Anda di halaman 1dari 19

17

BAB III
DASAR TEORI

III.1. Pemboran Lubang Tembak


Dikenal tiga pola pengeboran lubang tembak yaitu: square pattern,
rectangular pattern, dan staggered pattern. Berikut keterangan dari ketiga
pola ini:
Square pattern yaitu pola pengeboran lubang tembak dengan burden
sama dengan spasi. Lubang tembak pada baris berikutnya berada tepat
sejajar di belakang lubang tembak pada baris didepannya. Keuntungan pola
ini adalah mudah membuat tata letak, pola peledakan mudah dibuat lurus
dan rapi.
Rectangular pattern yaitu pola pengeboran lubang tembak dengan
burden lebih kecil dari spasi. Lubang tembak pada baris berikutnya juga
tepat berada sejajar di belakang lubang tembak pada baris didepannya.
Keuntungan dari pola ini adalah mudah membuat tata peledakan dan pola
peledakan dan pola peledakan mudah dibuat lurus dan rapi, namun
menghasilkan daerah yang tidak hancur lebih besar.
Staggered Pattern yaitu pola pengeboran lubang tembak berselangseling atau zigzag dimana lubang tembak pada baris berikutnya berada di
tengah-tengah spasi baris didepannya. Pola ini dapat diterapkan dengan
burden sama dengan spasi atau burden lebih kecil dari spasi. Kelebihan pola
ini adalah mampu menghasilkan distribusi energi peledakan yang lebih baik,
menghasilkan fragmentasi peledakan yang lebih kecil dan seragam, dan
menghasilkan daerah yang tidak hancur lebih sedikit dari pola yang lain.
Pola staggered dapat menghasilkan distribusi energi peledakan optimum
jika dibandingkan dengan kedua pola lainnya. Pola pengeboran lubang
tembak dapat dilihat dalam gambar 3.1.

17

18

Gambar 3.1
Pola Pengeboran Lubang Tembak (PT. Orica Mining Services)
Pemilihan arah pemboran lubang tembak untuk proses peledakan
sangat penting diperhatikan karena akan mempengaruhi terhadap hasil
peledakan tersebut. Oleh karena itu perlu dikaji tentang kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing arah lubang tembak seperti yang telah
dijelaskan pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Pengaruh Arah Pengeboran (Konya, 1990)
No
.
1

Parameter

Bor Tegak

Bor Miring

Gerakan bit

Lebih cepat

Lebih lambat

Keausan pada bor

Lebih kecil

Lebih besar

Backbreak

Lebih banyak

Lebih kecil

Fragmentasi
Kondisi lantai
tambang
Fly rock
Pengisian bahan
peledak
Pelemparan batuan

Cenderung besar

Lebih kecil

Lebih baik
Toe jarang
terjadi
Lebih besar

Lebih mudah

Lebih sulit

Lebih dekat

Lebih jauh

5
6
7
8

Toe sering terjadi

III.2. Bahan Peledak


Bahan peledak mempunyai bermacam-macam sifat. Untuk jenis
bahan peledak tertentu sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari pabrik yang
membuatnya. Sifat bahan peledak terdiri dari dua bagian besar yaitu sifat
fisik dan sifat detonasi.

19

III.2.1. Sifat Fisik Bahan Peledak


Sifat fisik bahan peledak merupakan sifat yang terkandung secara
fisik dalam bahan peledak tersebut. Sifat fisik bahan peledak dapat dibagi
menjadi enam sifat yaitu:
III.2.1.1. Bobot Isi
Bobot isi merupakan berat per unit volume yang dinyatakan dalam
gram per cc (gr/cc). Bobot isi bahan peledak berhubungan erat dengan
energi peledakannya. Semakin besar bobot isi suatu bahan peledak maka
akan semakin besar energi peledakan yang dihasilkannya. Oleh karena itu
batuan yang relatif buruk (loose) sebaiknya menggunakan bahan peledak
yang mempunyai bobot isi yang rendah serta kecepatan detonasi yang
relatif kecil dan demikian sebaliknya.
Tabel 3.2
Bobot Isi Bahan Peledak (Kramadibrata,1998)
Bahan Peledak

