oleh kurangnya perhatian pada perbaikan kesehatan lingkungan. kehidupan masyarakat
dahulu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek. Dinding-dinding gedek itu
sering kali dibuat rangkap sehingga di antaranya terdapat celah atau lubang yang memungkinkan
tikus
bersarang.
Kehidupan masyarakat sekarang ini, tidak menutup kemungkinan, wabah penyakit pes itu akan
kembali terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya lingkungan yang tidak terjaga
kebersihannya. Di kota-kota besar seperti Jakarta misalnya, banyak daerah-daerah yang kondisi
kebersihannya masih belum terjaga, bangunan-bangunan non permanen (gubuk) yang dihuni oleh
masyarakat pendatang yang tidak memiliki rumah tetap bisa menjadi sarang untuk hewan yang
menjadi penyebaran penyakit pes ini yaitu tikus. Selain dari lingkungan yang kurang kebersihannya,
penyebaran penyakit pes ini bisa juga disebabkan oleh adanya suatu tradisi yang berhubungan
dengan kepercayaan terhadap suatu tempat tertentu yang menyebabkan adanya keakraban antara
manusia terhadap lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat sangat mensakralkan tempat-tempat
tertentu yang dianggap mempunyai nilai kesejarahan serta nilai budaya seperti Petrenan, yaitu
tempat yang disakralkan yang dipercaya sebagai tempat makam leluhur dijadikan tempat pemujaan
dan untuk menyelenggarakan upacara ritual dan keagamaan (Kasnodihardjo, 2005).
Sehingga adanya hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan alam sekitarnya yang
menyangkut rodent, pinjal dan habitat juga sifat tradisional tersebut menunjang tetap terpeliharanya
penularan pes di masyarakat. Ditunjang pula oleh pengetahuan dan persepsi penduduk yang salah
terhadap penyakit pes, maka penyakit tersebut sewaktu-waktu akan tetap menjadi wabah.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut.
1.2.1
Apakah
penyakit
pes
itu?
1.2.2
Bagaimana
mekanisme
penularan
penyakit
pes
tersebut?
1.2.3 Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi penderita penyakit pes?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan
deri
penulisan
makalah
ini
yaitu:
1.3.1
Untuk
mengetahui
definisi
penyakit
pes,
1.3.2
Untuk
mengetahui
mekanisme
penularan
penyakit
pes,
1.3.3 Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi penderita penyakit pes.

1.4
Manfaat
Manfaat
dari
penulisan
makalah
ini
adalah
sebagai
berikut.
1.4.1
Dapat menambah pengetahuan bagi penulis mengenai penyakit-penyakit menular
khususnya penyakit pes, baik mekanisme penularannya sampai upaya-upaya pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi bagi penderitanya.
II.

