SKRIPSI
Oleh :
Exnasius Indriyanto
NIM : 031124016
PERSEMBAHAN
iv
MOTTO
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA
TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI
LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH
KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH. Dengan menulis skripsi
ini penulis berharap bisa mengetahui bagaimanakah pola asuh yang diterapkan
oleh para orang tua, seberapa besarkah pengaruhnya dan bagaimanakan atau
seperti apa perkembangan iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus sampai
saat ini.
Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan
sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan
berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. Dilihat dari bentuknya
dan penerapannya pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni otoriter,
demokratis dan permisivitas. Sedangkan pengertian iman adalah pertemuan
pribadi dan mendalam manusia dengan Tuhan Yesus Kristus serta mengatur hidup
sesuai dengan perintah-Nya. Perkembangan hidup beriman pada umumnya
melalui tahapan yang teratur dan mendalam, proses itu merupakan dinamika antar
pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan
perubahan yang terus menerus. Karena keluarga adalah pendidik yang pertama
dan utama, maka perkembangan iman anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtua.
Ini karena hampir seluruh hidup anak dihabiskan dengan orang tua dan keluarga
Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ho: r = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap
penghayatan iman anak anak )
H1: r 0 (Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap
penghayatan iman anak anak )
Untuk menguji kebenaran hipotesis secara empirik, maka peneliti
mengadakan penelitian dengan metode kuantitatif. Penelitian ini mengambil
sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh sebab itu disebut penelitian
populatif. Dengan jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 63 anak.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa, persamaan regresi tunggal
yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil kriteria (least
square criterion) adalah: Y = - 1.665 + 1.030X1. Hal ini menunjukkan bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima, yakni bahwa pola asuh memiliki pengaruh terhadap iman
anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel. Sedangkan nilai R (R square)
dari tabel Summary menunjukkan sumbangan pola asuh terhadap iman anak
adalah sebesar 74.5%. Ini menunjukkan bahwa pola asuh memiliki pengaruh yang
besar terhadap iman anak. Dengan melihat hasil penelitian yang telah dijalankan
ini, maka perlu adanya penanganan masalah masalah yang ada dengan katekese.
Katekese ini bukan hanya untuk anak, namun terlebih lagi katekese untuk para
orang tua.
vii
ABSTRACT
This minithesis entitled THE INFLUENCE OF PARENTAL REARING
ON THE CHILDRENS FAITH INI CATHOLIC FAMILY IN SANTO
YAKOBUS ALFEUS TEMPEL COMMUNITY, OF THE PARISH OF HOLY
SPIRIT KEBONARUM, KLATEN, CENTRAL JAVA. This thesis was
conducted to know how the rearing patterns implemented by the parents is, how
great the influence is and what the development of childrens faith in Santo
Yakobus Alfeus environment is like up to now.
Narrowly, parental rearing patterns can be defined as the methods and the
parental behavior in fulfilling their childrens needs which then will influence the
childrens ability and development. Seen from the form and its implementation
parental rearing patterns can be divided info three, i.e. authoritarian, democratic,
permissiveness. Meanwhile the meaning of faith is the private meeting between
the faithful and Jesus Christ. The development of faith life take place generally is
conducted through the regular and deeper steps. This process is a dynamic one
which merges the conveying and acceptance of word of God. Because of its
function as the first and primary educator, thus the development of childrens faith
is affected by parental rearing pattern. It is because by almost all of childrens life
is spent with their parent and family.
In this research the author proposed hypothesis as follow:
H0: r = 0 (There is not influence on the implementation of parental
rearing patterns on the children faith)
H1: r 0 (There is any influence on the implementation of parental
rearing patterns on the children faith)
To test the truth of this hypothesis empirically, thus the author conducted
this research by using a quantitative method. This research took sample of all of
population as respondents. Thus it was called as populative research. Totally, the
amount of respondents were 63 children.
Meanwhile the result of this research showed that, the simple regression
equation which was gained by using method of least square criterion was Y = 1.665 + 1.030X1. It shows that H0 was rejected and H1 was accepted, i.e. that
rearing patterns have influence on childrens faith in Santo Yakobus Alfeus
Tempel environment. Meanwhile the value of R ( R square ) from Summary table
showed that the contribution or rearing pattern toward childrens faith was 74.5%.
It showes that rearing patterns have great influence on childrens faith. By
considering the result of this research which has been conducted, catecheses is the
best way to salve the problem. Catechism in this matter is not only for children;
but also for the parents.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberi kekuatan
kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai walaupun menempuh waktu yang
lama melalui jalan berkelok kelok dan terjal.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu sumbangan
pemikiran untuk membantu memberi gambaran kepada pengurus lingkungan
Santo Yakobus Alfeus Tempel umumnya dan para orang tua khususnya dalam
penyadaran peran anak serta pengembangan iman anak anaknya, sehingga
berguna bagi gereja dan orang disekitarnya.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
dengan segala upaya membantu penulis. Untuk itu patutlah penulis mengucapkan
limpah terima kasih kepada mereka semua, teristimewa kepada:
1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku pembimbing utama, yang dengan hati
tulus memberikan seluruh perhatiannya dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
2. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, selaku penguji II sekaligus sebagai
pembimbing akademik yang selalu memberi support kepada penulis.
