Anda di halaman 1dari 13

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

A. Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Antitrust untuk pengertian yang sepadan dengan istilah anti monopoli atau istilah dominasi yang
dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah monopoli Disamping itu terdapat
istilah yang artinya hampir sama yaitu kekuatan pasar. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah
monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai
pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
B. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar
kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan
persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat
kedaulatan konsumen.
C. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar
yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak
boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
D. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan :


Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan
pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan
Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau
mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut.
E. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni

(h) Integrasi vertical


(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan

tertentu

yang

berdampak

tidak

baik

untuk

yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :


(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

persaingan

pasar,

F. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk
untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
G. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan
menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam
Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai
pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal
19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal
24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini
untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya
5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian
pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas
siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Pasar Monopoli
Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran yang ditandai oleh adanya
satu penjual/produsen dipasar berhadapan dengan permintaan seluruh pembeli atau konsumen.
Ciri-ciri dari pasar monopoli :
1. hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran
2. tidak ada barang subtitusi/pengganti yang mirip (close substitute)
3. produsen memiliki kekuatan menetukan harga
4. tidak ada pengusaha lain yang memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berapa keunggulan
perusahaan.
Anda tentu bertanya mengapa terjadi pasar monopoli. Ada beberapa penyebab terjadi pasarmonopoli, diantara
penyebabnya adalah sebagai berikut :
ditetapkannya Undang-undang (Monopoli Undang-undang). Atas pertimbangan pemerintah, makapemerintah
dapat memberikan hak pada sutau perusahaan seperti PT Pos dan Giro, PT. PLN. hasil pembinaan mutu dan
spesifikasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, sehingga lama kelamaan timbul kepercayaan masyarakat
untuk selalu menggunakan produk tersebut.
Hasil cipta atau karya seseorang yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk diproduksi, yang kita kenal
dengan istilah hak paten atau hak cipta.
Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu produk hanya dikuasai oleh suatu
daerah tertentu seperti timah dari pulau bangka. Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan yang
memiliki keadaan seperti yang disebutkan diatas? Coba anda perhatikan apakah didaerah anda terdapat
perusahaan yang memiliki keadaan seperti yang disebutkan diatas?
Penjual monopoli belum tentu mendapatkan keuntungan besar, tetapi monopoli mempunyai keterbatasan
yang menyebabkan kerugian, maka dari itu kita coba melihat keugian yang disebabkan oleh pasar Monopoli.
Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh pasar monopoli :
Ketidak adilan, karena monopolis akan memperoleh keuntungan diatas keuntungan normal. Volume produksi
ditentukan oleh monopolis. Terjadi eksploitasi oleh monopolis terhadap konsumen dan pemilik faktor-faktor
produksi.
Pemerintah dapat mencegah kergian-kerugian yang disebakan pelaku monopoli dengan cara berikut :
Mencegah munculnya monopoli dengan undang-undang Pemerintah mendirikan perusahaan tandingan yang
mampu menyaingi monopolis Membuka impor untuk barang yang diproduksi oleh monopolis Campur tangan
pemerintah dalam menentukan harga.
Sumber :
file://localhost/D:/ciri-ciri-pasar-monopoli.html

Resume 4 Struktur Pasar


Pada analisa ekonomi dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna
(yang meliputi monopoli, oligopoli, monopolistik dan monopsoni).
Struktur Pasar terdiri dari :
Pasar Persaingan Sempurna
Pengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di
mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya atau tidak terbatas. Ciri-ciri pokok dari pasar
persaingan sempurna adalah :
a. Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak.
b. Produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen).
c. Konsumen memahami sepenuhnya keadaan pasar.
d. Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual.
e. Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.
f.

Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price taker (pengambil harga).

Pasar Persaingan tidak Sempurna


a. Pasar Monopoli
Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana hanya ada satu
penjual/produsen yang berhadapan dengan banyak pembeli atau konsumen. Ciri-ciri dari pasar monopoli
adalah :
1) hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran;
2) tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip (close substitute);
3) produsen memiliki kekuatan menentukan harga; dan
4) tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berupa keunggulan
perusahaan.
Anda tentu bertanya mengapa terjadi pasar monopoli. Ada beberapa penyebab terjadinya pasar monopoli, di
antara penyebabnya adalah sebagai berikut :
1) Ditetapkannya Undang-undang (Monopoli Undang-undang). Atas pertimbangan pemerintah, maka
pemerintah dapat memberikan hak pada suatu perusahaan seperti PT. Pos dan Giro, PT. PLN.
2) Hasil pembinaan mutu dan spesifikasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, sehingga lama kelamaan
timbul kepercayaan masyarakat untuk selalu menggunakan produk tersebut.
3) Hasil cipta atau karya seseorang yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk diproduksi, yang kita
kenal dengan istilah hak paten atau hak cipta.
4) Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu produk hanya dikuasai oleh satu
daerah tertentu seperti timah dari pulau Bangka.
5) Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan untuk lebih mengembangkan dan penguasaan
terhadap suatu bidang usaha.
b. Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dan penawaran, di mana terdapat beberapa
penjual/produsen yang menguasai seluruh permintaan pasar. Ciri-ciri dari pasar oligopoli adalah :
1) Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.
2) Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula berbeda corak (differentiated product),
seperti air minuman aqua.
3) Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk ke dalam pasar.

4) Satu di antaranya para oligopolis merupakan price leader yaitu penjual yang memiliki/pangsa pasar yang
terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya
harus mengikuti harga tersebut. Contoh dari produk oligopoli: semen, air mineral.
c. Pasar Duopoli
Duopoli adalah suatu pasar di mana penawaran suatu jenis barang dikuasai oleh dua perusahaan.
Contoh: Penawaran minyak pelumas dikuasai oleh Pertamina dan Caltex.
d. Monopolistik
Pasar monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana terdapat
sejumlah besar penjual yang menawarkan barang yang sama. Pasar monopolistik merupakan pasar yang
memiliki sifat monopoli pada spesifikasi barangnya. Sedangkan unsur persaingan pada banyak penjual yang
menjual produk yang sejenis.
Contoh: produk sabun yang memiliki keunggulan misalnya untuk kecantikan, kesehatan dan lain-lain. Ciriciri dari pasar monopolistik adalah :
1) Terdapat banyak penjual/produsen yang berkecimpung di pasar.
2) Barang yang diperjual-belikan merupakan differentiated product.
3) Para penjual memiliki kekuatan monopoli atas barang produknya sendiri.
4) Untuk memenangkan persaingan setiap penjual aktif melakukan promosi/iklan.
5) Keluar masuk pasar barang/produk relatif lebih mudah.
e. Pasar Monopsoni
Bentuk pasar ini merupakan bentuk pasar yang dilihat dari segi permintaan atau pembelinya. Dalam hal ini
pembeli memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Dalam pengertian ini, pasar monopsoni adalah suatu
bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana permintaannya atau pembeli hanya satu
perusahaan.
Contohnya : PT. Kereta Api Indonesia yang merupakan satu-satunya pembeli alat-alat kereta api.
Ok itu dulu yah yang bisa saya sampaikan :D

Resume Singkat dari Beberapa Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Tentang Telekomunikasi


SUMBER:
1.

Kompilasi Hukum Telematika karangan Edmon Makarim, S.H., S.Kom;

2.

Undang-undang Nomor. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi;

3.

Peraturan Pemerintah Nomor.52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;

4.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi;

5.

Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia;

6.

Peraturan Menteri Perhubungan nomor. KM. 10 tahun 2005 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat
Telekomunikasi;

7.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 8 / Per/M.KOMINFO/02/2006.

Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan / atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem
elektromagnetik lainnya (Pasal 1 angka (1) Undang-undang No.3 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi / UU 3
/ 99).
Telekomunikasi sendiri berasal dari kata tele yang berarti jauh, dan komunikasi yang berarti hubungan
pertukaran ataupun penyampaian informasi.
Teknisnya, proses bertelekomunikasi dilakukan dengan memancarkan suatu pesan atau data dengan signal
elektronik dari suatu tempat si pengirim dan ke suatu tempat si penerima informasi, baik melalui jalur
gelombang radio, ataupun signal radio.
Asas dan tujuan dari telekomunikasi adalah berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri. Kemudian telekomunikasi diselenggarakan
dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antar bangsa. Lingkup yang meliputi hukum telekomunikasi adalah prinsip
universalitas.
Oleh penggunanya, telekomunikasi dituntut untuk disediakan jasa yang beragam, baik dan handal dengan
tarif yang bersaing dan diselenggarakan bebas dari batasan monopoli. Pada tahun 1997, negara-negara dunia
menandatangani World Trade Organization Agreement on Basic Telecomunications yang bermaksud untuk
meliberalisasikan pasar jasa telekomunikasi dasar. Akibatnya, pasar telekomunikasi yang semula tertutup
berubah menjadi terbuka.
Sebagai salah satu negara peserta yang ikut menandatangani perjanjian ini, maka Indonesia juga akan
membuka pasar telekomunikasi ke pasar bebas. Dalam additional commitment, Indonesia telah menyesuaikan
peraturan kita dengan WTO reference paper yang merupakan suatu perangkat pengaturan yang menjamin
kompetisi yang sehat yang meliputi keharusan negara anggota untuk memasukkan dalam regulasi nasional
hal-hal sebagai berikut :
a.

Pencegahan praktek anti-kompetisi dalam telekomunikasi;

b.

Interkoneksi;

c.

Pelayanan Universal;

d.

Kriteria pemberian lisensi yang harus diumumkan;

e.

Regulator independen;

f.

Alokasi dan pemakaian sumber daya (resources) yang langka.

Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor. 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang


Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Komunikasi, yang dimaksud dengan Kewajiban Pelayanan
Universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau
oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi (Pasal 1 angka (9)).
Kewajiban penyelenggara telekomunikasi berdasarkan Pasal 2 Permen No. 11 / PER / M.KOMINFO/ 04 /
2007 adalah :
(1)

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi wajib dikenakan KPU
telekomunikasi.

(2)

KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui KKPU dalam bentuk
prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun.

(3)

KKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

(4)

Ketentuan mengenai besaran penyetoran, dan tata cara penarikan KKPU diatur dengan peraturan
perundang-undangan tersendiri.

Catatan:
KPU

Kewajiban Pelayanan Universal

KKPU =

Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal

BTIP

Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan

Pasal 4 ayat (1) Permen aquo mengatur bahwa dalam kewajiban pelayanan universal telekomunikasi, maka
pelayanan telekomunikasi harus dapat memberikan layanan jasa teleponi dasar dan selanjutnya harus dapat
dikembangkan ke tahap penyediaan layanan jasa multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi
lainnya. Yang merupakan penyediaan layanan telekomunikasi berbayar dan berbasis komunal.
Menteri Komunikasi dan Informatika juga mempunyai kewenangan untuk menetapkan wilayah tertentu
sebagai wilayah pelayanan universal telekomunikasi (Pasal 5 ayat (1), yang dilakukan setelah berkoordinasi
dengan instansi terkait dan / atau mempertimbangkan masukan masyarakat, di mana wilayah ini dapat dibagi
berdasarkan wilayah geografis.
Dalam usaha menyediakan kewajiban universal telekomunikasi ini, maka akan dilakukan lelang dengan
peserta penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi (Pasal 7).
Parameter penilaian dalam pelaksanaan lelang umum penyediaan kewajiban pelayanan universal
telekomunikasi adalah :
a.

biaya penyediaan layanan;

b.

pengoperasian dan pemeliharaan;

c.

tarif layanan;

d.

penyediaan interkoneksi layanan;

e.

jenis layanan minimal;

f.

penggunaan produk dalam negeri.

Di mana ketentuan teknis parameter penilaian akan diatur lebih lanjut dalam dokumen pelelangan umum.
Kontrak penyediaan KPU telekomunikasi bersifat multiyears yang terdiri dari kontrak induk dan kontrak
anak. Kontrak induk merupakan hubungan hukum antara pelaksana penyedia dengan BTIP dalam
penyediaan KPU telekomunikasi untuk jangka waktu 5 tahun. Sedangkan kontrak anak merupakan bagian
dari kontrak induk untuk menugaskan pelaksana penyedia dalam penyediaan kewajiban pelayanan universal
telekomunikasi dan mengevaluasi kinerja penyediaan akses dan layanan telekomunikasi. Kontrak induk dapat
diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.

Hak penyedia kewajiban pelayanan universal telekomunikasi adalah:


g.

Pelaksana penyedia berhak mendapatkan akses interkoneksi dari penyelenggara jasa/jaringan


telekomunikasi;

h.

Pelaksana penyedia dapat diberikan uang muka dalam penyediaan akses telekomunikasi;

i.

Pelaksana penyedia berhak mendapatkan biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi.
Biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi, diberikan berdasarkan kesiapan fungsi dan
berbasis kinerja dari; proses penyediaan akses; layanan telekomunikasi; pengoperasian; dan / atau
pemeliharaan;

j.

Pelaksana berhak memperoleh seluruh pendapatan dari hasil penyediaan layanan KPU telekomunikasi.

Kewajiban pelaksana KPU adalah:


a. Pelaksana penyedia wajib membangun, mengoperasikan dan memelihara serta mengembangkan akses
dan layanan KPU telekomunikasi;
b. Untuk kesinambungan layanan, pelaksana penyedia dapat melibatkan masyarakat atau badan usaha
dalam penyediaan KPU telekomunikasi. Keterlibatan masyarakat atau badan usaha dilakukan
berdasarkan kontrak atau kesepakatan.
c. Pelaksana penyedia wajib memberlakukan tarif layanan jasa teleponi dasar maksimal sesuai dengan tarif
yang ditetapkan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal dominan. Pelaksana penyedia wajib
menanggung resiko atas pendapatan dari penyediaan layanan KPU telekomunikasi;
d. Menjamin interoperability sistem yang dibangun dengan sistem milik penyelenggara telekomunikasi
lainnya;
e. Menggunakan sistem penomoran yang telah dialokasikan;
f. Mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri;
g. Melaksanakan pencatatan atas pendapatan dari hasil penyediaan KPU telekomunikasi dan dilaporkan
secara berkala kepada BTIP;
h. Menyediakan akses dan menyampaikan data pengoperasian kepada BTIP;
i.

Penyediaan KPU wajib beroperasi setiap hari selama 24 (dua puluh empat) jam;

j.

Pelaksana penyedia wajib melaksanakan penyediaan KPU telekomunikasi berdasarkan tingkat kualitas
layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.

TELEKOMUNIKASI PADA UMUMNYA


Menurut Pasal 7 UU 36 / 99, penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
a.

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

b.

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi;

c.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Berdasarkan Pasal 8 UU 36 / 99, penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh:


a.

Badan Usaha Milik Negara;

b.

Badan Usaha Milik Daerah;

c.

Badan Usaha Swasta;

d.

Koperasi.

Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh:


a.

perseorangan;

b.

instansi pemerintah;

c.

badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan / atau penyelenggara jasa

telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi (Pasal 10 ayat (1)),
sedangkan larangan tersebut sesuai dengan Undang-undang tentang Monopoli, dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan / atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara
telekomuniasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau
dikuasai pemerintah. Juga dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan / atau bangunan milik perseorangan
untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat
persetujuan di antara para pihak.
Pasal 16 UU 36 / 99 mempertegas kewajiban penyelenggara jasa telekomunikasi untuk memberikan
kontribusi dalam pelayanan universal.
Hak dan kewajiban penyelenggara jaringan telekomunikasi adalah:
a. Wajib mencatat / merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna
telekomunikasi;
b. Wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan
kebutuhan telekomunikasi;
c. Memberikan prioritas pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut:
keamanan negara; keselamatan jiwa manusia, bencana alam, marabahaya, dan wabah penyakit;
d. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi (diatur oleh Peraturan Pemerintah);
e. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya (diatur oleh Peraturan Pemerintah);
f.

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan / atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase pendapatan (diatur
oleh Peraturan Pemerintah);

Berdasarkan Pasal 32 ayat (1), perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukan
dan / atau digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan
berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana persyaratan teknis
perangkat telekomunikasi ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Namun pengecualian diberikan kepada
perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah perairan
Indonesia, serta yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia.
Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa
telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas
telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman
informasi. Dengan catatan informasi yang dikirim tersebut dirahasiakan oleh penyelenggara jasa
telekomunikasi.
Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomuniksi serta dapat memberikan informasi yang
diperlukan atas: permintaan jaksa agung atau kepala kepolisian Republik Indonesia, dan permintaan penyidik

untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan hal ini tidak
melanggar ketentuan bahwa setiap orang tidak boleh menyadap jaringan telekomunikasi.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 52 Tahun 2000, penyelenggara jaringan
telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki, dan
disediakannya. Ayat (2) menyatakan penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang dilakukan oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggara
jaringan yang sudah ada, dan pada Ayat (3) dinyatakan harus mendapat izin dari Menteri terkait.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari; penyelenggaraan jaringan tetap (lokal, sambungan
jarak jauh, sambungan internasional, tetap tertutup); jaringan bergerak (terestrial, seluler, satelit).
Pasal 10 mengatur bahwa penyelenggara jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler
atau penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa teleponi dasar. Pasal yang sama
juga mengatur bahwa penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar, wajib
menyelenggarakan jasa telepon umum, yang dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak ketiga.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat bekerja sama
dengan penyelenggara luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
Pasal 14 menjelaskan bahwa penyelenggaraan jasa telekomunikasi jasa terdiri dari; penyelenggaraan teleponi
dasar, penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi, dan penyelenggaraan jasa multimedia.
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sendiri diatur melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 21
tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Yang dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi sebagai badan hukum adalah: Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta, dan Koperasi (Pasal 3 ayat (1).
Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat menggunakan jaringan
telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi, yang dilaksanakan melalui perjanjian
kerjasama yang dilakukan secara tertulis (Pasal 5).
Pasal 6 menjelaskan bahwa dalam hal tidak tersedia jaringan telekomunikasi, maka penyelenggara jasa dapat
membangun jaringan telekomunikasi sendiri, yang tidak boleh disewakan kepada pihak lain.
Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa wajib mengikuti ketentuan dalam
Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan Menteri, serta memenuhi standar pelayanan telekomunikasi yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal, alat atau perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam
penyelenggaraan jasa, wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan, dan memiliki sertifikat dari
Direktur Jenderal (Pasal 8 jo Pasal 9 jo Pasal 10).
Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi juga wajib membayar biaya penyelenggaraan telekomunikasi yang
merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Pasal 12) dengan disertai kewajiban pelayanan universal (Pasal
13).
Pasal 14 menjelaskan bahwa penyelenggaraan jasa teleponi dasar dilakukan oleh: penyelenggara jaringan
tetap lokal, penyelenggara jaringan tetap seluler, penyelenggara jaringan bergerak satelit, dan penyelenggara
radio trunking.
Menurut Pasal 23, penyelenggara jasa teleponi dasar dapat menyelenggarakan fasilitas layanan tambahan,
seperti; reverse charging, multi call address, abbreviated dialling, special dialling facilities, voice and text
mail box, dan short message service (Pasal 24).

Berdasarkan Pasal 25, maka penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi terdiri dari: panggilan premium,
kartu panggil, nomor telepon maya, rekaman telepon untuk umum, store and forward, serta pusat layanan
informasi (call center).
Sementara berdasarkan Pasal 46, penyelenggaraan jasa multimedia sendiri terdiri atas: jasa televisi berbayar,
jasa akses internet, jasa interkoneksi internet, jasa internet teleponi untuk keperluan publik (memerlukan izin
Dirjen), jasa wireless access protocol, jasa portal, jasa small office home office, jasa transaksi online, dan
jasa aplikasi packet switched (tidak memerlukan izin Dirjen, hanya didaftarkan saja).
Berdasarkan Pasal 38 PP 25 Tahun 2000, maka penyelenggaraan telekomunikasi khusus dilakukan untuk
keperluan: sendiri, pertahanan negara, dan penyiaran. Yang dapat menyelenggarakan telekomunikasi khusus
sendiri adalah:perseorangan (radio amatir, dan komunikasi radio antar penduduk), instansi pemerintah, dinas
khusus, dan badan hukum
Dalam PP 25 Tahun 2000 juga diatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk penyiaran,
namun mengingat sudah ada undang-undang sendiri mengenai penyiaran, maka bagian dari PP ini tidak lagi
akan diulas.
Setiap alat atau perangkat telekomunikasi harus mendapatkan sertifikasi berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor. KM. 10 tahun 2005. Di mana pengujian alat dan perangkat telekomunikasi akan
didasarkan kepada kesesuaian antara karakteristik alat dan perangkat telekomunikasi terhadap persyaratan
teknis yang berlaku. Definisi persyaratan teknis sendiri adalah parameter elektronis / elektris yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia yang dibuat oleh instansti teknis terkait.
Pasal 2 ayat (3) menyatakan pelaksanaan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi meliputi: pengujian
dan penerbitan sertifikat.
Pasal 4 menjelaskan bahwa pengujian alat dan perangkat dilaksanakan melalui: pengukuran (terdiri dari uji
laboratorium dan uji lapangan) oleh Lembaga Pengujian, dan uji dokumen oleh Lembaga Sertifikasi (berlaku
dalam hal Mutual Recognation Arrangement).
Sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi yang diterbitkan terdiri dari: Sertifikat A untuk pabrikan dan
distributor, serta Sertifikat B untuk importir atau institusi, di mana alat yang telah mendapatkan sertifikat
akan dilekatkan label. Pasal 13 mengatakan sertifikat berlaku selama tiga tahun dan wajib diperbaharui
kecuali dalam hal alat tersebut tidak diperdagangkan lagi, ataupun tidak digunakan lagi untuk keperluan
institusi. Pembaharuan ini wajib dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum masa berlaku
sertifikat berakhir.
Masalah interkoneksi diatur oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor. 08 / Per /
M.KOMINFO / 02 / 2006 tanggal 08 Februari 2006 tentang Interkoneksi.
Interkoneksi berdasarkan Pasal 1 angka (1) Permen a quo didefinisikan sebagai keterhubungan antar jaringan
telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Kewajiban interkoneksi sendiri
diberikan agar memberi jaminan kepada pengguna agar dapat mengakses jasa telekomunikasi (Pasal 2 ayat
(1)).
Layanan dari interkoneksi dan ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 terdiri dari:
a. Layanan originasi, b. Layanan transit, dan c. Layanan terminasi.
Ad. a. Layanan originasi merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari satu penyelenggara kepada
penyelenggara lain yang dapat berasal dari penyelenggara jaringan tetap lokal, jaringan penyelenggara

jaringan bergerak seluler, dan penyelenggara jaringan bergerak satelit, yang dapat memberikan layanan
originasi lokal, jarak jauh, internasional, bergerak seluler, dan bergerak satelit.
Ad. b. Layanan transit merupakan penyediaan jaringan atau elemen jaringan keperluan penyaluran panggilan
interkoneksi, dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan panggilan interkoneksi. Layanan transit
sendiri terdiri dari layanan lokal, dan jarak jauh.
Ad. c. Layanan terminasi merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada
penyelenggara tujuan, yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal, bergerak satelit, dan bergerak
seluler, yang dapat memberikan layanan terminasi lokal, jarak jauh, bergerak selular, dan bergerak satelit.
Jenis-jenis biaya yang timbul dari interkoneksi adalah: biaya originasi, biaya transit, dan biaya terminasi.
Perhitungan biaya interkoneksi dilakukan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri, dan mengacu
kepada: ketentuan metode pengalokasian biaya dan laporan finansial kepada regulator, serta buku panduan
dan perangkat lunak formula perhitungan biaya interkoneksi.
Biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara tujuan panggilan kepada penyelenggara asal panggilan
yang mempunyai tanggung jawab atas panggilan interkoneksi, namun dalam hal tanggung jawab panggilan
interkoneksi dimiliki oleh penyelenggara tujuan atau penyelenggara jasa telekomunikasi, biaya interkoneksi
dibebankan oleh penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan, tanggung jawab tersebut meliputi proses
billing tarif pungut, penagihan kepada pengguna, dan piutang tidak tertagih. Dalam hal tanggung jawab
dilaksanakan oleh penyelenggara jaringan yang menyalurkan trafik interkoneksi, maka dapat mengenakan
biaya atas pelaksanaan tanggung jawab tersebut yang ditetapkan berdasarkan ketetapan bersama
Pasal 18 mewajibkan penyelenggara telekomunikasi menyampaikan laporan kepada Badan Regulator
Telekomunikasi Indonesia, yang meliputi laporan finansial, dokumen perhitungan, dan alokasi biaya
sebagaimana diatur dalam Metode Pengalokasian Biaya dan Laporan Finansial.
Berdasarkan Pasal 19, maka setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan dan
mempublikasikan Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) adalah dokumen yang memuat aspek teknis,
aspek operasional, dan aspek ekonomis dari penyediaan layanan interkoneksi yang ditawarkan oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi kepada penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa lainnya.
DPI akan dievaluasi oleh Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia setiap tahun.
DPI milik penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pendapatan usaha 25 % atau lebih dari total
pendapatan usaha seluruh penyelenggara telekomunikasi dalam segmentasi layanannya, wajib mendapatkan
persetujuan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia, demikian pula dengan setiap perubahan DPI harus
mendapat persetujuan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia.(Agustinus Dawarja & Partners)

Anda mungkin juga menyukai