Bobot Isi (gr/cc)

ANFO Lepas

0,75 - 0,85

ANFO

0,80 - 1,10

ANFO BI Rendah

0,20 - 0,75

Emulsi

1,1 - 1,30

Campuran Emulsi
Watergels and
Sluries

1,0 - 1,35
1,0 - 1,30

III.2.1.2. Sensitivitas
Sensitivitas adalah ukuran kemudahan suatu bahan peledak untuk
diinisiasi atau energi minimum yang dibutuhkan untuk meledakkan suatu
bahan peledak dan dinyatakan dengan cap sensitivity atau dengan kata lain
sensitivitas

adalah

ukuran

kemudahan

suatu

bahan

peledak

untuk

melakukan propagasi.
III.2.1.3. Ketahanan Terhadap Air
Ketahanan

bahan

peledak

terhadap

air

adalah

ukuran

dari

kemampuan suatu bahan peledak berada dalam air dengan tidak merusak
atau merubah/mengurangi kepekaannya (sensitivity). Secara umum, bahwa

20

bahan peledak komersial tidak ada yang 100% tahan terhadap air. Tetapi
semua bahan peledak yang dikatakan tahan terhadap air dapat dipakai
secara efektif bila bahan peledak dimuatkan ke dalam lubang tembak berair
dengan hati-hati dan segera dinyalakan. Bahan peledak ANFO merupakan
bahan peledak yang sering digunakan dalam pertambangan namun
memiliki ketahanan terhadap air yang sangat buruk. Air akan menyebabkan
butiran AN akan larut. Namun biasanya apabila terdapat lubang basah maka
menggunakan bahan peledak jenis emulsi yang mempunyai ketahanan air
cukup baik.
III.2.1.4. Stabilitas kimia
Sebuah bahan peledak apabila dijaga pada kondisi penyimpanan
tertentu maka secara kimia bahan peledak tersebut tidak berubah. Tandatanda karakteristik perusakan adalah terjadi kristalisasi, terjadi perubahan
warna dan kinerja lapangan buruk.
III.2.1.5. Karakteristik Gas Peledakan
Apabila

dalam

pencampuran

komposisi

bahan

peledak

tidak

sempurna, maka akan terbentuk gas yang beracun. Adanya gas beracun
dapat disebabkan oleh:

Buruknya kontrol kualitas


Kerusakan pada bahan peledak
Pengepakan bocor
Diameter muatan bahan peledak kurang

Waktu tidur terlalu lama


Gas Nitrogen Oksida merupakan indikasi dari kelebihan oksigen

dalam formula bahan peledak dan Karbon Monoksida merupakan indikasi


dari kekurangan oksigen dalam formula bahan peledak. Suatu peledakan
diharapkan menghasilkan uap air (H2O), karbondioksida (CO2) dan gas
nitrogen (N2). Karakteristik seperti ini diperoleh pada saat neraca oksigen
(94,5% AN-5,5% FO), dan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
3NH4NO3 + CH2 7H2O + CO2 + 3N2
III.2.1.6. Karakteristik Keselamatan
Penggunaan bahan peledak komersial harus memiliki sifat-sifat yang
dapat menjamin keselamatan kerja.

21

III.2.2. Sifat Detonasi Bahan Peledak


Sifat detonasi bahan peledak dapat dibagi menjadi empat sifat yaitu
kecepatan detonasi, tekanan detonasi, tekanan lubang tembak atau
tekanan peledakan, dan energi.
III.2.2.1. Kecepatan detonasi
Kecepatan detonasi disebut juga dengan velocity of detonation atau
VOD, merupakan sifat bahan peledak yang sangat penting yang secara
umum