3. Drs. H.J. Suhardiyanto. S.J, sebagai penguji III yang dengan hati tulus
memberi dukungan dan mendampingi penulis dari awal sampai akhir.
4. Para Dosen dan Karyawan IPPAK dengan fungsinya masing-masing
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ketua lingkungan Bpk. Sriyatno, yang mengijinkan saya melakukan
penelitian untuk pemenuhan tugas akhir saya.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
..............................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................
ii
PENGESAHAN...........................................................................................
iii
PERSEMBAHAN........................................................................................
iv
MOTTO........................................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN......................................................................
vi
ABSTRAK....................................................................................................
vii
ABSTRACT ................................................................................................
viii
ix
xi
xv
xvi
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................
B. Identifikasi Masalah..........................................................................
C. Batasan Permasalahan......................................................................
1. Keluarga ........................................................................................
10
14
a. Mendidik .................................................................................
15
b. Mengasuh ................................................................................
18
19
21
xi
23
25
26
1. Iman ..............................................................................................
27
28
29
30
32
34
34
b. Suasana ....................................................................................
35
c. Pengajaran ...............................................................................
35
d. Komunikasi .............................................................................
36
36
37
38
E. Hipotesis ..........................................................................................
39
40
40
40
41
41
41
41
42
42
42
43
45
45
45
xii
b. Validitas ..................................................................................
46
c. Reliabilitas ..............................................................................
47
48
48
48
49
49
e. Analisis ..................................................................................
50
51
51
51
52
52
54
55
d. Korelasi ...................................................................................
56
57
57
59
61
62
C. Pembahasan .....................................................................................
67
73
73
74
a. Rekoleksi ................................................................................
74
b. Retret .......................................................................................
75
xiii
c. Katekese ..................................................................................
76
76
78
80
81
82
82
84
92
92
92
97
99
101
110
A. Kesimpulan ......................................................................................
110
B. Saran ................................................................................................
111
113
LAMPIRAN ................................................................................................
115
xiv
DAFTAR SINGKATAN
FC
GE
C. Singkatan Lain
Art
: Artikel
KWI
SCP
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
: Data responden
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
: Hasil korelasi
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
: Statistik
Tabel 13
: Diskriptiv statistik
Tabel 14
: Removed
Tabel 15
: Model summary
Tabel 16
: Koefisien
Tabel 17
: Anova table
Tabel 18
: Regresi linier
Tabel 19
: Model summary
Tabel 20
: Penjabaran program
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan jaman sekarang ini banyak ditandai oleh kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan di bidang IPTEK juga membawa
perubahan pada bidang lainnya, bidang sosial, ekonomi, budaya. Demikian pula
muncul berbagai pola hidup orang jaman ini. Situasi tersebut membawa dampak
positif maupun negatif.
Dampak positif yang ditimbulkan antara lain : beraneka ragam sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sudah tersedia, mudah diperoleh dan dapat
memperlancar serta mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. Begitu pula
sarana komunikasi dan hiburan seperti TV, Video, handphone dan sebagainya, yang
pada umumnya sudah dimiliki banyak orang, terutama televisi dan handphone yang
sudah banyak dimiliki oleh banyak orang dan keluarga.
Di samping dampak positif muncul pula dampak negatif. Pengaruh negatif
yang muncul antara lain; adalah pola hidup konsumerisme, materialistis,
individualistis. Pola hidup ini muncul dari kecenderungan hidup manusia untuk
mencari kenikmatan hidup dan selalu mencari kepuasan bagi pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Orang jaman sekarang mudah terpengaruh untuk memperhatikan
hidup dari segi jasmani saja tanpa memperdulikan kebutuhan rohani, pendidikan,
sehingga iklim kasih sayang menjadi terabaikan.
Kristiani juga dipengaruhi oleh pola hidup seperti tersebut di atas. Kalau demikian
Keluarga Kristiani tidak berbeda dari pada keluarga pada umumnya yang hanya
memperhatikan kebutuhan jasmani saja. Cukup banyak orang tua yang keseharian
sibuk bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Kesibukan
mereka itu sering menyebabkan kurangnya perhatian dan cinta kepada anak-anak
mereka. Memang orang tua perlu memperhatikan kebutuhan materi bagi anak-anak
mereka, tetapi itu belum menjadi jaminan untuk mencapai tujuan keberhasilan bagi
pendidikan anak. Meskipun banyak orang tua berpendapat atau beranggapan bahwa
sudah memenuhi semua kebutuhan anak berarti itu sudah mencintai mereka. Padahal
dalam kenyataannya terpenuhi kebutuhan materi belum lengkap daan tidak cukup
bagi anak, karena anak juga membutuhkan perhatian dan cinta dalam bentuk lain
yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai pribadi.
