Anda di halaman 1dari 143

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA

TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK


DI LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL,
PAROKI ROH KUDUS KEBONARUM, KLATEN,
JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :
Exnasius Indriyanto
NIM : 031124016

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN


KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada


para orang tua
di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel,
Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten

iv

MOTTO

Tetapi Yesus berkata: Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi


mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Sorga

(Mat 19: 14)

ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA
TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI
LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH
KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH. Dengan menulis skripsi
ini penulis berharap bisa mengetahui bagaimanakah pola asuh yang diterapkan
oleh para orang tua, seberapa besarkah pengaruhnya dan bagaimanakan atau
seperti apa perkembangan iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus sampai
saat ini.
Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan
sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan
berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. Dilihat dari bentuknya
dan penerapannya pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni otoriter,
demokratis dan permisivitas. Sedangkan pengertian iman adalah pertemuan
pribadi dan mendalam manusia dengan Tuhan Yesus Kristus serta mengatur hidup
sesuai dengan perintah-Nya. Perkembangan hidup beriman pada umumnya
melalui tahapan yang teratur dan mendalam, proses itu merupakan dinamika antar
pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan
perubahan yang terus menerus. Karena keluarga adalah pendidik yang pertama
dan utama, maka perkembangan iman anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtua.
Ini karena hampir seluruh hidup anak dihabiskan dengan orang tua dan keluarga
Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ho: r = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap
penghayatan iman anak anak )
H1: r 0 (Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap
penghayatan iman anak anak )
Untuk menguji kebenaran hipotesis secara empirik, maka peneliti
mengadakan penelitian dengan metode kuantitatif. Penelitian ini mengambil
sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh sebab itu disebut penelitian
populatif. Dengan jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 63 anak.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa, persamaan regresi tunggal
yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil kriteria (least
square criterion) adalah: Y = - 1.665 + 1.030X1. Hal ini menunjukkan bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima, yakni bahwa pola asuh memiliki pengaruh terhadap iman
anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel. Sedangkan nilai R (R square)
dari tabel Summary menunjukkan sumbangan pola asuh terhadap iman anak
adalah sebesar 74.5%. Ini menunjukkan bahwa pola asuh memiliki pengaruh yang
besar terhadap iman anak. Dengan melihat hasil penelitian yang telah dijalankan
ini, maka perlu adanya penanganan masalah masalah yang ada dengan katekese.
Katekese ini bukan hanya untuk anak, namun terlebih lagi katekese untuk para
orang tua.

vii

ABSTRACT
This minithesis entitled THE INFLUENCE OF PARENTAL REARING
ON THE CHILDRENS FAITH INI CATHOLIC FAMILY IN SANTO
YAKOBUS ALFEUS TEMPEL COMMUNITY, OF THE PARISH OF HOLY
SPIRIT KEBONARUM, KLATEN, CENTRAL JAVA. This thesis was
conducted to know how the rearing patterns implemented by the parents is, how
great the influence is and what the development of childrens faith in Santo
Yakobus Alfeus environment is like up to now.
Narrowly, parental rearing patterns can be defined as the methods and the
parental behavior in fulfilling their childrens needs which then will influence the
childrens ability and development. Seen from the form and its implementation
parental rearing patterns can be divided info three, i.e. authoritarian, democratic,
permissiveness. Meanwhile the meaning of faith is the private meeting between
the faithful and Jesus Christ. The development of faith life take place generally is
conducted through the regular and deeper steps. This process is a dynamic one
which merges the conveying and acceptance of word of God. Because of its
function as the first and primary educator, thus the development of childrens faith
is affected by parental rearing pattern. It is because by almost all of childrens life
is spent with their parent and family.
In this research the author proposed hypothesis as follow:
H0: r = 0 (There is not influence on the implementation of parental
rearing patterns on the children faith)
H1: r 0 (There is any influence on the implementation of parental
rearing patterns on the children faith)
To test the truth of this hypothesis empirically, thus the author conducted
this research by using a quantitative method. This research took sample of all of
population as respondents. Thus it was called as populative research. Totally, the
amount of respondents were 63 children.
Meanwhile the result of this research showed that, the simple regression
equation which was gained by using method of least square criterion was Y = 1.665 + 1.030X1. It shows that H0 was rejected and H1 was accepted, i.e. that
rearing patterns have influence on childrens faith in Santo Yakobus Alfeus
Tempel environment. Meanwhile the value of R ( R square ) from Summary table
showed that the contribution or rearing pattern toward childrens faith was 74.5%.
It showes that rearing patterns have great influence on childrens faith. By
considering the result of this research which has been conducted, catecheses is the
best way to salve the problem. Catechism in this matter is not only for children;
but also for the parents.

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberi kekuatan
kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai walaupun menempuh waktu yang
lama melalui jalan berkelok kelok dan terjal.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu sumbangan
pemikiran untuk membantu memberi gambaran kepada pengurus lingkungan
Santo Yakobus Alfeus Tempel umumnya dan para orang tua khususnya dalam
penyadaran peran anak serta pengembangan iman anak anaknya, sehingga
berguna bagi gereja dan orang disekitarnya.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
dengan segala upaya membantu penulis. Untuk itu patutlah penulis mengucapkan
limpah terima kasih kepada mereka semua, teristimewa kepada:
1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku pembimbing utama, yang dengan hati
tulus memberikan seluruh perhatiannya dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
2. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, selaku penguji II sekaligus sebagai
pembimbing akademik yang selalu memberi support kepada penulis.
3. Drs. H.J. Suhardiyanto. S.J, sebagai penguji III yang dengan hati tulus
memberi dukungan dan mendampingi penulis dari awal sampai akhir.
4. Para Dosen dan Karyawan IPPAK dengan fungsinya masing-masing
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ketua lingkungan Bpk. Sriyatno, yang mengijinkan saya melakukan
penelitian untuk pemenuhan tugas akhir saya.

ix

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL

..............................................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................

ii

PENGESAHAN...........................................................................................

iii

PERSEMBAHAN........................................................................................

iv

MOTTO........................................................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN......................................................................

vi

ABSTRAK....................................................................................................

vii

ABSTRACT ................................................................................................

viii

KATA PENGANTAR .................................................................................

ix

DAFTAR ISI ...............................................................................................

xi

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................

xv

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xvi

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi.....................................................

B. Identifikasi Masalah..........................................................................

C. Batasan Permasalahan......................................................................

D. Rumusan Permasalahan ...................................................................

E. Tujuan Penulisan .............................................................................

F. Manfaat Penelitian ...........................................................................

BAB II. KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS .......................................

A. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Kristiani .............................

1. Keluarga ........................................................................................

a. Pengertian Keluarga Kristiani .................................................

b. Peranan Keluarga Kristiani .....................................................

10

2. Peran Orang Tua ...........................................................................

14

a. Mendidik .................................................................................

15

b. Mengasuh ................................................................................

18

3. Pola Asuh ......................................................................................

19

a. Pola Asuh Otoriter ..................................................................

21

xi

b. Pola Asuh Demokratik ............................................................

23

c. Pola Asuh Permisivitas ...........................................................

25

B. Perkembangan Iman Anak ..............................................................

26

1. Iman ..............................................................................................

27

2. Tahap tahap Perkembangan Anak .............................................

28

a. Tahap Anak Usia 0 3 Tahun ................................................

29

b. Tahap Anak Usia 3 7 Tahun ................................................

30

c. Tahap Anak Usia 7 12 Tahun ..............................................

32

3. Konteks Perkembangan Iman anak ..............................................

34

a. Teladan Tokoh tokoh Identifikasi .......................................

34

b. Suasana ....................................................................................

35

c. Pengajaran ...............................................................................

35

d. Komunikasi .............................................................................

36

e. Pola Asuh ................................................................................

36

C. Penelitian yang Relevan ..................................................................

37

D. Kerangka Pikir .................................................................................

38

E. Hipotesis ..........................................................................................

39

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................

40

A. Jenis Penelitian ................................................................................

40

B. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................

40

C. Populasi dan Sampel ........................................................................

41

D. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................

41

1. Identitas Variabel ..........................................................................

41

2. Definisi Operasional Variabel ......................................................

41

E. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data .................................

42

1. Jenis Data ......................................................................................

42

2. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................

42

3. Kisi kisi Penelitian .....................................................................

43

F. Teknik Analisis Data .......................................................................

45

1. Analisis Instrumen ........................................................................

45

a. Uji Coba Terpakai ...................................................................

45

xii

b. Validitas ..................................................................................

46

c. Reliabilitas ..............................................................................

47

2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis .......................................

48

a. Uji Prasyarat Analisis .............................................................

48

b. Uji Normalitas ........................................................................

48

c. Uji Linieritas ..........................................................................

49

d. Uji Kehomogenan ...................................................................

49

e. Analisis ..................................................................................

50

BAB IV. LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........

51

A. Hasil Penelitian ................................................................................

51

1. Deskripsi Data Responden ............................................................

51

2. Uji Prasyarataan ............................................................................

52

a. Uji Normalitas ..........................................................................

52

b. Uji Linieritas ............................................................................

54

c. Uji Homogenitas ......................................................................

55

d. Korelasi ...................................................................................

56

3. Deskripsi Data ..............................................................................

57

a. Pemahaman Iman Anak ..........................................................

57

b. Penghayatan Iman Anak .........................................................

59

c. Pola Asuh Orang Tua ..............................................................

61

B. Pengujian Hipotesis .........................................................................

62

C. Pembahasan .....................................................................................

67

D. Keterbatasan Penelitian ...................................................................

73

E. Bentuk Usaha Pembinaan untuk Meningkatkan Pemahaman


dan Pengetahuan Orang Tua dalam Usaha Pengembangan Pola Asuh
yang Cocok Untuk Usia PIA dan PIR Lingkungan Santo Yakobus
Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum, Klaten .....

73

1. Beberapa Bentuk Alternatif ..........................................................

74

a. Rekoleksi ................................................................................

74

b. Retret .......................................................................................

75

xiii

c. Katekese ..................................................................................

76

1) Pengertian Katekese .............................................................

76

2) Tujuan Pokok Katekese .......................................................

78

3) Isi Katekese ..........................................................................

80

4) Model Katekese ...................................................................

81

2. Bentuk yang Dipilih ......................................................................

82

a. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) .............................

82

b. Langkah langkah Shared Christian Praxis ..

84

c. Program Katekese ...................................................................

92

1.) Pengertian Program .............................................................

92

2.) Pemikiran Dasar Program ....................................................

92

3.) Usulan Tema ........................................................................

97

4.) Penjabaran Program .............................................................

99

5.) Contoh Persiapan Katekese .................................................

101

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................

110

A. Kesimpulan ......................................................................................

110

B. Saran ................................................................................................

111

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

113

LAMPIRAN ................................................................................................

115

xiv

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci


Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dikutip dari ALKITAB
DEUTEROKANONIKA 1976. Diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia
Jakarta 2002)
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT

: Catechesi Tradendae, Ajuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II


kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese
masa kini, 16 Oktober 1979.

FC

: Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II


tentang Pastoral Keluarga, 22 Novembar 1981.

GE

: Gravissimun Educationis, Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani, 28


Oktober 1965

C. Singkatan Lain
Art

: Artikel

KWI

: Komisi Waligereja Indonesia

SCP

: Shared Christian Praxis

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1

: Daftar jumlah anak anak PIA dan PIR

Tabel 2

: Kisi kisi Koesioner

Tabel 3

: Hasil pengukuran reliabilitas

Tabel 4

: Data responden

Tabel 5

: Hasil uji normalitas

Tabel 6

: Hasil uji linieritas

Tabel 7

: Hasil uji homogenitas

Tabel 8

: Hasil korelasi

Tabel 9

: Tabel pengelompokan pemahaman iman anak

Tabel 10

: Tabel pengelompokan penghayatan iman anak

Tabel 11

: Tabel pengelompokan pola asuh orang tua

Tabel 12

: Statistik

Tabel 13

: Diskriptiv statistik

Tabel 14

: Removed

Tabel 15

: Model summary

Tabel 16

: Koefisien

Tabel 17

: Anova table

Tabel 18

: Regresi linier

Tabel 19

: Model summary

Tabel 20

: Penjabaran program

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan jaman sekarang ini banyak ditandai oleh kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan di bidang IPTEK juga membawa
perubahan pada bidang lainnya, bidang sosial, ekonomi, budaya. Demikian pula
muncul berbagai pola hidup orang jaman ini. Situasi tersebut membawa dampak
positif maupun negatif.
Dampak positif yang ditimbulkan antara lain : beraneka ragam sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sudah tersedia, mudah diperoleh dan dapat
memperlancar serta mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. Begitu pula
sarana komunikasi dan hiburan seperti TV, Video, handphone dan sebagainya, yang
pada umumnya sudah dimiliki banyak orang, terutama televisi dan handphone yang
sudah banyak dimiliki oleh banyak orang dan keluarga.
Di samping dampak positif muncul pula dampak negatif. Pengaruh negatif
yang muncul antara lain; adalah pola hidup konsumerisme, materialistis,
individualistis. Pola hidup ini muncul dari kecenderungan hidup manusia untuk
mencari kenikmatan hidup dan selalu mencari kepuasan bagi pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Orang jaman sekarang mudah terpengaruh untuk memperhatikan
hidup dari segi jasmani saja tanpa memperdulikan kebutuhan rohani, pendidikan,
sehingga iklim kasih sayang menjadi terabaikan.

Sejauh pengamatan yang dilakukan, banyak diantara orang tua di lingkungan


Santo Yakobus Alfeus Tempel ini tidak terlalu memperhatikan prilaku anaknya di
rumah maupun di luar rumah. Banyak diantara orang tua memanjakan anaknya,
dengan mencukupi kebutuhan mereka tanpa tahu sebab dan akibat yang akan
ditimbulkan. Ada juga orang tua yang terlalu memaksa dan melindungi anak
mereka, sehingga anak tidak terlalu mengenal masyarakat sekitarnya. Dan ketika
terjun ke masyarakat, mereka mengalami suatu keterkejutan karena suasana dan
kehidupan bermasyarakat tidak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan. Dari
keterkejutan itu anak dituntut untuk mengambil suatu sikap akan keadaan yang
dialami tersebut. Jika mereka mengambil sikap yang benar maka mereka akan dapat
melalui semua keterkejutan itu dengan mencapai hasil yang baik dan maksimal,
namun jika sebaliknya maka mereka akan terseret ke dalam kehidupan yang bisa
dibilang kurang baik. Sejauh ini jalan nomor dua inilah yang sering diambil orang
atau anak-anak khususnya umat katolik sejauh pengamatan saya. Serta banyak
diantara mereka ketika sudah besar dengan seenaknya pindah agama.
Orang tua berharap bahwa anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada
mereka tumbuh dan berkembang sebagaimana Yesus di masa kecil-Nya yang
bertambah hikmatNya dan besar-Nya, dan makin disayang oleh Allah dan
manusia (Luk. 2:52). Selain atau bersama dengan pertumbuhan jasmani yang sehat,
orang tua berharap bahwa anaknya berkembang pula dalam hal sikap imannya:
teguh dalam iman serta bijak dalam mengambil keputusan dalam hidup sehari-hari
berdasarkan keyakinan imannya, akrab dengan Tuhan, jemaat beriman setempat dan
masyarakat sekitar, serta taat melaksanakan kehendaak Tuhan dalam hidup seharihari (Adisusanto, 2000:8). Namun sangat disayangkan bahwa kehidupan Keluarga

Kristiani juga dipengaruhi oleh pola hidup seperti tersebut di atas. Kalau demikian
Keluarga Kristiani tidak berbeda dari pada keluarga pada umumnya yang hanya
memperhatikan kebutuhan jasmani saja. Cukup banyak orang tua yang keseharian
sibuk bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Kesibukan
mereka itu sering menyebabkan kurangnya perhatian dan cinta kepada anak-anak
mereka. Memang orang tua perlu memperhatikan kebutuhan materi bagi anak-anak
mereka, tetapi itu belum menjadi jaminan untuk mencapai tujuan keberhasilan bagi
pendidikan anak. Meskipun banyak orang tua berpendapat atau beranggapan bahwa
sudah memenuhi semua kebutuhan anak berarti itu sudah mencintai mereka. Padahal
dalam kenyataannya terpenuhi kebutuhan materi belum lengkap daan tidak cukup
bagi anak, karena anak juga membutuhkan perhatian dan cinta dalam bentuk lain
yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai pribadi.
Oleh karena itu keluarga kristiani sebagai keluarga beriman hendaknya
mampu mencintai anak tidak hanya sebatas pemberian dalam segi materi saja,
melainkan juga memberikan perhatian dan cinta yang berasal dari Allah sendiri
kepada anak-anak. Perhatian dan cinta orang tua mencakup segala usaha dalam
memperhatikan kebutuhan rohani anak. Dimana-mana masih banyak dijumpai anakanak, remaja, kaum muda yang hidupnya hanya mencari kepuasan diri sendiri,
mabuk-mabukan, perkelahian, pencurian perampokan, lari dari rumah dan
sebagainya. Hal ini terjadi karena mereka kurang bahkan kering akan cinta dan tidak
mendapatkan pembinaan iman dalam keluarga serta kadang kala pola asuh orang tua
yang salah yang dapat mengakibatkan semuanya itu.
Allah sendiri telah memberi tugas kepada orang tua pada waktu mereka
menikah melalui rahmat yang diberikan dalam sakramen perkawinan yaitu tugas dan

tanggung jawab untuk mendidik anak. Pendidikan anak-anak tidak hanya


menyangkut pendidikan jasmani tapi juga pendidikan iman. Dalam karya tulis ini
penulis mempergunakan kata pembinaan iman sebagai bagian dari pendidikan iman.
Pembinaan iman dimaksudkan sebagai suatu proses dari usaha orang tua untuk
menumbuhkan dan memperkembangkan iman anak melalui kegiatan-kegiatan yang
berpola hidup kristiani sehingga dapat menghayati imannya dalam kehidupan seharihari dan pada akhirnya menjadi manusia yang beriman dewasa.
Dari pengalaman kami nampak gejala-gejala bahwa banyak orang tua yang
kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun mereka
mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian mereka
tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan waktu
untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan yang
dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap orang
tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada anak
untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan anak
kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada saling
mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak maupun
orang tua.
Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang tidak mendapatkan
pembinaan iman anak dari orang tuanya. Pembinaan iman anak menjadi penting
dalam keluarga karena iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan
menguatkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Berdasarkan keprihatinan itu penulis mempunyai keinginan untuk membantu
orang tua agar dapat menyadari kembali tugas dan tanggung jawab mereka sebagai

pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para orang tua agar
dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama dan terutama
dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina iman anak
dalam keluarga (FC, art.39).
Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada
mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan
lebih memperioritaskan upaya dalam menumbuhkan sikap hidup beriman,
menciptakan suasana hidup beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang
menjadi tradisi dalam keluarga misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan
Kitab Suci bersama. Allah memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang
tualah yang sangat berperan utama dan terutama dalam membina iman anak. Di
samping itu keluarga merupakan tempat yang paling efektif

bagi persemaian,

pertumbuhan dan penghayatan serta perkembangan iman anak sejak dini, karena
anak lebih lama melewatkan waktu berada dalam kehidupan keluarga bersama orang
tua mereka. Orang tua di sini bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE)
Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia tinggal
bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk membentuk
keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman hendaknya dapat
dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan, kemudian pada masa
anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.

B. Identifikasi Masalah
Dari

paparan

mengenai

latar

belakang

masalah

dapatlah

penulis

merumuskan secara singkat gambaran sementara tentang bagaimana pola asuh orang
tua terhadap anak dalam keluarga di wilayah di mana penulis tinggal:
1. Bagaimana cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak?
2. Kendala apa yang dihadapi orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak?
3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam pembinaan iman anaknya?
4. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi orang tua berkaitan dengan pembinaan
iman dalam keluarga?
Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui
seberapa besar sumbangan pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak
mereka. Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi
pustaka dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.

C. Pembatasan Masalah
Setelah melihat situasi dan latar belakang masalah yang telah disampaikan
maka masalah yang dibatasi penulis adalah mencakup pada seberapa besar pengaruh
pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak, sehingga anak itu menjadi anak
yang baik dan memiliki akal budi

yang luhur. Pembatasan masalah dalam

permasalahan peranan dan pengaruh orang tua dalam membina iman anak berkaitan
dengan peranan orang tua dalam membina iman anak di lingkungan Santo Yakobus
Alfeus Tempel Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.

D. Rumusan Masalah
Dari paparan mengenai latarbelakang masalah dapatlah penulis merumuskan
secara singkat gambaran sementara tentang pelaksanaan pola asuh anak dalam
keluarga di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel di mana penulis tinggal:
1. Bagaimanakah pola asuh orang tua di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel
sejauh ini?
2. Bagaimanakah perkembangan iman anak di lingkungan St. Yakobus Alfeus
Tempel?
3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman
anak?
Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman.
Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi pustaka
dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.

E. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua selama ini.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam perkembangan
iman anak.
3. Mengetahui perkembangan iman anak.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi saya pribadi penelitian ini membantu untuk mengetahui pola asuh yang
benar dan sesuai dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi
perkembangan anak.

2. Bagi orang tua:


a. Membantu menyadarkan dan meyakinkan orang tua akan pentingnya
pembinaan iman anak mereka masing-masing sehingga keluarga dapat
harmonis dan sesuai dengan kehendak Allah.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam mendidik anak secara katolik
sehingga anak benar-benar berkembang imannya.

BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS

Pada bagian ini, penulis hendak memaparkan bagaimana pola asuh orang tua
dapat berpengaruh pada iman anak-anak mereka. Sebelum itu akan dipaparkan
bagaimana orang tua dipandang dari sudut keluarga kristiani dan bagaimana peranan
keluarga kristiani itu sendiri. Kemudian setelah melihat berbagai peranan orang tua
dalam keluarga kristiani, penulis mengajak untuk melihat bagaimana pola asuh yang
hendaknya diterapkan pada anak mereka. Dan melihat bagaimana pola asuh dapat
mempengaruhi iman anak, serta bagaimana tahap-tahap perkembangan iman anak.

A. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Kristiani


1. Keluarga
a. Pengertian Keluarga Kristiani
Keluarga pada umumnya dimengerti sebagai persekutuan hidup antara
individu yang mempunyai ikatan darah. Kemudian masih dibedakan adanya
keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan keluarga dalam arti
yang luas terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek, sanak saudara. Bahkan saat ini
pembantu rumah tangga dan anak kost yang hidup serumah juga termasuk dalam
pengertian keluarga. (Caroline: 4)
Menurut visi kristiani keluarga merupakan peersekutuan hidup pribadipribadi yang didasarkan dan bersumber pada cintakasih. Keluarga tidak dapat hidup
dan terlaksana peranannya tanpa cintakasih. Maka pada hakekatnya keluarga

10

merupakan suatu persekutuan hidup dan cinta. (GS Art. 48) Hidup dan cintakasih
keluarga berdasar dan bersumber pada cintakasih kristus. Cintakasih Kristus yang
mewarnai hidup keluarga inilah yang menjadi kekhasan keluarga kristiani. Maka
keluarga kristiani dimengerti sebagai persekutuan hidup pribadi-pribadi yang
sedarah dan terikat yang berdasarkan cintakasih Allah yang berpola hidup Yesus
Kristus. Dengan demikian hidup perkawinan dan keluarga mengandung nilai luhur.
Nilai luhur itu terkandung dalam panggilan hidup perkawinan dan keluarga itu
sendiri
Sebagai Gereja kecil yang dipanggil untuk ikut serta mewartakan Injil,
mengembangkan hidup secara manusiawi dan kristiani dalam keluarga demi
pembaharuan masyarakat dan umat Allah.

b. Peranan Keluarga Kristiani


Keluarga memiliki peranan yang sangat penting, karena keluarga sebagai
tempat pertama dibentuknya kepribadian. Maka faktor keluarga memiliki peranan
yang penting dan sentral dalam perkembangan kepribadian anak. (Djamaludin
Ancok, Dkk: 78-80)
Peranan keluarga kristiani merupakan konsekuensi dari dibentuknya
keluarga oleh pasangan suami istri melalui Sakramen Pernikahan. Dengan
menjalankan peranannya, keluarga akan semakin menepati janji dirinya sebagai
persekutuan hidup dan cintakasih. Maka cintakasih yang bersumber pada cintakasih
Allah menjadi titik tolak dan motivasi hidup keluarga untuk mewujudkan cintakasih
itu secara nyata dalam menjalankan peranannya sebagai keluarga kristiani. Peranan

11

keluarga kristiani yang terdiri dari empat peranan menurut Anjuran Aspostolik Sri
Paus Yohanes Paulus II tentang keluarga dalam Dokumentasi Femiliaris Consortio,
akan kami jelaskan berikut ini. (FC. Art: 17-64)
1) Membentuk Persekutuan Pribadi-Pribadi
Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi.
Membentuk persekutuan pribadi berarti membangun persekutuan pribadi-pribadi
dalam suatu komunitas yang berdasarkan pada cintakasih. Pribadi yang bersekutu
atau bersatu adalah pertama-tama suami dan isteri, kemudian orang tua dan anakanak serta sanak saudara. Pribadi-pribadi yang hidup dalam keluarga memerlukan
dasar untuk mempersatukan mereka. Dasar yang mengikat persatuan mereka adalah
cintakasih. Cintakasih merupakan dasar kekuatan dan tujuan akhir hidup keluarga.
Tanpa dilandasi dan diperkokoh dengan cintakasih, keluarga tidak dapat hidup
berkembang atau menyempurnakan diri sendiri persekutan pribadi-pribadi. (FC. Art:
18)
Terbentuknya persekutuan itu pertama kali dijalin dan berkembang oleh
persekutuan suami-isteri melalui janji perkawinan. Mereka ini bukan lagi dua
melainkan satu (Mat 19: 6).
Mereka dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam pesekutuan mereka melalui
kesediaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling
menyerahkan diri seutuhnya. (FC. Art: 19) Persekutuan pasangan ini suami-asteri
tidak hanya bercirikan kesatuan melainkan tak terceraikan. Kesatuan yang tak
terceraikan ini menuntut kesetiaan seutuhnya dari kedua belah pihak baik dari suami
maupn isteri dan demi kepentingan anak-anak. (Konsili Vatikan II, Op. Cit., art. 48)

12

Wanita dan pria mempunyai martabat yang sama. Wanita dalam keluarga
berperanan sebagai isteri dan ibu. Peranan seorang ibu dalam keluarga perlu
dijunjung tinggi martabatnya. Peranannya dalam keluarga ikut menentukan terutama
dalam pendidikan iman anaknya. Anak pertama kali dalam hidupnya mengenal
ibunya sejak dalam rahim. Maka anak pertama kali mengerti apa itu iman juga dari
ibunya yang sejak bayi menyusui, mengasuh, dengan penuh kasih sayang dan
menyediakan keperluan rumah tangga. Di samping berperan sebagai ibu juga
seorang isteri yang mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan setia kepada
suaminya. Seorang isteri hendaklah menghormati suaminya. (Ef 5: 33)

2) Mengabdi Kehidupan
Peranan keluarga menyalurkan kehidupan diwujudkan melalui pengadaan
keturunan. Kesuburan cintakasih suami isteri terbuka bagi adanya keturunan.
Hubungan suami isteri tidak hanya berpusat pada hubungan seks saja. Seksualitas
harus semakin mengarahkan diri masing-masing pribadi dengan cintakasih yang
mendalam dan penuh syukur atas rahmat kasih Allah yang telah memanggil mereka
untuk hidup berkeluarga. Maka peranan prokreasi keluarga harus semakin
mempersatukan ikatan mereka yang tak terceraikan. Oleh karena itu segala usaha
yang menghalangi terjadinya prokreasi dengan tujuan dan cara apa pun yang
melanggar hakekat perkawinan dan melanggar nilai moral harus ditolak. (FC.
Art:32)
Tugas orang tua mendidik anak merupakan tugas yang amat penting dan
tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Orang tua hendaknya mampu menciptakan
situasi, relasi dan komunikasi yang penuh cintakasih dan diliputi semangat

13

cintakasih kepada Allah dan sesama, sehingga menunjang pendidikan pribadi


termasuk pembinaan iman anak. Maka keluarga sebagai lingkungan pendidikan
yang pertama dan utama yang dibutuhkan bagi keluarga itu sendiri, Gereja dan
masyarakat. (FC. Art:36)

3) Ikut serta Dalam Pengembangan Masyarakat


Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan
amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Masyarakat yang sehat
dapat terwujud oleh faktor adanya keluarga yang sehat pula.
Ada tiga syarat menentukan kesehatan keluarga: kesatuan keluarga
(monogami),

kokohnya

keluarga

(tak

terceraikan),

dan

pendidikan

yang

dilaksanakan oleh orang tua sebagai pendidikan pertama dan utama denan penuh
tanggung jawab. (Sekertariat Nasional K.M./CLC, Hal:12)
Hubungan erat antara keuarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari
keluarga dan masyarakat untuk berkerjasama membela dan mengembangkan
kesejahteraan setiap orang. Tetapi masyarakat harus mengakui keberadaan
keluarga sebagai rukun hidup yang mempunyai hak aslinya sendiri. (FC. Art:45).
Berdasarkan

prinsip

tersebut

maka

masyarakat

khususnya

negara

harus

menghormati hak-hak hakiki yang dimiliki oleh keluarga dn tidak bisa mengambil
alih peranan-peranan keluarga. Negara harus mampu mengusahakan agar keluarga
dapat mencukupi semua kebutuhan di bidang ekomoni, sosial, pendidikan, politik
dan kebudayaan.

14

4) Berperan Serta dalam Kehidupan dan Misi Gereja


Keluarga Kriustiani mempunyai peranan untuk ikut serta dalam kehidupan
dan misi Gereja. Keluarga dan Gereja mempunyai ikatan yang mendalam yaitu
menjadikan keluarga suatu Gereja kecil (Ecclesia Domestica = Gereja rumah
tangga) sedemikian rupa sehingga dengan caranya sendiri keluarga menjadi lambang
yang hidup dan penampilan historis bagi misteri Gereja. (FC. Art: 49) Oleh karena
itu keluarga tidak hanya menerima cintakasih kristus dan menjadi rukun hidup
yang diselamatkan, melainkan mereka diharapkan juga dapat menyalurkan cinta
kasih Kristus kepada saudara-saudara mereka. Hanya dengan demikian keluarga
mampu menjadi persekutuan yang menyelamatkan.
Keluarga menjalankan tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi
berkenaan dengan kehendak Allah dengan menyambut dan mewartakan Sabda, yang
terjadi dalam iman Kristiani yang harus tampak dalam persiapan, peresmian dan
penghayatan hidup berkeluarga. (FC. Art:51)

2. Peran Orang Tua


Orang tua adalah ayah dan ibu kandung (Peters, 1991:106), berbeda halnya
dengan pendapat Poerwardaminta (1976:668) bahwa orang tua adalah orang yang
sudah tua, pertama dikenal anak, dimata anak-anak orang tua adalah sosok yang luar
biasa serba hebat dan serba tahu akan segalanya. Lain halnya dengan Evi
Sukamaningrum (2001: 6) ia mengemukakan bahwa orang tua tidak selalu ayah
dan ibu dari seorang anak, orang tua dapat juga orang lain yang bukan orang tua
kandung, akan tetapi orang yang telah mengasuh, memperhatikan, mengasihi, dan
mencukupi kebutuhan anak yang diasuhnya. Dalam menjalankan peran mereka

15

sebagai orang tua, seperti yang telah dikatakan oleh Evi bahwa orang tua berperan
dalam mengasuh dan mendidik anak mereka.

a. Mendidik
Mendidik memiliki arti yang cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak.
Mendidik anak dapat diartikan; sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal
bertutur kata, bertindak dan cara hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan
bahagia. (Hurlock, 1989: 82) Dalam usaha mendidik anak, para orang tua berusaha
untuk menciptakan suatu suasana dalam keluarga sehingga tercipta suasana yang
mendukung dalam proses pendidikan bagi anak-anak mereka. Menurut Anton dkk
(1990: 67) peranan orang tua dalam keluarga adalah bagian utama yang harus
dilakukan orang tua dalam usaha menciptakan lingkungan yang mendukung bagi
anak dalam upaya menciptakan prestasi yang optimal. Pada umumnya orang tua
memiliki peranan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan oleh Ngalim Purwanto
mengenai peranan ibu dan ayah terhadap pendidikan anak-anak. (Ngalim Purwanto:
90-92)
Peranan ibu dalam hal ini tidak dapat disangkal dan dipungkiri lagi. Ibu
adalah pendidik yang pertama, didikan ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan
dasar dan tidak dapat diabaikan. Untuk itu seorang ibu hendaklah seorang yang
bijaksana dan pandai dalam mendidik anak-anak. Secara naluri seorang ibu adalah
bersifat menjaga, melindungi, menyayangi, dan memberikan pengetahuanpengetahuan dasar bagi anak.
Peranan ibu dalam pendidikan anak sudah sesuai dengan fungsi dan
tanggung jawab dalam anggota keluarga, yaitu sebagai sumber dan pemberi rasa

16

kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat untuk mencurahkan segala isi hati,
pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pembimbing hubungan pribadi, dan
pendidik dalam segi-segi emosioanal. (Ngalim Purwanto: 93)
Peranan ayah sebenarnya tidak berbeda jauh dengan peranan seorang ibu
sendiri; memberikan kasih sayang, mengasuh dan memelihara serta mencurahkan
segala isi hati. Namun yang paling utama sebagai seorang ayah adalah memberikan
nafkah bagi anak dan istri serta memberikan kehidupan yang layak bagi anak dan
istri. Jika ditinjau lebih dalam lagi dari segi fungsi dan tugasnya sebagai ayah, yaitu
sebagai pemberi rasa aman bagi keluarga, pelindung dan pendidik dari segi rasional
juga sangat dibutuhkan bagi seorang anak.
Orang tua bukanlah satu-satunya faktor penentu bagi perkembangan anak,
masih ada faktor individu dan faktor lingkungan lain disekitar anak yang dapat pula
mempengaruhi perkembangan anak. Namun demikian orang tua dapat mengarahkan
perkembangan anak sejauh mungkin, dengan menyadari akan peranannya yang
besar dalam kehidupan anak.
Selain berbagai pengertian dan pengetahuan yang harus diperoleh orang tua,
hendaknya sikap-sikap orang tua juga harus diperhatikan, guna perkembangan
anaknya. Sikap tersebut antara lain: Adiwardhana (dalam Gunarsa,1985: 61-64))
1) Antara ayah dan ibu harus ada kesesuaian serta konsistensi dalam hal mendidik
dan mengajar anak-anaknya. Suatu tingkahlaku anak yang dilarang oleh orang
tua pada suatu waktu, harus pula dilarang apabila dilakukan lagi pada waktu
yang lain. Konsistensi ini juga harus ada dalam hal-hal apa saja yang
mendatangkan pujian atau hukuman pada anak. Ketidakadanya konsistensi akan

17

mengaburkan pengertian anak tentang apa yang baik dilakukan dan yang tidak
baik untuk dilakukan.

2) Berbagai sikap yang dilakukan oleh orang tua. Sikap ayah terhadap ibu atau
sikap ibu terhadap ayah, bagaimana sikap terhadap saudara-saudaranya dan
kepada yang lain. Sikap-sikap tersebut dapat berpengaruh pula dalam
perkembangan anak, walaupun tidak secara langsung, yakni melalui proses
peniruan. Proses peniruan oleh anak ini biasanya dipengaruhi oleh sikap atau
tingkahlaku orang-orang yang dekat dengannya dan yang anak temui setiap
harinya.

3) Penghayatan yang sungguh-sungguh dari orangtua akan agama atau kepercayaan


yang dianutnya, akan berpengaruh pada sikap dan tindakan mereka setiap
harinya. Penghayatan dan kepercayaan orangtua berpengaruh pula pada pola
atau cara para orangtua dalam mengasuh, mendidik, memelihara, dan mengajar
anak-anak mereka. Semuanya ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk
perkembangan anak, jika anak banyak dibekali dengan ajaran-ajaran agama, dan
hidup dalam kepercayaan dan kesetiaan kepada Allah yang cukup.

4) Orangtua tentunya tidak menginginkan anaknya untuk berbohong, tidak bersikap


jujur, maka ini harus juga ditunjukkan dalam berbagai sikap orangtua sendiri
dalam kehidupan sehari-hari. Selain ada aturan-aturan yang harus ditaati anak,
namun ada juga aturan-aturan yang berlaku bagi seluruh anggota keluarga
termasuk orangtua. Ajaran yang diajarkan dan dituntut oleh orangtua terhadap

18

anaknya, hendaknya orangtua konsekuen dengan pola hidup kesehariannya. Jika


tidak sesuai ajaran dengan kenyataan, dapat menimbulkan konflik dalam diri
anak dan menjadikan alasan tersebut sebagai senjata untuk tidak melakukan apa
yang diajarkan orangtuanya. (Gunarsa, dkk 1985:62)

b. Mengasuh
Tidak hanya mendidik saja, melainkan juga bagaimana cara orang tua dalam
mengasuh anak-anak mereka. Orang tua perlu menciptakan suasana lingkungan
yang ramah atau keluarga yang serasi. (Conny.S :64) Sedangkan Elizabeth (1990:
201) menambahkan:
Anak mengharapkan bimbingan dan pengembangan model pola perilaku
yang disetujui secara sosial dari orang tua, anak mengharapkan orang tua
sebagai rekan yang dapat diminta bantuan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi atau sebagai teman berdiskusi da bertukar pikiran.

Di atas telah dijelaskan bagaimana orang tua hendaknya memenuhi


kebutuhan anak-anaknya baik secara jasmani maupun rohani. Karena pada
hakekatnya demikianlah peran orang tua. Jika semua itu tidak dapat terpenuhi maka
akan berdampak buruk bagi anaknya. Russen (1983:11) menyatakan:
Anak yang tidak memperoleh apa yang diinginkan dan tidak memperoleh
kasih sayang dari orang tua akan dapat menyebabkan keterbelakangan
kerohaniannya dan mengacaukan emosi, ..... karena ketiadaan ikatan dengan
orang tua maka terdapat kemungkinan anak akan tumbuh kurang
mempunyai kesungguhan dan berperasaan dingin, juga ada kemungkinan
anak akan tumbuh menjadi anak yang bengal, lekas berubah-ubah dan
tumbuh ke arah penyakit jiwa.

Dengan melihat semua paparan di atas maka dapat dikatakan bahwa


orangtua memiliki peranan yang besar dalam mengajar, mendidik serta memberikan

19

contoh atau teladan kepada anak-anaknya. Dalam perkembangannya, anak perlu


dibimbing untuk mengetahui, mengenal, dan mengerti kemudian menerapkannya
kepada kehidupannya sehari-hari. Maka dari itu orang tua hendaknya memiliki
kecakapan dalam mengasuh anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dalam perkembangan anak, baik secara jasmani ataupun rohani.

3. Pola Asuh
Menjadi orang tua bisa dan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa
disengaja, tetapi bagi bagaimanapun kejadiannya, mengasuh anak merupakan suatu
panggilan yang harus kita jalankan. Mengasuh anak merupakan salah satu pekerjaan
yang bisa dikatakan menantang, menuntut dan menegangkan dari semua pekerjaan
yang telah dilalui atau bahkan di muka bumi ini. Mengasuh seorang anak merupakan
pekerjaan yang paling penting, sebab sebagaimana pekerjaan itu dilakukan akan
dapat berpengaruh pada hati, jiwa dan kesadaran generasi berikutnya, terhadap
pengalaman mereka, persediaan ketrampilan mereka dan pada perasaan mereka
yang mendalam tentang diri mereka sendiri serta kemungkinan tempat mereka
dalam dunia yang cepat berubah. Dalam mengasuh anak diperlukan kesadaran dan
keterlibatan batin atas diri sendiri dan juga dalam memelihara dan membesarkan
anak-anak. Ketrampilan dalam mengasuh dan penguasaan batin dalam diri kita,
hanya dapat kita atau orang tua pupuk dan tumbuh kembangkan melalui
pengalaman-pengalaman pribadi, serta dari berbagai buku yang menyajikan
berbagai macam cara dalam mengasuh anak.
Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap
orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh

20

kepada kemampuan dan perkembangan anak. (Syamsudin, Dkk:11) Perhatian paling


vital dari orang tua terhadap anak-anaknya adalah untuk memenuhi kebutuhan
jasmani mereka. Namun demikian, sangatlah mengherankan bahwa sebenarnya
betapa sedikit yang melakukan hal itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Makanan, tempat perlindungan, dan pakaian adalah bahan-bahan pokok untuk
melanjutkan hidup yang oleh keluarga-keluarga termiskin pun di sepanjang sejarah
sebagian besar telah berhasil terpenuhi.
Perhatian utama yang kedua dari kebanyakan orang tua adalah membesarkan
anak-anaknya agar kelak menyadari bagaimana dapat mengembangkan kemampuan
mereka dan dapat hidup dengan lebih baik lagi. Dengan membantu anak untuk
tumbuh dan menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab merupakan suatu
kepuasan dan kegembiraan yang tak dapat disamai oleh keberhasilan dalam usaha
manapun juga (Anak: 16). Bahkan, di luar masalah kepuasan dan kegembiraan yang
dirasakan secara pribadi itu, anak merupakan penghubung antara orang tua dengan
masa yang akan datang.
Apa pun yang terjadi, anak-anak sering kali memaksakan kehendaknya
kepada orang tua sehingga terjadi konfrontasi nilai-nilai dan gaya hidup mereka,
dengan tuntutan dan situasi sehari-hari yang lumrah. Banyak sekali orang tua
sekarang ini mengalami kesedihan waktu mengetahui secara emosional telah
menjauh dari mereka, terutama ketika anak menginjak dewasa. Para orang tua
menaruh perhatian yang besar sewaktu melihat anak-anaknya mulai meninggalkan
tata nilai yang berlaku, kemudian berpaling pada tatanan nilai yang terlihat tanpa
perasaan dan tidak bermoral. Maka dari itu banyak orang memiliki ide tertentu yang
ia gemari mengenai bagaimana seharusnya anak-anak dibesarkan. Sebagian besar

21

pikiran tersebut memiliki beberapa kekeliruan dan dapat merugikan bagi


perkembangan anak. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai orang tua secara
baik, orang tua hendaknya membuang segala anggapan-anggapan yang salah dan
menggantinya dengan suatu gagasan baru yang lebih baik dan masuk akal.
Pola pengasuhan orang tua berdasar pada kedisiplinan, memiliki tiga
kecenderungan. Ketiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu:

a. Pola asuh Otoriter


Menurut Stewart dan Koch (1983: 203), orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut: kaku, tegas, suka menghukum, kurang
ada kasih sayang dan empati. Orang tua semacam ini biasanya memaksakan anakanaknya untuk patuh pada aturan-aturan mereka, mencoba membentuk tingkah laku
anak sesuai dengan tingkah lakunya dengan cenderung mengekang keinginan anak,
tidak mendorong ataupun memberi kesempatan kepada anak untuk dapat mandiri,
jarang memberi pujian, serta hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti
orang dewasa. Menurut Walters (dalam Lindergren., 1976:306) menemukan bahwa
orang yang otoriter cenderung memberikan hukuman terutama hukuman secara
fisik, ancaman-ancaman dan sikap penolakan jika anak mengajak berbicara.
Tindakan-tindakan yang dianggap sebagai hukuman tersebut dimaksudkan sebagai
konsekuensi jika tuntutan yang diberikan, ditolak anak. Mereka juga sering marah
dan tidak berminat untuk merencanakan aktivitas yang dapat dilakukan bersama
anak-anaknya. Dikatakan juga bahwa orang tua yang otoriter tidak memberikan hak
anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarkan perasaan-perasaannya .
(Sutari Imam Barnadib., 1989: 24).

22

Harlock (1989) berpendapat bahwa sikap otoriter adalah suatu kegiatan


dalam mengasuh anak dengan cara membatasi setiap tingkah laku anak dalam
menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Dalam menjalankan aturan-aturannya orang
tua yang memakai pola ini sering sekali terlalu kaku dan terlalu memaksakan
kehendaknya kepada anak mereka. Ketika anak tidak dapat mencapai apa yang
diinginkan atau menolak perintah yang diberikan, maka hukuman secara fisik
maupun psikologis sering mereka dapatkan. Kondisi tersebut cenderung memacu
anak untuk selalu gelisah, penakut, menarik diri, sehingga canggung dalam interaksi
dan sulit menghadapi pengalaman-pengalaman baru, serta memiliki sikap
ketergantungan baik pada orang tua maupun pada orang lain, kurang rasa percaya
diri dan frustasi.
Seperti halnya Harlock, Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa juga
mengatakan hal yang senada tentang bagaimana sikap atau cara mengasuh yang
benar, serta akibat-akibat yang akan ditimbulkan jika dalam melakukan pola asuh
yang salah. Menurut Gunarsa ada beberapa dimensi yang muncul dari proses pola
asuh yang dilakukan orang tua, di antaranya adalah:
Gunarsa mengemukakan bahwa sikap atau pola asuh yang otoriter atau sikap
penolakan yang dilakukan orang tua membawa akibat buruk pada anak. Menurut
Darji Darmodiharjo (1980: 54) sikap otoriter adalah
Sikap orang tua dalam keluarga yang otoriter adalah segala sesuatunya
ditentukan oleh orang tua. Kekuasaan sepenuhnya diletakkan di tangan
orang tua, anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat. Sikap orang tua terhadap anak berdasarkan prinsip
hukuman dan ganjaran. Dengan sendirinya bagi anak yang hidup dalam
keluarga otoriter, inisiatif tidak akan berkembang

23

Efek akibat buruk tersebut terutama pada perkembangan dan proses tingkah
laku anak, sikap tersebut berakibat juga sebagai berikut: (Gunarsa, Dkk: 122)
1) Anak akan merasa diri tak aman dalam keseharian mereka.
2) Penolakan secara terang-terangan menyebabkan anak menjadi pribadi yang
agresif.
3) Penolakan yang diselubungai sikap perlindungan yang luar biasa ketat
menyebabkan anak memiliki kepribadian yang sukar untuk bergaul, pemalu, dsb.
Sikap penolakan mendorong orangtua cenderung membuat orangtua untuk
tidak mempedulikan anak dan bersikap kasar pada anak. Penolakan terhadap anak
dapat mengakibatkan anak mengalami problem dalam tingkah laku mereka
dikemudian hari.

b. Pola asuh Demokratik


Dalam menjalankan tugasnya sebagai orang tua, dalam memandang anaknya
bukan hanya semata-mata sebagai objek yang harus diberi sesuatu tetapi juga
sebagai subjek. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini biasanya memandang
sama antara hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. secara bertahap orang tua
memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang
diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anakanaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan
pendapat dari anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya
kepada anak, mendorong anak untuk selalu saling membantu dan bertindak secara
objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. (Stewart dan Koch., 1983: 219).
Sehingga terjalin suatu kerjasama dan saling meneguhkan satu dengan yang lain.

24

Dengan menempatkan anak di tempat sebagai mana mestinya dapat membantu anak
untuk semakin berkembang dan mampu untuk bersikap dewasa dalam menghadapi
tantangan yang akan dihadapi. Dengan cara ini pada umumnya dapat bersosialisasi
dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional dalam keadaan setabil, dan
tentunya bahagia. (Harlock)
Pola asuh yang dapat membantu anak dapat berkembang dengan baik adalah
dengan menjalin hubungan yang hangat dan erat antara orang tua dan anak. Dengan
mengkomunikasikan segala masalah dalam keluarga dan dengan memberikan tugastugas yang praktis kepada anak, merupakan kegiatan instruktif yang dapat
membantu memacu perkembangan serta kemampuan anak.(Gunarsa., Dkk: 35)
Dengan kehangatan dalam mengasuh anak, serta memberikan kesempatan pada anak
dapat membantu mereka untuk berkembang dan semakin mampu dalam menjalani
dinamika hidup sehari-hari. Darji Darmodiharjo (1980: 56) menyatakan:
Keluarga demokratis bersikap menghargai anak yang dipimpinnya secara
tepat dalam hal ini orang tua memperlakukan anak secara tepat sesuai
dengan perkembangan umur anak. orang tua memperhatikan keinginan anak
dan selalu mempertimbangkan usulan atau masukan dari anak-anaknya.

Pendapat lain mengatakan bahwa orang tua yang menggunakan pola asuh
semacam ini selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar
mampu memberikan nasehat dan saran melainkan juga bersedia mendengarkan
berbagai keluhan-keluhan dari anak berkaitan dengan berbagai macam persoalanpersoalannya. (Sutari Imam Barnadib., 1986: 31) Bowermen Elder dan Elder (dalam
Conger, 1975: 97) mengemukakan bahwa semua keputusan yang diperoleh dari pola
asuh demokratis adalah merupakan keputusan anak dan orang tua.

25

c. Pola asuh Permisivitas


Pola asuh permisif ditandai oleh karakteristik yang jelas terlihat
perbedaannya. Sikap permisif justru menimbulkan kesan hangat dan ramah.
Meskipun demikian, sikap tersebut justru tidak dimanfaatkan untuk menciptakan
dan mengkomunikasikan disiplin-disiplin yang diharapkan. Stewart dan Koch
(1983: 225) menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif
cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama
sekali. Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab, tetapi
mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberikan kebebasan untuk
mengatur dirinya sendiri atau orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Sementara
itu, Bowerman, Elder dan Elder (dalam Conger, 1975: 113) mengatakan, ciri pola
asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang
tuanya. Anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak peduli karena selalu
mengarahkan pada tuntutan atau permintaan yang diajukan.
Hurlock (1989) mengatakan pola asuh ini memiliki ciri, membiarkan anak
berbuat sesuka hati, dengan sedikit kekangan. Dengan memberikan tanggung jawab
secara penuh, dan dengan sedikit kontrol dalam setiap kegiatan mereka dengan
tujuan mendewasakan dan supaya mampu mandiri tanpa tergantung kepada orang
lain. Hal ini menciptakan suatu rumah tangga yang berpusat pada anak. Sikap ini
baik jika tidak dilakukan secara berlebihan, karena mendorong anak untuk menjadi
cerdik, mandiri dan berpenyesuaian sosial yang baik. Pola ini juga dapat
menumbuhkan rasa percaya diri, kreativitas, dan sikap hidup yang matang. Namun
jika sikap itu dilaksanakan secara berlebihan (memanjakan) maka akan
mengakibatkan anak menjadi seorang yang egois, menuntut dan sering tiranik.

26

Mereka selalu ingin diperhatikan dan menuntut orang lain untuk selalu melayani
mereka. Dengan sikap demikian menyebabkan penyesuaian sosial menjadi buruk
baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Situasi tersebut cenderung
,emdorong anak untuk bersikap dominan, mudah marah, namun lekas pula berubah
sikap menjadi menyenangkan. (Steinberg dkk, Hetherington dan Parke dalam
Listiara., 1996: 27)
Sikap permissif atau sikap memanjakan anak membawa dampak yang tidak
kalah buruk bagi perkembangan kepribadian anak. Sikap permissif atau sikap
memanjakan anak yang dilakukan para orang tua ini dapat mengakibatkan gangguan
laju pertumbuhan menuju kedewasaan. Menurut Gunarsa, Dkk (1985: 106) sikap ini
mengakibatkan:
1) Perkembangan emosi anak terhambat, sehingga anak tetap bersikap kekanakkanakan.
2) Anak selalu menuntut agar kebutuhannya dapat terpenuhi.
3) Mudah menangis (cengeng) dan marah kalau permintaannya tidak segera
dipenuhi.
4) Mengalami kesulitan dalam bergaul dengan anak yang sebaya, karena meminta
perhatian terus menerus serta sulit untuk dapat berkerja sama.

B. Perkembangan Iman Anak


Mengapa dalam meneliti tentang perkembangan anak, penelitian dibatasi
usia anak maksimal 12 tahun? Ini dikarenakan pada usia-usia inilah mulai dibentuk
dalam keluarga baik dalam bersikap, bertutur kata dan sebagainya. Dan juga pada

27

usia ini anak mudah mendapat rangsangan ataupun input dari dalam maupun dari
luar lingkup keluarga selain orang tua.

1. Iman
Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang
hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan
memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh cinta, suatu
penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan
perintah-Nya. Bila sabda Allah adalah wahyu, maka sabda manusia adalah iman.
Sabda Allah mengundang kesediaan manusia, kesediaan Allah mengundang
kesediaan manusia untuk membuka diri, tindakan Allah mendesak tindakan manusia
dan pemberian diri Allah mengharapkan penyerahan diri manusia. Maka wahyu itu
menuntun iman. Proses penerimaan wahyu, dalam iman itu sendiri tidak sekali jadi
sebagai satu langkah jawaban akan wahyu Allah yang diwartakan. Pada umumnya
perkembangan hidup beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam.
Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman
yang sekaligus merupakan perkembangan yang terus menerus. (Amalorpavadass,
D.S., 1972: 11)
Iman yang diperoleh dengan melalui proses yang sedemikian panjang, dan
banyak membutuhkan perkembangan yang terus menerus. Bukan hasil refleksi
manusia semata dalam menanggapi wahyu dari Allah, namun merupakan buah
cuma-cuma yang dihasilkan oleh kuasa Allah dengan perantaraan Roh Kudus dalam
diri kita (Xavier Leon., 1990: 282)

28

Iman merupakan jawaban pribadi manusia atas wahyu yang diberikan pada
manusia dan firman yang telah Dia nubuatkan kepada pendahulu kita. Dalam
menanggapi wahyu dan firman Allah, orang yang beriman harus menyerahkan diri
sepenuhnya kepada kuasa Tuhan.

2. Tahap-tahap Perkembangan Iman Anak


Telah banyak usaha yang dilakukan oleh orang tua dan pendidik untuk
mencari dan membekali diri dengan berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan
perkembangan anak. Adalah harapan dan cita-cita dari setiap orang tua untuk dapat
memperkembangkan anak-anaknya semaksimal mungkin agar anak tersebut dapat
berhasil dan mampu dalam memenuhi tugas-tugas dalam setiap fase-fase
perkembangan yang harus seorang anak lalui. Pada prinsipnya perkembangan anak
tidak terbatas dalam artian tumbuh menjadi besar. Namun lebih bersifat teratur dan
berkesinambungan, antara tahap satu dengan tahap yang lain.
Tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan erat antara
perkembangan aspek fisik-motorik, mental, emosi dan sosial. Maka perhatian yang
berlebihan pada satu segi dapat mempengaruhi segi yang lain juga. Karena pola
perkembangan mengikuti pola yang pasti, maka perkembangan seorang dapat
diperkirakan. Perkembangan dapat terjadi karena faktor kematangan dan belajar dan
dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor dari dalam (bawaan) dan juga
faktor dari luar (lingkungan, pengalaman, pengasuhan). Namun demikian setiap
individu berbeda satu dengan yang lain karena setiap manusia itu memiliki suatu
kekhasan. Tidak ada orang yang tepat sama walaupun berasal dari orang tua yang
sama. Salah satu dan penting yang dapat mempengaruhi dasar kepribadian dari anak

29

adalah metode dalam pengasuhan yang diterapkan di rumah. Biasanya suatu cara
pengasuhan yang diterapkan di rumah merefleksikan harapan-harapan dan sikap
tertentu dari setiap orang tua.
Seperti segi-segi lain dari kepribadian anak, iman anak juga berkembang
dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam perkembangan iman anak adalah
sebagai berikut:
a. Tahapan anak usia 0-3 tahun
Menurut Gunarsa, dkk (1985: 8) dalam masa ini lebih penting mengetahui
bagaimana seorang bayi itu lahir dari pada mengetahui kapan atau jam berapa bayi
tersebut lahir. Karena proses kelahiran adalah proses di mana pertama kali seseorang
itu melakukan penyesuaian diri terhadap suhu, pernafasan, terhadap makanan,
sirkulasi darah dan pencernaan. Walaupun bayi yang baru lahir nampak lemah dan
seakan-akan pasif saja karena sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat tidur,
namun bayi mungil itu sebenarnya sudah memiliki sejumlah kesanggupan untuk
melajar melakukan pilihan dan kesanggupan untuk membeda-bedakan. Di bawah ini
beberapa ciri proses perkembangan pada bayi:
1) Secara fisik, perkembangan anak baru nampak dari semakin bertambah ukuran
panjang dan berat badan anak.
2) Dilihat dari segi motorik nampak terlihat dari respon anak terhadap rangsangan
yang berupa gerakan tubuh dan berbagai refleks-refleks. Dalam perkembangan
segi motorik melalui beberapa tahap, mulai dari mengangkat kepala, dada,
telungkup, merangkak, duduk, berdiri, berjalan, dan seterusnya. Namun tidak
semua anak dalam perkembangannya mengikuti urutan tersebut secara tepat.

30

3) Perkembangan kognitif pada anak seusia ini ditandai oleh perasaan rasa ingin
tahu yang besar.
4) Pada masa ini pulalah permulaan dari perkembangan bicara anak.
5) Dalam hal emosi dan sosial, masa bayi dipandang sebagai fase di mana bayi
pertama kali menjalin suatu relasi dengan orang lain. Jika kebutuhan keterikatan
terpenuhi, maka akan terpupuk rasa aman dan percaya. Kedua hal ini merupakan
salah satu dasar penting bagi perkembangan emosi dan sosial seseorang.
Pengalaman penting di masa ini adalah hubungan kerja dengan orang dewasa,
terutama orangtua. Namun jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan timbul
ketegangan dan perasaan gagal pada diri anak, di mana memupuk timbulnya rasa
ragu dan malu.
Dalam hal iman tahapan ini disebut juga tahapan primal. Benih iman
dalam kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh rasa percaya si anak pada orangorang yang mengasuhnya dan juga oleh rasa aman yang dialami di tengah-tengah
lingkungannya. Seluruh interaksi timbal-balik antara si anak dan orang-orang di
sekitarnya merupakan titik tolak dari perkembangan imannya. Interaksi yang
mendukung perkembangan imannya adalah interaksi yang dapat menumbuhkan
keyakinan dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan dihargai. ( Soerjano,
2006: 12-13 )

b. Tahapan anak usia 3-7 tahun


Tahap ini menurut Gunarsa, dkk.(1985:11) disebut masa kanak-kanak awal,
dan dalam perkembangannya masa ini memiliki ciri perkembangan sebagai berikut:

31

1) Dilihat dari segi motorik, anak pada masa ini lebih lincah dan aktif dalam
bergerak. Ini dikarenakan semakin matangnya perkembangan otak yang
mengatur sistem syaraf pada otot. Dengan semakin aktif bergeraknya anak pada
usia ini, nampak terlihat perubahan gerakan dari gerakan yang masih kasar,
kegerakan yang lebih halus. Dan ini memerlukan kontrol otot, kecermatan dan
koordinasi yang baik. Maka ini harus dilatih dengan permainan yang sederhana
dan

alat

main

yang

sederhana

untuk

membantu

merangsang

dan

memperkembangkan aspek motorik anak.


2) Perkembangan pikiran dan bahasa, akan berkembang dengan sendirinya sejalan
dengan pematangan organ-organ bicara dan fungsi berfikir, lingkungan juga
membantu mengembangkannya. Dilihat dari bahasa, anak pada tahap ini bisa
dibilang haus nama, di mana segala macam hal mereka akan tanyakan. Sedang
segi perkembangan berpikir, anak berada pada tahapan pra-operasional dan
egosentris.
3) Dibandingkan pada tahapan sebelumnya, dari segi sosial anak pada tahapan ini
semakin bertambah luas. Kemampuan, ketrampilan dan penguasaan dalam fisik,
motorik, mental, dan emosi sudah lebih baik atau meningkat. Di masa ini juga
anak dihadapkan pada tuntutan sosial dan susunan emosi baru. Jika dari pihak
orangtua danlingkungan mendukung dengan cukup memberikan kebebasan dan
kesempatan pada anak, maka anak akan berkembang inisiatif dalam diri dan
tidak menghambat fantasi dan kreatifitas anak. sebaliknya jika orangtua dan
lingkungan menerapkan ajaran terlalu keras, maka anak akan timbul perasaan
bersalah.

32

Dalam tahapan ini disebut juga tahapan intuitif proyektif. Unsur yang
paling penting pada tahapan ini ialah intuisi anak itu sendiri, yang sifatnya belum
rasional. Intuisi tersebut dipakai si anak untuk memahami dunia di sekitarnya.
Dengan memakai intuisi tersebut anak menangkap nilai-nilai religius yang
dipantulkan oleh para tokoh kunci (ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster
dan sebagainya). Maka dari itu, pada tahapan ini anak memahami atau
membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh,
paman, bibi, pastor, suster atau tokoh-tokoh yang berpengaruh lainnya. Pada tahapan
ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan rasa horma pada tokoh-tokoh
kunci tersebut. Dalam usaha-usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada
tahapan usia ini sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak terlalu
mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan
sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Keteladanan hendaknya lebih
diandalkan dalam usaha-usaha pendidikan iman dalam tahapan ini, serta melalui
prilaku yang nyata dari para tokoh-tokoh kunci. ( Soerjano, 2006: 12-13 )

c. Tahapan anak usia 7-12 tahun


Para ahli beranggapan bahwa masa ini disebut sebagai masa tenang atau
masa latent, yang maksudnya adalah bahwa segala sesuatu yang telah dipupuk
sebelum masa ini akan berlangsung terus dimasa-masa selanjutnya. Tahapan ini juga
disebut sebagai tahapan usia kelompok, karena terjadi peralihan dari pola hubungan
dan perhatian yang intim dalam keluarga ke kerjasama antar teman dan sikap
terhadap kerja. Dalam memasuki dunia sekolah dan masyarakat, anak-anak
dihadapkan pada tuntutan sosial yang baru yang dapat menumbulkan harapan-

33

harapan atas dirinya. Di bawah ini adalah berbagai keterampilan yang perlu dimiliki
oleh anak pada usia ini meliputi: (Gunarsa, dkk.,1985:14)
1) Keterampilan untuk menolong dirinya sendiri (self-help skills).
2) Keterampilan bantuan sosial (social-help skills): di mana anak mampu untuk
membantu segala pekerjaan rumah tangga. Ini dapat memupuk sikap kerjasama
dan perasaan diri bahwa dirinya berguna bagi orang lain.
3) Ketrampilan sekolah (school skills): keterampilan ini meliputi dua aspek yakni
ketrampilan dalam hal akademik dan non akademik.
4) Ketrampilan dalam bermain (play skills): ini berhubungan dengan ketrampilan
dalam memainkan berbagai macam bentuk permainan.

Jika dilihat dari segi emosi, anak usia ini mulai belajar untuk mengendalikan
emosi mereka dengan berbagai macam cara yang dapat diterima di lingkungan
sekitarnya. Di akhir masa sekolah, karena tujuan utama mereka hanya agar diakui
oleh kelompoknya, maka mereka cenderung memainkan aturan-aturan yang
diterapkan oleh kelompok, dari pada aturan yang dibuat oleh para orangtua. Anak
belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan menemukan identitas dirinya
melalui pola pengasuhan orangtua di rumah dan dalam pergaulan sosial sehari-hari.
Tahapan ini disebut juga tahapan mitis literal. Dalam tahapan ini yang
memiliki peranan penting dalam pendidikan iman anak adalah kelompok atau
institusi kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina
iman anak, sekolah, atau kelompok sekolah minggu. Kelompok atau institusi
tersebut berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. Pengajaran itu dapat semakin
mengena kalau disampaikan dengan bentuk cerita atau kisah-kisah yang bernuansa

34

rekaan. Tuntunan pengajaran lewat kisah rekaan cenderung dapat diterima oleh
mereka secara harafiah. Sama dengan usaha-usaha pengembangan iman anak pada
tahap sebelumnya, dalam tahapan ini usaha pengembangan iman hendaknya
dilaksanakan dengan cara yang sederhana dan tidak terlalu mementingkan atau
mengandalkan pada penalaran. ( Soerjano, 2006: 12-13 )

3. Konteks Perkembangan Iman Anak


Soerjanto (2006: 13) dalam bukunya tentang pendidikan iman anak
menyebutkan bahwa, perkembangan iman anak biasanya berlangsung dalam konteks
atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal berikut:
a. Teladan tokoh-tokoh identifikasi
Iman biasanya tumbuh pada anak pada saat ia mengamti dan mengikuti
tokoh-tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh
identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa yang terpenting dan terdekat
baginya, yakni orang tuanya. Sikap dan prilakunya mengacu pada sikap dan prilaku
dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutanya.
Kemampuan seorang anak untuk memahami sesuatu secra abstrak biasanya
masih sangat terbatas. Ia lebih mampu memahami sesuatu dengan melihat contohcontoh secara kongkrit dan cenderung mengikuti contoh-contoh tersebut. Karena
itulah, pemimpin gereja katolik berharap bhawa anak-anak menemukan teladan
hidup beriman pertama-tama dalam diri orangtua dan anggota-anggota keluarga
sendiri. Dalam dokemennya gereja menegaskan bahwa sejak usia dini para anggota
keluarga perlu saling membantu mendidik anak agar bertumbuh dalam iman. (CT
Art:68)

35

b. Suasana
Yang dimaksudkan dengan suasana adalah keadaan di suatu tempat. Suasana
itu sulit untuk dirumuskan, tetapi lebih mudah untuk dirasakan dan dialami. Bagi
seorang anak, suasana merupakan keadaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan, membuatnya kerasan atau tidak kerasan. Pengaruh suasana rumah
terhadapnya sangatlah besar, apalagi bila hal itu dialaminya selama bertahun-tahun.
Karena itulah pimpinan gereja katolik menegaslan bahwa suasana keluarga yang
diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya. (CT Art:68)
Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Mengingat
pengaruhnya yang besar pada perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya
tidak terjadi karena kebetulan saja, melainkan karena diciptakan atau direkayasa
(dalam artian yang positif) sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang
imannya dalam keluarga. Suasana demikian dapat diciptakan dengan cara: dengan
sikap dan prilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang dan keakraban,
kemudian acara dan irama hidup sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan semua anggota
keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan;
rumah baik ruangan-ruangan dan kebun sebaiknya ditata sedemikain rupa sehingga
menciptakan suasana yang manusiawi dan kristianni, dan tersedianya fasilitas yang
memadahi, terutama bagi anak.

c. Pengajaran
Keteladanan kadang-kadang bersifat masih sembunyi-sembunyi. Maka
sebaiknya keteladnan itu juga dikuatkan dengan berbagai pengajaran, yang sesuai

36

dengan kebutuhan serta daya tangkap anak dan sesuai dengan tahapan-tahapan
perkembangan iman serta perkembangan kepribadian anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan iman anak
antara lain sebagai berikut: pertama-tama pengajarah harus sesuai dengan keadaan
anak, serta kepekaan dalam emosionalnya; dan berbagai kesulitan dan masalahmasalah yang dialaminya, demikian pula pengajaran hendaknya membantu anak
untuk mengolah pengalaman dan perasaannya; dalam pengajaran hendaknya bersifat
komunikatif, tidak terlalu mendoktrin anak, dan mampu merangsang anak untuk
dapat berpikir secara aktif.

d. Komunikasi
Komunikasi antar semua anggota keluarga merupakan salah satu faktor
pendukung terpenting dalam perkembangan iman anak yang takkan dapat
tergantikan. Memang hal-hal yang dikomunikasikan tidak selalu atau tidak harus
menyangkut atau mengenai iman. Sementara itu, dalam berkomunikasi sangat
dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya: kebiasaan untuk berterus-terang atau
bersembunyi-sembunyi, kebebasan untuk berpikir ataukah ketaatan yang buta.
Dalam masa globalisasi sekarang ini, dimungkinkan munculnya bentuk-bentuk baru
dalam hal komunikasi.

e. Pola Asuh
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua merupakan salah satu faktor
terpenting dalam perkembangan iman anak. Bagaimanapun para orang tua dalam
mengasuh anak anaknya, hendaklah didasarkan akan kecintaannya kepada anak

37

bukan karena pengaplikasian tindakan tindakan yang dialami orang tua dimasa
kecil. Tidaklah bagi bahwa anak diberikan makanan, minuman, dan pakaian yang
memadahi. Mereka ingin dekat dengan orang tua. Mereka ingn dilindungi dan
disayangi oleh kedua orang tua mereka. Selain itu anak ingin agar mereka diajak
untuk bertukar pikiran oleh orang tua mereka. Janganlah mereka dianggap atau
diperlakukan seolah-olah mereka itu tidak mampu berpikir. Tidak jarang para orang
tua memaksakan kehendak mereka, karena merasa lebih tua dan berpengalaman.
Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak punya kehendak dan
kemauan sendiri, dan dia tidak berbahagia bila orang lain memaksakan kehendaknya
atas dirinya. Maka dari itulah pola asuh orang tua diperlukan untuk mengajarkan
mereka untuk berkehendak bebas, tetapi diterangi oleh ajaran kristiani

C. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan untuk skripsi ini, adalah:
1. Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Kemampuan Kasar Motorik Anak.
Penelitian ini dilakukan oleh Singgih Krishandaryanto, dengan mengambil
sempel anak TK ABA Sentolo Kulon Prago sejumlah 52 anak. Penelitian ini
dilaksanakan pada tahun 2005, sebagai pemenuhan tugas akhir di Universitas
Negeri Yogyakarta. Dengan hasil penelitian adalah Adanya hubungan positif
dan signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan motorik kasar
anak. Makin baik pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya
kemampuan motorik kasar anak akan makin baik.

38

2. Hubungan Pola Pengasuhan Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II
SLTP pangudi Luhur Tuntang Tahun ajaran 2003/2004. Penelitian ini
mengambil sampel siswa sebanyak 79 orang. Dengan hasil penelitian sebagai
berikut; a. Tidak ada hubungan positif antara pola pengasuhan orang tua
demokratis dengan prestasi belajar. b. Tidak ada hubungan negatif antara pola
pengasuhan orang tua otoriter dengan prestasi belajar. c. Ada hubungan negatif
yang signifikan antara pola pengasuhan orang tua permisif dengan prestasi
belajar.

D. Kerangka Pikir
Hubungan pola asuh orang tua dengan iman anak.
X

Keterangan:
X : Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua
dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh
kepada kemampuan dan perkembangan anak. Pola Asuh yang diterapkan
orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap anak disaat
pertumbuhannya. Dilihat dari bentuknya dan penerapannya pola asuh orang
tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni Otoriter, Demokratis dan permisivitas.
Y : Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang
hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan
diri dan memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh

39

cinta, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur
hidup sesuai dengan perintah-Nya. Pada umumnya perkembangan hidup
beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam. Proses itu
merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman
yang sekaligus merupakan perubahan yang terus menerus.
Dengan melihat situasi demikian maka antara variabel satu mempengaruhi
variabel yang lain dalam perkembangannya.

E. Hipotesis
Ho: r = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap
penghayatan iman anak anak )
H1: r 0

(Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap


penghayatan iman anak anak )

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan dijelaskan jenis penelitian, tempat dan waktu,
populasi dan sampel, metode pengumpulan data, jenis dan instrumen pengumpulan
data, kisi-kisi instrumen penelitian, dan teknik analisa data.