dapat

diartikan

sebagai

laju

rambatan

gelombang

detonasi

sepanjang bahan peledak. Kecepatan detonasi diukur dalam kondisi


terkurung (confined detonation velocity) atau tidak terkurung (unconfined
detonation velocity).
Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan gelombang
detonasi (detonation wave) yang merambat melalui kolom bahan peledak di
dalam lubang ledak atau ruang terkurung lainnya. Sedangkan kecepatan
detonasi tidak terkurung menunjukkan kecepatan detonasi bahan peledak
apabila bahan peledak tersebut diledakkan dalam keadaan terbuka. Karena
bahan peledak umumnya digunakan dalam keadaan derajat pengurungan
tertentu, maka harga kecepatan detonasi dalam keadaan terbuka menjadi
lebih berarti.
Kecepatan detonasi bahan peledak harus melebihi kecepatan suara
massa batuan (impedance matching), sehingga akan menimbulkan energi
kejut (shock energy) yang mampu memecahkan batuan. Untuk peledakan
pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai kecepatan
detonasi tinggi (sifat shattering effect) dan pada batuan lemah dipakai
bahan peledak yang kecepatan detonasinya rendah (sifat heaving effect).
Nilai kecepatan detonasi bervariasi tergantung diameter, densitas,
dan ukuran partikel bahan peledak. Untuk bahan peledak komposit (nonideal) tergantung pula pada derajat pengurungannya (confinement degree).
Kecepatan detonasi tidak terkurung umumnya 7080% kecepatan detonasi
terkurung,

sedangkan

kecepatan

detonasi

bahan

peledak

komersial

bervariasi antara 15008500 m/s atau sekitar 500025.000 fps. Kecepatan


detonasi ANFO antara 25004500 m/s tergantung pada diameter lubang
ledak. Apabila diameter dikurangi sampai batas tertentu akan terjadi gagal
ledak (misfire) karena perambatan tidak dapat berlangsung; diameter ini

22

disebut diameter kritis atau critical diameter.


Kecepatan detonasi bahan peledak ANFO (bentuk butiran) akan
menurun seiring dengan bertambahnya air karena ANFO dapat larut
terhadap

air.

Suatu

penelitian

memperlihatkan

bahwa

ANFO

yang

mengandung 10% air (dalam satuan berat) dapat menurunkan kecepatan


detonasi hingga tinggal 42%, yaitu dari VOD ANFO kering 3800 m/s turun
menjadi hanya tinggal 1600 m/s (lihat Gambar 3.2).

Gambar 3.2
Penurunan VOD ANFO akibat kandungan air (Konya, 1990)
III.2.2.2. Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah fungsi dari kecepatan detonasi dan density
suatu bahan peledak, merupakan ukuran tekanan didalam gelombang
detonasi. Tekanan detonasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pd = k x x VOD .....................................................................(3.1)
Keterangan :
Pd

= tekanan detonasi (MPa)

= konstanta (0,25)

= bobot isi (t/m3)

VOD

= kecepatan detonasi (m/s)

Dalam praktek peledakan aktual, tekanan detonasi yang tinggi adalah

23

salah satu kunci karakteristik yang harus dimiliki bahan peledak jika
digunakan sebagai primer.
III.2.2.3. Tekanan Lubang Tembak atau Tekanan Peledakan
Tekanan lubang tembak menunjukkan bahwa energi gas dari bahan
peledak dan nilainya tergantung kepada pengukungan, jumlah gas yang
dibangkitkan dan temperatur produk reaksi kimia bahan peledak. Tekanan
lubang tembak diakibatkan dari ekspansi gas-gas reaksi kimia bahan
peledak, oleh karenanya tidak mungkin diukur karena tekanan kejutnya
sangat besar dimuka detonasi yang dapat merusak semua peralatan ukur.
Secara umum besarnya nilai tekanan lubang tembak adalah setengah
dari besarnya tekanan detonasi bahan peledak. Namun menurut Bandhari
(1997) besarnya Tekanan lubang tembak besarnya sekitar 45% dari tekanan
detonasi. Walaupun tekanan peledakan lebih kecil dari tekanan detonasi,
namun memberikan energi yang lebih besar dalam proses peledakan karena
periode gelombang tekanan peledakan lebih besar daripada periode
tekanan

detonasi.

