Anda di halaman 1dari 18

1

Yg ini jgn d print

biaya untuk membeli suatu bahan kimia. Cukup hanya dengan bahan-bahan yang
memiliki konsentrasi tinggi, sehingga dapat meminimalisasi pengeluaran.
Penerapan titrasi di dunia industri ada banyak, salah satunya adalah
penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, penentuan
konsentrasi vitamin C pada suatu minuman berenergi, atau penetuan kadar akohol
dengan menggunakan kalium karbonat, penentuan Besi (II) dengan Serium (IV)
dan sebagainya. Karena itu, praktikan tentunya harus tahu dan memahami
bagaimana cara menghitung konsentrasi larutan dan pengenceran larutan.

2.2 DASAR TEORI


Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Pelarut
yang umum digunakan adalah air. Metil orange adalah garam Na dari satu asam
sulphonik dimana didalam suatu larutan banyak terionisasi. Dalam lingkungan
alkali anionnya memberikan warna kuning sedangkan dalam suatu asam metil
orange bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H +, terjadi suatu perubahan
struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.
Phenolphitalein (pp) tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang
tidak terionisasi, indikator terseebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
phenolphitalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang
karena anionnya (Day,1998:62).
Volumetri atau titrimetri adalah suatu cara analisa kuantitatif dari reaksi
kimia. Pada analisa ini zat yang akan ditentukan kadarnya, direaksikan dengan zat
lain yang tidak diketahui konsentrasinya sampai dicapai suatu titik ekivalen
sehingga kecepatan zat yang dicari dapat dihitung.
Proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu
larutan dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat dibuat dari
sejumlah contoh yang diinginkan yang ditimbang secara teliti, kemudian
melarutkannya kedalam volume larutan yang secara teliti diukur volumenya.
Beberapa zat tadi yang memadai dalam hal ini disebut standarisasi primer.
Suatu larutan lebih umum distandarisasi dengan cara titrasi, dimana pada
proses itu ia bereaksi dengan standar primer. Titrasi adalah suatu penentuan
konsentrasi larutan dengan mereaksikannya dengan larutan lain dengan
konsentrasi yang telah diketahui. Titrasi asam basa adalah penentuan konsentrasi
suatu asam atau basa dengan mereaksikan hingga habis dengan basa atau asam
denan konsentrasi tertentu.Untuk memudahkan digunakan indikator dengan range
pH yang sesuai.
Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
1. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara
stoikiometri.

2. Laju reaksi harus cukup agar titrasi berlangsung dengan cepat.


3. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara
terhitung, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang
lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya
99,9% pada titik kesetaraan.
Asam dan basa (alkali) sudah dikenal sejak zaman dahulu. Istilah asam
berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka. Unsur pokok cuka adalah
CH3COOH. Istilah alkali diambil dari bahasa Arab untuk abu. Juga sudah
diketahui paling tidak selama tiga abad bahwa hasil reaksi antara asam dan basa
(netralisasi) adalah garam (Ralph H Petrucci,1987:58).
Konsep keasaman dan kebasaan dalam kimia sangat beragam sehingga asam
dan basa didefinisikan oleh para ilmuan, seperti :
a. Arrhenius menyatakan bahwa asam adalah suatu zat yang dalam air dapat
melepaskan ion H+. Jadi, pembawa sifat asam adalah ion H +, sedangkan basa
adalah suatu zat yang jika dalam air dapat melepaskan ion OH -. Jadi, pembawa
sifat basa adalah OH-.
b. Davi (1810) menunjukkan bahwa asam musiatat (asam hidroksida) hanya
mengandung hydrogen dan kalor, tidak mengandung oksigen dan dengan itu
menetapkan bahwa hidrogenlah dan bukan oksigen yang menjadi unsur dasar
di dalam asam.
c. Lavioser menyatakan bahwa semua asam selalu mengandung suatu unsur dasar
yaitu oksigen (nama oksigen diajukan oleh lavioser, diambil dari bahasa Yunani
yang berarti pembentuk asam).
d. Menurut Lewis, asam adalah akseptor pasangan elektron dan basa adalah donor
pasangan elektron.
e. Menurut Bronsted-Lowry, menyatakan bahwa asam adalah spesi yang
memberikan proton (H+) atau sering disebut dengan donor proton, sedangkan
pengertian basa adalah spesi yang menerima proton (H+) atau sering disebut
dengan akseptor proton.
Konsep asam dan basa menurut Bronsted-Lowry ternyata lebih luas
daripada konsep asam basa menurut Arrhenius, karena konsep asam-basa menurut