Oleh karena itu keluarga kristiani sebagai keluarga beriman hendaknya
mampu mencintai anak tidak hanya sebatas pemberian dalam segi materi saja,
melainkan juga memberikan perhatian dan cinta yang berasal dari Allah sendiri
kepada anak-anak. Perhatian dan cinta orang tua mencakup segala usaha dalam
memperhatikan kebutuhan rohani anak. Dimana-mana masih banyak dijumpai anakanak, remaja, kaum muda yang hidupnya hanya mencari kepuasan diri sendiri,
mabuk-mabukan, perkelahian, pencurian perampokan, lari dari rumah dan
sebagainya. Hal ini terjadi karena mereka kurang bahkan kering akan cinta dan tidak
mendapatkan pembinaan iman dalam keluarga serta kadang kala pola asuh orang tua
yang salah yang dapat mengakibatkan semuanya itu.
Allah sendiri telah memberi tugas kepada orang tua pada waktu mereka
menikah melalui rahmat yang diberikan dalam sakramen perkawinan yaitu tugas dan
pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para orang tua agar
dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama dan terutama
dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina iman anak
dalam keluarga (FC, art.39).
Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada
mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan
lebih memperioritaskan upaya dalam menumbuhkan sikap hidup beriman,
menciptakan suasana hidup beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang
menjadi tradisi dalam keluarga misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan
Kitab Suci bersama. Allah memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang
tualah yang sangat berperan utama dan terutama dalam membina iman anak. Di
samping itu keluarga merupakan tempat yang paling efektif
bagi persemaian,
pertumbuhan dan penghayatan serta perkembangan iman anak sejak dini, karena
anak lebih lama melewatkan waktu berada dalam kehidupan keluarga bersama orang
tua mereka. Orang tua di sini bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE)
Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia tinggal
bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk membentuk
keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman hendaknya dapat
dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan, kemudian pada masa
anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.
B. Identifikasi Masalah
Dari
paparan
mengenai
latar
belakang
masalah
dapatlah
penulis
merumuskan secara singkat gambaran sementara tentang bagaimana pola asuh orang
tua terhadap anak dalam keluarga di wilayah di mana penulis tinggal:
1. Bagaimana cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak?
2. Kendala apa yang dihadapi orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak?
3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam pembinaan iman anaknya?
4. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi orang tua berkaitan dengan pembinaan
iman dalam keluarga?
Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui
seberapa besar sumbangan pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak
mereka. Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi
pustaka dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.
C. Pembatasan Masalah
Setelah melihat situasi dan latar belakang masalah yang telah disampaikan
maka masalah yang dibatasi penulis adalah mencakup pada seberapa besar pengaruh
pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak, sehingga anak itu menjadi anak
yang baik dan memiliki akal budi
permasalahan peranan dan pengaruh orang tua dalam membina iman anak berkaitan
dengan peranan orang tua dalam membina iman anak di lingkungan Santo Yakobus
Alfeus Tempel Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.
D. Rumusan Masalah
Dari paparan mengenai latarbelakang masalah dapatlah penulis merumuskan
secara singkat gambaran sementara tentang pelaksanaan pola asuh anak dalam
keluarga di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel di mana penulis tinggal:
1. Bagaimanakah pola asuh orang tua di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel
sejauh ini?
2. Bagaimanakah perkembangan iman anak di lingkungan St. Yakobus Alfeus
Tempel?
3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman
anak?
Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman.
Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi pustaka
dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.
E. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua selama ini.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam perkembangan
iman anak.
3. Mengetahui perkembangan iman anak.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi saya pribadi penelitian ini membantu untuk mengetahui pola asuh yang
benar dan sesuai dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi
perkembangan anak.
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS
Pada bagian ini, penulis hendak memaparkan bagaimana pola asuh orang tua
dapat berpengaruh pada iman anak-anak mereka. Sebelum itu akan dipaparkan
bagaimana orang tua dipandang dari sudut keluarga kristiani dan bagaimana peranan
keluarga kristiani itu sendiri. Kemudian setelah melihat berbagai peranan orang tua
dalam keluarga kristiani, penulis mengajak untuk melihat bagaimana pola asuh yang
hendaknya diterapkan pada anak mereka. Dan melihat bagaimana pola asuh dapat
mempengaruhi iman anak, serta bagaimana tahap-tahap perkembangan iman anak.
10
merupakan suatu persekutuan hidup dan cinta. (GS Art. 48) Hidup dan cintakasih
keluarga berdasar dan bersumber pada cintakasih kristus. Cintakasih Kristus yang
mewarnai hidup keluarga inilah yang menjadi kekhasan keluarga kristiani. Maka
keluarga kristiani dimengerti sebagai persekutuan hidup pribadi-pribadi yang
sedarah dan terikat yang berdasarkan cintakasih Allah yang berpola hidup Yesus
Kristus. Dengan demikian hidup perkawinan dan keluarga mengandung nilai luhur.