Tekanan

peledakan

bertanggungjawab

dalam

memindahkan massa batuan yang telah pecah karena tekanan detonasi


sebelumnya.
III.2.2.4. Energi atau kekuatan
Kekuatan adalah ukuran yang dipergunakan untuk mengukur energi
yang terkandung dalam bahan peledak dan kerja yang dapat dilakukan
bahan peledak. Dua macam ukuran kekuatan yang dipakai untuk menilai
bahan peledak komersial yaitu weight strength dan bulk strength. Weight
strength adalah membandingkan kekuatan bahan peledak dengan dasar
berat yang sama. Sedangkan bulk strength adalah membandingkan
kekuatan bahan peledak dengan dasar volume yang sama.

III.3. Geometri Peledakan


III.3.1. Formula R.L Ash
Geometri

peledakan

terdiri

dari

burden,

spacing,

stemming,

24

subdrilling, dan kedalaman lubang tembak. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mendapatkan nilai variabel-variabel geometri peledakan
tersebut adalah perhitungan geometri peledakan menurut R.L Ash (1968).

Gambar 3.3
Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash
III.3.1.1 . Diameter Lubang Tembak
Pemilihan diameter lubang tembak sangat perlu untuk diperhatikan
karena akan berpengaruh terhadap hasil suatu peledakan. Pemilihan ukuran
diameter lubang tembak dipengaruhi oleh tinggi jenjang. Menurut Dyno
Nobel, besarnya nilai diameter lubang tembak (mm) adalah 15 kali tinggi
jenjang (m).
III.3.1.2. Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang
terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi
ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang
bebas. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi
secara maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang
bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk
melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran.
Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang

25

sesuai

dan

perpindahan

dari

pecahan

batuan

sesuai

dengan

yang

diinginkan. Jarak burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya


batuan terbang dan suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu
besar akan menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, dan akan
menyebabkan batuan di sekitar burden tidak akan hancur.
Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio
dan diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 40 dengan
harga KS standard adalah 30. Sedangkan harga Ks standard sebesar 30
terjadi pada kondisi sebagai berikut:

Densitas batuan

Specific gravity bahan peledak = 1,20 gr/cc

Kecepatan detonasi bahan peledak

= 160 lb/cuft

= 12.000 fps

Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak


yang berbeda, maka harga KS turut berubah. Untuk mengatasi perubahan
angka KS perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada
kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda.
a. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :
2

AF 1 = [

1/3

SG . Ve
]
2
SGstd . Vestd

(3.2)

Dimana :
SG

= berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve

= kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd = berat jenis bahan peledak standar, 1,20


Vestd

= kecepatan detonasi bahan peledak standar, 12.000

fps

b. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

AF 2 = [

Dstd 1/3
] . (3.3)
D

Dimana :
Dstd = kerapatan batuan standar, 160 lb/cuft

26

= kerapatan batuan yang diledakkan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :


KB
Keterangan :

=KBstandard x AF1 x AF2 ............................................(3.4)


KB

= burden ratio yang telah dikoreksi

KBstd = burden ratio standard


Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :
B

= (KB x De)/12...............

= Burden

KB

= Burden Ratio

De

= diameter lubang tembak (m)

(3.5)
Keterangan :

III.3.1.3. Spasi (S)


Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua
lubang tembak yang berdekatan dalam satu baris yang sejajar dengan free
face. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spasi adalah apakah
ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
S = B x KS ................................
(3.6)
Keterangan:
S

= spasi, meter.

= burden, meter.

KS

= spacing ratio (KS normal = 1,25)

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada
interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang
tembak diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang
maka tidak akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang
berdekatan sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak
dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak
diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.
Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah:
Long interval delay

Ks = 1

27

Short interval delay

Ks = 1 2

Normal

Ks = 1,2 1,8

III.3.1.4. Stemming (T)


Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di
atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress
balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan
batuan dengan kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan
stemming yang perlu diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran
material stemming.
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada
bagian atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil
ledakan

menuju

atmosfir

dengan

mudah

dan

cepat,

juga

akan

menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan


juga akan menimbulkan airblast. Panjang stemming dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus :
T

KT..