Bronsted-Lowry tidak terbatas pada air.Asam menurut Bronsted-Lowry juga tidak


hanya terjadi pada molekul, tetapi juga pada ion (Endang Susilowati,2007:138).
Berdasarkan keadaan fase zat setelah bercampur, maka campuran ada yang
homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang membentuk
satu fasa, yaitu mempunyai sifat dan komponen yang sama antara satu bagian
dengan bagian yang lain didekatnya. Campuran homogen lebih umum disebut
larutan, contohnya air gula dan alkohol dalam air. Campuran heterogen adalah
campuran yang mengandung dua fasa atau lebih, contonya air susu dan air kopi.
Kebanyakan larutan mempunyai salah satu komponen yang lebih besar
jumlahnya. Komponen yang besar itu disebut pelarut dan yang lain adalah zat
terlarut (Syukri, 1999:391).
Komposisi larutan adalah perbandingan zat-zat didalam campuran. Untuk
menentukan komposisi larutan digunakan istilah kadar dan konsentrasi. Kedua
istilah ini menyatakan kuantitas zat terlarut dengan satuan tertentu. Satuan yang
digunakan untuk menyatakan kadar larutan adalah persen berat (%
volume (%

w
), persen
w

v
), dan bagian persejuta (bps) atau ppm (part per million). Untuk
v

konsentrasi dinyatakan dengan molaritas, molalitas, fraksi mol, dan normalitas


(Yayan Sunarya,2007:113).
Kadar :
1. Persen Berat (%

w
)
w

Perbandingan massa zat terlarut dengan massa larutan dikali 100%. Biasanya
dipakai pada larutan padat-cair atau padat-padat.
Persen berat zat A =

beratzatA
100
beratzat ( pelarut +terlarut )

.............

(2.1)
2. Persen Volume (%

v
)
v

Perbandingan volume zat terlarut dengan volume larutan dikali 100% (untuk
campuran dua cairan atau lebih).

Persen volume zat A =

volumezatA
100 . . . . . . . . . . . .
volume( pelarut + terlarut)

(2.2)
3. Bagian persejuta (ppm)
Miligram zat terlarut dalam tiap kg larutan. Satuan ini sering dipakai untuk
konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas, cair, atau padat.
Kadar zat A =

kadarzatA
106 ppm
kadarpelarut

Konsentrasi:
1. Molaritas (M)
Banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Harga kemolaran dapat
ditentukan dengan menghitung mol zat terlarut dan volume larutan. Volume
larutan adalah volume zat terlarut dan pelarut setelah bercampur.
M=

n
v

2. Molalitas (m)
Molalitas adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gr pelarut murni.
M=

jumla h molzatterlarut
m=
jumla h kilogrampelarut

massa 1000

BM
p

(Iman Rahayu,2009:2)
3. Fraksi mol (x)
Perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol semua
komponen.
Xi =

jumla h molkomponeni
jumla h semuakomponendalamlarutan

4. Normalitas (N)
Jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan.Ekivalen zat dalam
larutan bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat itu, karena ini dipakai
untuk penyetaraan zat dalam reaksi.
Larutan-larutan yang tersedia dalam laboratorium pada umumnya dalam
bentuk pekat. Untuk memperoleh larutan yang konsentrasinya lebih rendah

biasanya dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan menambahkan


aquadest kedalam larutan yang pekat. Penambahan aquadest ini mengakibatkan
konsentrasi berubah dan volume diperbesar, tetapi jumlah mol zat terlarut tetap
sama.
Selain itu, pengenceran juga dapat dilakukan dengan cara terlebih dahulu
menentukan konsentrasi dan volume larutan yang akan dibuat. Untuk
menentukannya, tetap menggunakan rumus pengenceran.
n1 =n2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.3)
M1.V1 = M2.V2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.4)
Keterangan :
n1 = mol awal
n2 = mol sesudah pengenceran
M1 = konsentrasi mol awal
M2 = konsentrasi mol akhir
V1 = volume larutan awal
V2 = volume larutan akhir
(Anonim1, 2010)
Analisis memanfaatkan perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam
titrasi, untuk menetapkan kapan titik kesetaraan itu dicapai. Terdapat banyak asam
atau basa organik lemah yang bentuk ion dan bentuk tak terdisosiasinya yang
menunjukkan warna yang berlainan. Molekul-molekul semacam itu dapat
digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan cukup titran dan disebut
indikator tampak (Day,1986:150).
Untuk percobaan yang memerlukan ketelitian tinggi pengambilan larutan
sebaiknya menggunakan pipet volume. Pengambilan larutan dapat juga
menggunakan pipet ukur atau gelas ukur jika larutan tersebut akan digunakan
untuk percobaan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi (kualitatif).
Reaksi penetralan terjadi jika larutan asam dan basa direaksikan. Reaksi
yang saling meniadakan sifat asam dan basa yang dapat menghasilkan garam dan
air.Contoh asam adalah asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat
(digunakan dalam baterai atau aki mobil).

Pada pencampuran dua atau lebih larutan yang sejenis

tetapi

konsentrasinya berbeda, maka konsentrasi larutan yang terbentuk dapat dihitung


dengan persamaan berikut :
M campuran =

V 1 M 1+V 2 M 2+
V n Mn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
V 1 +V 2 + V n

. . . .(2.5)
Keterangan :
M1 = molaritas zat 1
M2 = molaritas zat 2
Mn = molaritas zat n
V1 = volume zat 1
V2 = volume zat 2
Vn = volume zat n

2.3 METODOLOGI PERCOBAAN


2.3.1 Alat dan Rangkaian Alat
Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer 50 mL, buret 50 mL, gelas
bekker 50 mL, termometer, labu takar 100 mL & 50 mL, pipet tetes, corong,
propipet, statif, gelas arloji, pipet mohr 5 mL & 1 mL, neraca analitik, botol
semprot, pemanas listrik, sudip, gelas ukur 100 mL dan pengaduk gelas.
Rangkaian Alat:
Keterangan :
Statif
a. 2. Buret
1

b. 3. Erlenmeyer

Gambar 2.1 titrasi


2.3.2

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah HCL pekat, larutan NaOH, larutan

Na2CO3, Indikator metil merah, Indikator PP, dan Aquadest.


2.3.3 Prosedur Kerja
2.3.3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
1. Ditimbang labu takar 100 mL, diisi dengan aquadest hingga

3
4

nya.

Kemudian ditimbang lagi dan diukur suhunya.


2. Ditimbang gelas ukur kosong, diisi HCl kedalam gelas ukur kemudian
ditimbang lagi, diukur volume vdan suhunnya dengan termometer.

10

3. Dituang 1 mL HCl pekat secara hati-hati kedalam labu takar, ditambahkan


aquadest hingga 100 mL, dikocok agar homogen, ditimbang dan diukur
suhunya (persamaan 1).
2.3.3.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
1. Ditimbang NaOH padat 0,4 g dengan neraca analitik (persamaan 2).
2. Dilarutkan NaOH dalam gelas bekker dengan sedikit air yang baru
dihangatkan.
3. Dirasakan larutan apakah larutan terasa lebih panas, tetap atau lebih dingin
dari sebelumnya.
4. Dipindahkan larutan kedalam labu takar 50 mL, di bilas gelas bekker dengan
aquadest.
5. Diencerkan sampai tanda terra, di kocok agar homogen.
2.3.3.3 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan Na2CO3
1. Dimasukkan 5 mL HCl dari langkah 2.3.3.1 masing-masing ke dalam 2 buah
Erlenmeyer.
2. Di tambahkan 1 tetes indikator metil merah.
3. Diisi buret dengan Na2CO3 0,1 N, dibaca miniskus awal dan dititrasi larutan
HCl didalam Erlenmeyer pertama hingga terjadi perubahan warna, dicatat
berapa volume larutan Na2CO3 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi.
4. Diulang langkah 3 pada larutan HCl di dalam Erlenmeyer kedua.
5. Dihitung Normalitas HCl hingga 4 desimal, dengan persamaan berikut :
N HCl actual

NNa 2 CO 3 . VNa 2CO 3


VHCl

(2.6)

2.3.3.4 Penentuan Konsentrasi NaOH dengan HCl


1. Dimasukkan 5 mL larutan NaOH dari langkah 2.3.3.2 masing-masing ke
dalam 2 buah Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 1 tetes indikator pp.

11

3. Diisi buret dengan larutan HCl dari langkah 2.3.3.1 dibaca miniskus awal dan
ditritrasi larutan HCl didalam Erlenmeyer pertama hingga terjadi perubahan
warna, dicatat berapa volume larutan HCl yang diperlukan untuk titran.
4. Diulang langkah 3 pada larutan NaOH di dalam Erlenmeyer kedua.
5. Di hitung konsentrasi NaOH.
N NaOH actual =

NHClactual .VHCl
VNaOH

(2.7)

2.3.3.5 Penentuan Faktor Normalitas dari HCl dan NaOH yang telah
distandarisasi
1. Dihitung faktor normalitas dari HCl terstandarisasi dengan persamaan :
Faktor normalitas HCl =

NNaOHactual
NHClteoritis

(2.8)

2. Dihitung normalitas dari HaOH terstandarisasi dengan persamaan :


Faktor normalitas NaOH =

NNaOHactual
NNaOHteoritis

(2.9)

12

13

2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN


2.4.1 Hasil pengamatan
Tabel 2.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
NO

Langkah percobaan

Hasil Pengamatan

1.

Menimbang labu takar 100 mL kosong

m = 99,245 g

2.

Menimbang labu takar 100 mL +

m = 140,75 g, C = 28

aquadest,dihitung suhunya dengan termometer.


3.

Menimbang massa gelas ukur kosong

m = 30,085 g

4.

Menimbang massa gelas ukur 100 mL + HCl

m = 31,085 g

5.

Menimbang labu takar 100 mL + aquadest.

m = 199,0630 g

6.

Menghitung volume larutan HCl.

V = 1 mL

Tabel 2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N


NO.

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

1.

Menimbang gelas arloji.

m = 38,2759 g

2.

Menimbang padatan NaOH.

m = 0,4 g

3.

Menambahkan aquadest hangat 30 mL pada padatan

Larutan hangat, NaOH larut

NaOH.
4.

Menambahkan aquadest lagi hingga larutan menjadi 50

Larutan menjadi lebih digin

mL.

dari sebelumnya

Tabel 2.3 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan Na2CO3


NO.

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

1.

Melarutkan HCl 5 mL dalam buret, meneteskan 1 tetes

Larutan berwarna merah muda

indikator metil merah.


2.

Mengisi buret dengan Na2CO3 0,1 N

14

a. Titrasi I
Pembacaan awal buret
Pembacaan akhir buret
b. Titrasi II

V1 = 0 mL
V2 = 5,9 mL

Pembacaan awal buret


Pembacaan akhir buret

V1 = 5,9 mL
V2 = 12,2 mL

3.

Mengamati warna setelah titrasi.

Larutan berwarna kuning


bening

Tabel 2.4 Penentuan Konsentrasi NaOH dengan HCl


NO.

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

1.