PEMBAHASAN

2.1
Tinjauan
tentang
Penyakit
Pes
Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague merupakan
penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia. Pes
juga merupakan infeksi pada hewan pengerat liar yang ditularkan dari satu hewan pengerat ke
hewan lain dan kadang-kadang dari hewan pengerat ke manusia karena gigitan pinjal.
Vector dari penyakit pes ini adalah pinjal. Ada 4 jenis pinjal di Indonesia yaitu Xenopsylla cheopis,
Culex
iritans,
Neopsylla
sondaica,
dan
Stivalus
cognatus.
Penyebab penyakit pes ini adalah hama penyakit basil pes yang disebut juga Pasteurella pestis.
Basil ini ditemukan oleh Kitasato dan Yersin di Hongkong pada tahun 1894. Setelah hasil itu (basil)
diberi warna menurut Loefler terlihat, bahwa pewarnan pada kedua ujungnya adalah lebih tebal, dan
basil itu disebut berkutub dua atau bipolar. Besarnya lebih kurang 2 mikron. Basil pes ini dapat
dibunuh oleh sinar matahari. Larutan karbol 1% sublimate 1% dan susu kapur dapat membunuh
basil ini dalam beberapa menit. Bila di atas tanah, basil ini akan mati selama 24 jam.
2.2
Mekanisme
Penularan
Penyakit
Pes
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman pes yang
terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal
yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan
dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.
Mengenai terjadinya wabah pes pada tikus dan manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1
Terjadinya
wabah
pes
pada
tikus
Wabah pada hewan umumnya disebut epi-zooti dari (epi = pada, zoo = hewan; Epi-demi berasal
dari epi = pada, demi/demos = rakyat). Wabah pes pada manusia didahului oleh epizooti pes pada
tikus, dan ini tentunya ada hubungan antara epizooti tikus dengan epidemic manusia. Pada seekor
tikus yang menderita penyakit pes terdapat gejala penyakit: suhu badan naik, sangat gelisah,
berkeliaran kian kemari. Mungkin tikus ini akan mati disembarang tempat. Pinjal-pinjalnya yang telah
ketularan karena menghisap darah tikus yang sakit tadi segera meninggalkan bangkai tikus yang
telah dingin. Pinjal tersebut akan meloncat-loncat tidak lebih 50 cm dan jauh tidak lebih 60 cm. jika
perut pinjal itu mengandung darah yang berisi basil-basil pes, basil tersebut dapat hidup di dalam
perut pinjal selama 40 hari. Bila pinjal yang tertular tersebut menggigit tikus yang sehat, tikus
tersebut akan menderita penyakit pes dan akan mati dalam 4 atau 5 hari. Dengan cara demikian
timbullah epizooti pada tikus. Pada epizooti ini mungkin banyak tikus yang mati, baik di dalam
maupun di luar rumah. Untuk menetapkan bahwa tikus itu mati karena pes, bangkai tikus itu perlu
dikirim ke perusahan Negara Laboratorium Bio Farma. Bangkai tikus itu harus dicapit dengan capit
yang panjangnya lebih kurang 1 cm, mengingat bahwa pinjal-pinjal itu dapat meloncat sampai

kurang 90 cm. lalu bangkai itu dimasukkan ke dalam blek minyak tanah kosong dan dikirim ke Lab
dan
ditutup
rapat.
Bila banyak tikus yang mati karena pes, banyak pula pinjal-pinjal tikus yang meninggalkan bangkai
tikus itu. Pinjal dapat juga melewati lubang pada langit-langit rumah yang lubangnya tidak tertutup
rapat. Dengan melalui lubang pada langit-langit ia dapat masuk ke dalam rumah. Barulah manusia
menjadi sasarannya seperti pada gambar 01. Pinjal tikus yang telah kelaparan dapat menghisap
darah dengan kuat. Jika di dalam perut pinjal itu banyak terdapat basil pes, basil itu akan
menyumbat lubang antara proventrikulus dan ventrikulus. Karena penyumbatan itu, pada permulaan
proventrikulus akan penuh dengan darah, akan tetapi tidak menimbulkan rasa kenyang. Pinjal itu
akan mencabut moncongnya dan menggigit lagi. Pada waktu moncong dicabut, darah yang
tercampur dengan basil pes akan turut keluar dan masuk ke dalam tempat penggigitan. Dengan
cara itu manusia dapat ketularan basil pes dan mulailah perkembangan penyakit pes di dalam tubuh
manusia.
Pengalaman para ahli menunjukkan bahwa suatu wabah biasanya terjadi dalam musim hujan dan
mempunyai puncaknya pada bulan desember atau januari. Agar pada puncak wabah didapat
kekebalan yang cukup, immunitas biasanya dimulai 2/3 bulan sebelumnya. Pada daerah-daerah
dengan suhu iklim kurang dari 30C seperti di pegunungan penyakit pes akan menetap.
2.2.2
Perkembangan
wabah
pes
di
dalam
tubuh
manusia.
Pada tempat gigitan pinjal akan timbul gelembung kecil yang berisi cairan yang Hemoragis, juga
akan timbul pada kulit setempat yang agak besaran. Bentuk demikian disebut pes kulit. Menurut
Prof. De Lange 5% dari gigitan pinjal yang ketularan menimbulkan pes kulit. Basil pes kemudian ikut
dengan aliran getah bening, menuju daerah kelenjar getah bening, dan menimbulkan Limpadenitis
atau bubo. Jika digigit di tangan, bubo akan timbul di ketiak. Jika digigit dikaki, bubo akan timbul di
lipatan paha, dan jika digigit dikepala, bubo akan timbul di leher. Jika orang yang tertular itu tidak
pernah menerima vaksinasi terhadap pes dan tidak memiliki kekebakan tubuh, bubo itu
menimbulkan gejala: peradangan merah, panas, bengkak, sakit yang hebat disertai suhu badan
yang tinggi. Penderita terlihat sangat gelisah. Selaput lendir mata yang kemerah-merahan seringkali
sebagai gejala yang terlihat. Bubo di lipatan paha sedemikian sakitnya, sehingga penderita
berbaring dengan rasa tak berdaya, sedang pahanya terkaku dalam fleksi. Lalu bubo itu akan
pecah, dan keluarlah nanah bercampur darah dari jaringan yang mati. Penyembuhan berjalan
sangat perlahan, hal ini berlainan dengan bisul karena stafilokokkus yang lekas sembuh setelah
pecah. Dengan penderita yang agak lama, bubo ini akan merusak badan penderita sampai kurus.
Kematian dapat meningkat sampai 60% pada panderita yang belum pernah mendapat vaksinasi
anti-pes.
Pada penyakit pes yang disebabkan karena basil pes yang sangat ganas, mungkin tidak timbul
bubo. Daerah kelenjar limpa dilewati dan melalui duktus thorasikus, basil itu masuk ke dalam
peredaran darah. Timbullah keadaan pes-sepsis (pes-bakteri aemi, atau pes septichaemi) dengan
gejala intoksikosis yang hebat dan penderita menderita panas yang tinggi. Ia kelihatan gelisah,
mungkin penderita berkeliaran di luar ruamah dan meninggal di sembarang tempat. Bila di daerah
yang ketularan pes ditemukan mayat yang berbadan baik, tidak memperlihatkan gejala sakit dan
penganiayaan,
kemungkinan
orang
itu
meninggal
karena
pes.
Pes-septichaemi juga dapat terjadi pada penderita pes bubo. Setelah terjadi pes bubo mungkin
bubo itu dilewati oleh basil pes. Dengan melalui duktus torasikus ia masuk ke peredaran darah,