.........................(3.7)
Keterangan:
T

= stemming, meter

KT

= stemming ratio (KT normal = 0,7)

Gambar 3.4

28

Pengaruh Stemming Terhadap Hasil Peledakan (PT. Orica Mining Service)


III.3.1.5. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah
lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan
lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar
maka akan menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling
terlalu kecil maka akan mengakibatkan masalah tonjolan pada lantai jenjang
(toe) karena batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang
subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
J

= B x KJ ...................... (3.8)

= subdrilling, meter

KJ

= subdrilling ratio (KJ normal = 0,3)

Keterangan:

III.3.1.6. Kedalaman Lubang Tembak (H)


Kedalaman

lubang

tembak

biasanya

ditentukan

berdasarkan

kapasitas produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan
untuk menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
H

= KH x B......................... (3.9)

= kedalaman lubang tembak, meter

KH

= Hole Depth Ratio (1,5 4,0)

Keterangan:

III.3.1.7. Kolom isian (Powder Column)


Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
PC

= H T...........................(3.10)

PC

= panjang kolom isian, meter

= kedalaman lubang tembak, meter

= stemming, meter

Keterangan:

III.3.1.8. Waktu Tunda


Pengaturan waktu tunda dalam proses peledakan memiliki beberapa

29

keuntungan yaitu:
a. Untuk memperbaiki fragmentasi
b. Untuk

mengatur

jumlah

bahan

peledak/lubang

tembak

yang

diledakkan secara bersamaan hingga dapat mengurangi ground


vibration dan mengatur arah lemparan hasil peledakan.
c. Menyediakan bidang bebas bagi baris berikutnya.
III.3.1.9. Powder Factor
Powder Factor (PF) adalah bilangan yang menyatakan jumlah bahan
peledak yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan. Ada empat
cara untuk menyatakan Powder Factor dari suatu peledakan:
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m 3)
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton)
c. Volume batuan per berat bahan peledak (m3/kg)
d. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg).
Dengan angka Powder Factor dapat diketahui jumlah konsumsi bahan
peledak yang digunakan untuk memecahkan sejumlah batuan. Untuk
menghitung Powder Factor harus diketahui beberapa parameter berikut :
W

= AL (dr) (ton) ................................................ (3.11)

= (de) (PC) N (kg) ........................................... (3.12)

PF

= W/E ( ton/kg) ............................................... (3.13)

dr

= Density rock (t/m3)

= Batuan atau material yang diledakkan (ton)

= Luas daerah yang diledakkan (m2)

= Tinggi jenjang (m)

= Jumlah lubang bor

de

= Loading density (kg/m)

Keterangan :

Tabel 3.3
Powder Factor Peledakan Untuk Beberapa Jenis Batuan (Bandhari,
1997)

30

No
.
1
2
3
4
5

Batuan
Fast soft clay, morainic clay, slate clay,
heavy loam, coarse grit
Marl, brown coal, gypsum, tuff, pumice
stone, anthracite, soft limestone,
diatomite
Clayey sandstone, conglomerate, hard
clay shale, marly limestone, anhydrite,
micaceous shale
Granite, gneisses, synites, limestone,
sandstone, siderite, magnesite, dolomite,
marble
Coarse-grained granite, serpentine,
andesite and basalt, weathered gneiss,
trachyte

PF
(kg/m3)
0,30-0,50
0,35-0,55
0,45-0,60
0,60-0,70
0,70-0,75

Hard gneiss, diabase, porphiryte, thracyte,


granite-gneiss, diorite, quartz

0,85

Andesite, basalt, hornfels, hard diabase,


diorite, gabbro, gabbro diabase

0,90

III.4. Penentuan Waktu Tunda


Peledakan tunda merupakan suatu cara peledakan yang terdiri dari
beberapa baris dan kolom lubang tembak dengan menggunakan waktu
tunda peledakan. Waktu tunda peledakan bisa diperoleh dari detonator,
atau mesin peledak yang dipakai. Peledakan yang menggunakan waktu
tunda dimaksudkan untuk:
1. Mengurangi jumlah volume batuan yang meledak secara bersamaan
2. Memberikan waktu atau kesempatan material yang dekat dengan
bidang bebas untuk meledak secara sempurna
3. Menyediakan ruang atau bidang bebas bagi baris lubang tembak
selanjutnya.
4. Mengurangi besarnya volume suara peledakan (tekanan kejut) dan
getaran tanah.
Keuntungan penggunaan waktu tunda :
1. Mengurangi getaran tanah
Besar getaran tanah akibat peledakan dipengaruhi jumlah bahan
peledak yang diledakkan dalam satu waktu. Dengan waktu tunda dapat
dikurangi jumlah bahan peledak dalam satu waktu peledakan sehingga
mengurangi getaran tanah.
2. Menghasilkan fragmentasi yang lebih baik

31

Peledakan

selanjutnya

memiliki

bidang

bebas

yang

diciptakan

peledakan lubang awal di depannya yang lebih dahulu hancur sehingga


akan menghasilkan fragmentasi yang lebih baik.
3. Mengurangi biaya
Dengan peledakan tunda dapat dilakukan penyalaan beberapa lubang
karena tiap lubang akan bergerak ke arah daerah runtuhan (flexural
rupture), sehingga akan mengurangi jumlah bahan peledak yang
dibutuhkan.
4. Mengurangi retakan berlebihan (overbreak)
Peledakan tunda dapat mengurangi overbreak karena tiap lubang
meledak melalui flexural rupture. Jika waktu tunda tidak digunakan,
energi lemparan berlebihan akan menyebabkan batuan retak di
belakang lubang peledakan.
Contoh pola penyalaan dengan waktu tunda untuk surface delay dapat
di tunjukkan pada Gambar 3.5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
lubang tembak tidak ada yang meledak secara bersamaan.

Gambar 3.5
Pola Penyalaan Surface Delay
Pemakaian

delay

detonator

dimaksudkan

untuk

mendapatkan

perbedaan waktu peledakan antara dua buah lubang tembak sehingga


diperoleh

peledakan

secara

beruntun.

Pengaturan

waktu

ini

dapat

diterapkan untuk beruntun dalam satu baris atau beruntun antar baris.
Bila delay detonator digunakan untuk antar lubang dalam satu baris,
maka persamaan yang digunakan adalah :
th = Th x S ......................................................... (3.14)
Keterangan :
th

= Waktu tunda antar lubang dalam satu baris (ms)

Th

: Konstanta tunda (ms/m)

: Spasi (m)

32

Tabel 3.4
Konstanta Tunda Antar Lubang Tembak (Konya,1990)
Th Constant
(ms/m)
5,9 - 6,9

Tipe Batuan
Sands, loams, marls, coals
Some limestone, rock salt, shales
Compact limestone and marbles, granit
and basalt, quarzite rock, gneisses and
gabbro
Diabase, diabase porphyrites, compact
gneisses and micashists, magnetics

4,9 - 5,9
3,9 - 4,9
2,9 - 3,9

Sedangkan jika delay detonator digunakan untuk peledakan beruntun


antar baris
lubang tembak, maka persamaan yang dipergunakan untuk menentukan
waktu
tunda adalah :
tr = Tr x B .......................................................................(3.15)
Keterangan :
tr

= Waktu tunda antar baris (ms)

Tr

= Konstanta tunda (ms/m)

= Burden (m)
Tabel 3.5
Konstanta Tunda Antar Baris (Konya, 1990)

Tr Constant
(ms/m)
6,5

Hasil

13,1 - 19,6

Violent excessive air blast, backbreak, etc


High pile close to face, moderate air blast,
backbreak
Average pile height, average air blast and
backbreak
Scattered pile with minimum backbreak

22,9 - 45,9

Blast Casting

6,5 - 9,8
9,8 - 13,1

Penentuan besar waktu tunda dalam peledakan dipengaruhi oleh


prioritas hasil yang diinginkan antara lain: ukuran fragmentasi, menjaga
final wall, getaran tanah, tekanan kejut, flyrock, dan pertimbangan
peletakan hasil peledakan sehingga dapat ditentukan waktu tunda yang
paling optimal berdasar Tabel 3.6.