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif model regresi. Regresi antar
pola asuh orang tua dengan iman anak. Prinsip penelitian regresi ini adalah menguji
variabel tak bebas dengan variabel bebas. Tujuan analisis ini adalah untuk
mengetahui, memperkirakan dan menafsirkan besarnya efek kuantitatif dari suatu
kejadian terhadap kejadian lain, (Sulaiman, 2004: 2).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek atau pengaruh dari pola
asuh orang tua terhadap iman anak mereka di lingkungan St. Yakobus Alfeus
Tempel di paroki Roh Kudus, Kebonarum, Klaten.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan St. Alfeus Tempel yang
merupakan salah satu lingkungan di lingkup kerja paroki Roh Kudus Kebonarum
Klaten, Jawa Tengah. Lingkungan ini berada dekat dengan Gereja paroki.
Lingkungan ini terbagi menjadi dua dan dipisahkan persawahan. Paroki ini

41

merupakan paroki yang baru berdiri, baru berdiri sekitar 10 tahun. Penelitian
direncanakan dilaksanakan berlangsung pada bulan September - Oktober 2007.

C. Populasi dan Sampel


Penelitian ini mengambil sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh
sebab itu disebut penelitian populatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
anak/ remaja katolik di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel Paroki Roh Kudus
Kebonarum Klaten. Kriteria dalam penelitian populatif ini adalah anak berusia
sekolah antara 6 sampai 12 tahun dan bertempat tinggal di lingkungan St. Yakobus
Alfeus Tempel, karena tempat penelitian tersebut mudah dijangkau oleh peneliti.

Tabel 1: Jumlah anak PIA/ PIR


Responden

Jumlah

Laki-laki

29 anak

Perempuan

34 anak

Jumlah

63 anak

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Identitas Variabel
a. Variabel Terikat: Iman Anak
b. Variabel Bebas: Pola asuh orang tua
2. Definisi Operasional Variabel
a. Pola asuh orang tua.

42

Pola asuh adalah interaksi orang tua dengan anak-anaknya termasuk


ekspresi, sikap, nilai, perhatian dalam mengurus dan mendidik anak mereka. Adapun
bentuknya meliputi: otoriter, permisivitas, dan demokratis.

b. Iman Anak.
Iman anak adalah pengetahuan dalam hal ekaristi, doa serta sikap dan
keteladanan moral yang diajarkan Yesus dan sikap hidup anak akan Yesus Kristus
berserta ajaran ajarannya.

E. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta atau angka.
Dalam hal ini data yang digunakan dalam penelitian adalah data interval berupa
tingkatan angka atau nilai. Jenis data yang akan dipakai adalah dalam bentuk tes
dan skala sikap dengan sejumlah soal.

2. Instrumen Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data merupakan sarana untuk mendapatkan data yang
diperlukan. Alat pengumpulan data yang digunakan kuesioner anak mengenai
masalah-masalah atau peristiwa yang dihadapi dan dialami. Kuesioner ini disusun
peneliti berdasarkan kajian teori dalam bab II. Kuesioner yang disusun ini bersifat
langsung dan tertutup. Bersifat langsung karena kuesioner ini langsung diisi oleh
subyek sesuai dengan keadaannya. Bersifat tertutup karena alternatif pilihan

43

kuesioner sudah disediakan sehingga subyek cukup memberi tanda centang ()


pada salah satu alternatif pilihan yang dianggap sesuai dengan keadaan dirinya.
Adapun kategori masalah-masalah siswa adalah selalu (SL), sering (S), kadangkadang (K), dan tidak pernah (TP).

3. Kisi-kisi Penelitian
Tabel 2:
Kisi-kisi Kuesioner
No.

1.

Variabel

Iman
Anak

Sub
Variabel
Pengetahuan

Sub
Variabel
Ekaristi

Sepuluh
perintah
Allah

Doa doa

Yesus

Syahadat

Indikator
Anak
menyebutkan
alat-alat misa dan
kegunaannya
Menyebutkan
para
petugas liturgi
Menjelaskan urutan
tata perayaan Ekaristi
Mengetahui
kepada
siapa sepuluh perintah
Allah diturunkan
Mengasihi
Tuhan
Allah perintah yang
ke
Mengetahui dan hafal
doa Bapa kami
Hafal
doa
Salam
Maria
Maksud kedatangan
Tuhan Yesus
Hari kelahiran Yesus
Hari kematian Yesus
Kota kelahiran Yesus
Mukjizat
pertama
Yesus
Inti pewartaan Yesus
Mengetahui dan hafal
doa Syahadat Para
Rasul

Item

44

Penghayatan

Ekaristi

Sepuluh
perintah
Allah
Doa - doa
Yesus

Syahadat

2.

Pola
Asuh
Orang
Tua

Demokratis

Otoriter

Allah maha kuasa


Kebangkitan Yesus
Sakramen yang paling
dasar
Sakramen
yang
diterima
sekali
seumur hidup
Kebiasaan mengikuti
misa
Sikap badan/ tubuh
dalam misa
Sikap yang baik dan
benar
dalam
mengikuti
tata
perayaan Ekaristi
Berani
mengakui
kesalahan
Membantu Orang tua
Berdoa kepada Tuhan
Allah
Kegiatan berdoa
Melakukan perbuatan
baik
Ia sumber kehidupan
sejati
Membantu
sesama
manusia
Mengasihi
sesama
manusia
Percaya Yesus adalah
Putra Allah
Percaya
akan
kebangkitan Yesus
Diberikan tugas-tugas
yang praktis dalam
keluarga
Didampingi
dalam
belajar
Bercengkrama dengan
orangtua
Keputusan
yang
diambil
adalah
keputusan bersama
Makan bersama
Kurang diperhatikan
orang
tua
dalam

45

Permisivitas

keluarga
Kurang
dipercaya
orang tua
Cita-cita ditentukan
oleh orang tua
Orang
tua
menentukan
pola
pergaulan
Sering mendapatkan
hukuman
Keinginan
selalu
dipenuhi
Orang tua memberi
tanggung jawab penuh
Menuntut perhatian
dan pelayanan orang
lain

F. Teknik analisis data


1. Analisis Instrumen
a. Uji coba terpakai
Pengembangan instrumen terhadap-masalah-masalah yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Artinya data yang diperoleh
dari hasil uji coba yang dilaksanakan terhadap responden melalui kuesioner yang
diedarkan diolah untuk mendapatkan validitas dan realibilitas alat untuk
selanjutnya dipakai untuk uji hipotesis. Untuk alat yang tidak valid akan didrop/
dihilangkan berikut datanya, kemudian data dan alat yang valid diolah untuk
dianalisis lebih lanjut dalam penelitian.

46

b. Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu
instrumen. Untuk mengukur tingkat keabsahan suatu instrumen dapat mengunakan
program exel dalam komputer
Uji Validitas dilakukan dengan, melakukan uji validitas konstruk, yakni
dengan melalui analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap kisi kisi
terhadap variabel-variabel penelitian dengan yang dilakukan dengan bantuan
komputer program exel. Untuk mencapai syarat validitas dengan taraf signifikansi
5%. Maka jika korelasi antara kisi - kisi dengan skor total kurang dari 0,5 maka kisi
kisi dalam instrumen tersebut dianggap tidak valid (Sugiono, 1999).
1) Hasil uji coba validitas butir skala pemahaman dan penghayatan iman dengan
jumlah soal 35 dari 60 butir soal yang telah diujikan dengan mengunakan
koefisien product moment pada taraf signifikansi 5% dan dengan melihat N
jumlah responden yang ada yaitu sebanyak 63 orang. Maka dapat disimpulkan
bahwa, dengan jumlah N = 63 dan taraf signifikansi 5% maka nilai kritis yang
diambil adalah sebesar 0,254. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa,
data yang telah dikumpulkan sejumlah 35 soal dari 60 soal yang ada terdiri dari
soal pemahaman iman sebanyak 20 butir dan soal penghayatan iman sebanyak
15 butir yang telah berhasil dikumpulkan dapat dinyatakan valit dikarenakan
memiliki nilai kritis berkisar antara 0,254 0,6. (Lihat tabel dilampiran)
2) Tidak jauh berbeda dengan hasil yang telah dicapai dari soal sebelumnya.
Hasil uji coba validitas butir skala penghayatan pola asuh orang tua dengan sub
variabel antara lain: Pola Asuh Otoriter, Demokratis dan Permisivitas, dengan

47

jumlah soal sebanyak 25 butir. Dengan mengambil koefisien product moment


pada taraf signifikansi 5% dan dengan nilai kritis 0,254 serta jumlah N = 63
orang. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh soal dinyatakan valit
dengan nilai kritis yang dicapai berkisar antara 0,28 0,6 . (Lihat tabel
dilampiran)
c. Reliabilitas
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran
yang reliabel. Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan formula koefisien
Alpha dari Cronbach dengan menghitung koefisien reliabilitas setiap faktor,
kemudian menghitung koefisien gabungan dari seluruh faktor pada tiap variabel. Uji
reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu skala ukur suatu faktor atau
variabel tertentu berjalan secara konsisten. Uji reliabilitas dalam penelitian ini
mengukur konsistensi internal yaitu, apakah item-item dari skala yang dipakai
berhubungan satu dengan yang lainnya. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara
0,00 sampai dengan 1,00 dan tidak ada patokan yang pasti. Tetapi jika koefisien
reliabilitas semakin mendekati 1,00 itu berarti hasil ukur mendekati taraf
sempurna. Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan program SPSS.13
seperti yang terdapat dalam tabel berikut:
Tabel 3:
Hasil Pengukuran Reliabilitas
Variabel

r i (Alfa)

r tabel

Keterangan

Penghayatan Iman
Pola Asuh

0,71
0,9

0,254
0,254

Reliabel
Reliabel

48

2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis


a. Uji Prasyarat Analisis
Data diambil dari seluruh populasi anak atau remaja di lingkungan Santo
Yakobus Alfeus Tempel, dan dilakukan secara acak. Mereka dari berbagai latar
belakang keluarga yang berbeda, serta dari latar belakang pendidikan yang berbeda
pula. Anak-anak dan remaja tersebut diminta bantuannya untuk mengisi sejumlah
pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data yang ingin diambil adalah tentang iman
mereka serta bagaimana pola asuh orang tua mereka. Sehingga dapat dilihat apakah
pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan iman anak.
Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah data
yang dikumpulkkan berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Apabila
data yang terjaring berdistribusi normal, maka analisis untuk menguji hipotesis dapat
dilakukan.

b. Uji Normalitas
Uji Normalitas berdasarkan pada kemiringan (skewness). Jika nilai skewness
berada pada nilai antara 0.5 sampai dengan 0.5 maka dapat disimpulkan bahwa
sampel berdistribusi normal. Selain itu untuk menentukan normal tidaknya distribusi
skor juga dilakukan uji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Nutosis,
1988). Hipotesis yang diuji ialah:
H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

49

Dengan demikian, kenormalan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk
suatu taraf signifikansi antara skor 0.05. sebaliknya, jika hasil uji signifikansi maka
kenormalan tidak terpenuhi. Untuk mengetahui signifikan atau tidak signifikan suatu
hasil uji kenormalan, dapat menetapkan taraf signifikansi uji p = 0.05. kemudian
hasil yang telah diperoleh dibandingkan dengan p yang telah ditentukan. Jika hasil
signifikansi yang diperoleh > p, maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Namun jika hasil signifikansi yang diperoleh < p, maka sampel
berasal bukan dari populasi yang berdistribusi normal.

c. Uji Linieritas
Linieritas hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilakukan
melalui uji F dengan taraf signifikansi 0.05. Jadi jika hasil uji signifikansi maka
kelinieran terpenuhi. Dan sebaliknya jika hasil uji tidak signifikansi maka kelinieran
tidak terpenuhi.

d. Uji Kehomogenan
Dilakukan untuk mengetahui keseimbangan variabel bebas. Kehomogenan
menghendaki agar distribusi hasil pengukuran setiap variabel memiliki nilai varians
yang sama antara kelompok atas dan kelompok yang berada di bawah garis linier.
Kehomogenan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf signifikansi
tertentu dengan menggunakan prosentase nilai 0.05. Jika signifikansi diperoleh > p
yang ditentukan, maka varian setiap sampel sama (homogen). Dan jika signifikansi
diperoleh < p yang ditentukan, maka varian tiap sampel tidak sama (tidak homogen).

50

e. Analisis data
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi.
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh rerat dan modus. Sedangkan
analisis regresi untuk mengetahui pola dan seberapa besar pengaruh antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Maka, uji hipotesis dalam penelitian ini adalah
teknik

analisis

regresi.

Penyelesaian

dalam

menggunakan jasa komputer program SPSS.11.0.

mengnalisis

regresi

dengan

BAB IV
LAPORAN HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan secara detail hasil penelitian, deskripsi data
penelitian, pengujian hipotesis, pembahasan dan usulan program pastoral
pendampingan.

A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Responden
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola
asuh yang diterapkan orang tua terhadap penghayatan iman anak di lingkungan
Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari anak anak PIA PIR di lingkungan
Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. seperti tertera
dalam tabel berikut:
Tabel 4:
Data Responden
Responden
Laki laki
Perempuan
Jumlah

Jumlah
29
34
63

Persen (%)
46.0317
53.9682
100

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa jumlah subyek dalam penelitian ini
adalah 63 orang yang terdiri dari 29 orang laki - laki dan 34 orang perempuan.

52

Dari kuesioner yang diedarkan sebanyak 63 buah dengan jumlah responden


63 orang semuanya dikembalikan dengan baik. Ke 63 kuesioner ini memenuhi
syarat dan kemudian diolah lebih lanjut dalam penelitian ini.

2. Uji Prasyaratan
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan nilai kolmogorov- smirnov.
Pengambilan kesimpulan apakah suatu variabel dikatakan mempunyai data yang
berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai kolmogorov-smirnov dan
tingkat signifikansinya. Apabila nilai kolmogorov-smirnov mempunyai tingkat
signifikansi lebih besar daripada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilai kolmogorovsmirnov mempunyai tingkat signifikansi lebih kecil daripada tingkat signifikansi
0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.
Adapun hasil pengujian normalitas pada masing-masing variabel dan
subvariabel (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 5:
NORMALITAS
Tests of Normality
a

penghayatan

jenis kelamin
pria
wanita

Kolmogorov-Smirnov
df
Sig.
Statistic
.161
29
.054
.033
.157
34

a. Lilliefors Significance Correction

Shapiro-Wilk
df
Statistic
.902
29
.935
34

Sig.
.011
.043

53

Tests of Normality
a

pola asuh

jenis kelamin
pria
wanita

Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Sig.
.137
29
.172
.146
34
.063

Shapiro-Wilk
Statistic
df
.942
29
.891
34

Sig.
.111
.003

a. Lilliefors Significance Correction

Data yang diambil adalah dari Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui


kenormalan dari data yang telah ada, digunakan atau ditetapkan taraf signifikansi uji
adalah p = 0.05. Untuk data nilai tentang pola asuh dapat dilihat bahwa dari
kelompok laki-laki taraf signifikansinya = 0.054 dan untuk kelompok perempuan
juga memiliki taraf signifikansi = 0.033 Dengan demikian, data nilai pola asuh pada
kelompok laki-laki berasal dari populasi berdistribusi normal, sedangkan pada
perempuan berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, pada taraf
signifikansi 0.05.
Lebih lanjut lagi untuk data nilai tentang iman anak diperoleh data dari
kelompok laki-laki taraf signifikansinya = 0.173 dan untuk kelompok perempuan
juga memiliki taraf signifikansi = 0.063. Jadi sama dengan sebelumnya, bahwa data
nilai iman anak pada kelompok laki-laki maupun perempuan berasal dari populasi
yang berdistribusi normal, pada taraf signifikansi 0.05. Jadi dapat disimpulkan
bahwa semua data-data yang diperoleh bukan berasal dari populasi yang
berdistribusi normal

54

b. Uji Linieritas
Tabel 6:
LINIERITAS
ANOVA Table

pola asuh * penghayatan

Between
Groups

(Combined)
Linearity
Deviation
from
Linearity

Within Groups
Total

Sum of
Squares
3874.103
3323.054

df
29
1

Mean
Square
133.590
3323.05

F
7.551
187.829

Sig.
.000
.000

551.049

28

19.680

1.112

.382

583.833

33

17.692

4457.937

62

Dependent Variable: penghayatan


1.00

Expected Cum Prob

.75

.50

.25

0.00
0.00

.25

.50

.75

1.00

Observed Cum Prob

Terlihat pada data yang ada menunjukkan hasil uji kelinieran data nilai untuk
iman anak (Y) untuk tiap kelompok berdasarkan pola asuh (X). Untuk pengujian
kelinieran digunakan statistik F. Dari hasil perhitungan F dan signifikansi dapat
dilihat pada baris Linearity. Untuk menetapkan kelinieran data tersebut di atas,
ditetapkan taraf signifikansi untuk pengujian adalah p = 0.05. Maka, jika

55

dibandingkan dengan p yang ada, taraf signifikansi yang diperoleh < P yakni hanya
0.000. maka dapat disimpulkan bahwa linieritas dalam kuesioner yang disebarkan
telah dipenuhi dengan baik.

c. Uji Homogenitas
Uji Kehomogenan dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih
suatu kelompok data sampel berasal dari populasi-populasi yang memiliki variansi
yang sama. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS
sehingga muncul data yang menunjukkan hasil uji kehomogenan data iman anak
(Y). Dan serta data nilai yang menunjukkan hasl uji kehomogenan data pola asuh
(X).
Tabel 7:
HOMOGENITAS
Test of Homogeneity of Variance

penghayatan

Based on Mean
Based on Median
Based on Median and
with adjusted df
Based on trimmed mean

Levene
Statistic
1.619
1.034

df1
1
1

df2
61
61

Sig.
.208
.313

1.034

60.814

.313

1.616

61

.209

Test of Homogeneity of Variance

pola asuh

Based on Mean
Based on Median
Based on Median and
with adjusted df
Based on trimmed mean

Levene
Statistic
.857
.944

df1
1
1

df2
61
61

Sig.
.358
.335

.944

56.653

.335

.964

61

.330

56

Jika sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan menggunakan taraf


signifikansi uji sebesar p = 0.05 dan dibandingkan dengan taraf signifikansi yang
telah diperoleh. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa jika signifikansi yang
diperoleh > p, maka variansi setiap sampel sama (homogen). Namun jika
signifikansi yang diperoleh < p, maka variansi untuk setiap sampel tidak sama (tidak
Homogen). Dalam tabel pertama yang berisikan hasil uji homogenitas data iman
anak, dapat dilihat bahwa signifikansi variansi tersebut > p = 0.05, karena nilai yang
dihasilkan adalah 0.208. Dengan demikian untuk varian pertama tersebut dapat
dikatakan homogen.
Kemudian dalam kolom yang kedua yang berisikan hasil homogenitas untuk
pola asuh, diperoleh hasil signifikansi variansi adalah 0.358. Maka sesuai dengan
dengan aturan atau kaidah yang berlaku, maka kolom tentang pola asuh orang tua
memiliki varian yang homogen. Dengan demikian dua varians baik penghayatan
iman anak ataupun pola asuh orang tua telah diujikan pada kelompok sampel yang
homogen, ini dikarenakan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

d. Korelasi
Uji ini untuk mengetahui adakah hubungan antara pola asuh orang tua
dengan penghayatan iman anak-anak. Ada tidaknya hubungan dapat kita lihat dalam
tabel korelasi berikut:

57

Tabel 8:
Correlations

Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N

penghayatan
pola asuh
penghayatan
pola asuh
penghayatan
pola asuh

penghayatan
1.000
.863
.
.000
63
63

pola asuh
.863
1.000
.000
.
63
63

Dalam tabel di atas dapat kita lihat dan simpulkan bahwa hubungan
(korelasi) antara pola asuh orang tua dan penghayatan iman anak bernilai 0,863. Ini
berarti, bahwa variabel pola asuh orang tua dan variabel penghayatan iman anak
memiliki hubungan yang cukup kuat. Hubungan antara dua variabel itu bernilai +
(positif) yang artinya bila pola asuh orang tua ditingkatkan, maka tingkat
penghayatan iman anak akan ikut naik. Demikian sebaliknya.

3. Deskripsi Data
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, disajikan deskripsi data mengenai
pemahaman dan penghayatan tentang iman, untuk anak usia yaitu 6 14 tahun dan
pola asuh orang tua. Data tersebut diperoleh dari kuesioner yang dibagikan sebanyak
63 orang anak di suatu lingkungan. Berikut ini adalah deskripsi data pada masingmasing variabel dalam penelitian ini.
a. Pemahaman Iman Anak
Pengkategorisasian subvariabel atau indikator pemahaman dilakukan dengan
meminta memilih jawaban yang dianggap benar yaitu a, b, c, atau d. Langkahlangkah kategorisasinya dilakukan dengan menghitung nilai tertinggi dan nilai
terendah variabel pemahaman dalam skala pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala

58

pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini akan dijadikan dasar
untuk penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah ditentukan yaitu 4
kategori (sangat memahami, memahami, kurang memahami, sangat kurang
memahami). Langkah-langkah penghitungan nilai skor sebagai berikut: diketahui
nilai tertinggi dari pemahaman iman anak adalah 1 x 20 = 20, dan terendah = 0 x 20
= 0 sehingga rentang skor dari keempat kelas kategori adalah ( 20 0 ): 4 = 5 maka
pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 0 5 termasuk dalam
kategori sangat kurang paham, 6 10 termasuk dalam kategori kurang memahami,
11 15 termasuk dalam kategori memahami, 16 20 termasuk dalam kategori
sangat memahami.
Untuk mengetahui pemahaman iman anak, maka digunakan kelompok I.
Pendeskripsian data pemahaman disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai
berikut:
Tabel 9:
Pengelompokkan Pemahaman Iman Anak

Interval

Frekuensi

Skor

Absolut

Frekuensi relatif

Kriteria

16 20

13

20.63 %

Sangat Memahami

11 15

24

38.1 %

Memahami

6 10

24

38.1 %

Kurang Memahami

05

3.17 %

Sangat Kurang Memahami

Jml

63

100%

Skor Rata rata = 742 : 63

11.49

59

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pemahaman tentang iman yang


dipahami oleh anak lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten
dengan kriteria sangat memahami sebanyak 13 orang atau 20.63 %, memahami
sebanyak 24 orang atau 38.1 %, kurang memahami sebanyak 24 orang atau 38.1 %,
sangat kurang memahami sebanyak 2 orang atau 3.17 %, ( perhitungan tersebut
dapat dilihat pada lampiran, 2.c hal.(16)). Dengan perolehan skor rata rata soal
pengetahuan yaitu sebesar 11.49, dan bila ini kita lihat pada tabel interval skor maka
diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa rata rata anak Lingkungan Alfeus
Tempel memahami akan Yesus, Gereja, Ajaran dan tradisi di dalamnya.

b. Penghayatan Iman Anak


Dalam pengkategorisasian subvariabel atau indikator penghayatan dibagi
menjadi empat kriteria yaitu:
1) Selalu
2) Sering
3) Kadang - kadang
4) Tidak Pernah
Langkah-langkah kategorisasinya dilakukan dengan menghitung nilai
tertinggi dan nilai terendah variabel penghayatan dalam skala pengukuran. Nilai
tertinggi dalam skala pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini
akan dijadikan dasar untuk penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah
ditentukan yaitu 4 kategori (selalu, sering, kadang kadang, tidak pernah).
Penentuan interval nilai dari empat kategori tersebut sebagai berikut: Diketahui nilai
tertinggi dari penghayatan iman anak adalah 4 x 15 = 60, dan terendah = 1 x 15 = 15

60

sehingga rentang skor dari keempat kelas kategori adalah (60 15 ) : 4 = 11.25
dibulatkan 11, maka pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 15
26 termasuk dalam kategori Sangat Kurang Menghayati, 27 38 termasuk dalam
kategori Kurang Menghayati, 39 44 termasuk dalam kategori Menghayati, 45 60
termasuk dalam kategori Sangat Menghayati. (deskripsi data sub variabel lihat
lampiran 2).
Untuk mengetahui penghayatan responden terhadap iman anak akan Yesus
Kristus, maka digunakan kuesioner kelompok II. Pendeskripsian data penghayatan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut:
Tabel 10:
Pengelompokkan Penghayatan Iman Anak
Frekuensi
Interval Skor

Absolut

Frekuensi relatif

Kriteria

45 60

1.59%

Selalu

39 44

12

19.05%

Sering

27 38

36

57.14%

Kadang kadang

15 26

14

22.22%

Tidak Pernah

Jml

63

100%

Skor Rata rata = 2044 : 63

32.44

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penghayatan Iman anak yang


dihayati oleh anak lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten
dengan kriteria selalu sebanyak 1 orang atau 1.59%, sering sebanyak 38 orang atau
60.32%, kadang - kadang sebanyak 14 orang atau 22.22%, tidak pernah sebanyak 10
orang atau 15.87%. Dari hasil yang telah didapatkan dan dengan melihat rata rata

61

perolehan skor dalam soal penghayatan iman anak, dapat disimpulkan dengan skor
rata rata hanya 32.44 menunjukkan bahwa sebagian besar anak anak Alfeus
Tempel kurang menghayati dan melaksanakan ajaran ajaran yang diajarkan Yesus
di kehidupan keseharian mereka.

c. Pola Asuh Orang Tua


Dalam pengkategorisasian subvariabel atau indikator bentuk pola asuh orang
tua dibagi menjadi empat kriteria yaitu:
1) Selalu
2) Sering
3) Kadang - kadang
4) Tidak Pernah
Sedangkan dalam pengkategorian pola pengasuhan yang dilakukan orang tua
dengan menghitung nilai tertinggi dan terendah variabel penghayatan dalam skala
pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala pengukuran dan nilai terendah dalam skala
pengukuran ini akan dijadikan dasar untuk penentuan interval kelas dengan jumlah
kelas yang telah ditentukan yaitu tiga kategori (Otoriter, Demokratis, dan
Permisivitas). Penentuan interval nilai dari tiga kategori tersebut sebagai berikut:
Diketahui nilai tertinggi dari penghayatan pola asuh adalah 4 x 25 = 100, dan
terendah = 1 x 25 = 25 sehingga rentang skor dari ketiga kelas kategori adalah (100
25 ) : 3 = 25, maka pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 25
50 termasuk dalam kategori Otoriter, 51 75 termasuk dalam kategori Demokratis,
76 100 termasuk dalam kategori Permisivitas (deskripsi data sub variabel lihat
lampiran 2).

62

Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak anaknya, maka digunakan kuesioner kelompok II. Pendeskripsian data pola asuh
disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut:
Tabel 11:
Pengelompokkan Pola Asuh Orang Tua
Interval

Frekuensi

Skor

Absolut

Frekuensi relatif

Kriteria

25 50

43

68.25%

Otoriter

51 75

20

31.75%

Demokratis

76 100

0%

Permisivitas

Jml

63

100%

Skor Rata rata = 2778 : 63

44.1

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten dengan
kriteria permisivitas sebanyak 0 orang atau 0%, demokratis sebanyak 20 orang atau
31.75%, otoriter sebanyak 43 orang atau 68.25%. (perhitungan tersebut dapat dilihat
pada lampiran, 2.c hal(16)). Dengan hasil tersebut, dan hasil skor rata rata yang
dicapai sebesar 44.1 menunjukkan bahwa sebagian besar anak anak Alfeus Tempel
di asuh dengan pola otoriter oleh orang tua mereka.

B. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, terdapat hipotesis yang diuji, yaitu.
H O : Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman
anak - anak.

63

H 1 : Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak anak.
Pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan analisis regresi yang
sederhana. Namun demikian, pengolahan data tersebut menggunakan sarana
komputer dengan memakai sofware SPSS sehingga memberikan hasil sebagai
berikut:
Tabel 12:
Statistics

penghayatan
63
3
43.9048
1.27417
46.0000
10.11341
102.28111
-.522
.302
24.00
61.00
2766.00

Valid
Missing

Mean
Std. Error of Mean
Median
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Minimum
Maximum
Sum

pola asuh
63
3
44.2540
1.06832
47.0000
8.47952
71.90220
-.587
.302
25.00
58.00
2788.00

Tabel 13
Descriptive Statistics
N
YKUADRAT
Valid N (listwise)

63
63

Minimum
625.00

Maximum
3364.00

Sum
127838.00

Std. Deviation
712.64305

Tabel 14:
b
Variables Entered/Removed

Model
1

Variables
Entered
pola asuh a

Variables
Removed
.

Method
Enter

a. All requested variables entered.


b. Dependent Variable: penghayatan

64

Tabel 15:
Model Summaryb
Model
1

R
.863a

R Square
.745

Adjusted
R Square
.741

Std. Error of
the Estimate
5.14443

Durbin-W
atson
1.770

a. Predictors: (Constant), pola asuh


b. Dependent Variable: penghayatan

Tabel 16:
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
pola asuh

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-1.665
3.471
1.030
.077

Standardized
Coefficients
Beta

t
-.480
13.365

.863

Sig.
.633
.000

a. Dependent Variable: penghayatan

Tabel 17:
ANOVA Table

pola asuh * penghayatan

Between
Groups

(Combined)
Linearity
Deviation
from
Linearity

Within Groups
Total

Sum of
Squares
3874.103
3323.054

df
29
1

Mean
Square
133.590
3323.05

F
7.551
187.829

Sig.
.000
.000

551.049

28

19.680

1.112

.382

583.833

33

17.692

4457.937

62

ANOVAb
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of
Squares
4727.055
1614.374
6341.429

a. Predictors: (Constant), pola asuh


b. Dependent Variable: penghayatan

df
1
61
62

Mean Square
4727.055
26.465

F
178.614

Sig.
.000a

65

Tabel 18:
Regresi Linier
Anova untuk Regresi Linier Y = - 1.665 + 1.030X
Sumber Variansi

DK

JK

RJK atau KT

Total JK (T)

63

127838

Regresi (a)

1214961.57

121496.57

Regresi (b/a)

4727.055

4727.055

Sisa (S)

61

1614.374

26.465

Tuna Cocok (TC) (k-1)

28

551.049

19.680

Galat (G) (n-k)

33

583.833

17.692

178.614

1.112

Keterangan :
DK adalah derajat kebebasan
Jk adalah jumlah kuadrat
RJK / KT adalah kuadrat tengah
Nilai F 178.614 adalah 4727.055 dibagi 26.465
Nilai F 1.112 adalah 19.680 dibagi 17.692
Catatan:
Nilai tabel F untuk db 1 : 61 dan 28 : 33 dengan taraf sig. = 0.05 adalah 4.00
Dari data yang telah didapat di atas, dapat digunakan untuk menghitung
seberapa besar kadar kontribusi X terhadap Y. Untuk mengetahui kadar kontribusi X
terhadap Y dapat dihitung melalui statistik koefisien korelasi disimbolkan dengan rxy
dapat pula disingkat r. Hasilnya dapat lihat dan didapatkan dari tabel Model
Summary di kolom R Square.

66

Tabel 19:
Model Summaryb
Model
1

R
.863a

R Square
.745

Adjusted
R Square
.741

Std. Error of
the Estimate
5.14443

Durbin-W
atson
1.770

a. Predictors: (Constant), pola asuh


b. Dependent Variable: penghayatan

Dengan melihat besarnya kontribusi yang diperoleh iman, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar pada
iman anak dan perkembangannya, yakni sebesar 74.5 %.

Dari keluaran analisis regresi melalui program SPSS dapat diinterpretasikan


sebagai berikut:
1. Nilai R (R square) dari tabel Summary menunjukkan 74.5% dari varian iman
dapat dijelaskan oleh pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mereka masingmasing.
2. Tabel ANOVA mengindikasikan bahwa regresi linier dengan satu variable
bebas ini secara statistic signifikan dengan uji statistic F = 178,614 dengan
derajat kebebasan k = 1 dan n k 1 = 63 - 1 - 1 = 61. P. value = 0,000 lebih
kecil dari = 0,05.
3. Uji F menguji hipotesis H: X1 = 0 terhadap H1: X1 0. Dari p-value = 0,000
yang lebih kecil dari = 0,05, terlihat bahwa H: X1 = 0 ditolak secara
signifikan.
4. Persamaan regresi tunggal yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil kreteria (least square criterion) adalah:
Y = - 1.665 + 1.030X1

67

5. Untuk menguji koefisien regresi variabel digunakan uji-t dengan hasil sebagai
berikut; variabel pola asuh: Ho : 1= 0 terhadap H1 : 1 0. Hasil yang didapat
adalah t = 0.863 dengan derajat kebebasan n k 1 = 63-1-1 = 61, dengan pvalue = 0,000 yang lebih kecil dari = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima.
6. Dari keluaran korelasi nampak bahwa; dengan membenahi pola asuh dalam
keluarga dapat menyumbang 86.5 % terhadap perkembangan iman anak dengan
taraf signifikansi 0,000.

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diketahui bahwa koefisien
korelasi antara variabel Pola Asuh Orang tua dengan Penghayatan Iman Anak adalah
0.863 menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah positif antara pola asuh dan
penghayatan iman anak. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi korelasi sebesar
0.000 pada taraf signifikan 0,05. Arah korelasi yang positif dan signifikan ini
menunjukan bahwa semakin baik pola asuh yang diterapkan maka semakin tinggi
penghayatan iman anak. Sebaliknya, semakin buruk atau kurang baiknya pola asuh
yang diterapkan orang tua, maka semakin rendah pula penghayatan iman anak
kehidupan sehari hari.
Dengan hasil penemuan ini sejalan dengan hipotesis yang dilontarkan pada
awal dilaksanakannya penelitian ini. Dari hasil yang telah diketemukan bahwa pola
asuh orang tua menyumbang atau memiliki kontribusi untuk iman anak sebesar
74.5 %.
Berikut ini adalah pembahasan pada setiap sub variabel pemahaman dan
penghayatan iman anak dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua:

68

1. Pemahaman Iman Anak


Hasil penelitian terhadap variabel pemahaman iman anak dengan indikator,
ekaristi, sepuluh perintah Allah, doa doa, Yesus dan syahadat menunjukkan
tingkatan pemahaman merata. Dari data yang didapat dari 63 responden yang
diminta untuk mengisi kuesioner, sebanyak 2 anak memiliki kisaran nilai 1 5, 24
anak memiliki nilai antara 6 10, 24 anak memiliki nilai antara 11 15 dan
sebanyak 13 anak memiliki nilai antara 16 20. maka dari hasil tersebut dapat
diambil persentase sebagai berikut; sebanyak 3.17 % anak sangat kurang memahami
iman mereka, sebanyak 38.31 % anak kurang memahami, sebanyak 38.31 % persen
anak juga dapat memahami tentang iman dan sebanyak 20.63 % anak sangat
memahaminya. Dari semua hasil yang telah di dapat kita ambil nilai rata rata
dalam sub variabel ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Nilai rata rata
yang kita dapat dalam sub variabel ini adalah 11.49 maka, dapat disimpulkan bahwa
anak anak di lingkungan Santo Yakubus Alfeus Tempel Kebonarum rata rata
mereka paham akan iman.

2. Penghayatan Iman Anak


Hasil yang cukup mengejutkan terjadi dalam perolehan skor keseluruhan
dalam sub variabel ini. Dengan indikatornya sebagai berikut;

ekaristi, sepuluh

perintah Allah, doa doa, Yesus dan syahadat tidak jauh berbeda memang dengan
indikator pada sub variabel sebelumnya, namun hasil yang didapatkan jauh berbeda.
Hasilnya adalah sebanyak 4 orang anak memiliki skor antara 15 26, sebanyak 36
anak memiliki skor antara 27 38, 12 anak memiliki skor antara 39 44 dan
sebanyak 1 orang anak memiliki skor antara 45 60. Dan hasil prosentase dari

69

kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % anak sangat kurang menghayati imannya,
sebesar 57.14 % anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % anak anak
dapat menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % anak yang dapat
menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah
untuk mendapatkan hasil rata ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah
sebanyak 32.44. Ini berarti anak anak di lingkungan tempat penelitian kebanyak
anak kurang menghayati iman mereka.
Dengan hasil yang telah didapatkan dari sub variabel pemahaman dan
penghayatan dapat dikatakan berbanding terbalik. Karena hasil yang didapatkan dari
sub variabel pertama tentang pemahaman didapati bahwa anak anak di lingkungan
sebagian besar memiliki pemahaman yang cukup tentang Gereja, Yesus, Ajaran
Gereja, dan sebagainya. Namun dalam sub variabel kedua tentang penghayatan iman
didapati bahwa banyak anak yang kurang menghayati iman mereka dalam
kehidupan keseharian mereka. Dari kedua variabel tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa, memiliki pemahaman yang baik tentang iman dan apapun di
dalamnya kurang menjamin bahwa orang itu atau anak tersebut dapat menghayati
iman mereka dengan baik.

3. Pola Asuh Orang Tua


Perolehan skor dalam variabel ini dapat membantu untuk mengetahui
metode atau pola asuh seperti apa yang para orang tua terapkan kepada anak anak
mereka. Perolehan skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut; sebanyak 43 anak
memiliki skor antara 25 50, sebanyak 20 anak memiliki skor antara 51-75 dan
sebanyak 0 anak memiliki skor 75 100. Dan persentase dalam variabel ini adalah

70

sebesar 68.25 % anak diasuh dengan pola Otoriter, sebanyak 31.75 % anak diasuh
oleh orang tuanya dengan pola Demokratis, sedangkan untuk pola Permisivitas tidak
dipakai karena tidak ada skor mencapai interval nilai yang sudah ditentukan. Hasil
skor secara keseluruhan setelah dirata rata adalah sebesar 44.1. Menurut interval
nilai yang ditentukan maka nilai rata rata ini masuk pada inteval pola asuh yang
otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola asuh yang diterapkan para
orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter.
Keluarga memang memiliki peranan yang sangat penting, karena keluarga
sebagai tempat pertama dibentuknya kepribadian. Maka faktor keluarga memiliki
peranan yang penting dan sentral dalam perkembangan kepribadian anak,
(Djamaludin Ancok, Dkk: 78-80). Oleh sebab itulah berbagai macam cara orang tua
dalam mendidik anaknya, baik itu dengan cara yang keras, maupun dengan cara
yang lembut bahkan terlalu lembut. Dalam penelitian ini sangat terlihat bahwa
dalam pola mengasuh anak ternyata berpengaruh pada iman anak itu sendiri.
Pemahaman yang kurang tentang cara atau pola dalam mendidik sang buah hati,
ternyata membawa dampak atau pengaruh yang cukup besar terutama bagi
perkembangan anak dan salah satunya dalam hal iman. Mendidik memiliki arti yang
cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak. Mendidik anak dapat diartikan;
sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal bertutur kata, bertindak dan cara
hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. (Hurlock, 1989: 82).
Dan banyak dari pihak orang tua yang kurang menyadari bahwa iman anak bersemi
dan berkembang dari prilaku dalam keluarga. Ini dikarenakan, anak menghabiskan
waktu selama 24 jam yang paling lama adalah dalam keluarga, karena mereka hidup
dalam keluarga.

71

Dengan menilik hasil penelitian yang telah didapat dan diolah sedemikian
rupa, dapat dilihat bagaimana pola asuh orang tua memiliki kontribusi yang cukup
signifikan dalam perkembangan iman anak anak. Pola asuh orang tua dapat
didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya
yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak.
(Syamsudin, Dkk:11). Dengan pola asuh yang mengekang, semakin membuat anak
untuk berontak. Jika orang tua memaksakan anaknya untuk pergi ke gereja, maka
anak kadang-kadang juga mencuri-curi waktu atau mencari cari alasan untuk dapat
tidak berangkat. Ini dikarena tidak adanya motivasi atau dorongan yang membuat
sang anak untuk mau berangkat ke gereja. Maka dari itu peranan orang tua dalam
mendidik dan mengasuh anak mereka sangat penting sekali, terutama dalam
mendidik iman anak.
Anak dapat diibaratkan sebuah tangki cinta. Bila tangki itu terisi penuh,
hidup anak itu berjalan aman dan lancar. Sebaliknya bila tangki itu kosong, ia
cenderung bersikap nakal dan memberontak. Tangki itu hanya dapat diisi oleh orang
lain, tidak dapat diisinya sendiri. Maka orang tualah yang pertama-tama harus
mengisinya.
Untuk itulah orang tua hendaknya memberikan teladan bagi anak-anaknya.
Kalau orang tua ingin membawa anaknya menjadi orang yang rajin, ramah, dan
saleh, mereka harus memberikan teladan kerajinan, keramahan, dan kesalehan.
Orang tua menginginkan anak-anak mereka menghargai sesama haruslah terlebih
dahulu membuktikan bahwa mereka berdua saling menghargai dan juga mampu
menghargai anak-anak mereka. Selain itu suasana dalam keluarga juga dapat
mempengaruhi perkembangan iman anak. Karena itulah pimpinan gereja katolik

72

menegaslan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi
anak seumur hidupnya. (CT Art:68). Mengingat pengaruhnya yang besar pada
perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan
saja, melainkan karena diciptakan atau direkayasa (dalam artian yang positif)
sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang imannya dalam keluarga.
Dan tidak dapat dipungkiri pula ada banyak faktor faktor lain yang
mempengaruhi dalam perkembangan iman anak selain komunikasi, pola asuh
suasana, pengajaran, dsb. Faktor lain itu misalnya; lingkungan, teman sepergaulan,
perkembangan teknologi dan jaman. Dari kesemuanya itu yang memiliki
kemungkinan pengaruh yang besar adalah faktor lingkungan sekitar. Namun faktor
faktor tersebut di atas tidak dijelaskan dalam karya tulis ini, karena fokus dalam
karya tulis ini hanyalah dalam lingkup keluarga.

4. Pola Asuh Menyumbang Perkembangan Iman Anak


Dari hasil yang telah diperoleh baik dalam pemahaman, penghayatan dan
pola asuh orang tua, dapat dengan jelas tergambarkan bahwa pola asuh memiliki
peranan yang penting bagi iman anak itu sendiri. Ini dibuktikan dengan begitu
besarnya persentase sumbangan atau kontribusi pola asuh terhadap iman anak itu
sendiri, yaitu sekitar 74.5%.
Hasil tersebut diperoleh dengan melalui statistik koefisien korelasi, dengan
bantuan program komputer SPSS. Dengan memasukkan variabel iman anak dengan
pola asuh, dan kemudian dihitung dengan menggunakan prosesn regresi dalam
SPSS. Maka diperolehlah hasilnya dalam tabel model summary. Hasil persentase
diambil di dalam kolom R Square.

73

D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, ada berbagai kekurangan yang harus dibenahi, baik
dalam penyusunan, kata-kata atau tampilannya. Keterbatasan yang paling membuat
penelitian ini kurang maksimal antara lain adalah dalam soal waktu dan kurang
dapat membuat menejemen waktu dengan baik. Selain itu masih adanya mata kuliah
yang tertinggal dan harus diambil, sehingga kurang fokus dengan skripsi yang
sedang dibuat.
Keterbatasan

yang

lain

adalah

membuat

kuesioner

dan

dalam

pengedarannya. Dalam pembuatan kuesioner kurang didukung buku-buku


pendukung yang memadahi, karena kebanyakan buku yang ada adalah buku yang
sudah kuno. Selain itu juga dalam mencari responden harus dengan pendekatan
personal yang memakan waktu yang cukup lama dan melelahkan.
Kurang menguasainya progran SPSS adalah satu kendala, di mana dalam
mencari data-data kurang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh dosen
pembimbing. Dan dalam pengolahannya yang kurang baik, sehingga data-datanya
kelihatan masih setengah matang belum matang benar.

E. Bentuk Usaha Pembinaan untuk Meningkatkan Pemahaman dan


Pengetahuan Orang Tua dalam Usaha Pengembangan Pola Asuh yang
Cocok Untuk Usia PIA dan PIR Lingkungan Santo Yakobus Alfeus
Tempel, Pluneng, Kebonarum, Klaten

74

1. Beberapa Alternatif Usaha Pengembangan


Pembinaan lanjut yang dilaksanakan dalam usaha meningkatkan pemahaman
dan pengetahuan dalam pengembangan pola asuh dalam kehidupan sehari - hari
yang benar. Bukan hanya untuk mengembangkan pengetahuan saja, melainkan juga
penyadaran akan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Ada beberapa
bentuk pembinaan yang bisa ditempuh dalam usaha meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan dalam pembinaan iman anak. Ada pun usaha tersebut yang akan
diuraikan di bawah ini antara lain: katekese, rekoleksi dan retret. Pada umumnya
bentuk retret, rekoleksi dan katekese digunakan untuk mengembangkan hidup rohani
dan olah keutamaan spiritualitas para peserta.
a. Rekoleksi
Rekoleksi

merupakan

salah

satu

alternatif

untuk

memelihara,

mengembangkan, dan memperdalam hidup rohani atau hidup beriman serta


meningkatkan spiritualitas peserta. Rekoleksi ini dipandang sebagai cara yang tepat
untuk mengembangkan dan memperdalam hal-hal rohani karena berorientasi pada
refleksi pribadi. Rekoleksi bertujuan untuk melatih kepekaan terhadap karya Allah
dengan meninjau kembali rahmat dan bimbingan Allah serta tanggapan peserta
terhadap karya itu dalam pengalaman hidupnya sehari-hari. Pada umumnya
rekoleksi dilaksanakan dalam waktu yang tidak lama, yaitu setengah hari atau satu
sampai dua hari saja. Lamanya rekoleksi bertitik tolak dari kebutuhan para peserta
dan tujuan yang hendak dicapai. Jika para peserta yang kebanyakan adalah orang
yang sudah cukup berumur ingin lebih mendalami tentang pemahaman dan
pengetahuan pola asuh yang baik dan sesuai untuk anak mereka, maka dapat
dilakukan secara periodik, artinya setiap bulan dalam jangka waktu tertentu para

75

orang tua diajak untuk mendalami tema tema tertentu yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mereka tentang cara mendidik anak mereka

dan

dengan melihat dan belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri dan orangtua yang
lain.

b. Retret
Dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan pemahaman mereka
tentang pola asuh yang sesuai bagi anak anak, dapat ditempuh juga lewat retret.
Kata retret sendiri memiliki arti mengundurkan diri dari dunia ramai, mengasingkan
diri ke tempat sunyi, menyepi, dan menyendiri.
Retret merupakan latihan rohani dengan serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara teratur. Rangkaian kegiatan itu antara lain berdoa, pemeriksaan
batin, kontemplasi, meditasi, dan refleksi. Dalam retret para peserta diajak untuk
melihat kembali pergulatan hidupnya dalam mendidik anaknya berdasarkan teksteks ayat dari Kitab Suci. Melalui retret dimaksudkan agar para orangtua semakin
disadarkan bahwa anak mereka adalah anugerah dari Allah dan harus dijaga dididik
dengan baik. Selain itu juga untuk melatih kepekaan agar peserta semakin mampu
terbuka terhadap karya cinta kasih Allah dan mampu mengikuti bimbingan-Nya.
Retret dimaksudkan untuk meneliti kembali karya dan bimbingan Allah yang
secara nyata dialami dalam hidup sehari-hari. Retret juga dilakukan untuk
mengadakan perubahan hidup, dan tentu perubahan hidup ini bukan semata-mata
hasil usaha manusia saja melainkan hasil kerja sama dengan Allah. Jadi dengan
pertolongan Allah, manusia berusaha melatih kepekaan untuk mengenal kasih dan
bimbingan Allah serta sejauh mana telah menanggapi rencana Allah dalam

76

hidupnya. Dengan retret ini, para orang tua diharapkan semakin tahu dan sadar anak
mereka harus dijaga. Namun demikian kelemahan dari cara ini adalah keterbatasan
waktu yang ada, dikarenakan dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Selain itu juga
dibutuhkan kerelaan dari para peserta untuk meninggalkan kehidupan keseharian
mereka atau meninggalkan rutinitas yang ada misalnya; pekerjaan, mengurus anak
dan lain sebagainya untuk beberapa saat. Dalam hal biayapun, tidaklah sedikit yang
dikeluarkan oleh peserta untuk dapat mengikuti seperti ini.

c. Katekese
1) Pengertian Katekese
Kata katekese berasal dari bahasa Yunani Katekhesis atau bahasa latin
Catechesis yang berarti Pengajaran (Nyiolah, 2004:5). Ada bermacam-macam
pengertian tentang kata katekese dapat ditemukan dalam KS seperti diajarkan (Luk
1:4) mengajar (1 Kor 14:19) diajar (Rom 2:18) Pengajaran (Gal 6:6).
Dengan demikian katekese dapat dimengerti sebagai usaha Gereja untuk
membantu umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya
dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan. Di
dalam pemahaman seperti ini terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan,
pendalaman, pembinaan, serta pendewasaan (Telaumbanua, 1990 : 4-5)
Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae, memberikan
pengertian katekese sebagai berikut:
Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa
dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang
pada umumnya diberikan secara organis dan sistimatis, dengan maksud

77

menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art.


18).
Ajakan Paus tentang Berkatekese dalam dokumen di atas mendorong
Gereja di Indonesia memikirkan lebih lanjut usaha katekese yang dijalankan di
Indonesia. Maka dalam naskah kerja MAWI 1976, para uskup Indonesia
merumuskan pengertian Katekese sebagai usaha saling membantu secara terus
menerus di antara umat beriman untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi
ataupun hidup bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani dewasa
ini (Bataona, 1979 : 20).
Dari rumusan pengertian tentang katekese di atas, menjadi jelas bahwa
betapa pentingnya karya katekese dalam usaha pengembangan, pendalaman, dan
penghayatan hidup beriman Kristiani. Katekese merupakan suatu karya Gereja yang
dapat membantu umat beriman untuk semakin tumbuh dalam iman yang dewasa dan
dapat mencapai suatu kepenuhan hidup dalam Kristus. Dengan katekese ini
diharapkan para orang tua menyadari peran mereka sebagai orang tua dan mengasuh
dan mendidik anak sesuai dengan ajaran gereja.

2) Tujuan Pokok Katekese


Secara umum dapat dikatakan tujuan katekese adalah membantu peserta
untuk semakin dekat dengan Yesus, sehingga dalam pengalaman konkret sehari-hari
imannya semakin bertumbuh dan berkembang menjadi seorang yang lebih beriman
dewasa. Beriman dewasa selalu bersifat kreatif artinya seorang yang beriman tidak

78

takut dan cemas terhadap situasi-situasi baru, malahan hal-hal baru itu selalu
dijadikannya sebagai sumber motivasi baru (Telaumbanua,1999: 62).
Dalam sidang PPKI II di Klender-Jakarta (1980), dinyatakan bahwa tujuan
katekese adalah membantu jemaat mendewasakan iman mereka secara personal dan
mendorong jemaat supaya ikut berpartisipasi aktif atau mengambil bagian dalam
kehidupan menggereja dan berdasarkan imannya memberikan kesaksian yang nyata
di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Tujuan katekese tersebut sesuai dengan
gambaran Gereja Indonesia yang dicita-citakan yaitu bersifat Kristosentris dan
terarah kepada dunia. Bersifat Kristosentris dalam hal ini yakni katekese yang
berpusat pada Yesus Kristus, maka Gereja berusaha untuk semakin setia
melaksanakan kehendak Allah dan berjuang demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah baik di dalam kehidupan berkeluarga maupun di dalam kehidupan
bermasyarakat atau lingkungan sekitarnya.
Menanggapi cinta Allah dalam kehidupan manusia yang berkembang
menjadi manusia utuh seperti yang dikehendaki Allah sendiri, maka karya katekese
bertujuan membantu umat beriman untuk menanggapi sapaan cinta Allah dalam
hidupnya dan melibatkan diri di dalam kelanjutannya (Setyakarjana, 1976 : 25 ).
Katekese diharapkan dapat membantu mempertemukan pengalaman hidup
mereka dalam harta kekayaan iman Gereja. Melalui katekese, jemaat dibantu untuk
menghubungkan pengalaman mereka dengan sumber kehidupan yang tidak pernah
habis tertimba yang tidak lain adalah Sabda Allah sendiri.
Dalam Anjuran Aspotolik Paus Yohanes Paulus II tentang katekese jaman
kini menegaskan bahwa:

79

Tujuan katekese adalah menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya


masa orang Kristen sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus
sebagai satu-satunya Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh
kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha makin mengenal
Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya mengerti misteri-Nya,
kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janjijanji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah
digariskan-Nya bagi siapapun yang mengikuti-Nya ( CT, art. 20).

Ajakan Sri Paus di atas, mau menegaskan bahwa Tuhan telah


memeteraikan gambar DiriNya dalam diri manusia, maka jawaban kita atas
anugerah cinta Allah ini adalah menampakkan gambar Allah secara sempurna dalam
hidup kita setiap hari, baik di tengah keluarga maupun di tengah-tengah lingkungan
masyarakat sekitar kita. Di sini pentingnya karya katekese yakni membantu umat
beriman agar semakin menampakkan wajah Allah dalam dirinya secara sempurna
dengan mengembangkan dan memberdayakan segala potensi diri yang telah
dianugerahkan Tuhan kepada kita umat manusia.
Dengan

demikian

dapat

dikatakan

bahwa,

katekese

bertujuan

mendewasakan iman seseorang dapat bertumbuh dan berkembang. Agar iman dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik, maka iman perlu dikomunikasikan,
dipelihara, dirawat, diteguhkan, dihayati, diperbaharui secara terus menerus dalam
hidup setiap hari, baik secara pribadi maupun bersama, baik di dalam kehidupan
berkeluarga maupun di tengah lingkungan masyarakat sekitarnya dan mampu
memaknai setiap pristiwa dan pengalaman hidup dalam terang Injil.

80

3) Isi Katekese
Isi pokok katekese adalah seluruh hidup Yesus Kristus, mulai dari
peristiwa inkarnasi, karya, Sabda, dan peristiwa paskah-Nya (CT. Art. 6). Kristus
diimani sebagai kepenuhan wahyu Allah kepada manusia. Misteri hidup Yesus
menjadi sumber dan pusat katekese, maka katekese dipahami sebagai usaha bersama
untuk saling mengenal, memahami, dan percaya pada-Nya, yang merupakan jalan
kebenaran dan kehidupan (Yoh 14:6). Kristus diyakini sebagai guru sejati/pewarta
utama. Sifat katekese dalam hal ini membantu setiap orang, supaya semakin
berpartisipasi dan bersatu dalam hidup-Nya yakni hidup Kristus sendiri.
Titik tolak Katekese zaman sekarang ialah pada manusia yang hatinya
terbuka untuk menerima Kabar Gembira. Karena itu tema utama katekese adalah
sejarah keselamatan umat manusia (Bataona, 1979 : 22 ). Sejak awal penciptaan,
Allah menghendaki keselamatan manusia. Namun dosa telah menghambat karya
keselamatan Allah dalam diri manusia. Melalui orang-orang yang terpanggil, Allah
mewartakan karya keselamatan ini bagi manusia yang mencapai puncak dalam diri
Yesus Kristus. Di dalam Dia semua manusia dilahirkan kembali sebagai ciptaan
baru. Sejarah manusia adalah juga sejarah keselamatan Allah.
Maka, ciri khas pesan yang diteruskan oleh katekese terutama adalah
Keberpusatannnya pada Kristus (Petunjuk umum katekese, 2000: 268). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa katekese yang disampaikan dan dilaksanakan
kepada semua orang baik yang tua, muda, maupun yang kecil harus bersumber pada
Yesus Kristus karena Dialah pusat sejarah keselamatan umat manusia.

81

4) Model Katekese
Ada begitu banyak model katekese yang dapat dipakai dan sering kita
gunakan dalam pengembangan proses katekese umat, seperti: model SCP, model
pengalaman hidup, model Biblis dan model campuran (Sumarno DS, 2006: 11).
Model-model ini merupakan alternatif dalam penyampaian proses katekese dan
digunakan sesuai dengan situasi peserta katekese dan sesuai dengan perkembangan
jaman.
a) Model SCP: Model ini lebih menekankan pada proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipasi, dengan maksud mendorong peserta, berdasarkan
konfrontasi antara tradisidan visihidup mereka dengan Tradisidan
Visikristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan
penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model ini juga
bermula dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan
dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul
sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi dan keterlibatan baru (
Sumarno DS, 2006: 15).
b) Model pengalaman hidup; Model ini lebih bertolak pada pengalaman hidup
konkrit sehari-hari.
c) Model biblis; Model yang lebih lebih bertolak pada pengalaman kitab suci atau
Tradisi.

82

d) Model campuran pengalaman hidup dan model Biblis; suatu model yang lebih
bertolak pada hubungan antara kitab suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup
konkrit sehari-hari.

2. Bentuk yang Dipilih


Shared Christian Praxis (SCP) adalah salah satu model katekese maka
penulis mengunakan SCP dalam penyusunan program pengembangan pola asuh
yang cocok untuk perkembangan iman anak. Dalam model Shared Christian Praxis
(SCP), menurut hemat penulis hal ini sangat cocok dengan pembahasan tentang
pengembangan pola asuh yang benar dalam keluarga, karena model ini berdasarkan
dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan
dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru
yang memberi motivasi dan keterlibatan baru

a. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP).


Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan
konfrontasi antara tradisi dan visi hidup mereka dengan Tradisi dan Visi
kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan
dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam
kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model katekese ini bermula dari
pengalaman hidup peserta, yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan
dengan pengalaman iman dan Visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru

83

yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi
pendekatan ini pada praxis peserta.
Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu praktek
(lawan dari teori) saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis
sebagai perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia,
segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan
sengaja. Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk
perubahan hidup meliputi kesatuan antara praktek dan teori (yang membentuk suatu
kreativitas), antara refleksi kritis dan kesadaran historis (mengarah pada keterlibatan
baru). Praxis merupakan suatu praktek yang didukung oleh refleksi teoritis dan
sekaligus suatu refleksi teoritis yang didukung oleh praktek. Praxis ini merupakan
ungkapan pribadi yang meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari
hidup kita. Tindakan ini meliputi sesuatu yang kumiliki, kurasakan, kualami.
Sesuatu yang faktual dan bukan sesuatu yang teoritis, atau apa yang dikatakan oleh
orang tanpa pembuktian. Dalam peristilaan ini, praxis masa kini meliputi sesuatu
yang terjadi masa lampau, yang sedang terjadi dan sesuatu yang akan terjadi di masa
depan.
Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas,
refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur pembentuk itu berfungsi untuk membangkitkan
perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang
dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Secara ringkas, ketiga unsur itu
dapat dijelaskan, sebagai berikut:
1) Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan
sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan

84

medan masa kini untuk perwujudan diri manusia. Karena bersifat historis,
tindakan manusia perlu ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu.
2) Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial
dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat
serta terhadap Tradisi dan Visi iman kristiani sepanjang sejarah.
3) Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan
sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru.

b. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis


Dalam kedua bukunya Thomas H. Groome mengemukakan 5 (lima) langkah
pokok. Pada prinsipnya langkah-langkah dari kedua buku tersebut tidak sangat
berbeda. Namun dalam buku yang kedua, Groome menyampaikan beberapa
perubahan, dan tetap mengemukakan 5 (lima) langkah pokok, yang didahului
langkah 0, sebagai berikut:
1) Langkah 0 (Awal)
Pemusatan aktivitas
a) Tujuan:
Mendorong umat (subyek utama) menemukan topik yang bertolak dari
kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan
demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup,
keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka.

85

b) Sarana
Bisa simbol, keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film,
telenovela atau sarana lain yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek
yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan tersebut.
c) Pemusatan Aktivitas mengungkapkan apa?
Mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa aktif mewahyukan diri dan
kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia. Melalui refleksi , sejarah manusia
dapat menjadi medan perjumpaan antara pewahyuan Allah dan tanggapan
manusia terhadap-Nya.
d) Petunjuk pemilihan tema dasar
Pertama, tema dasar hendaknya sungguh-sungguh mendorong peserta untuk
terlibat aktif dalam pertemuan; kedua, pemilihan tema dasar konsisten dengan
model Shared Christian Praxis yang menekankan partisipasi dan dialog;
Ketiga, tema dasar tidak bertentangan dengan iman kristiani.
e) Tanggungjawab pembimbing
Pertama, menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung
(kondusif); kedua, memilih sarana yang tepat; Ketiga, membantu peserta
merumuskan prioritas tema yang tepat.

2) Langkah I (Pertama)
Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
a) Tujuan
Berdasarkan tema dasar, langkah ini membantu peserta untuk mengungkapkan
pengalaman hidup faktual (fakta).

86

b) Isi
Bisa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi
di dalam masyarakat, atau gabungan keduanya.
c) Cara yang dipakai
Sharing. Peserta membangikan (to share) pengalaman hidup yang sungguhsungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog
ini peserta boleh diam, karena diam pun merupakan salah satu cara berdialog.
Diam tidak sama dengan tidak terlibat.
d) Bentuk
Lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantomim, dan sebagainya. Yang penting,
bentuk itu bisa dimengerti oleh peserta lain dan betul-betul mengungkapkan
pengalaman hidup faktual.
e) Peran dan tanggungjawab Pembimbing
Pertama, berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan
menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya
berkaitan dengan tema dasar. Kalau peserta banyak, sebaiknya dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil; kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang (1)
jelas, (2) terarah, (3) tidak menyinggung harga diri seseorang, (4) sesuai dengan
latar belakang peserta, dan (5) bersifat terbuka dan obyektif (misalnya:
Gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa yang Anda temui, lihat, dengar, dan
lakukan?).

87

f) Sikap Pembimbing
Ramah, sabar, hormat, bersahabat, peka pada latar belakang keadaan dan
permasalahan peserta, katakan pada peserta bahwa mereka boleh memilih
pertanyaan yang cocok.

3) Langkah II (Kedua)
Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Faktual (mendalami pengalaman hidup
peserta)
a) Tujuan
Memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan
pengalaman hidup dan tindakannya.
b) Tanggungjawab Pembimbing
Pertama, menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung
setiap gagasan serta sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis
setiap peserta; Ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan
penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman,
kenangan, dan imajinasi peserta; Keempat, mengajak setiap peserta untuk
berbicara tapi tidak memaksa; Kelima, menggunakan pertanyaan yang menggali
tidak menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan
peserta; Keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa
melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya.

88

4) Langkah III (Ketiga)


Mengusahakan Supaya tradisi Dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau (Menggali
Pengalaman Iman Kristiani)
a) Tujuan
Mengkomunikasikan nilai-nilai tradisi dan Visi kristiani agar lebih terjangkau
dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang
kebudayaannya berlainan.
b) Tradisi dan Visi
Tradisi dan Visi kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah
yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta
mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan
ilahi: dialogal dan menyejarah, dan normatif, seperti terungkap dalam Kitab
Suci, dogma, pengajaran Gereja, liturgi, spiritualitas, devosi, seni dalam Gereja,
kepemimpinan, dan kehidupan jemaat beriman.
c) Peranan Pembimbing
Untuk menafsirkan, pembimbing perlu: Pertama, menghormati Tradisi dan Visi
kristiani sebagai yang otentik dan normatif; Kedua, cara dan isi tafsiran
bertujuan memberi informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan
Visi kristiani menjadi miliknya. Ketiga,
Pembimbing

bisa

menggunakan

menggunakan metode yang tepat.

metode

kuliah,

diskusi

kelompok,

memanfaatkan produk-produk audio visual atau media murah. Keempat bersifat


tidak mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran, tidak mengulangulang

rumusan;

tidak

bersikap

sebagai

guru,

adakalanya

bersikap

sebagaimurid yang siap belajar. Kelima, tafsiran dari pembimbing

89

mengikutsertakan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri. Keenam,


harus membuat persiapan yang matang dan studi sendiri.

5) Langkah IV (Keempat)
Interpretasi/ Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi
dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta konkret)
a) Tujuan
Mengajak peserta, berdasarkan nilai Tradisi dan Visi kristiani, menemukan bagi
dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang
picik

yang

hendak

dihilangkan,

dan

nilai-nilai

baru

yang

hendak

diperkembangkan. Di satu pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup


mereka ke dalam Tradisi dan Visi kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan
dan memperkaya dinamika Tradisi dan Visi kristiani.
b) Apa yang terjadi?
Peserta mendialogkan hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua
dengan isi pokok langkah ketiga. Mereka bertanya, bagaiman nilai-nilai Tradisi
dan Visi kristiani meneguhkan, mengkritik atau mempertanyakan, dan
mengundang mereka untuk melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan
semangat, nilai, dan iman yang baru demi terwujudnya Kerajaan Allah?
c) Apa yang didialogkan?
Perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi, dan penegasannya yang menyatakan
kebenaran, nilai, serta kesadaran yang diyakini.
d) Cara
Dengan tulisan, penjelasan, simbol, atau ekspresi artistik.

90

e) Yang perlu dihindari


Subyetivisme dan Obyektivisme: bahwa pendapat peserta yang paling benar;
Obyektivisme: bahwa tafsiran pembimbing sebagai kebenaran satu-satunya.
f) Peranan Pembimbing
Pertama, menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta
yang menolak tafsiran pembimbing; Kedua, meyakinkan peserta bahwa mereka
mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai
Tradisi dan Visi kristiani; Ketiga, mendorong peserta untuk merubah sikap dari
pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; Keempat, menyadari bahwa tafsiran
pembimbing bukan kata mati; Kelima, mendengar dengan hati tanggapan,
pendapat, dan pemikiran peserta.

6) Langkah V (Kelima)
Keterlibatan Baru Demi Makin terwujudnya Kerajaan Allah Di dunia Ini
(Mengusahakan Suatu aksi Konkret)
a) Tujuan
Mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai
tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam
sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja
sepanjang sejarah dan Visi kristiani. Keprihatiannya adalah praktis, yakni
mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan
pribadi dan sosial yang kontinyu.

91

b) Bentuk, sifat, subyek dan arah keputusan


Karena dipengaruhi oleh topik dasar, maka keputusan dapat beraneka ragam
bentuk dan sifatnya; subyek dan arahnya. Bentuknya, ada yang menekankan
aspek kognitif (pemahaman), aspek afektif (perasaan), dan tingkah laku (praktispolitis). Sifatnya, bisa lebih menyangkut tingkat personal, interpersonal, atau
sosial politis. Subyeknya, dapat bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama.
Arahnya, dapat lebih intern untuk kepentingan kelompok atau ekstern untuk
kepentingan di luar kelompok (keterlibatan kepada sesama).
c) Tanggungjawab Pembimbing
Pertama, menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif dari langkah ini;
Kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan operasional (tidak perlu mulukmuluk) yang membantu peserta; Ketiga, menekankan sikap optimis yang
realistis pada peserta; keempat, pembimbing dapat merangkum hasil langkah
pertama sampai ke empat, supaya dapat lebih membantu peserta; Kelima,
mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama;
Keenam, sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk
mendoakan keputusan.

Dari apa yang telah dijabarkan tadi, dengan menimbang kelemahan dan
kekuatan masing masing kegiatan maka kiranya katekeselah yang cukup dapat
diandalkan untuk dapat menjalankan program ingin saya laksanakan. Karena
program satu dengan yang lain saling berhubungan dan hendaknya dileksanakan
secara kontinyu, agar mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak.

92

e. Program Katekese
1.) Pengertian Program
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, program dimengerti sebagai
rancangan

mengenai

asas-asas

(hukum

dasar)

serta

usaha-usaha

(dalam

perekonomian, ketatanegaraan, dan sebagainya) yang akan dijalankan (Moeliono,


1988:702). Dengan demikian program dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
dirumuskan untuk mencapai suatu tujuan yang jelas dan terarah.
Program juga dapat membantu dan memudahkan seluruh proses
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar, karena semua telah dipersiapkan
dengan baik. Penyusunan program selalu meliputi, tema, tujuan, sub tema, tujuan
sub tema, uraian materi, metode, sarana, sumber bahan.
Untuk itu diharapkan pendamping keluarga di lingkungan Santo Yakobus
Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum perlu mengetahui dan memiliki pedoman
program katekese yang jelas dan terarah sehingga dapat membantu umat untuk
mengetahui bagaimana membina anak baik dalam hal moral maupun imannya, serta
menyadarkan mereka akan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.

2.) Pemikiran Dasar Program


Dengan melihat pola asuh yang diterapkan para orang tua dalam kehidupan
kesehariannya kepada anak mereka, ternyata mempengaruhi iman anak mereka
seperti yang telah dipaparkan dalam penelitian ini. Maka mencari dan menerapkan
model

pendampingan

yang

sesuai

harus

dilakukan

mengembangakan pola asuh yang sesuai bagi anak.

untuk

mencari

dan

93

Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diketahui bahwa koefisien


korelasi antara variabel Pola Asuh Orang tua dengan Penghayatan Iman Anak adalah
0.863 menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah positif antara pola asuh dan
penghayatan iman anak. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi korelasi sebesar
0.000 pada taraf signifikan 0,05. Arah korelasi yang positif dan signifikan ini
menunjukan bahwa semakin baik pola asuh yang diterapkan maka semakin tinggi
penghayatan iman anak. Sebaliknya, semakin buruk atau kurang baiknya pola asuh
yang diterapkan orang tua, maka semakin rendah pula penghayatan iman anak
kehidupan sehari hari.
Dengan hasil penemuan ini sejalan dengan hipotesis yang dilontarkan pada
awal dilaksanakannya penelitian ini. Dari hasil yang telah diketemukan bahwa iman
anak menyumbang atau memiliki kontribusi untuk pola asuh sebesar 74.5 %.
Dalam hal iman, anak di lingkungan ini memiliki pemahaman yang baik, ini
dapat terlihat dari skor dari kuesioner untuk aspek pemahaman mereka dengan rata
11.49 dari sekitar 20 soal pemahaman yang ada. Dari data yang didapat dari 63
responden yang diminta untuk mengisi kuesioner, sebanyak 2 anak memiliki kisaran
nilai 1 5, 24 anak memiliki nilai antara 6 10, 24 anak memiliki nilai antara 11
15 dan sebanyak 13 anak memiliki nilai antara 16 20. maka dari hasil tersebut
dapat diambil prosentase sebagai berikut; sebanyak 3.17 % anak sangat kurang
memahami iman mereka, sebanyak 38.31 % anak kurang memahami, sebanyak
38.31 % persen anak juga dapat memahami tentang iman dan sebanyak 20.63 %
anak sangat memahaminya. Dari semua hasil yang telah di dapat kita ambil nilai rata
rata dalam sub variabel ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Nilai rata
rata yang kita dapat dalam sub variabel ini adalah 11.49 maka, dapat disimpulkan

94

bahwa anak anak di lingkungan Santo Yakubus Alfeus Tempel Kebonarum rata
rata mereka paham akan iman anak.
Namun tidak demikian halnya dengan soal dalam aspek penghayatan iman
mereka. Dan hasil prosentase dari kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % atau
sekitar 4 anak sangat kurang menghayati imannya, sebesar 57.14 % atau sekitar 36
anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % atau sebanyak 12 anak dapat
menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % atau 1 anak yang dapat
menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah
untuk mendapat kan hasil rata ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah
sebanyak 32.44. Ini berarti anak anak di lingkungan tempat penelitian kebanyakan
anak kurang menghayati iman mereka.
Ini terlihat bahwa mereka kurang menghayati atau kurang dalam
melaksanakan ajaran yang sudah mereka ketahui dalam kehidupan keseharuian
mereka. Pengetahuan yang baik dengan tidak dibarengi dengan penghayatan iman
yang baik pula adalah sia-sia . Dalam hal cara atau pola asuh yang diterapkan ada
tiga pola yang dapat terangkan yaitu pola asuh Otoriter, Demokratis, dan
Permisivitas. Perolehan skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut; sebanyak 43
anak memiliki skor antara 25 50 atau sebesar 68.25% orang tua mengasuh dengan
cara otoriter, sebanyak 20 anak memiliki skor antara 51-75 atau 31.75% orang tua
mengasuh anak dengan demokratis dan sebanyak 0 anak memiliki skor 75 100
atau 0%, ini karena menurut penelitian tidak ada orang tua yang mengasuih anaknya
secara permisivitas. Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata rata adalah
sebesar 44.1. Menurut interval nilai yang ditentukan maka nilai rata rata ini masuk
pada inteval pola asuh yang otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola

95

asuh yang diterapkan para orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter,
disamping pola asuh lainnya yaitu demokratis dan permisivitas. Menurut penelitian
yang telah dijalankan, terlihat jelas bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh
yang besar dalam perkembangan iman anak. Maka dari itu, pola asuh yang
diterapkan dapat berbahaya jika pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak
disertai atau kurang menyertakan ajaran ajaran yang dapat memperkuat iman
mereka, ini untuk mendasari tingkah laku dan moral mereka ketika bergaul dengan
teman teman mereka nantinya. Jika tidak maka mereka dengan mudahnya
menyepelekan ajaran ajaran iman, bahkan dapat meninggalkan iman kepercayaan
mereka dengan mudahnya.
Dari penelitian yang telah dilakukan nampak gejala-gejala bahwa banyak
orang tua yang kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun
mereka mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian
mereka tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan
waktu untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan
yang dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap
orang tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada
anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan
anak kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada
saling mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak
maupun orang tua.
Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang diasuh dengan tidak
baik dan kurang mendapat perhatian dalam hal iman oleh orang tua mereka. Pola
asuh yang diterapkan kepada anak mempengaruhi kepribadian anak, maka dari itu

96

hendaknya pola asuh yang diterapkan dimasukkan unsur unsur ajaran kristiani.
Iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan menguatkan orang
untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Berdasarkan keprihatinan itu penulis mempunyai keinginan untuk
membantu orang tua agar dapat menyadari kembali tugas dan tanggung jawab
mereka sebagai pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para
orang tua agar dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama
dan terutama dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina
iman anak alam keluarga (FC, art.39).
Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada
mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan
lebih memperioritakan pada upaya penyadaran kembali tugas dan tanggung jawab
mereka para orang tua sebagai pendidik iman yang pertama dan utama. Selain itu
juga dengan upaya menumbuhkan sikap hidup beriman, menciptakan suasana hidup
beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi tradisi dalam keluarga
misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama. Allah
memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang tualah yang sangat berperan
utama dan terutama dalam membina iman anak. Di samping itu keluarga merupakan
tempat yang paling efektif bagi persemaian, pertumbuhan dan penghayatan serta
perkembangan iman anak sejak dini, karena anak lebih lama melewatkan waktu
berada dalam kehidupan keluarga bersama orang tua mereka. Orang tua di sini
bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE)
Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia
tinggal bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk

97

membentuk keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman
hendaknya dapat dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan,
kemudian pada masa anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.

3.) Usulan Tema


Usulan tema secara umum yang penulis sajikan dalam program katekese
umat ini adalah: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan
Mendidik Iman Anak, dengan tujuan Membantu orang tua meningkatkan kesadaran
akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama
dalam keluarga. Tema ini akan dijabarkan dalam tiga sub tema yaitu: Pertama,
Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Kedua, mengasuh dengan
kasih. Ketiga, menjadi orang tua dan sahabat terbaik bagi anak. Ketiga sub tema
tersebut, akan dijabarkan lagi menjadi lima pertemuan dengan tema dan tujuannnya
masing-masing yakni:

Tema Umum

: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan


Mendidik Iman Anak.

Tujuan Umum

: Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas


dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang
pertama dan utama dalam keluarga.

Sub Tema I

: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Keluarga.

98

Tujuan

: Membantu peserta semakin menyadari akan pentingnya


tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.

Sub Tema II

: Mengasuh dengan kasih

Tujuan

: Membantu orang tua untuk mengasuh buah hatinya dengan


kasih dan dapat memilih pola asuh yang baik bagi anak .

Pertemuan I

: Bagaimana orang tua/ keluarga menyumbang pada


perkembangan anak.

Tujuan

: Membantu peserta menyadari berbagai faktor yang


mempengaruhi kehidupan berkeluarga dan pengaruhnya pada
perkembangan anak.

Pertemuan II

: Menanamkan kedisiplinan pada anak, siapa takut !!!

Tujuan

: Membantu orang tua untuk mengajarkan pada anak


bertingkah laku dan bersikap dengan tatacara yang ada.

Pertemuan III

: Kasih orang tua sepanjang jalan !!!

Tujuan

: Membantu peserta untuk dapat menerapkan prinsipprinsip


dalam mengasuh

anak, dan serta bagaimana menghukum

anak dengan kasih

Sub Tema III

: Menjadi Orang tua dan Sahabat Terbaik bagi Anak.

Tujuan

: Membantu peserta untuk berusaha menjadi sahabat baik bagi


anak dalam keluarga.

99

Pertemuan I

: Anak sebagai anugerah Tuhan.

Tujuan

: Membantu peserta untuk selalu mensyukuri kehadiran anak


sebagai anugerah Tuhan dalam keluarga.

Pertemuan II

: Orang tua sebagai contoh dan teladan iman bagi anak dalam
keluarga.

Tujuan

: Membantu peserta agar mampu memberikan teladan iman


bagi anak melalui kesaksian hidup setiap hari dalam keluarga.

4) Penjabaran Program
Tema Umum

: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan


Mendidik Iman Anak.

Tujuan Umum

: Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas


dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang
pertama dan utama dalam keluarga.

Tabel 20:
No.

Sub Tema

Tujuan

1.

Tugas dan
Tanggung
jawab
Orang tua
dalam
Keluarga

Membantu
peserta
semakin
menyadari
akan
pentingnya
tugas dan
tanggung
jawab orang
tua dalam
keluarga.

2.

Mengasuh
dengan
kasih

Judul
Pertemuan

Membantu
1.Bagaimana
orang
tua orang
tua/
untuk
keluarga
mengasuh
menyumbang
buah hatinya pada

Tujuan

Uraian Materi

Metode

- Keluaga
sebagai tempat
pendidikan
iman anak
- Orang tua
sebagai guru
pertama dalam
keluarga

- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi

Sarana
- Puji Syukur
- Cerita
- Film A
Gift of
Hope

Sumber
Bahan
- FC art No
36
- Panduan
Rekoleksi
Kelurga
(Wignyasuma
rta, 2000,
148-169)
- Habitus
Baru dalam
liturgi ( KAS,
2006: 41)

Membantu
- Berbagai macan
peserta
bentuk pola
menyadari
asuh yang
berbagai faktor sering
yang
digunakan para

- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi

- Kitab Suci
- Puji syukur
- Cergam

- Perkembang
an anak jilid 2
(Elizabeth B.
Harlock,1989,

100

dengan
kasih
dan
dapat
memilih
pola
asuh
yang
baik
bagi anak .

perkembangan
anak.

2. Menanamkan
kedisiplinan
pada
anak,
siapa takut !!!

3. Kasih orang
tua sepanjang
jalan !!!

orang tua.
mempengaruhi
kehidupan
berkeluarga dan - Faktor faktor
yang
pengaruhnya
mempengaruhi
pada
perkembangan
perkembangan
anak.
anak

- Spidol

197-229)

- Ketas Fleb

- FC art No
36
-Habitus Baru
dalam liturgi (
KAS, 2006:
41)

Membantu
- Berbagai
orang tua untuk macam cara
mengajarkan
menanamkan
pada
anak disiplin kepada
bertingkah laku anak.
dan
bersikap
dengan tatacara - Faktor faktor
yang perlu
yang ada.
diperhatikan
dalam usaha
penanaman
disiplin kepada
anak

- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi

Membantu
- Bentuk
peserta untuk penerapan
hukuman emas
dapat
secara praktis
menerapkan
agar dapat
prinsipprinsip
mempertinggi
dalam
rasa kasih.
mengasuh
anak, dan serta
- Anak adalah
bagaimana
bank kasih yang
menghukum
anak
dengan dapat di isi
dengan kasih
kasih
sayang mereka.

- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi

- Kitab Suci
- Puji syukur
- Cergam
- Spidol
- Ketas Fleb

- Perkembang
an anak jilid 2
(Elizabeth B.
Harlock,1989,
197-229)
- FC art No
36
- Psikologi
perkembanga
n anak dan
remaja
(Singgih D.
Gunarsa,
1985, 80-91)

- Kitab Suci
- Puji syukur
- Cergam
- Spidol
- Ketas Fleb

- Perkembang
an anak jilid 2
(Elizabeth B.
Harlock,1989,
197-229)
- FC art No
36
- Psikologi
perkembanga
n anak dan
remaja
(Singgih D.
Gunarsa,
1985, 80-91)
-Mendidik
dengan kasih
(Sidney D.
Craig 1990)

3.

Menjadi
orang tua
dan
sahabat
terbaik
bagi anak.

Membantu
peserta
untuk
berusaha
menjadi
sahabat baik
bagi anak
dalam
keluarga

1. Anak sebagai
anugerah
Tuhan.

Membantu
- Anak sebagai
peserta untuk
anugerah
selalu
Tuhan
mensyukuri
kehadiran anak - Orang tua
sebagai
sebagai
penyalur
anugerah Tuhan
rahmat bagi
dalam keluarga
anak

- Diskusi

- Kitab Suci

- FC art, 36

- Tanya
jawab

- Puji syukur

- GE art, 3

- Cergam

- Luk, 2: 2240

- Sharing
- Dinamika

- Spidol
- Ketas Fleb

41- 52
- Stefan Leks
( 2003: 8698)

2. oran tua
sebagai
contoh dan
teladan iman
bagi anak
dalam
keluarga

Membantu
- orang tua
peserta
agar
sebagai
kesaksian iman
mampu
yang baik bagi
memberi
anak dalam
teladan
iman
keluarga.
yang baik bagi
anak
melalui
kesaksian hidup - orang tua
sebagai
setiap
hari
penyalur kasih
dalam keluarga
bagi anak
dalam kelurga

- Kitab Suci
- Cerita
- Dinamika

- Tanya
jawab

- Yoh, 15: 917

- Diskusi

- Diundang
untuk
bahagia, (
Widagdo,
2003: 67-70)

- Cerita
- Kertas Fleb
- Spidol
- Puji syukur

101

5) Contoh Persiapan Katekese


Contoh : Shared Christian Praxis (SCP).
a

Judul Pertemuan

: Orang tua sebagai pendidik iman anak yang


pertama dan utama dalam keluarga.

Tujuan

: Membantu peserta semakin menyadari peranan


mereka sebagai pendidik iman anak yang
pertama dan utama dalam keluarga.

Peserta

: Orang tua katolik

Model

: SCP

Tempat

: Lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel.

Hari/ Tgl

: ...............................

Waktu

: Jam 19.00-20.00 malam

Metode

: - Informasi
- Tanya jawab
- Refleksi pribadi
- Sharing pengalaman

Sarana

: - Puji Syukur
- Kitab Suci
- Film A Gift of Hope
- Familiaris Consortio No 36

Sumber Bahan

: - Film A Gift of Hope


- Familiaris Consortio art:36
- Panduan Rekoleksi keluarga

102

Pemikiran Dasar
Peranan orang tua sangat penting dalam keluarga dan sungguh berpengaruh

dalam perkembangan pendidikan iman anak. Orang tua sebagai pendidik iman yang
pertama dan utama dalam keluarga, tanpa pendidikan iman dari orang tua tidak
mungkin anak akan bertumbuh dan berkembang. Untuk dapat bertumbuh dan
berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur yang telah
ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak melalui pendidikan dari orang tua
dalam keluarga.
Dalam Familiaris Consortio No 36 ditegaskan tugas mendidik anak-anak
berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan serta dalam karya
penciptaan Allah. Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anakanak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu
orangtualah yang diakui sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama.
Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan kehidupan beriman
anak akan terlantar. Keluarga dapat menjadi tempat lahan subur bagi pertumbuhan
dan perkembangan iman anak, kalau orang tua dapat menciptakan suasana keluarga
yang harmonis, rukun, dan damai dalam anggota keluarga, maka dengan sendirinya
anak akan mengalami kerasan tinggal di rumah, sehingga iman anak kemungkinan
besar dapat bertumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik.

Pelaksanaan Pertemuan.
1. Pembukaan
a. Nyanyian Pembukaan PS No 679 ( Tuhan kami bersyukur )

103

b. Pengantar.
Bapak-ibu yang terkasih dalam Kristus pada kesempatan yang berahmat ini
kita bersyukur kepada Tuhan sebab masih diberi waktu kepada kita semua untuk
mengalami kasihNya yang berlimpah dalam hidup kita. Dalam kesempatan ini kita
diajak kembali untuk melihat panggilan dan tugas kita sebagai bapak dan ibu
keluarga. Kita dipanggil, disapa secara khusus oleh anak-anak kita dalam keluarga
yaitu, bapak dan ibu. Tentu ini merupakan karunia dan tanggung jawab kita sebagai
orang tua. Maka tugas kita sebagai orang tua adalah sebagai pendidik iman anak
yang pertama dan utama dalam keluarga. Oleh karena itu sejauh mana kita sebagai
orang tua telah memperhatikan iman anak dalam hidup sehari-hari dalam keluarga.

b. Doa Pembukaan:
Bapa yang penuh kasih kami bersyukur dan berterimakasih kepadaMu untuk
segala rahmat dan penyertaan-Mu bagi kami hingga saat ini. Kami memuji-Mu
sebab anugerah istimewa yang boleh kami alami lewat tugas dan tanggung jawab
kami sebagai orang tua dalam keluarga yang Engkau percayakan kepada kami
dalam memperhatikan dan mendidik iman anak-anak kami. Bantulah kami ya Bapa
agar dengan teladan Yesus Kristus putra-Mu, kamipun semakin mampu mendidik
dan menanamkan nilai-nilai iman yang baik kepada anak-anak kami. Semoga
dengan bantuan-Mu, keluarga kami semakin dipenuhi oleh semangat kasih dan
menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kami. Semuanya ini kami mohon kepadaMu demi Kristus Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan berkuasa kini dan
sepanjang masa. Amin

104

2. Langkah I: Penyajian Pengalaman Hidup.

3. Marilah bapak-ibu kita mencoba melihat dan mendengarkan Percikan


pengalaman yang sudah diperlihatkan kepada para peserta yang hadir, peserta
diberi kesempatan untuk melihat dan merenungkan tayangan film A Gift of
Hope , kemudian seorang peserta dimohon kesediaannya untuk menceritakanya
kembali.

4. Langkah II: Pendalaman Pengalaman Hidup.


Pendalaman hidup dibantu dengan beberapa pertanyaan panduan:
a. Apa tanggapan bapak-ibu tentang tayangan tadi?
b. Bagaimanakan cara orang tua Tony memperlakukan dan mendidiknya?
c. Bagaimana dengan cara bapak-ibu memperlakukan dan mendidik anak bapakibu sendiri, apa perbedaannya? Jelaskan!

4. Rangkuman Dari Pendalaman Pengalaman Hidup.


Memang tidak gampang mendidik anak dalam keluarga karena pekerjaan
yang sungguh berat. Dalam tayangan tadi terlihat bagaimana Tony yang cacat sejak
lahir (Tidak mempunyai tangan) bisa melakukan hal yang sedemikian hebat,
memainkan gitar dengan kedua kakinya sebagai ganti tangannya yang tidak ada.
Orang tua dan keluarga mendidik dan mengasuhnya sama dengan yang lain, bahwa
ia tidak berbeda dengan yang lain. Orang tuanya mampu bilang ya dan tidak disaat
yang tepat, inilah yang membuat Tony tumbuh menjadi seorang yang mandiri dan
mampu berkarya tanpa tergantung pada orang lain.

105

Dalam mendidik anak orang tua sering mengikuti kemauan anaknya yang
berakibat buruk bagi anak itu sendiri, apa-apa selalu tergantung pada orang lain dan
ia selalu merasa bahwa ada yang selalu melindunginya, sehingga pribadi anaknya
tidak akan berkembang. Maka dalam hal ini sikap tegas dari orang tua untuk
mendidik anak perlu dilakukan. Orang tua perlu sikap yang jujur dalam mendidik
anak-anak, sehingga anak tidak merasa bingung dengan cara mana yang harus
mereka ikuti atau turuti.

5. Langkah III: Pembacaan Teks Familiaris Consortio No 36


Hak dan kewajiban orang tua mengenai pendidikan. Tugas mendidik
berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan serta dalam karya
penciptaan Allah. Dengan membangkitkan dalam dan demi cinta kasih seorang
pribadi yang baru, yang dalam dirinya mengemban panggilan bertumbuh dan
mengembangkan diri, orang tua sekaligus sanggup bertugas mendampinginya
secara efektif untuk menghayati hidup manusiawi sepenuhnya. Konsili vatikan II
mengingatkan: karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak,
maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang
tualah yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama. Begitu
pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan sangat sukar pula dapat
dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua menciptakan lingkup keluarga
yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih terhadap manusia.
Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena
berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu juga bersifat asali dan
utama terhadap peran serta orang-orang lain dalam pendidikan karena keistimewaan

106

hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak-anak. Lagipula tidak tergantikan
dan tidak dapat diambil alih, dan karena itu tidak dapat diserahkan sepenuhnya
kepada orang lain.
Kecuali ciri-ciri itu jangan dilupakan, unsur yang paling mendasar ciri khas
peranan orang tua selaku pendidik adalah cinta kasih dan perhatian, yang
menyempurnakan kepada kehidupan. Cinta kasih merupakan prinsip yang menjiwai
karena itu, norma cinta kasih mengarah kepada segala yang kongkret dalam
mendidik, memperkaya nilai-nilai keramahan, kejujuran, ketabahan, kebaikan hati,
pengabdian, sikap tanpa pamrih dan pengorbanan diri.

6. Langkah IV: Mendalami Teks Familiaris Consortio No 36.


Peserta mendalami teks dengan beberapa pertanyaan penuntun
a. Apa yang menjadi inti teks FC No 36 tersebut?
b. Mengapa orang tua disebut sebagai pendidik yang pertama dan utama?
c. Bagaimana melaksanakan itu semua dalam keluarga?

7. Rangkuman Dari Pendalaman teks Familiaris Consortio No 36


Peran keluarga amat besar untuk pertumbuhan dan perkembangan iman anak.
Keluarga adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Keluarga dapat
menjadi lahan subur bagi perkembangan iman anak, kalau orang tua dapat
menciptakan suasana yang harmonis dalam keluarga, maka dengan sendirinya anak
akan merasa kerasan tinggal di rumah. Dengan demikian keluarga itu
mencerminkan keluarga kristiani yang sejati, yang didasari oleh kasih dan iman
akan Kristus.

107

Sarana pendidikan iman dalam keluarga adalah segala sesuatu yang ditemui,
baik itu peristiwa, benda bahkan hidup sendiri dapat dijadikan alat untuk
menanamkan dan memperkembangkan iman anak misalnya, alam dunia sekitarnya,
orang lain atau anggota keluarga, peristiwa ulang tahun, kematian dan peristiwaperistiwa religius, kesaksian hidup yang baik dan hidup suci orang tua.
Hambatan-hambatan yang mungkin timbul, sehingga orang tua kurang dapat
memperkembangkan iman anaknya yang begitu kompleks. Dan semua hambatan itu
barasal dari diri orang tua, dari situasi keluarga, dari diri anak-anak dan
lingkungannya. Orang

tua kurang waktu untuk berdialog dan rekreasi, berdoa

bersama karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Hal penting yang tidak kala buruk
akibanya bagi perkembangan kehidupan iman anak pengaruh jelek dari lingkungan
hidup si anak.
Sebagai orang tua kristiani memang kita sadari bahwa hidup beriman
bukanlah sesuatu yang secara khusus yang diisi ke dalam hidup anak oleh ayah dan
ibunya, tetapi iman itu adalah pertama-tama adalah suatu anugerah Allah yang
berkembang mengikuti irama hidup sesorang dan kehidupan sekitarnya.
Perkembangan iman tidak bisa terjadi secara otomatis, tetapi sungguh-sungguh
suatu proses yang dihayati dengan seluruh kehendak kebebasannya dan rahmat
Tuhan, Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatan kita.

8. Pembacaan Kitab Suci: Hal yang kudus dan berharga


Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan
kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan
kakinya, lali ia berbalik mengoyak kamu ( Matius 7 ayat 6 )

108

a. Makna apa yang terkandung dalam bacaan Kitab Suci tadi?


b. Sikap seperti apa yang dikehendaki oleh Yesus untuk menjaga yang paling
berharga (anak)?

9. Rangkuman teks Kitab Suci


Anak adalah kudus dan berharga, yang perlu kita rawat, dan kita jaga. Karena
anak adalah anugerah dari Allah yang sangat berharga dan didambakan oleh setiap
orang yang hidup berrumah tangga. Sangatlah bodoh orang yang tidak
menginginkan seorang anak dalam kehidupannya, bahkan sampai membunuh
anaknya sendiri dengan cara apapun. Seperti Injil yang telah kita dengar tadi, jika
kita tidak merawat dengan semestinya maka akan berbalik menyerang dan
mengoyak kita sendiri. Maka anak hendaknya kita rawat dan jaga sedemikian rupa,
dengan memberi mereka rasa cinta kasih kita dan membentengi moral mereka
dengan ajaran-ajaran kristiani dan disinilah peran keluarga sangat penting. Gereja
juga telah mengeluarkan amanatnya tentang keluarga, bahwa keluarga sangat
berperan besar bagi perkembangan anak terutama dalam hal iman. Ini
memperlihatkan kesungguhan gereja dalam memperhatikan perkembangan iman
anak sejak dini. Sebab ditangan merekalah masa depan gereja kita letakkan,
ditangan merekalah hidup kita nantinya kita gantungkan.

8. Langkah V: Penerapan Dalam Hidup Secara Kongkret.


Peranan dan tanggung jawab bapak dan ibu dalam keluarga sangat penting.
Dengan menghargai anugerah kebebasan rohani pribadi, orang tua mengarahkan
anaknya kepada hidup sebagai orang beriman, sehingga pada akhirnya anak sendiri

109

yang merasa bahwa iman itu sebagai iman yang dipilihnya. Apa yang perlu saya
lakukan sebagai orang tua dalam waktu dekat ini untuk mendidik dan
memperkembangkan iman anak, sesuai dengan Familiaris Consortio No. 36.

9. Penutup
a. Doa spontan dari peserta sesuai dengan tema.
b. Doa Bapa Kami.
c. Doa penutup.
d. Nyanyian penutup PS 564 ( Yesus Tuhan Terimalah diri kami)

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab III dan IV, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Analisis deskriptif mengenai iman, menunjukkan bahwa sebagian besar anak
anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel memiliki pemahaman yang
baik tentang iman anak akan Yesus dan iman akan Gereja. Dengan jumlah skor
rata-rata sebesar 11.49, dari 20 pertanyaan yang diberikan.
2. Tetapi di sisi lain mereka kurang dalam penghayatan dalam hidup mereka atau
dengan kata lain pengaplikasian iman dalam kehidupan keseharian mereka.
Karena hanya mencapai skor rata-rata sebesar 32.44, nilai ini merupakan skor
nilai interval rendah dalam artian kurang dalam penghayatan. Skor ini jauh
dengan apa yang diharapkan yaitu sebesar 45 60 yang merupakan skor interval
tertinggi.
3.

Dalam hal pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua menunjukkan bahwa
sebesar 68.25 % anak diasuh dengan pola Otoriter, sebanyak 31.75 % anak diasuh
oleh orang tuanya dengan pola Demokratis, sedangkan untuk pola Permisivitas
tidak dipakai karena tidak ada skor mencapai interval nilai yang sudah ditentukan.
Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata rata adalah sebesar 44.1. Menurut
interval nilai yang ditentukan maka nilai rata rata ini masuk pada inteval pola
asuh yang otoriter. Dengan melihat hasil yang ada kebanyakan para orang tua

111

lebih memilih menggunakan pola asuh yang otoriter dari pada demokratis
ataupun permisivitas.
4. Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa pola asuh orang tua memiliki
pengaruh terhadap perkembangan iman anak. Untuk menguji hipotesis dan
koefisien regresi variabel digunakan uji-t dengan hasil sebagai berikut; variabel
pola asuh: Ho : 1= 0 terhadap H1 : 1 0. Hasil yang didapat adalah t = 0.863
dengan derajat kebebasan n k 1 = 63-1-1 = 61, dengan p-value = 0,000 yang
lebih kecil dari = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima.
5. Dari hasil yang didapat dari pengujuan regresi dapat ditafsirkan bahwa besar
kontribusi pola asuh orang tua terhadap iman anak adalah sekitar 74.5 %. Dengan
begitu besarnya kontribusi yang didapat, tidak dapat kita sangkali lagi bahwa
memang pola asuh orang tua berpengaruh pada perkembangan iman anak.

B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diperoleh, maka dapat disampaikan saransaran sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti Selanjutnya: Penelitian dapat melanjutkan hasil-hasil penelitian ini
dengan memasukkan lebih aspek aspek yang memungkinkan dapat
mempengaruhi perkembvangan iman anak. Aspek yang mungkin dalam hal ini
adalah aspek pergaulan, lingkungan dan masih banyak lagi aspek aspek lain
diluar itu semua.
2. Bagi para anak: anak anak diharapkan dapat mengaplikasikan semua bentuk
pemahaman anak iman dalam kehidupan sehari hari. Hal ini dikarenakan

112

banyak anak yang paham betul akan ajaran iman namun hanya sebatas tahu tanpa
mau mewujud nyatakan dalam kehidupannya.
3. Bagi para orang tua: Diharapkan orang tua dapat mengasuh dan mendidik anak
anak mereka dengan lebih baik lagi, tanpa mengesampingkan aspek iman dalam
keseharian terutama untuk mendidik atau mengasuh anak. Ini sejalan dengan hasil
penelitian bahwa pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam hal iman anak.
4. Bagi Lingkungan: Dengan merujuk pada hasil penelitian ini diharapkan para
pengurus lingkungan dapat lebih mengoptimalkan fungsinya dalam mengadakan
pendampingan terhadap orang tua dalam keluarga dan anak di lingkungan Santo
Yakobus Alfeus Tempel. Selain anak orang tua juga hendaknya diperhatikan dan
perlu pendampingan oleh para pengurus lingkungan sebagai penyelenggara
pendidikan iman di lingkungan. Program pastoral pendampingan seperti yang
telah disajikan pada bab IV merupakan suatu upaya peneliti sebagai sumbangan
gagasan dalam rangka membantu para orang tua untuk dapat lebih mengerti anak
anak mereka dan dapat mendampingi anak dengan lebih baik lagi. Program
tersebut bertemakan;Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan
Mendidik Iman Anak dengan tujuan Membantu orang tua meningkatkan
kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang
pertama dan utama dalam keluarga. Semuanya ini dikemas dalam bentuk Shared
Christian Praxis (SCP). Selain itu pula peneliti merasa tergerak sebagai anggota
gereja yang mencurahkan perhatian kepada anak anak, karena masa depan
gereja berada ditangan mereka.

113

DAFTAR PUSTAKA

Adisusanto, FX. (2000). Katekese Sebagai Pendidikan Iman. Yogyakarta: Lembaga


Pengembangan Kateketik Puskat (Seri PUSKAT No. 372)
Amolorpavadass, D.S (1972). Katekese sebagai Tugas Pastoral Gereja. Yogyakarta:
STFK Pradnyawidya.
Arikunto, Suharsimi. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi).
______, (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompentensi dan Praktiknya.
Jakarta, PT Bumi Aksara.
Azwar, Saifudyn.(2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta, Penerbit Pustaka
Pelajar.
Caroline ADM, Philips T., W. Saris.( 1985). Katekese keluarga. Yogyakarta: STFK
Pradnyawidya.
Craig, Sidney.D (1990). Mendidik Dengan Kasih. (penerjemah YB. Tugiyarso).
Yogyakarta, Kanisius.
Dapiyanto, F.X. Relevansi Kultur Sekolah Bagi Internalisasi Nilai-Nilai Dalam
Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah. WYDIA DHARMA. (N0.1, Oktober
2005).
Djamaludin Ancok, dkk. (1988: 78-80). Peranan Keluarga Sekolah dan Masyarakat
dalam Pembentukan Kepribadian Remaja.
Dokumen Konsili Vatikan II. ( 1991). Ajaran dan Pedoman Gereja Tentang
Pendidikan Katolik. Kerjasama Komisi Pendidikan KWI dengan Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Dokumen Konsili Vatikan II. (1993). (R. Hardawiryana Penerjemah). Jakarta,
Dokumen dan Penerangan KWI.
Gordon, Thomas. (1989). Menjadi Oeang Tua Efektif; Petunjuk Terbaru Mendidik
Anak yang Bertanggung Jawab. Jakarta, Gramedia.
Gunarsa, Singgih. D. (1985). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta,
BPK Gunung Mulia.
Hardawiryana R. (1998). Dokumen Konsili Vatikan II. (Penerjemah: R.
Hardawiryana) Jakarta, Obor.
Hartono Heselaars., SJ. (2000). Katekese 2000. Yogyakarta, Kanisius.
Hauck, Paul. A. (1989). Mendidik Anak dengan Berhasil. (Daisy Penerjemah).
Jakarta, Arcan.
Heryatno W.W., SJ. Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (Seri Puskat
No. 356). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat, 1997.
Hurlock Elisabet B. (1991). Psikologi perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta, Erlangga.
,(1996). Psikologi Perekembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. (Ed.V). Jakarta, Erlangga.
Jakarta, Bumi Aksara.
Lein, Laura dan Odonnell, Lydia. (1989). Anak; Bagaimana Mengasuh Anak dan
Pengaruh Anak bagi Kehidupan Orangtuanya. (YB. Tugyarso Penerjemah)
Yogyakarta, Kanisius.
Lindgren, C.H. (1976). An Introduction to Social Psikology. 2 nd. Ed. New Delhi:
Wiley Estew Private Limited.

114

Listiara, Anita.(1996). Hubungan Antara Persepsi Mengenai Kecenderungan Pola


Asuh Demokratis dan Kecemasan dengan Tingkat Rasa Malu pada
Mahasiswa UGM. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. (tidak diterbitkan)
Mangunhardjana. (1986). Pembinaan, Arti dan Metodenya. Penerbit: Kanisius.
Ngalim Purwanto. (1993: 93). Peranan Ibu. Jakarta.
Prasetya, G.T (2003). Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta, Erlangga.
Sarjumunarsa, Th. (1985). Komunikasi Iman dan Evaluasi Katekese. STFK
Pradnyawidya.
Sekertriat Nasional K.M./CLC. (1971). Keluarga Retak Masyarakat Rusak. Jakarta.
Sumarno, Ds. M. SJ. (2005). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki.(Diktat Mata Kuliah Semester V). Yogyakarta. IPPAK-USD.
Soerjanto. Al. (2006). Pendidikan Anak dalam Keluarga. Komisi Pendampingan
Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak.
Stewart dan Koch. (1983). Children Development Throught Aduleslence. Canada:
Jhon Wiley and Sons, Inc.
Suharsimi Arikunto. (1993). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suhartin. RI. (1986). Cara Mendidik Anak dalam Keluarga Masa Kini.
Sutari, I. Barnadib. (1986). Pengantar Pendidikan Sistematik. Yogyakarta, FIP IKIP
Yogyakarta.
Sutrisno, Hadi. (1992). Metodologi Reserch 3. Yogyakarta, Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM.
Syamsudin. Dkk. (1990). Iklim Keluarga dalam Hubungannya dengan Prilaku Salah
Usia Siswa SMA DIY.
Telambanua, Marinus. (1997). Ilmu Kateketik. Jakarta, Obor
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang.(1990). Psikologi Perkembangan. IKIP
Semarang Press.
Totok, S.W. (2001).Seri Pastoral 328. Yogyakarta, Pusat Pastoral.
Triton, P.B.(2005). Cara Cepat Menguasai SPSS. 13.00. Yogyakarta, Tugu Publiser.
Winkel, W.S.(1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta, Gramedia.
Wright, Logan. (1985). Duapuluh Prinsip Mengasuh Anak Modern. Jakarta, Mega
Media.
Yohanes Paulus II. (1979). Catechesi Tradendae. (terjemahan Hardawiryana, SJ).
Jakarta, Dok Pen KWI.
. (22 November 1981). Familiaris Consortio. Terj. Widyamartana A, (1994).
Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Zulkifli, L. (1993). Psikologi Perkembangan. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Lampiran: I
Petunjuk Pengerjaan Kuesioner

a. Bacalah pernyataan-pernyataan berikut jawaban-jawabannya dengan seksama


b. Pilih dan lingkarilah huruf (a, b, atau c) pada jawaban yang anda anggap tepat
dan benar.
c. Isilah setiap jawaban dengan memberi tanda centang ( ) pada salah satu
kolom jawaban yang ada disampingnya.
d. Keterangan alternatif jawaban:
SL

= selalu

= sering

= kadang-kadang

TP

= tidak pernah

Jogjakarta, .....,..................,2007

Kuesioner
I. Iman Anak
1. Di bawah ini manakah kegunaan alat-alat misa yang benar?
a. Patena tempat meletakkan hosti besar
b. Ampul tempat menyimpan dupa
c. Wirug tempat anggur dan air
2. Di bawah ini manakah para petugas liturgy yang benar?
a. Imam, misdinar, kolektor
b. Imam, prodiakon, rektor
c. Imam, prodiakon, misdinar

(1)

3. Tata perayaan Ekaristi yang benar adalah?


a. Pembukaan, liturgi ekaristi, liturgi sabda, penutup
b. Pembukaan, persembahan, komuni, penutup
c. Pembukaan, liturgi sabda, liturgi ekaristi, penutup
4. Arti dari sepuluh perintah Allah ialah
a. Perintah dari Allah
b. Peraturan hidup
c. Pedoman hidup
5. Di bawah ini yang bukan makna dari Jangan memuja berhala,
a. Kesetiaan mutlak terhadap Allah
b. Percaya hanya kepada Tuhan Allah
c. Membuat patung-patung untuk disembah
6. Apakah maksud Yesus mengajarkan doa Bapa Kami kepada para murid?
a. Agar para murid terlihat berwibawa dihadapan masyarakat
b. Agar para murid bisa berdoa
c. Mengajak masuk kehubungan yang khusus dengan Allah
7. Oleh Gereja bulan Maria ditetapkan pada bulan?
a. April dan Desember
b. Mei dan Oktober
c. April dan Oktober
8. Apakah maksud kedatangan Tuhan Yesus?
a. Bertemu dengan umat manusia
b. Menyelamatkan umat manusia
c. Membantu umat manusia
9. Kelahiran Yesus kita peringati sebagai hari?
a. Paskah
b. Natal
c. Adven
10. Apakah makna dari wafat dan kebangkitan Yesus?

(2)

a. Menyelamatkan para murid-muridnya


b. Menyelamatkan seluruh umat manusia
c. Menyelamatkan seluruh orang Yahudi
11. Di manakah kota kelahiran Yesus?
a. Betlehem
b. Nazaret
c. Yerusalem
12. Apakah mukjizat pertama yang dilakukan Yesus
a. Mengubah air menjadi anggur
b. Menyembuhkan orang lumpuh
c. Mengandakan lima roti dan dua ikan
13. Doa syahadat para rasul baik panjang maupun pendek merupakan?
a. Doa ungkapan iman umat Kristen
b. Doa yang dibuat oleh Gereja
c. Doa yang diajarkan Yesus kepada para murid
14. Dalam syahadat, kemaha kuasaan Allah dibuktikan dengan?
a. Menciptakan langit dan bumi
b. Menyembuhkan orang sakit
c. Menciptakan manusia
15. Setelah hari ketiga Yesus
a. Naik ke surga
b. Bangkit dari antara orang mati
c. Mengadili orang hidup dan mati
16. Inti pewartaan Yesus adalah
a. Kegembiraan
b. Kerajaan Allah
c. Pengkudusan
17. Arti sakramen ialah
a. Tanda keselamatan Allah

(3)

b. Komunikasi Allah dengan manusia


c. Lambang kesatuan dengan Gereja
18. Sakramen yang menjadi dasar dari seluruh sakramen adalah?
a. Sakramen Komuni
b. Sakramen Tobat
c. Sakramen Baptis
19. Yesus datang ke dunia untuk mewartakan
a. Kabar baik
b. Kabar gembira
c. Kabar bahagia
20. Yesus mengajarkan umatnya untuk
a. Saling mengasihi
b. Mengikuti perjamuan
c. Mengharapkan belas kasihan

II. IMAN ANAK


NO

PERNYATAAN

Saya berangkat ke gereja setiap minggu.

2
3

Saya memberi hormat ketika hosti/ tubuh Kristus diangkat


ke atas
Saya mengikuti misa dengan khusuk

Saya berdoa dahulu sebelum melakukan segala sesuatu.

Saya aktif dalam kegiatan keagamaan

Saya membantu orang tua saya.

Saya berdoa kepada Tuhan

Saya berani mengakui kesalahan yang telah saya buat

Saya doa bersama keluarga.

(4)

SL

TP

10

Saya membantu teman yang sedang kesusahan.

11

Saya merasa senang ketika berdoa

12

Saya berdoa dengan khitmat dan sungguh sungguh

13

Saya ingin dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus

14

Saya merasa tisak senang kalau terjadi kejahatan

15

Saya tetap bersyukur ketika dalam keadaan susah

POLA ASUH
NO

PERNYATAAN

16

Saya diberikan kebebasan untuk mengatur keuangan


pribadi.
Saya dilibatkan dalam menyelesaikan masalah keluarga.

17
18
19

Bapak Ibu memberikan tanggung jawab secara penuh


kepada saya.
Saya bercanda dengan orang tua saya.

20

Orang tua saya pilih kasih.

21
22

Bapak Ibu khawatir dan mengawasi jika saya melakukan


kegiatan di luar rumah selain ke sekolah.
Saya di berikan kebebasan penuh di rumah.

23

Bapak Ibu mendukung setiap keputusan yang saya ambil.

24

Saya merasa kurang dihargai oleh orang tua dan saudarasaudara saya.
Bapak Ibu saya marah jika saya melakukan suatu kegiatan
tanpa sepengetahuan mereka.
Orang tua membatasi pergaulan saya.

25
26
27
28
29
30

Saya kurang dipercaya orang tua untuk membelanjakan


uang yang mereka berikan.
Saya makan bersama dalam keluarga Bapak Ibu.
Bapak Ibu saya membicarakan kesulitan-kesulitan mereka
tanpa sepengetahuan saya.
Saya diikut sertakan dalam pengambilan keputusan jika
menyangkut masa depan anda.

(5)

SL

TP

31

Orang tua saya mendampingi belajar.

32
33

Orang tua menentukan dengan siapa saya dalam bergaul


atau berteman.
Orang tua saya membatasi dalam mengikuti kegiatan.

34

Orang tua saya suka marah-marah.

35

37

Orang tua saya menentukan apa yang harus saya kerjakan


di rumah.
Orang tua saya mengatur uang untuk kebutuhan pribadi dan
jajan saya secara ketat.
Keinginan saya selalu dipenuhi.

38

Orang tualah yang memilihkan sekolah untuk saya.

39

Selain kebutuhan sekolah yang jumlah rupiahnya sudah


pasti orang tua saya mengatur uang untuk kebutuhan
pribadi dan jajan saya secara ketat.
Ada waktu untuk bercengkrama/ kumpul bersama dalam
keluarga saya

36

40

(6)

Analisis, Validitas dan Realibilitas Intrumen


Iman Anak
Pilihan Ganda

Skala Sikap

I. 1

I. 2

I. 3

I. 4

I. 5

I. 6

I. 7

I. 8

I. 9

I. 10

I. 11

I. 12

I. 13

I. 14 I. 15 I. 16 I. 17 I. 18 I. 19

I. 20

II. 1

II. 2

II. 3

II. 4 II. 5

II. 6

II. 7

II. 8 II. 9

II.10

II.11 II.12

II.13

II.14 II.15

No.

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

37

36

34

36

33

42

39

37

38

35

41

39

39

32

36

37

36

36

32

29

135

139

139

142

150

139

132

130

128

149

124

138

139

132

128

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

63

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

0,536 0,55

0,552 0,56

0,6

0,841 0,83

1,114 0,86 0,89 0,979 0,999

p/ik

0,59 0,571 0,5397 0,571

0,52 0,6667 0,62 0,587

0,6

0,556 0,651 0,619 0,619 0,51 0,57 0,59 0,57 0,57 0,51

0,46

0,4

0,444 0,349 0,381 0,381 0,49 0,43 0,41 0,43 0,43 0,49

0,54

0,552 0,524 0,52 0,51 0,591 0,49 0,55 0,552 0,52 0,51

0,41 0,429 0,4603 0,429

0,48 0,3333 0,38 0,413

pq

0,24 0,245 0,2484 0,245

0,25 0,2222 0,24 0,242 0,24 0,247 0,227 0,236 0,236 0,25 0,24 0,24 0,24 0,24 0,25 0,248

20

Rel. Oby

19

0,71
40

39

Var. But

0,8

0,69

0,82

0,63 0,62 1,114

0,64

0,6

0,35

Var. Tot
Rel. Sub

Valid

0,9

0,29 0,251

0,381

0,353

0,32 0,2712 0,28 0,295 0,36 0,252 0,278

0,33

0,262 0,43 0,35 0,29 0,35 0,35 0,43 0,245 0,445

0,5

0,511 0,44 0,52 0,594 0,601 0,48 0,33 0,254 0,56 0,49 0,511

Pola Asuh Orang Tua


Skala Sikap
E

II.16

II.17 II.18 II.19 II.20 II.21 II.22 II.23 II.24 II.25

II.26 II.27 II.28 II.29 II.30 II.31 II.32 II.33 II.34 II.35 II.36 II.37 II.38 II.39 II.40

TOT

Jso

Jse

54

57

111

12

108

61

52

113

15

110

54

53

107

19

99

56

53

109

17

101

50

48

98

17

86

52

53

105

12

104

58

52

110

16

102

53

51

104

11

108

51

54

105

14

99

56

53

109

17

105

48

52

100

11

99

56

50

106

17

95

56

48

104

18

94

54

53

107

15

100

51

53

104

16

98

53

50

103

15

98

54

48

102

15

97

47

53

100

15

97

50

53

103

15

98

50

51

101

16

95

51

49

100

16

96

55

46

101

13

97

55

46

101

16

93

46

53

99

16

95

46

51

97

12

95

53

47

100

18

90

52

47

99

15

89

50

49

99

15

93

49

47

96

12

91

43

51

94

11

94

47

46

93

11

86

51

45

96

11

93

43

49

92

10

91

46

49

95

12

93

44

48

92

95

36

48

84

86

45

44

89

10

87

49

43

92

11

96

44

44

88

11

86

42

43

85

85

46

39

85

85

47

40

87

12

81

38

44

82

82

34

43

77

77

39

42

81

80

41

36

77

80

38

39

77

77

38

39

77

75

33

37

70

67

36

34

70

66

30

33

63

66

35

33

68

12

63

27

34

61

62

28

31

59

58

30

31

61

58

33

30

63

10

58

27

30

57

55

30

35

65

10

55

26

32

58

52

25

29

54

53

24

33

57

52

25

27

52

52

27

25

52

48

2768

138

140

118

126

119

129

143

142

130

135

131

144

133

129

142

123

126

132

128

124

130

131

138

131

120

2778

5546

724

5326

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

252

11340

0,56 0,47

0,5

0,47 0,51 0,57 0,56 0,52 0,54

0,52

0,57

0,53

0,51 0,56 0,49

0,5

0,52 0,51

0,49

0,52 0,52 0,55 0,52 0,48

32,627

0,548

8,5079
4,841

0,715

0,84 0,72 0,58 0,54 0,62 0,77 0,64 0,71 0,89

0,73

0,63

0,62

0,74 0,61 0,66 0,63 0,64 0,73

0,46

0,68 0,73 0,71 0,73 0,71

29,858
271,78 14,911 243,9

0,285

0,44 0,49 0,41 0,47 0,48 0,49 0,45 0,62 0,59

0,52

0,47

0,6

0,5

0,34 0,52 0,36

0,5

0,47

0,56

0,58 0,52 0,28 0,52 0,52

Hasil Pengujian Validitas Variabel Pemahaman Iman


No item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Jml

r hitung
0.29
0.26
0.37
0.36
0.3
0.28
0.3
0.3
0.4
0.26
0.3
0.32
0.27
0.4
0.4
0.3
0.4
0.4
0.4
0.25

r tabel
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
20 Valid

Hasil Pengujian Validitas Variabel Penghayatan Iman


No item
r hitung
r tabel
Keterangan
II. 1
0.45
0,254
Valid
II. 2
0.5
0,254
Valid
II. 3
0.51
0,254
Valid
II. 4
0.4
0,254
Valid
II. 5
0.5
0,254
Valid
II. 6
0.6
0,254
Valid
II. 7
0.6
0,254
Valid
II. 8
0.5
0,254
Valid
II. 9
0.3
0,254
Valid
II. 10
0.254
0,254
Valid
II. 11
0.6
0,254
Valid

(11)

II. 12
II. 13
II. 14
II. 15
Jml

0.5
0.5
0.6
0.4

0,254
0,254
0,254
0,254

Valid
Valid
Valid
Valid
15 Valid

Hasil Pengujian Validitas Variabel Pola Asuh Orang Tua


No item
r hitung
r tabel
Keterangan
II. 16
0.28
0,254
Valid
II. 17
0.4
0,254
Valid
II. 18
0.5
0,254
Valid
II. 19
0.4
0,254
Valid
II. 20
0.5
0,254
Valid
II. 21
0.5
0,254
Valid
II. 22
0.5
0,254
Valid
II. 23
0.4
0,254
Valid
II. 24
0.6
0,254
Valid
II. 25
0.6
0,254
Valid
II. 26
0.5
0,254
Valid
II. 27
0.5
0,254
Valid
II. 28
0.6
0,254
Valid
II. 39
0.6
0,254
Valid
II. 30
0.5
0,254
Valid
II. 31
0.3
0,254
Valid
II. 32
0.5
0,254
Valid
II. 33
0.4
0,254
Valid
II. 34
0.5
0,254
Valid
II. 35
0.5
0,254
Valid
II. 36
0.6
0,254
Valid
II. 37
0.5
0,254
Valid
II. 38
0.3
0,254
Valid
II. 39
0.5
0,254
Valid
II. 40
0.5
0,254
Valid
Jml
25 valid

(12)

Anda mungkin juga menyukai