Nilai luhur itu terkandung dalam panggilan hidup perkawinan dan keluarga itu
sendiri
Sebagai Gereja kecil yang dipanggil untuk ikut serta mewartakan Injil,
mengembangkan hidup secara manusiawi dan kristiani dalam keluarga demi
pembaharuan masyarakat dan umat Allah.
11
keluarga kristiani yang terdiri dari empat peranan menurut Anjuran Aspostolik Sri
Paus Yohanes Paulus II tentang keluarga dalam Dokumentasi Femiliaris Consortio,
akan kami jelaskan berikut ini. (FC. Art: 17-64)
1) Membentuk Persekutuan Pribadi-Pribadi
Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi.
Membentuk persekutuan pribadi berarti membangun persekutuan pribadi-pribadi
dalam suatu komunitas yang berdasarkan pada cintakasih. Pribadi yang bersekutu
atau bersatu adalah pertama-tama suami dan isteri, kemudian orang tua dan anakanak serta sanak saudara. Pribadi-pribadi yang hidup dalam keluarga memerlukan
dasar untuk mempersatukan mereka. Dasar yang mengikat persatuan mereka adalah
cintakasih. Cintakasih merupakan dasar kekuatan dan tujuan akhir hidup keluarga.
Tanpa dilandasi dan diperkokoh dengan cintakasih, keluarga tidak dapat hidup
berkembang atau menyempurnakan diri sendiri persekutan pribadi-pribadi. (FC. Art:
18)
Terbentuknya persekutuan itu pertama kali dijalin dan berkembang oleh
persekutuan suami-isteri melalui janji perkawinan. Mereka ini bukan lagi dua
melainkan satu (Mat 19: 6).
Mereka dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam pesekutuan mereka melalui
kesediaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling
menyerahkan diri seutuhnya. (FC. Art: 19) Persekutuan pasangan ini suami-asteri
tidak hanya bercirikan kesatuan melainkan tak terceraikan. Kesatuan yang tak
terceraikan ini menuntut kesetiaan seutuhnya dari kedua belah pihak baik dari suami
maupn isteri dan demi kepentingan anak-anak. (Konsili Vatikan II, Op. Cit., art. 48)
12
Wanita dan pria mempunyai martabat yang sama. Wanita dalam keluarga
berperanan sebagai isteri dan ibu. Peranan seorang ibu dalam keluarga perlu
dijunjung tinggi martabatnya. Peranannya dalam keluarga ikut menentukan terutama
dalam pendidikan iman anaknya. Anak pertama kali dalam hidupnya mengenal
ibunya sejak dalam rahim. Maka anak pertama kali mengerti apa itu iman juga dari
ibunya yang sejak bayi menyusui, mengasuh, dengan penuh kasih sayang dan
menyediakan keperluan rumah tangga. Di samping berperan sebagai ibu juga
seorang isteri yang mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan setia kepada
suaminya. Seorang isteri hendaklah menghormati suaminya. (Ef 5: 33)
2) Mengabdi Kehidupan
Peranan keluarga menyalurkan kehidupan diwujudkan melalui pengadaan
keturunan. Kesuburan cintakasih suami isteri terbuka bagi adanya keturunan.
Hubungan suami isteri tidak hanya berpusat pada hubungan seks saja. Seksualitas
harus semakin mengarahkan diri masing-masing pribadi dengan cintakasih yang
mendalam dan penuh syukur atas rahmat kasih Allah yang telah memanggil mereka
untuk hidup berkeluarga. Maka peranan prokreasi keluarga harus semakin
mempersatukan ikatan mereka yang tak terceraikan. Oleh karena itu segala usaha
yang menghalangi terjadinya prokreasi dengan tujuan dan cara apa pun yang
melanggar hakekat perkawinan dan melanggar nilai moral harus ditolak. (FC.
Art:32)
Tugas orang tua mendidik anak merupakan tugas yang amat penting dan
tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Orang tua hendaknya mampu menciptakan
situasi, relasi dan komunikasi yang penuh cintakasih dan diliputi semangat
13
kokohnya
keluarga
(tak
terceraikan),
dan
pendidikan
yang
dilaksanakan oleh orang tua sebagai pendidikan pertama dan utama denan penuh
tanggung jawab. (Sekertariat Nasional K.M./CLC, Hal:12)
Hubungan erat antara keuarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari
keluarga dan masyarakat untuk berkerjasama membela dan mengembangkan
kesejahteraan setiap orang. Tetapi masyarakat harus mengakui keberadaan
keluarga sebagai rukun hidup yang mempunyai hak aslinya sendiri. (FC. Art:45).
Berdasarkan
prinsip
tersebut
maka
masyarakat
khususnya
negara
harus
menghormati hak-hak hakiki yang dimiliki oleh keluarga dn tidak bisa mengambil
alih peranan-peranan keluarga. Negara harus mampu mengusahakan agar keluarga
dapat mencukupi semua kebutuhan di bidang ekomoni, sosial, pendidikan, politik
dan kebudayaan.
14
15
sebagai orang tua, seperti yang telah dikatakan oleh Evi bahwa orang tua berperan
dalam mengasuh dan mendidik anak mereka.
a. Mendidik
Mendidik memiliki arti yang cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak.
Mendidik anak dapat diartikan; sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal
bertutur kata, bertindak dan cara hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan
bahagia. (Hurlock, 1989: 82) Dalam usaha mendidik anak, para orang tua berusaha
untuk menciptakan suatu suasana dalam keluarga sehingga tercipta suasana yang
mendukung dalam proses pendidikan bagi anak-anak mereka. Menurut Anton dkk
(1990: 67) peranan orang tua dalam keluarga adalah bagian utama yang harus
dilakukan orang tua dalam usaha menciptakan lingkungan yang mendukung bagi
anak dalam upaya menciptakan prestasi yang optimal. Pada umumnya orang tua
memiliki peranan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan oleh Ngalim Purwanto
mengenai peranan ibu dan ayah terhadap pendidikan anak-anak. (Ngalim Purwanto:
90-92)
Peranan ibu dalam hal ini tidak dapat disangkal dan dipungkiri lagi. Ibu
adalah pendidik yang pertama, didikan ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan
dasar dan tidak dapat diabaikan. Untuk itu seorang ibu hendaklah seorang yang
bijaksana dan pandai dalam mendidik anak-anak. Secara naluri seorang ibu adalah
bersifat menjaga, melindungi, menyayangi, dan memberikan pengetahuanpengetahuan dasar bagi anak.
Peranan ibu dalam pendidikan anak sudah sesuai dengan fungsi dan
tanggung jawab dalam anggota keluarga, yaitu sebagai sumber dan pemberi rasa
16
kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat untuk mencurahkan segala isi hati,
pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pembimbing hubungan pribadi, dan
pendidik dalam segi-segi emosioanal. (Ngalim Purwanto: 93)
Peranan ayah sebenarnya tidak berbeda jauh dengan peranan seorang ibu
sendiri; memberikan kasih sayang, mengasuh dan memelihara serta mencurahkan
segala isi hati. Namun yang paling utama sebagai seorang ayah adalah memberikan
nafkah bagi anak dan istri serta memberikan kehidupan yang layak bagi anak dan
istri. Jika ditinjau lebih dalam lagi dari segi fungsi dan tugasnya sebagai ayah, yaitu
sebagai pemberi rasa aman bagi keluarga, pelindung dan pendidik dari segi rasional
juga sangat dibutuhkan bagi seorang anak.
Orang tua bukanlah satu-satunya faktor penentu bagi perkembangan anak,
masih ada faktor individu dan faktor lingkungan lain disekitar anak yang dapat pula
mempengaruhi perkembangan anak. Namun demikian orang tua dapat mengarahkan
perkembangan anak sejauh mungkin, dengan menyadari akan peranannya yang
besar dalam kehidupan anak.
Selain berbagai pengertian dan pengetahuan yang harus diperoleh orang tua,
hendaknya sikap-sikap orang tua juga harus diperhatikan, guna perkembangan
anaknya. Sikap tersebut antara lain: Adiwardhana (dalam Gunarsa,1985: 61-64))
1) Antara ayah dan ibu harus ada kesesuaian serta konsistensi dalam hal mendidik
dan mengajar anak-anaknya. Suatu tingkahlaku anak yang dilarang oleh orang
tua pada suatu waktu, harus pula dilarang apabila dilakukan lagi pada waktu
yang lain. Konsistensi ini juga harus ada dalam hal-hal apa saja yang
mendatangkan pujian atau hukuman pada anak. Ketidakadanya konsistensi akan
17
mengaburkan pengertian anak tentang apa yang baik dilakukan dan yang tidak
baik untuk dilakukan.
2) Berbagai sikap yang dilakukan oleh orang tua. Sikap ayah terhadap ibu atau
sikap ibu terhadap ayah, bagaimana sikap terhadap saudara-saudaranya dan
kepada yang lain. Sikap-sikap tersebut dapat berpengaruh pula dalam
perkembangan anak, walaupun tidak secara langsung, yakni melalui proses
peniruan. Proses peniruan oleh anak ini biasanya dipengaruhi oleh sikap atau
tingkahlaku orang-orang yang dekat dengannya dan yang anak temui setiap
harinya.
18
b. Mengasuh
Tidak hanya mendidik saja, melainkan juga bagaimana cara orang tua dalam
mengasuh anak-anak mereka. Orang tua perlu menciptakan suasana lingkungan
yang ramah atau keluarga yang serasi. (Conny.S :64) Sedangkan Elizabeth (1990:
201) menambahkan:
Anak mengharapkan bimbingan dan pengembangan model pola perilaku
yang disetujui secara sosial dari orang tua, anak mengharapkan orang tua
sebagai rekan yang dapat diminta bantuan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi atau sebagai teman berdiskusi da bertukar pikiran.
19
3. Pola Asuh
Menjadi orang tua bisa dan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa
disengaja, tetapi bagi bagaimanapun kejadiannya, mengasuh anak merupakan suatu
panggilan yang harus kita jalankan. Mengasuh anak merupakan salah satu pekerjaan
yang bisa dikatakan menantang, menuntut dan menegangkan dari semua pekerjaan
yang telah dilalui atau bahkan di muka bumi ini. Mengasuh seorang anak merupakan
pekerjaan yang paling penting, sebab sebagaimana pekerjaan itu dilakukan akan
dapat berpengaruh pada hati, jiwa dan kesadaran generasi berikutnya, terhadap
pengalaman mereka, persediaan ketrampilan mereka dan pada perasaan mereka
yang mendalam tentang diri mereka sendiri serta kemungkinan tempat mereka
dalam dunia yang cepat berubah. Dalam mengasuh anak diperlukan kesadaran dan
keterlibatan batin atas diri sendiri dan juga dalam memelihara dan membesarkan
anak-anak. Ketrampilan dalam mengasuh dan penguasaan batin dalam diri kita,
hanya dapat kita atau orang tua pupuk dan tumbuh kembangkan melalui
pengalaman-pengalaman pribadi, serta dari berbagai buku yang menyajikan
berbagai macam cara dalam mengasuh anak.
Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap
orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh
20
21
22
23
Efek akibat buruk tersebut terutama pada perkembangan dan proses tingkah
laku anak, sikap tersebut berakibat juga sebagai berikut: (Gunarsa, Dkk: 122)
1) Anak akan merasa diri tak aman dalam keseharian mereka.
2) Penolakan secara terang-terangan menyebabkan anak menjadi pribadi yang
agresif.
3) Penolakan yang diselubungai sikap perlindungan yang luar biasa ketat
menyebabkan anak memiliki kepribadian yang sukar untuk bergaul, pemalu, dsb.
Sikap penolakan mendorong orangtua cenderung membuat orangtua untuk
tidak mempedulikan anak dan bersikap kasar pada anak. Penolakan terhadap anak
dapat mengakibatkan anak mengalami problem dalam tingkah laku mereka
dikemudian hari.
24
Dengan menempatkan anak di tempat sebagai mana mestinya dapat membantu anak
untuk semakin berkembang dan mampu untuk bersikap dewasa dalam menghadapi
tantangan yang akan dihadapi. Dengan cara ini pada umumnya dapat bersosialisasi
dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional dalam keadaan setabil, dan
tentunya bahagia. (Harlock)
Pola asuh yang dapat membantu anak dapat berkembang dengan baik adalah
dengan menjalin hubungan yang hangat dan erat antara orang tua dan anak. Dengan
mengkomunikasikan segala masalah dalam keluarga dan dengan memberikan tugastugas yang praktis kepada anak, merupakan kegiatan instruktif yang dapat
membantu memacu perkembangan serta kemampuan anak.(Gunarsa., Dkk: 35)
Dengan kehangatan dalam mengasuh anak, serta memberikan kesempatan pada anak
dapat membantu mereka untuk berkembang dan semakin mampu dalam menjalani
dinamika hidup sehari-hari. Darji Darmodiharjo (1980: 56) menyatakan:
Keluarga demokratis bersikap menghargai anak yang dipimpinnya secara
tepat dalam hal ini orang tua memperlakukan anak secara tepat sesuai
dengan perkembangan umur anak. orang tua memperhatikan keinginan anak
dan selalu mempertimbangkan usulan atau masukan dari anak-anaknya.
Pendapat lain mengatakan bahwa orang tua yang menggunakan pola asuh
semacam ini selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar
mampu memberikan nasehat dan saran melainkan juga bersedia mendengarkan
berbagai keluhan-keluhan dari anak berkaitan dengan berbagai macam persoalanpersoalannya. (Sutari Imam Barnadib., 1986: 31) Bowermen Elder dan Elder (dalam
Conger, 1975: 97) mengemukakan bahwa semua keputusan yang diperoleh dari pola
asuh demokratis adalah merupakan keputusan anak dan orang tua.
25
26
Mereka selalu ingin diperhatikan dan menuntut orang lain untuk selalu melayani
mereka. Dengan sikap demikian menyebabkan penyesuaian sosial menjadi buruk
baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Situasi tersebut cenderung
,emdorong anak untuk bersikap dominan, mudah marah, namun lekas pula berubah
sikap menjadi menyenangkan. (Steinberg dkk, Hetherington dan Parke dalam
Listiara., 1996: 27)
Sikap permissif atau sikap memanjakan anak membawa dampak yang tidak
kalah buruk bagi perkembangan kepribadian anak. Sikap permissif atau sikap
memanjakan anak yang dilakukan para orang tua ini dapat mengakibatkan gangguan
laju pertumbuhan menuju kedewasaan. Menurut Gunarsa, Dkk (1985: 106) sikap ini
mengakibatkan:
1) Perkembangan emosi anak terhambat, sehingga anak tetap bersikap kekanakkanakan.
2) Anak selalu menuntut agar kebutuhannya dapat terpenuhi.
3) Mudah menangis (cengeng) dan marah kalau permintaannya tidak segera
dipenuhi.
4) Mengalami kesulitan dalam bergaul dengan anak yang sebaya, karena meminta
perhatian terus menerus serta sulit untuk dapat berkerja sama.
27
usia ini anak mudah mendapat rangsangan ataupun input dari dalam maupun dari
luar lingkup keluarga selain orang tua.
1. Iman
Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang
hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan
memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh cinta, suatu
penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan
perintah-Nya. Bila sabda Allah adalah wahyu, maka sabda manusia adalah iman.
Sabda Allah mengundang kesediaan manusia, kesediaan Allah mengundang
kesediaan manusia untuk membuka diri, tindakan Allah mendesak tindakan manusia
dan pemberian diri Allah mengharapkan penyerahan diri manusia. Maka wahyu itu
menuntun iman. Proses penerimaan wahyu, dalam iman itu sendiri tidak sekali jadi
sebagai satu langkah jawaban akan wahyu Allah yang diwartakan. Pada umumnya
perkembangan hidup beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam.
Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman
yang sekaligus merupakan perkembangan yang terus menerus. (Amalorpavadass,
D.S., 1972: 11)
Iman yang diperoleh dengan melalui proses yang sedemikian panjang, dan
banyak membutuhkan perkembangan yang terus menerus. Bukan hasil refleksi
manusia semata dalam menanggapi wahyu dari Allah, namun merupakan buah
cuma-cuma yang dihasilkan oleh kuasa Allah dengan perantaraan Roh Kudus dalam
diri kita (Xavier Leon., 1990: 282)
28
Iman merupakan jawaban pribadi manusia atas wahyu yang diberikan pada
manusia dan firman yang telah Dia nubuatkan kepada pendahulu kita. Dalam
menanggapi wahyu dan firman Allah, orang yang beriman harus menyerahkan diri
sepenuhnya kepada kuasa Tuhan.
29
adalah metode dalam pengasuhan yang diterapkan di rumah. Biasanya suatu cara
pengasuhan yang diterapkan di rumah merefleksikan harapan-harapan dan sikap
tertentu dari setiap orang tua.
Seperti segi-segi lain dari kepribadian anak, iman anak juga berkembang
dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam perkembangan iman anak adalah
sebagai berikut:
a. Tahapan anak usia 0-3 tahun
Menurut Gunarsa, dkk (1985: 8) dalam masa ini lebih penting mengetahui
bagaimana seorang bayi itu lahir dari pada mengetahui kapan atau jam berapa bayi
tersebut lahir. Karena proses kelahiran adalah proses di mana pertama kali seseorang
itu melakukan penyesuaian diri terhadap suhu, pernafasan, terhadap makanan,
sirkulasi darah dan pencernaan. Walaupun bayi yang baru lahir nampak lemah dan
seakan-akan pasif saja karena sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat tidur,
namun bayi mungil itu sebenarnya sudah memiliki sejumlah kesanggupan untuk
melajar melakukan pilihan dan kesanggupan untuk membeda-bedakan. Di bawah ini
beberapa ciri proses perkembangan pada bayi:
1) Secara fisik, perkembangan anak baru nampak dari semakin bertambah ukuran
panjang dan berat badan anak.
2) Dilihat dari segi motorik nampak terlihat dari respon anak terhadap rangsangan
yang berupa gerakan tubuh dan berbagai refleks-refleks. Dalam perkembangan
segi motorik melalui beberapa tahap, mulai dari mengangkat kepala, dada,
telungkup, merangkak, duduk, berdiri, berjalan, dan seterusnya. Namun tidak
semua anak dalam perkembangannya mengikuti urutan tersebut secara tepat.
30
3) Perkembangan kognitif pada anak seusia ini ditandai oleh perasaan rasa ingin
tahu yang besar.
4) Pada masa ini pulalah permulaan dari perkembangan bicara anak.
5) Dalam hal emosi dan sosial, masa bayi dipandang sebagai fase di mana bayi
pertama kali menjalin suatu relasi dengan orang lain. Jika kebutuhan keterikatan
terpenuhi, maka akan terpupuk rasa aman dan percaya. Kedua hal ini merupakan
salah satu dasar penting bagi perkembangan emosi dan sosial seseorang.
Pengalaman penting di masa ini adalah hubungan kerja dengan orang dewasa,
terutama orangtua. Namun jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan timbul
ketegangan dan perasaan gagal pada diri anak, di mana memupuk timbulnya rasa
ragu dan malu.