selanjutnya masuk ke vena kava superior, ke serambi kanan, bilik kanan, arteria pulmonalis, dan
sampai di paru-paru akan menimbulkan pes paru-paru. Pes paru ini disebut pes paru sekunder.
Karena
terjadi
dengan
melalui
pes
bubo
dan
pes-septichaemi.
Penderita ini dapat menyemburkan basil pes dengan dahaknya yang halus ke udara. Basil pes ini
akan masuk ke pernafasan orang sehat dengan cara langsung dan akan timbul pes paru primer
(terlihat
pada
gambar
01
di
atas).
Pes paru adalah penyakit yang berat dan dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa hari saja.
Penderita kelihatannya sangat lemah, sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu batuk dengan
keras.
Jika
batuk,
dahaknya
bercampur
dengan
darah.
Dari peristiwa terjadinya wabah pes di atas, ada beberapa penularan penyakit pes tersebut. Adapun
bagan penularan penyakit pes sebagai berikut.

Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orangorang yang bila digigit oleh pinjal tikus
hutan yang infektif. Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan, ataupun pada orang-orang yang
mengadakan rekreasi/camping di hutan.

Penularan pes ini dapat terjadi pada orang yang berhubungan erat dengan tikus hutan, misalnya
para ahli Biologi yang sedang mengadakan penelitian di hutan, dimana orang tersebut terkena
darah atau organ tikus yang mengandung kuman pes.
Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada seseorang karena digigit oleh pinjal infeksi
setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.

Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal. Pinjal yang efektif kemudian menggigit
manusia.

