biaya untuk membeli suatu bahan kimia. Cukup hanya dengan bahan-bahan yang
memiliki konsentrasi tinggi, sehingga dapat meminimalisasi pengeluaran.
Penerapan titrasi di dunia industri ada banyak, salah satunya adalah
penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, penentuan
konsentrasi vitamin C pada suatu minuman berenergi, atau penetuan kadar akohol
dengan menggunakan kalium karbonat, penentuan Besi (II) dengan Serium (IV)
dan sebagainya. Karena itu, praktikan tentunya harus tahu dan memahami
bagaimana cara menghitung konsentrasi larutan dan pengenceran larutan.
w
), persen
w
v
), dan bagian persejuta (bps) atau ppm (part per million). Untuk
v
w
)
w
Perbandingan massa zat terlarut dengan massa larutan dikali 100%. Biasanya
dipakai pada larutan padat-cair atau padat-padat.
Persen berat zat A =
beratzatA
100
beratzat ( pelarut +terlarut )
.............
(2.1)
2. Persen Volume (%
v
)
v
Perbandingan volume zat terlarut dengan volume larutan dikali 100% (untuk
campuran dua cairan atau lebih).
volumezatA
100 . . . . . . . . . . . .
volume( pelarut + terlarut)
(2.2)
3. Bagian persejuta (ppm)
Miligram zat terlarut dalam tiap kg larutan. Satuan ini sering dipakai untuk
konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas, cair, atau padat.
Kadar zat A =
kadarzatA
106 ppm
kadarpelarut
Konsentrasi:
1. Molaritas (M)
Banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Harga kemolaran dapat
ditentukan dengan menghitung mol zat terlarut dan volume larutan. Volume
larutan adalah volume zat terlarut dan pelarut setelah bercampur.
M=
n
v
2. Molalitas (m)
Molalitas adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gr pelarut murni.
M=
jumla h molzatterlarut
m=
jumla h kilogrampelarut
massa 1000
BM
p
(Iman Rahayu,2009:2)
3. Fraksi mol (x)
Perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol semua
komponen.
Xi =
jumla h molkomponeni
jumla h semuakomponendalamlarutan
4. Normalitas (N)
Jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan.Ekivalen zat dalam
larutan bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat itu, karena ini dipakai
untuk penyetaraan zat dalam reaksi.
Larutan-larutan yang tersedia dalam laboratorium pada umumnya dalam
bentuk pekat. Untuk memperoleh larutan yang konsentrasinya lebih rendah
tetapi
V 1 M 1+V 2 M 2+
V n Mn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
V 1 +V 2 + V n
. . . .(2.5)
Keterangan :
M1 = molaritas zat 1
M2 = molaritas zat 2
Mn = molaritas zat n
V1 = volume zat 1
V2 = volume zat 2
Vn = volume zat n
b. 3. Erlenmeyer
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah HCL pekat, larutan NaOH, larutan
3
4
nya.
10
(2.6)
11
3. Diisi buret dengan larutan HCl dari langkah 2.3.3.1 dibaca miniskus awal dan
ditritrasi larutan HCl didalam Erlenmeyer pertama hingga terjadi perubahan
warna, dicatat berapa volume larutan HCl yang diperlukan untuk titran.
4. Diulang langkah 3 pada larutan NaOH di dalam Erlenmeyer kedua.
5. Di hitung konsentrasi NaOH.
N NaOH actual =
NHClactual .VHCl
VNaOH
(2.7)
2.3.3.5 Penentuan Faktor Normalitas dari HCl dan NaOH yang telah
distandarisasi
1. Dihitung faktor normalitas dari HCl terstandarisasi dengan persamaan :
Faktor normalitas HCl =
NNaOHactual
NHClteoritis
(2.8)
NNaOHactual
NNaOHteoritis
(2.9)
12
13
Langkah percobaan
Hasil Pengamatan
1.
m = 99,245 g
2.
m = 140,75 g, C = 28
m = 30,085 g
4.
m = 31,085 g
5.
m = 199,0630 g
6.
V = 1 mL
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
1.
m = 38,2759 g
2.
m = 0,4 g
3.
NaOH.
4.
mL.
dari sebelumnya
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
1.
14
a. Titrasi I
Pembacaan awal buret
Pembacaan akhir buret
b. Titrasi II
V1 = 0 mL
V2 = 5,9 mL
V1 = 5,9 mL
V2 = 12,2 mL
3.
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
1.
V1 = 0,2 mL
V2 = 10,9 mL
V1 = 10,9 mL
V2 = 21,2 mL
3.
15
2.4.2 Pembahasan
Larutan HCl atau larutan asam klorida, adalah cairan kimia yang sangat
korosif dan berbau menyengat. HCl termasuk bahan kimia berbahaya. Dalam
skala industri, HCl biasanya diproduksi dengan konsentrasi 38%. Ketika dikirim
keindustri pengguna, HCl dikirim dengan konsentrasi antara 32-34%. Pembatasan
konsentrasi HCl ini karena tekanan uapnya yang sangat tinggi, sehingga
menyebabkan kesulitan dalam penyimpanan.
Berdasarkan penimbangan massa, didapat volume HCl pekat 1 ml. Massa
aquadest dan HCl beserta labu ukur 100 ml adalah 199,063 g. Setelah melakukan
percobaan dan perhitungan berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil
konsentrasi larutan HCl dalam beberapa satuan, yaitu 1,033% (%
menyatakan terdapat 1,033 g HCl dalam 100 g larutan, 1% (%
w
)
w
v
) menyatakan
v
terdapat 1 mL HCl ke dalam 100 g larutan, 0,03 M menyatakan banyak mol dari
HCl yang terlarut dalam 1000 ml, 0,723 molal menyatakan banyak mol HCl yang
terlarut dalam 1000 g larutan, 104 ppm dan 0,013 fraksi mol.
Berdasarkan pengukuran temperatur aquadest dan HCl pekat, yaitu 28
maka suhu menjadi 30 . Jadi dapat diketahui bahwa reaksi pelarut HCl pekat
merupakan reaksi eksotermik,yaitu reaksi yang melepas kalor. Pada reaksi
eksoterm, sistem melepas energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan berkurang.
Artinya entalpi produk (Hp) lebih kecil daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya
perubahan entalpi merupakan selisih dari entalpi produk dengan entalpi pereaksi
(Hp-Hr) bertanda negatif. Sehingga dapat dinyatakan : H = Hp-Hr < 0 ;
H=92,3
kj
. Jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung eksotermik, maka
mol
reaksi itu akan melepas kalor dari larutan itu sendiri. Sehingga larutan itu akan
panas. Bila reaksi eksotermik, maka zat-zat kimia yang terlibat akan terjadi
perubahan energi potensial. Dalam perubahan eksotermik, energi potensial dari
hasil reaksi lebih rendah dari energi potensial pereaksi, berarti Ep akhir akan lebih
16
HCl
H=92,3
kj
mol
Natrium Hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari
oksida basa. Natrium hidroksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan kedalam air. Ia sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non-polar lainnya.
Percobaan ini melarutkan padatan NaOH dengan air yang telah dihangatkan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kebasaan NaOH dan juga ketika dilakukan
pengadukan akan mempercepat kelarutan NaOH dalam air dan larutan NaOH
menjadi homogen. Larutan di dalam gelas bekker ini ketika dipegang terasa panas,
tetapi pada saat melakukan ini, praktikan kurang peka merasakan apakah larutan
tetap, lebih panas, atau lebih dingin dari sebelum ditambahkan NaOH kedalam air
hangat. Larutan NaOH bersifat eksotermik, maka dari itu seharusnya larutan lebih
panas dari sebelumnya. Eksotermik adalah reaksi yang membebaskan energi,
sehingga entalpi sistem akan berkurang, artinya entalpi produk lebih kecil
daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu, perubahan entalpinya ( H
bertanda negatif : H = Hp-Hr < 0 ; H=469
kj
mol
Jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung secara eksoterm, maka kalor yang
timbul akan dibebaskan kedalam larutan itu sehingga satu larutan akan naik, dan
jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung, maka zat-zat kimia yang terlibat akan
terjadi perubahan energi potensial juga. Dalam perubahan eksotermik, energi
potensial dari hasil aksi pembuatan larutan NaOH adalah :
NaOH + H2O
NaOH
H=469
kj
mol
17
w
). Pelarut NaOH bersifat panas, sedangkan pengenceran larutan
v
menunjukkan bahwa larutan bersifat asam. Jika titrasi telah mencapai titik
ekivalen atau titik kesetimbangan, artinya titik dimana konsentrasi asam dengan
konsentrasi basa. Titrasi dilakukam 2 kali dan didapat volume rata-rata sebesar
10,5 ml dan dari volume rata-rata itu dapat diketahui bahwa konsentrasi NaOH
adalah 0,21 M. Reaksi kimia yang terjadi adalah :
NaOH + HCl
NaCl + H2O
18
2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan adalah:
1. Proses yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan disebut
sebagai standarisasi.
2. Pada pembuatan larutan HCl terdapat konsentrasi HCl dalam berbagai satuan
yaitu 1,033% (
w
v
), 1% (
), 0,03 M, 0,723 molal, 104 ppm, dan fraksi
w
v