Anda di halaman 1dari 4

Hukum Makanan Taziyah

Pengertian Taziyah
Taziyah secara bahasa, sebagaimana disebutkan Imam Nawawi dalam al-Majmu
(5/304), berasal dari al-Azza, yaitu sabar terhadap hal-hal yang tidak disenangi. Adapun
Taziyah secara istilah sebagaimana dalam al-Fiqh al-Muyassar (hal: 119) adalah menghibur
orang yang tertimpa musibah serta menguatkan hatinya agar bisa menerima musibah tersebut.
Termasuk dalam bentuk taziyah adalah membuatkan makanan untuk keluarga yang
terkena musibah. Ini sangat dianjurkan untuk menghibur mereka, sesuai dengan sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

- Buatkan makanan untuk keluarga Jafar, karena mereka sedang tertimpa (musibah)
yang menyibukkan mereka. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah. Hadist ini dihasankan
oleh Syekh al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah no. 1316)
Arti hadist di atas, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Mubarkufuri di dalam Tuhfah
al Ahwadzi (4/66-67):
Maksudnya musibah (kesedihan) telah menghalangi mereka dari menyiapkan makanan
untuk mereka sendiri, sehingga mereka gelisah dan hal itu membahayakan mereka,
sedangkan mereka tidak merasakannya. Berkata ath-Thiibi: Hadist di atas menunjukkan
bahwa dianjurkan para kerabat dan tetangga untuk menyiapkan makanan bagi keluarga
mayit.

Hukum Makan di Rumah Duka


Adapun orang lain datang ke rumah tersebut untuk taziyah kemudian disuguhkan
makanan atau minuman, maka diperinci terlebih dahulu:
Pertama: Jika dia bukan tamu, maka sebaiknya tidak makan di tempat tersebut.
Dalilnya adalah hadist Jarir al-Bajali radhiyallahu anhu bahwasanya ia berkata:


Kami menganggap berkumpul di rumah keluarga mayit dan membuatkan makanan
(yang dilakukan oleh keluarga mayit) setelah penguburan termasuk dalam katagori meratapi
mayit (yang dilarang) (HR. Ibnu Majah. Hadist ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam
Shahih Ibnu Majah no. 1318)

Adapun yang dimaksud makanan pada hadist di atas adalah makanan besar. Adapun air
minum atau sejenisnya untuk sekedar menghilangkan rasa haus, atau kebiasaan ahlul bait
kepada tamunya, maka dibolehkan.
Syekh Ahmad bin Muhamad al-Khalil ketika ditanya makanan apa yang boleh disediakan
untuk orang yang taziyah?
Beliau menjawab, kurma, kopi dan air tanpa ada tambahan.
Hal ini dikuatkan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawa-nya juz 13, beliau
berkata: Jika seorang muslim datang dan bertaziyah kepada keluarga mayit, maka hal itu
dianjurkan, karena itu akan menghibur mereka. Dan jika dia minum segelas kopi atau teh,
atau berwangian di rumah tersebut, maka tidaklah mengapa sebagaimana kebiasan
masyarakat menyambut orang yang mengunjungi mereka.
Ketika beliau ditanya tentang hukum keluarga mayit yang menerima tamu-tamu yang ingin
bertaziyah di rumahnya, beliau menjawab:



.

Tidak mengapa bagi yang tertimpa musibah dengan kematian saudara, atau istrinya atau
yang lainnya, untuk menerima tamu-tamu yang bertaziyah ke rumahnya pada waktu tertentu,
karena taziyah adalah sunnah sedangkan menerima mereka termasuk hal-hal yang membantu
terlaksananya sunnah. Jika dia menyediakan untuk mereka kopi, atau teh, atau wangiwangian, maka hal itu merupakan sesuatu yang baik. (Majalah Dakwah edisi:
1513,25/5/1426)
Begitu juga yang dimaksud makanan yang dilarang dalam hadist di atas adalah makanan
yang sengaja dibuat oleh keluarga mayit dari harta mereka. Adapun makanan yang biasa
dimasak oleh keluarga mayit tanpa bersusah payah dan bukan karena musibah yang menimpa
mereka, atau makanan yang dimasak oleh kerabat atau tetangganya maka boleh untuk
dimakan.
Disebutkan di dalam Fatwa Daulat Qatar:




.
Yang dimaksud makanan (yang dilarang dalam hadist di atas) adalah makanan yang dibuat
dengan susah payah demi musibah tersebut. Adapun jika keluarga mayit membuatnya seperti
hari-hari biasa (bukan karena musibah), atau makanan tersebut dibawa oleh kerabat atau
tetangga mereka, maka tidak mengapa dia makan darinya
Tetapi, jika ada seseorang membuatkan makanan untuk keluarga mayit yang nantinya akan
diberikan kepada orang-orang yang datang dengan mengambil upah dari mereka, ini
termasuk dalam katagori yang dilarang, karena membebani keluarga mayit.
Kedua: Jika dia tamu dari jauh, datang untuk bertaziyah kemudian disediakan
minuman atau makanan karena tamu, bukan karena taziyah, maka dibolehkan. Begitu juga
kerabatnya yang ikut datang ke rumah tersebut, khususnya yang dari jauh, maka dibolehkan
makan di rumah tersebut.
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni (2/413):



Jika hal itu diperlukan, maka dibolehkan (makan di rumah keluarga mayit), karena
barangkali yang datang untuk menjenguk mayit mereka (bertaziyah) yang berasal
dari kota atau tempat yang jauh dan menginap di tempat tersebut, maka tidak
mungkin kecuali menyediakan makanan untuk mereka.
Hal ini dikuatkan oleh Markaz al-Fatwa Daulat Qatar dalam islamweb.net: Sudah sepakat
empat madzhab yang mutabar bahwa berkumpul untuk makan di rumah orang yang
meninggal dunia adalah hal yang makruh bertentangan dengan sunnah, kecuali para tamu,
maka boleh dihidangkan kepada mereka makanan.
Dalam fatwa yang lain disebutkan:

Adapun makan makanan setelah dibuat, maka kelihatannya hal itu tidak mengapa, karena
tidak mungkin dibuang (dibatalkan), apalagi yang makan adalah dari kerabat sang mayit.
Wallahu Alam

DR. Ahmad Zain An Najah, MA

Anda mungkin juga menyukai