Penularan pes dari seseorang ke orang lain dapat juga terjadi melalui gigitan pinjal manusia Culex
Irritans (Human flea)

Penularan pes dari seseorang yang menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan
ludah atau pernapasan. Pada no.1 sampai dengan 5, penularan pes melalui gigitan pinjal akan
mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).
2.3
Upaya
Pencegahan,
Pengobatan,
dan
Rehabilitasi
2.3.1
Pencegahan
Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta

pinjalnya.
Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya dengan manusia
dapat dilakukan seperti berikut.
1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.
2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung sehingga mengurangi kesempatan bagi
tikus untuk bersarang (rat proof).
3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga
sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.
4. Menggunakan lantai semen.
5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai atau
mengundang tikus.
6. Melaporkan kepada petugas Puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa
sebab yang jelas (rat fall).
7. Tinggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah.
Surasetja (1980), menyatakan bahwa selain upaya pencegahan, ada pula upaya pemberantasan
penyakit pes yaitu sebagai berikut.
1. Keharusan melaporkan terjadinya penyakit pes oleh para dokter supaya tindakan
pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat dijalankan. Keharusan ini tercantum dalam
undang-undang karantina danepidemi (UU Wabah 1962).
2. Keharusan melaporkan adanya kematian sebelum mayat dikubur. Pada mayat itu dilakukan
fungsi paru, limfa dan pada bubo. Pes paru primer dapat dinyatakan bila cairan paru pasitif
dan pes cairan limpa negatif. Pes paru sekunder terjadi bila cairan paru dan cairan limpa
positif. Pes septichaemi jika cairan paru negatif dan cairan limpa positif.
3. Tindakan selanjutnya jika telah dinyatakan diagnosa pes adalah penderita pes paru (primer
dan sekunder) harus diisolasi dan dirawat di rumah sakit. Penduduk di sekitar rumah pes
divaksinasi. Rumah disemprot dengan DDT. Kemudian rumah itu dibuka atapnya agar
matahari dapat masuk. Lalu rumah tersebut diperbaiki kembali.
4. Suntikan anti pes secara umum.
5. Pembasmian pinjal tikus dilakukan dengan bubuk DDT yang ditaruh pada tempat yang biasa
dilalui oleh tikus. Bubuk DDT akan melekat pada bulu tikus sehingga akan membunuh pinjal-

pinjal itu. Hal ini dapat pula dilakukan serangkaian pemberantasan nyamuk malaria melalui
penyemprotan.
6. Pembasmian tikus dengan racun, perangkap dan kucing.
7. Pengawasan angkutan padi dan lain-lain dengan pikulan, gerobak, dan sebagainya agar
tikus yang tertular pes tidak terangkut dari satu daerah ke daerah yang lain.
8. Perbaikan rumah agar tikus tidak bersarang di dalam rumah.
9. Tindakan kebersihan seperti menjemur alat-alat tidur setiap minggu. Jangan ada sisa-sisa
makanan yang berhamburan dan menarik tikus.

2.3.2
Pengobatan
Upaya pengobatan terhadap penderita penyakit pes, baik yang menularkan maupun yang tertular
adalah
sebagai
berukut.
1) Untuk tersangka pes

2)

3)

Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau

Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut

Untuk Penderita Pes

Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis
dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturut-turut.Setelah panas hilang.

Dilanjutkan dengan pemberian :

Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan menjadi 2


gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau

Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut turut, kemudian dosis diturunkan
menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.

Untuk pencegahan terutama ditujukan pada:

Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo.

Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru.

Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10 hari berturutturut.

2.3.3
Rehabilitasi
Untuk rehabilitasi terhadap penyakit pes ini tidak menduduki peranan penting, karena yang telah
sembuh dari penyakit pes ini, umumnya menjadi sehat kembali dan dapat bekerja seperti bisanya.

III.

PENUTUP

3.1
Dari uraian pembahasan di atas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

Simpulan

1. Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague merupakan
penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia.
2. Mekanisme penyebaran penyakit pes terjadi melalui kuman-kuman pes yang terdapat di
dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal
yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut
akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui
gigitan.
3. Upaya dalam menanggulangi wabah penyakit pes ini meliputi upaya pencegahan yang
dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan
cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya, upaya
pengobatan dengan obat-obatan seperti Tetracycline, Cholamphenicol, Streptomycine yang
diminum sesuai aturan dan dosis, serta upaya rehabilitasi.

3.2

Saran
1. Hendaknya masyarakat tetap mempertahankan kebersihan lingkungan agar terhindar dari
berbagai jenis penyakit yang membahayakan.
2. Pihak pemerintah harus lebih memperhatikan rakyat di semua lapisan secara merata untuk
bisa memberikan fasilitas yang menunjang kesehatan bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai