Anda di halaman 1dari 4

TK4037 BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN B

Semester I 2016/2017

TUGAS 4

Oleh:
Andreas Dwiputra

(13012101)

Dosen Pengampu
Prof. Tjandra Setiadi

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Oktober 2016

SUMMARY
Chapter 5: Volatile Acids and Methanogenic Bacteria

Molekul lemak memiliki turunan alami yang seluruhnya dapat diurai oleh mikroorganisme.
Selain memiliki energi yang tinggi, sebagian dari vitamin yang dibutuhkan oleh mikroba anaerobik
berhubungan dengan lemak. Asam lemak memiliki sifat yang berbeda dari lemak, yaitu sifat yang
sangat mudah diuraikan dengan melalui jalur biokimia yang disebut oksidasi beta. Asam butirat,
propionat, dan asetat yang memiliki berat molekul rendah dapat disebut sebagai senyawa asam
volatil karena pada tekanan atmosfir senyawa tersebut dapat menguap. Asam asetat merupakan
senyawa prekusor kepada pembentukan metana.
Gula merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh kebanyakan mikroba dan mengandung unsur
karbon, hidrogen, dan oksigen, juga beberapa gula mengandung nitrogen dan fosfor. Semakin kecil
molekul dari karbohidrat, maka akan semakin mudah untuk ditransporkan ke dalam sel.
Monosakarida, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa, akan sangat mudah ditransporkan melalui
membran sel, sedangkan untuk senyawa yang lebih kompleks, seperti polisakarida, harus dipecah
menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan bantuan enzim ekstraseluler. Senyawa
monosakarida dapat masuk ke dalam jalur metabolisme anaerobik yang disebut dengan glikosis
yang menghasilkan produk piruvat. Senyawa piruvat sering dikenal sebagai pusat dari reaksi
biokimia, karena piruvat dapat masuk ke dalam kebanyakan jalur biokimia, dapat membentuk
berbagai komponen sel atau dapat dipecah untuk membentuk produk seperti asam asetat dan
format. Produk dari proses fermentasi adalah alkohol yang dapat diubah menjadi asam volatil atau
asam lemak yang sesuai.
Protein merupakan senyawa kompleks yang dibentuk oleh asam amino. Asam amino
merupakan senyawa yang mengandung gugus amino, karboksil, dan gugus samping. Proses
hidrolisis protein memiliki proses yang serupa dengan karbohidrat dan lipid yang membutuhkan
enzim ekstraseluler. Asam amino bebas dapat terbentuk dari penguraian lebih lanjut lagi seperti
fermentasi, dekarboksilasi, atau deaminasi dan pada khirnya membentuk asam volatil.
Bakteri fakultatif anaerobik dapat melakukan proses metaboliknya dengan atau tanpa
keberadaan dari oksigen. Sebagian besar dari bakteri jenis ini dapat melakukan fermetnasi
campuran asam dan beberapa dari fakultatif anaerobik merpuakan agen hidrolisis dari substrat
organik komplek dan pembentuk asam. Bakteri anaerobik dapat dibagi menjadi ke dalam dua
kelompok, yaitu kelompok yang tidak dapat menjalankan metabolisme jika bahkan terdapat
oksigen terlarut yang sangat sedikit tetapi tetap dapat hidup dan kelompok yang intoleran terhadap
setiap jumlah okisgen yang terlarut. Bebarapa anaerobik merupakan penghasil asam kuat dan

anaerobik lainnya mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfit. Bakteri anaerobik memiliki peran
yang sama dengan bakteri fakultatif anaerobik, yaitu mempersiapkan kondisi dan menghasilkan
substrat prekusor untuk bakteri metanogen. Bakteri metanogen memiliki peran yang penting di
dalam alam dan dampaknya kepada lingkungan sangat dibutuhkan. Bakteri jenis ini dapat
mencegah terjadinya akumulasi senyawa organik yang hanya dapat dimetabolisme secara perlahan
dengan cara mengubah produk dari fermentasi seperti format dan setat menjadi produk gas (karbon
dioksida, hidrogen, dan metana). Senyawa asetat, format, methanol, karbon dioksida, dan
metalamin merupakan substrat yang dapat dikonvesi menjadi metana oleh beberapa spesies dari
metanogen. Beberapa ahli mikrobiologi membagi proses anaerobik dari senyawa organik menjadi
metana ke dalam 6 tahap, yaitu tahap pertama dalah hidrolisis dari protein, tahap kedua adalah
fermentasi atau pembentukan asam (asetogenesis), tahap ketiga adalah hidrolisis anaerobik atau
oksidasi dari asam lemak dan alkohol, tahap keempat adalah oksidasi anaerobik dari asam lemak
dan beberapa asam volatil, tahap kelima dalah konversi dari asetat menjadi metana, dan tahap
keenam adalah penggabungan hidrogen dan karbon dioksida menjadi metana.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses anaerboik dan metanogenesis,
seperti komposisi dari nutrien, kandungan oksigen terlarut, temperatur, pH, konsentrasi dari
padatan volatil, dan konsentrasi dari asam volatil. Pencernaan lipid dapat memberikan jumlah yang
lebih besar daripada yang diberikan oleh protein maupun karbohidrat. Aliran umpan seharusnya
mengandung seluruh makanan, termasuk vitamin dan senyawa mineral, yang dibutuhkan untuk
penyelesaian proses hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis. Berapa saja jumlah dari oksigen
terlarut dapat mengurangi hasil dari hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis. Temepratur dari
digester dapat meningkatkan atau menghalangi laju pertumbuhan dari mikroba, laju kerusakan dari
bahan, produksi gas, penggunaan substrat, dan aktivitas biologis lainnya. Umur lumpur berkurang
seiring meningkatnya temperatur. Mikroba anaerboik dapat dibagi menjadi 3 kelompok
berdasarkan rentang temperatur dimana mikroba tersebut paling aktif, yaitu mesofilik, psikrofilik,
dan termofilik. Mikroba psikrofilik merupakan mikroba yang dapat aktif pada rentang temperatur
5-25oC, sedangkan mikroba mesofilik berada pada rentang 20-45oC dan termofilik 50-75oC.
Sebagian besar oragnisme memiliki pH minimum, maksimum, dan optimum untuk pertumbuhan
dan reproduksi. Berasarkan rentang pH optimum, mikroba dibagi menjadi neutrofil (6-8,5),
asidofil (3,5-5,5), dan basofil (9,5-13). Pada umumnya, organisme di dalam digester anaerobik
dapat bekerja dengan baik pada pH 6,5-7,5. Amonium dan bikarbonat merupakan agen penyangga
alami yang digunakan di dalam digester. Padatan volatil berhubungan langsung dengan jumlah
asam volatil yang terbentuk dan memiliki pengaruh yang mendalam pada pH di dalam digester.
Jumlah dari asam volatil yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan pH yang besar di dalam
larutan digester dan penurunan pH dapat menghalangi proses hidrolisis dan metanogensis.
Beberapa senyawa dalam jumlah yang sedang hingga berlebihan dapat menyebabkan

permasalahan di dalam pencernaan anaerobik, termasuk ion logam berat, sulfide, gas amonia
terlarut, asam volatil tak terionisasi, dan sianida. Logam tertentu dapat menjadi beracun dalam
konsentrasi besar di dalam digester anaerobik. Seyawa seperti seng, tembaga, nikel, kobalt, boraks,
molibdenum, selenium, besi, magnesium, dan mangan dapat menonaktifkan proses anaerobik,
termasuk metanogen ketika konsentrasi senyawa-senyawa tersebut berlebihan, meskipun
senyawa-senyawa tersebut penting dalam melaksanakan proses kehidupan. Ion logam berat,
seperti merkuri, cadmium, timah, khrom, tebaga, dan nikel, berfungsi sebagai inhibitor dari enzim
mikroba. Tingkat racun dari logam berat bergantung kepada apakah garam logam di dalam limbah
dapat larut atau tidak. Jika garam dapat larut, seperti terdiri dari klorida dan nitrat, maka garam
tersebut akan terionisasi (terlarut) di dalam sistem perarian.Ion logam yang terionisasi kemudian
menjadi bebas beraksi dengan enzim dan senyawa penting lainnnya dari sel hidup, sehingga
mengganggu penernaan dan produksi metana. Pembentukan dari sulfide merupakan konsekuensi
yang tidak dapat dihindari dari reduksi anaerobik sulfat dan dari dekomposisi asam amino yang
mengandung sulfur. Sulfida terlarut dapat bereaksi dengan logam berat apapun, kecuali khrom, di
dalam digester dan mengendap, sehingga sulfide terlaurt dapat berfungsi sebagai pengikat logam
berat beracun. Dampak beracun dari ammonium dapat terbatas terhadap metanogen, tetapi dalam
jumlah sedang memiliki beberapa dampak terhadap organisme hidrolitik dan pembentuk asam.
Shock loading terjadi ketika konsentrasi ammonium yang tinggi ditambahkan ke dalam di
degester yang dioperasikan pada atau melebihi batsas desain. Fenomena ini mengakibatkan
produksi yang cepat dan berlebih dari asam volatil, mengaikbatkan penurunan besar pada pH. Oleh
karena itu, penyangga di dalam digester tidak dapat mengimbangi perubahan pH yang mendadak
dan mengaikbatkan kegagalan digester. Akumulasi yang tinggi dari asam amino dengan berat
molekular rendah seperti asam butirat, propionate, dan asetat mengakibatkan penurunan pH.
Sianida dan senyawa yang mengandung sianida diketahui dapat menghambat proses metanogensis
secara sempurna, tetapi kehdarian dari sianida di dalam digester tidak selalu sepenuhnya
menghambat. Beberapa detergen rumah tangga umum dapat juga mempengaruhi kinerja dari
organisme di dalam digester anaerobik. Sebagai contoh, senyawa seperti sulfat lauril telah
ditemukan dapat merusak dinding sel dari bakteri gram-positif maupun gram-negatif. Selain itu,
terdapat beberapa senyawa terklorinasi dan organik antropogenik yang dapat memasuki fasilitas
pengolahan limbah cair dan menjadi penghalang atau bahkan racun terhadap organisme digester.

Anda mungkin juga menyukai