33

Tabel 3.6
Pedoman Waktu Tunda (Konya, 1990)
Hasil diinginkan
Pertimbangan Penempatan
Batuan
- tumpukan tinggi dekat permukaan
- tumpukan relatif rata
- tumpukan terpencar
- batuan tercetak (rock casting)

Waktu Tunda
6,5 - 9,8
ms per meter
burden
9,8 - 13,1
ms per meter
burden
13,1 - 19,6
ms per meter
burden
22,9 - 45,9
ms per meter
burden
9,8 - 45,9
ms per meter
burden

Pengontrolan Jenjang
Ukuran Fragmentasi
- rata-rata
- sebaik mungkin
Airblast
- jalan keluar angin dari lubang
belakang
- menjaga runtuhnya dinding

Pengontrolan Flyrock
Getaran Peledakan
- batas minimal diizinkan 8ms
- cukup dekat dengan pemukiman
- pemukiman sekitar daerah
peledakan

minimal 0 - 16,4 ms per meter


spasi
3,3-6,5 ms massif dan 9,8-13,1
ms rekahan per m spasi
6,5 ms per meter burden antara
baris
Searah inisiasi sepanjang baris,
untuk lubang yang berdekatan
antara 2,6-3,3 ms per m spasi
6,5 ms per meter burden antara
baris dan kurang dari 82 ms per m
spasi
8 ms
Tune Blast mengurangi getaran
satu arah, berbahaya antara 0,33,3 ms per meter burden ataupun
spasi
>3,3 ms per m terhadap lubang
tunda berikut

34

Metode inisiasi yang diterapkan pada suatu rancangan peledakan


dapat mempengaruhi hasil fragmentasi, bentuk dan perpindahan tumpukan
serta pengontrolan dinding jenjang. Pola penyalaan dengan waktu tunda
bertujuan untuk memberi kesempatan pada batuan hasil peledakan
terlempar ke arah bidang bebas sebelum lubang tembak atau baris
berikutnya meledak. Pola tunda peledakan pada dasarnya dibedakan atas
pola tunda row by Row, pola tunda ms V Cut, pola tunda Box Cut dan pola
tunda ms Echelon Cut.
Rancangan peledakan yang sering diterapkan di lapangan secara
umum dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6
Rancangan Peledakan
Dyno Nobel memberikan gambaran pertimbangan rancangan waktu
tunda terhadap bentuk tumpukan yang diharapkan yang dapat dilihat pada
Gambar 3.7. Waktu tunda dapat mempengaruhi langsung bentuk dan besar
perpindahan tumpukan material hasil peledakan jika dikaitkan dengan
faktor jarak burden.

35

Gambar 3.7
Rancangan Waktu Tunda Terhadap Bentuk Tumpukan (Dyno Nobel,1996)
Dalam mengilustrasikan bentuk dan perpindahan tumpukan hasil
peledakan, terdapat perbedaan antara Konya (1990) dan Dyno Nobel (1996)
dalam menggambarkan bentuk dan perpindahan tumpukan hasil peledakan
terhadap interval waktu tunda dari burden. Perbedaan tersebut diakibatkan
pertimbangan dari kondisi yang berbeda dalam hal karakteristik massa
batuan yaitu berupa jarak dan orientasi bidang diskontinu.
Peledakan tunda juga dapat bertujuan untuk mengurangi getaran
tanah, sebab setiap waktu tunda menghasilkan masing-masing gelombang
seismik yang kecil dan terpisah, sehingga getaran yang dihasilkan
merupakan kumpulan dari getaran-getaran kecil dan bukan satu getaran
yang besar.

Anda mungkin juga menyukai