Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PROSESUS ALVEOLAR
disusun untuk memenuhi tugas bagian Periodonsia

disusun oleh:

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016

Prosesus alveolar adalah bagian dari maksila dan mandibula merupakan


struktur yang bergantung terhadap gigi. Prosesus alveolar terbentuk saat gigi
erupsi dan secara berangsur mengalami atrofi saat gigi hilang (Wolf & Hassell,
2006).

1. Bagian-bagian dari tulang alveolar


Tulang alveolar secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.1 Alveolar bone proper. Merupakan lapisan dinding soket yang tipis dan
kompak. Secara radiologis lapisan ini disebut lamina dura, dan secara
anatomis disebut dinding alveolar atau cribriform plate. Secara histologis
berisi celah atau bukaan yang dapat menghubungkan bundel neurovaskular
pada ligamen periodontal dan komponen tulang alveolar central yaitu tulang
cancellous.
1.2 Tulang trabekular atau cancellous. Merupakan pendukung tulang alveolar
yang berada di antara dua lapisan kompak. Septum interdental berisi tulang
cancellous yang dilapisi oleh batas tulang yang kompak.
1.3 Lempeng eksternal dari tulang kortikal dibentuk oleh tulang haversian dan
lamela tulang kompak (Newman, Takei, Klokkevold, & Carranza, 2006).

Tulang cancellous dan kompak pada alveolar menunjukkan proporsi yang


relatif. Sebagian proporsi fasial dan lingual pada soket dibentuk oleh tulang
kompak. Sedangkan tulang cancellous mengelilingi lamina dura di apikal,

apikolingual, dan area inter radikular (Newman, Takei, Klokkevold, & Carranza,
2006).

2. Komposisi dan Bagian-Bagian Tulang Alveolar


2.1 Sel dan Matriks Ekstraseluler
Osteoblas adalah sel yang memproduksi matriks organik dari tulang yang
terdiferensiasi dari sel folikel pluripoten. Tulang alveolar dibentuk selama
pertumbuhan fetal dengan cara osifikasi intramembranous, terdiri dari matriks
yang terkalsifikasi oleh osteosit dan terbungkus didalam ruangan bernama lakuna.
Osteosit meluas menuju kanalikuli yang memancar dari lakuna. Kanalikuli
membentuk sistem anastomois di dalam matriks ekstraseluler tulang yang akan
membawa oksigen dan nutrisi ke osteosit melalui arah, juga menghilangkan
produk sisa metabolik.
Tulang berisi dua per tiga material anorganik dan satu per tiga material
organik. Materi anorganik berupa mineral kalsium dan fosfat. Matriks organik
terdiri dari kolagen tipe 1 (Newman, Takei, Klokkevold, & Carranza, 2006).

Gambar 1. Anatomi skeletal secara mikroskopis (Sumber:


https://www.studyblue.com/notes/note/n/microscopic-anatomy-skeletal-system/deck/13786902)

2.2 Dinding Soket


Dinding soket tersusun atas tulang yang padat dan terdapat lamellae, yang
sebagiannya tersusun di sistem haversian dan bundel tulang. Bundel tulang atau
bundle bone merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tulang yang
berada dekat dengan ligamen periodontal yang berisi banyak sekali serat
Sharpeys. Bundle bone terletak di dalam alveolar bone proper. Bundle bone
bukanlah struktur yang hanya berada pada tulang rahang saja, tetaapi berada
dalam seluruh sistem skeletal yang menjadi perlekatan otot dan ligamen.
Tulang cancellous berada secara dominan pada inter radikular dan spasia
interdental, jumlahnya terbatas pada daerah fasial dan lingual, kecuali pada
palatum. Pada tulang manusia dewasa, tulang cancellous lebih banyak terdapat
pada maksila daripada mandibula (Newman, Takei, Klokkevold, & Carranza,
2006).
2.3 Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Selama masa embrionik dan bayi baru lahir, rongga pada semua tulang
ditempati oleh sumsum hematopoietik sel darah merah. Sumsum sel darah merah
secara bertahap mengalami perubahan fisiologis menjadi tipe sumsum kuning
yang tidak aktif. Pada usia dewasa, sumsum sel darah merah hanya ditemukan di
tulang iga, sternum, vertebrae, tulang tengkorak, dan humerus. Namun sumsum
darah merah terkadang terlihat di rahang dan seringkali diikuti oleh resorpsi
tulang trabekula. Biasanya terdapat di tuberositas maksila, area premolar dan
molar rahang atas dan bawah, juga pada simfisis dan ramus mandibula, yang

dapat terlihat secara radiografi dalam gambaran radiolusen (Newman, Takei,


Klokkevold, & Carranza, 2006).

2.4 Periosteum dan Endosteum


Lapisan jaringan ikat osteogenik yang berdiferensiasi membungkus
permukaan semua tulang. Jaringan yang melapisi permukaan tulang disebut
sebagai periosteum, dan jaringan yang melapisi rongga tulang bagian internal
disebut sebagai endosteum.
Periosteum terdiri dari lapisan dalam yang tersusun oleh osteoblas yang
dikelilingi oleh sel osteopogenitor. Sedangkan lapisan luarnya kaya akan
pembuluh darah dan saraf, juga tersusun oleh serat kolagen dan fibroblas.
Endosteum terdiri dari selapis osteoblas dan terkadang sedikit jaringan ikat.
Lapisan dalam merupakan lapisan osteogenik dan lapisan dalamnya merupakan
lapisan fibrosa.

2.5 Septum Interdental


Septum interdental terdiri dari tulang cancellous yang dibatasi leh dinding
soket lempeng cribiform (lamina dura atau alveolar bone proper). Jika interdental
space nya sempit, septum hanya bersisi lempeng cribiform saja.

3. Gambaran Destruksi Tulang Secara Radiografis


3.1 Kehilangan Tulang (Bone Loss)

Gambaran radiografis cenderung memperlihatkan keadaan resorpsi tulang


yang kurang parah dibanding keadaan yang sebenarnya. Perbedaan antara
ketinggian alveolar crest dan gambaran secara radiografisnya berkisar antara 0
mm hingga 1,6 mm.
Radiograf merupakan metode tidak langsung untuk menentukan jumlah
kehilangan tulang pada penyakit periodontal. Radiograf menunjukkan jumlah
tulang yang masih tersisa. Jarak dari CEJ ke alveolar crest yang telah diteliti pada
orang dewasa secara umum sebesar 2 mm. Jarak ini dapat lebih besar pada pasien
lanjut usia.
3.2 Pola Kehilangan Tulang
Pada penyakit periodontal, septum interdental mengalami perubahanperubahan yang mempengaruhi lamina dura, radiodensitas crestal, ukuran dan
bentuk rongga medula, juga ketinggian dan kontur tulang. Septum interdental
dapat berkurang ketinggiannya, dengan puncak horizontal dan perpendikuler
terhadap sumbu panjang gigi sebelahnya, atau dapat pula mengalami defek
angular atau vertikal.

3.3 Interdental Craters


Krater interdental secara radiologis terlihat berupa area ireguler dan
menurunnya radioopasitas pada puncak alveolar. Radiograf tidak memperlihatkan
morfologi atau kedalaman krater interdental secara akurat, terkadang dapat terlihat
seperti defek vertikal.

3.4 Keterlibatan Furkasi


Diagnosis definitif dari keterlibatan furkasi dibuat melalui pemeriksaan klinis
(menggunakan probe, contohnya Nabers probe). Untuk membantu deteksi
keterlibatan furkasi secara radiografis, berikut ini adalah kriteria diagnostiknya:
a. Perubahan radiografis terkecil yang terjadi pada area furkasi harus diperiksa
secara klinis.
b. Berkurangnya radiodensitas pada area furkasi yang melingkupi tulang
trabekula dapat diduga adanya keterlibatan furkasi.

3.5 Perubahan Radiografik pada Periodontitis


a. Keadaan samar atau kabur dan terputusnya kontinuitas lamina dura pada
aspek

mesial

atau

distal

dari

puncak

septum

interdental

telah

dipertimbangkan sebagai perubahan awal pada periodontitis secara


radiografik.
b. Area radiolusen berbentuk wedge-shaped terbentuk di aspek mesial atau
distal pada puncak septum tulang.
c. Proses destruksi meluas dari puncak septum interdental, dan ketinggiannya
berkurang. Proyeksi radiolusen berbentuk fingerlike meluas dari puncak
tulang alveolar hingga septum. Proyeksi radiolusen ke arah septum
interdental merupakan hasil dari perluasan inflamasi yang lebih dalam ke
arah tulang.
d. Ketinggian septum interdental secara progresif menurun sejalan dengan
perluasan inflamasi dan resorpsi tulang.

3.6 Periodontitis Agresif Lokaslisata


Periodontitis agresif lokaslisata memiliki karakteristik adanya kombinasi dari
ciri-ciri radiografis dibawah ini:
a. Awal mula kehilangan tulang dapat terjadi di insisiv dan / atau molar pertama
rahang atas dan bawah, biasanya bilateral, dan menghasilkan pola destruktif
yang vertikal, arclike.
b. Kehilangan tulang alveolar dapat menjadi generalisata sesuai progresivitas
penyakit namun kurang terlihat jelas pada area premolar.

3.7 Trauma oklusi


Trauma dari oklusi dapat menghasilkan perubahan yang terlihat secara
radiografis pada lamina dura, morfologi puncak tulang alveolar, pelebaran
membran periodontal, dan densitas di sekitar tulang cancellous. Trauma oklusi
bermanifestasi lebih jelas pada aspek fasiolingual karena pada aspek mesiodistal
gigi lebih stabil karena adanya gigi di sebelahnya. Sehingga sedikit perubahan
pada permukaan proximal dapat mengindikasikan adanya perubahan yang lebih
besar pada aspek fasial dan lingual. Perubahan radiografis dari yang akan
dijelaskan selanjutnya bukanlah patognomonik dari trauma oklusi dan harus
diinterpretasi sambil mempertimbangkan temuan klinisnya, seperti mobility gigi,
adanya permukaan atrisi, kedalaman poket, dan analisis kontak oklusal dan habit.

Fase injury dari trauma oklusi menghasilkan gambaran hilangnya lamina dura
di apikal furkasi, dan daerah marginal. Hilangnya lamina dura mengasilkan
pelebaran membran periodontal. Fase repair merupakan usaha untuk menguatkan
struktur periodontal agar mampu menahan beban yang lebih besar. Secara
radiografis, manifestasi yang terlihat yaitu pelebaran membran periodontal baik
itu lokalisata atau generalisata. Pelebaran membran periodontal tersebut diikuti
dengan bertambahnya ketebalan lamina dura dan terkadang terjadi kondensasi
tulang cancellous perialveolar.
Lesi traumatik yang lebih parah menunjukkan kehilangan tulang angular yang
dalam, jika dikombinasikan dengan inflamasi marginal mungkin dapat terjadi
pembentukan poket infrabony. Akan terlihat dalam radiografik berupa gambaran
radiolusen yang lebar pada periapikal. Resorpsi akar dari tekanan yang berlebihan
mungkin juga akan terlihat, seperti yang diakibatkan oleh alat orthodontik.

4. Mekanisme Destruksi Tulang


Faktor yang mempengaruhi destruksi tulang pada penyakit periodontal adalah
bakteri dan host. Produk plak bakteri merangsang diferensiasi sel progenitor
menjadi osteoklas dan menstimulasi sel gingiva untuk mengeluarkan mediator
yang memiliki efek serupa. Pada periodontitis agresif, mikrokoloni bakteri atau
satu sel bakteri dapat ditemukan di antara serat kolagen dan pada permukaan
tulang, hal ini menunjukkan adanya efek langsung. Beberapa faktor host
menghasilkan sel inflamasi seperti prostaglandin yang menginduksi resorpsi
tulang dalam penyakit periodontal.

5. Pola Destruksi Tulang pada Penyakit Periodontal


5.1 Resorpsi Tulang Horizontal
Resorpsi tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang pada penyakit
periodontal yang paling sering ditemui. Tulang berkurang ketinggiannya, namun
margin tulang masih tegak lurus terhadap permukaan gigi.

Gambar 2. Kerusakan tulang horizontal (Sumber: http://drgstoothpix.com/2013/06/05/periodontalradiographic-assessment-horizontal-bone-loss-and-vertical-bone-defects/)

5.2 Resorpsi Tulang Vertikal atau Angular


Defek vertikal atau angular teerjadi dalam arah yang obliq. Dasar defek
berada di sisi apikal permukaan tulang sekitarnya. Sehingga defek angular
seringkali diikuti oleh poket intrabony.
Defek vertikal pada interdental secara umum dapat terlihat pada radiograf.
Defek angular juga dapat terlihat pada permukaan fasial dan lingual atau palatal,
namun defek tersebut tidak terlihat di radiograf.

Gambar 3. Kerusakan tulang vertikal. (Sumber: http://drgstoothpix.com/2013/06/05/periodontalradiographic-assessment-horizontal-bone-loss-and-vertical-bone-defects/)

5.3 Krater
Krater merupakan cekungan pada puncak tulang interdental di dalam
permukaan dinding fasial dan lingual. Tingginya frekuensi krater interdental
dikarenakan:
a. Pada area interdental terakumulasi plak yang susah untuk dibersihkan.
b. Bentuk septum interdental pada molar rahang bawah yang normal datar
atau cekung pada faciolingual dapat membentuk krater.

5.4 Kontur Tulang Bulbous


Kontur tulang bulbous merupakan pembesaran tulang yang disebabkan oleh
eksostoses, adaptasi fungsi, atau pembentukan tulang buttressing. Lebih sering
terlihat di maksila daripada di mandibula.

5.5 Keterlibatan Furkasi


Keterlibatan furkasi merupakan invasi membran periodontal pada bifurkasi
dan trrifurkasi akar gigi. Pola destruksi pada furkasi bervariasi pada kasus dan
tingkat keparahan yang berbeda. Kehilangan tulang pada masing masing akar

dapat berupa horizontal, vertikal dan krater sering berkembang pada area
interradikular.

DAFTAR PUSTAKA

Newman, MG., Takei, HH., Klokenvold,PR., & Carranza FA. (2006). Clinical
Periodontology 10th Edition. Missouri : Saunders Elsevier.
Wolf, H. F., & Hassell, T. M. (2006). Color atlas of dental hygiene. Stuttgart:
Thieme.

Anda mungkin juga menyukai