Melarutkan 5 mL NaOH dalam erlenmeyer,

Larutan berwarna ungu

meneteskan 1 tetes indikator pp.


2.

Mengisi buret dengan HCl 0,1 N


a. Titrasi I
Pembacaan awal buret
Pembacaan akhir buret
b. Titrasi II

V1 = 0,2 mL
V2 = 10,9 mL

Pembacaan awal buret


Pembacaan akhir buret

V1 = 10,9 mL
V2 = 21,2 mL

3.

Mengamati warna setelah titrasi.

Larutan berwarna kuning

15

2.4.2 Pembahasan
Larutan HCl atau larutan asam klorida, adalah cairan kimia yang sangat
korosif dan berbau menyengat. HCl termasuk bahan kimia berbahaya. Dalam
skala industri, HCl biasanya diproduksi dengan konsentrasi 38%. Ketika dikirim
keindustri pengguna, HCl dikirim dengan konsentrasi antara 32-34%. Pembatasan
konsentrasi HCl ini karena tekanan uapnya yang sangat tinggi, sehingga
menyebabkan kesulitan dalam penyimpanan.
Berdasarkan penimbangan massa, didapat volume HCl pekat 1 ml. Massa
aquadest dan HCl beserta labu ukur 100 ml adalah 199,063 g. Setelah melakukan
percobaan dan perhitungan berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil
konsentrasi larutan HCl dalam beberapa satuan, yaitu 1,033% (%
menyatakan terdapat 1,033 g HCl dalam 100 g larutan, 1% (%

w
)
w

v
) menyatakan
v

terdapat 1 mL HCl ke dalam 100 g larutan, 0,03 M menyatakan banyak mol dari
HCl yang terlarut dalam 1000 ml, 0,723 molal menyatakan banyak mol HCl yang
terlarut dalam 1000 g larutan, 104 ppm dan 0,013 fraksi mol.
Berdasarkan pengukuran temperatur aquadest dan HCl pekat, yaitu 28

dan 31 . Setelah dilakukan pencampuran antara aquadest dan HCl,

maka suhu menjadi 30 . Jadi dapat diketahui bahwa reaksi pelarut HCl pekat
merupakan reaksi eksotermik,yaitu reaksi yang melepas kalor. Pada reaksi
eksoterm, sistem melepas energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan berkurang.
Artinya entalpi produk (Hp) lebih kecil daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya
perubahan entalpi merupakan selisih dari entalpi produk dengan entalpi pereaksi
(Hp-Hr) bertanda negatif. Sehingga dapat dinyatakan : H = Hp-Hr < 0 ;
H=92,3

kj
. Jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung eksotermik, maka
mol

reaksi itu akan melepas kalor dari larutan itu sendiri. Sehingga larutan itu akan
panas. Bila reaksi eksotermik, maka zat-zat kimia yang terlibat akan terjadi
perubahan energi potensial. Dalam perubahan eksotermik, energi potensial dari
hasil reaksi lebih rendah dari energi potensial pereaksi, berarti Ep akhir akan lebih

16

kecil dari Ep mula-mula. Sehingga harga Ep mempunyai harga negatif. Reaksi


pembuatan larutan HCl adalah :
HCl + H2O

HCl

H=92,3

kj
mol

Natrium Hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari
oksida basa. Natrium hidroksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan kedalam air. Ia sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non-polar lainnya.
Percobaan ini melarutkan padatan NaOH dengan air yang telah dihangatkan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kebasaan NaOH dan juga ketika dilakukan
pengadukan akan mempercepat kelarutan NaOH dalam air dan larutan NaOH
menjadi homogen. Larutan di dalam gelas bekker ini ketika dipegang terasa panas,
tetapi pada saat melakukan ini, praktikan kurang peka merasakan apakah larutan
tetap, lebih panas, atau lebih dingin dari sebelum ditambahkan NaOH kedalam air
hangat. Larutan NaOH bersifat eksotermik, maka dari itu seharusnya larutan lebih
panas dari sebelumnya. Eksotermik adalah reaksi yang membebaskan energi,
sehingga entalpi sistem akan berkurang, artinya entalpi produk lebih kecil
daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu, perubahan entalpinya ( H
bertanda negatif : H = Hp-Hr < 0 ; H=469

kj
mol

Jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung secara eksoterm, maka kalor yang
timbul akan dibebaskan kedalam larutan itu sehingga satu larutan akan naik, dan
jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung, maka zat-zat kimia yang terlibat akan
terjadi perubahan energi potensial juga. Dalam perubahan eksotermik, energi
potensial dari hasil aksi pembuatan larutan NaOH adalah :
NaOH + H2O

NaOH

H=469

kj
mol

17

Dari perhitungan yang diperoleh konsentrasi NaOH adalah 2 104


dan 0,8% (

w
). Pelarut NaOH bersifat panas, sedangkan pengenceran larutan
v

HCl pekat dimaksudkan untuk menurunkan konsentrasinya agar dalam proses


titrasi asam basa tidak diperlukan waktu yang lama dan juga jumlah titran yang
diperlukan tidak banyak, sehingga memudahkan hasil perhitungan data yang
didapat.
Larutan HCl encer yang telah dibuat, ditetesi dengan 1 tetes indikator metil
merah, kemudian dititrasi dengan larutan Na2CO3 dan diperoleh volume titrasi
rata-rata sebesar 6,1 ml (titrasi dilakukan sebanyak 2 kali) dan konsentrasi HCl
sebesar 0,122 M. Pemberian indikator metil merah ini menghasilkan warna merah
muda, karena indikator metil merah memiliki trayek pH antara 4,4-6,6. Hal ini
menunjukkan bahwa larutan HCl bersifat asam. Setelah dititrasi, warna berubah
menjadi kuning bening yang menunjukkan bahwa larutan telah bersifat basa. Jadi,
telah mencapai titik ekivalen, yaitu titik saat asam dan basa tepat habis
bereaksi.Untuk normalitas HCl didapat sebesar 0,122 N.
NaOH 0,1 N dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian ditetesi dengan 1
tetes indikator pp, sehingga larutan berwarwa ungu. Trayek pH indikator pp antara
8,2-10. Hal ini menunjukkan bahwa larutan NaOH bersifat basa. Kemudian
setelah ditetesi dengan HCl, larutan berubah

warna menjadi kuning yang

menunjukkan bahwa larutan bersifat asam. Jika titrasi telah mencapai titik
ekivalen atau titik kesetimbangan, artinya titik dimana konsentrasi asam dengan
konsentrasi basa. Titrasi dilakukam 2 kali dan didapat volume rata-rata sebesar
10,5 ml dan dari volume rata-rata itu dapat diketahui bahwa konsentrasi NaOH
adalah 0,21 M. Reaksi kimia yang terjadi adalah :
NaOH + HCl

NaCl + H2O

18

2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan adalah:
1. Proses yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan disebut
sebagai standarisasi.
2. Pada pembuatan larutan HCl terdapat konsentrasi HCl dalam berbagai satuan
yaitu 1,033% (

w
v
), 1% (
), 0,03 M, 0,723 molal, 104 ppm, dan fraksi
w
v

mol 0,013 mol.


3. Konsentrasi NaOH yang diperoleh pada saat pembuatan larutan NaOH adalah
w
2 104 M dan 0,8% (
).
v
4. Konsentrasi larutan HCl yang diencerkan adalah 0,03 M.
5. Setelah NaOH dititrasi dengan HCl, konsentrasi NaOH menjadi 0,2562 N.
6. Setelah HCl dititrasi dengan Na2CO3, konsentrasi HCl menjadi 0,122 N.
2.5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah diharapkan para praktikan lebih teliti
dalam penimbangan, jangan sampai ada yang tertinggal dari petunjuk prosedur,
kerjakan secara runtut, catat semua data yang diperoleh kemudian sebaiknya ada
sistem pembagian kerja agar percobaan terarah dan rapi.

Anda mungkin juga menyukai