Dalam hal iman tahapan ini disebut juga tahapan primal. Benih iman
dalam kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh rasa percaya si anak pada orangorang yang mengasuhnya dan juga oleh rasa aman yang dialami di tengah-tengah
lingkungannya. Seluruh interaksi timbal-balik antara si anak dan orang-orang di
sekitarnya merupakan titik tolak dari perkembangan imannya. Interaksi yang
mendukung perkembangan imannya adalah interaksi yang dapat menumbuhkan
keyakinan dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan dihargai. ( Soerjano,
2006: 12-13 )
31
1) Dilihat dari segi motorik, anak pada masa ini lebih lincah dan aktif dalam
bergerak. Ini dikarenakan semakin matangnya perkembangan otak yang
mengatur sistem syaraf pada otot. Dengan semakin aktif bergeraknya anak pada
usia ini, nampak terlihat perubahan gerakan dari gerakan yang masih kasar,
kegerakan yang lebih halus. Dan ini memerlukan kontrol otot, kecermatan dan
koordinasi yang baik. Maka ini harus dilatih dengan permainan yang sederhana
dan
alat
main
yang
sederhana
untuk
membantu
merangsang
dan
32
Dalam tahapan ini disebut juga tahapan intuitif proyektif. Unsur yang
paling penting pada tahapan ini ialah intuisi anak itu sendiri, yang sifatnya belum
rasional. Intuisi tersebut dipakai si anak untuk memahami dunia di sekitarnya.
Dengan memakai intuisi tersebut anak menangkap nilai-nilai religius yang
dipantulkan oleh para tokoh kunci (ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster
dan sebagainya). Maka dari itu, pada tahapan ini anak memahami atau
membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh,
paman, bibi, pastor, suster atau tokoh-tokoh yang berpengaruh lainnya. Pada tahapan
ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan rasa horma pada tokoh-tokoh
kunci tersebut. Dalam usaha-usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada
tahapan usia ini sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak terlalu
mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan
sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Keteladanan hendaknya lebih
diandalkan dalam usaha-usaha pendidikan iman dalam tahapan ini, serta melalui
prilaku yang nyata dari para tokoh-tokoh kunci. ( Soerjano, 2006: 12-13 )
33
harapan atas dirinya. Di bawah ini adalah berbagai keterampilan yang perlu dimiliki
oleh anak pada usia ini meliputi: (Gunarsa, dkk.,1985:14)
1) Keterampilan untuk menolong dirinya sendiri (self-help skills).
2) Keterampilan bantuan sosial (social-help skills): di mana anak mampu untuk
membantu segala pekerjaan rumah tangga. Ini dapat memupuk sikap kerjasama
dan perasaan diri bahwa dirinya berguna bagi orang lain.
3) Ketrampilan sekolah (school skills): keterampilan ini meliputi dua aspek yakni
ketrampilan dalam hal akademik dan non akademik.
4) Ketrampilan dalam bermain (play skills): ini berhubungan dengan ketrampilan
dalam memainkan berbagai macam bentuk permainan.
Jika dilihat dari segi emosi, anak usia ini mulai belajar untuk mengendalikan
emosi mereka dengan berbagai macam cara yang dapat diterima di lingkungan
sekitarnya. Di akhir masa sekolah, karena tujuan utama mereka hanya agar diakui
oleh kelompoknya, maka mereka cenderung memainkan aturan-aturan yang
diterapkan oleh kelompok, dari pada aturan yang dibuat oleh para orangtua. Anak
belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan menemukan identitas dirinya
melalui pola pengasuhan orangtua di rumah dan dalam pergaulan sosial sehari-hari.
Tahapan ini disebut juga tahapan mitis literal. Dalam tahapan ini yang
memiliki peranan penting dalam pendidikan iman anak adalah kelompok atau
institusi kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina
iman anak, sekolah, atau kelompok sekolah minggu. Kelompok atau institusi
tersebut berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. Pengajaran itu dapat semakin
mengena kalau disampaikan dengan bentuk cerita atau kisah-kisah yang bernuansa
34
rekaan. Tuntunan pengajaran lewat kisah rekaan cenderung dapat diterima oleh
mereka secara harafiah. Sama dengan usaha-usaha pengembangan iman anak pada
tahap sebelumnya, dalam tahapan ini usaha pengembangan iman hendaknya
dilaksanakan dengan cara yang sederhana dan tidak terlalu mementingkan atau
mengandalkan pada penalaran. ( Soerjano, 2006: 12-13 )
35
b. Suasana
Yang dimaksudkan dengan suasana adalah keadaan di suatu tempat. Suasana
itu sulit untuk dirumuskan, tetapi lebih mudah untuk dirasakan dan dialami. Bagi
seorang anak, suasana merupakan keadaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan, membuatnya kerasan atau tidak kerasan. Pengaruh suasana rumah
terhadapnya sangatlah besar, apalagi bila hal itu dialaminya selama bertahun-tahun.
Karena itulah pimpinan gereja katolik menegaslan bahwa suasana keluarga yang
diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya. (CT Art:68)
Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Mengingat
pengaruhnya yang besar pada perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya
tidak terjadi karena kebetulan saja, melainkan karena diciptakan atau direkayasa
(dalam artian yang positif) sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang
imannya dalam keluarga. Suasana demikian dapat diciptakan dengan cara: dengan
sikap dan prilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang dan keakraban,
kemudian acara dan irama hidup sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan semua anggota
keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan;
rumah baik ruangan-ruangan dan kebun sebaiknya ditata sedemikain rupa sehingga
menciptakan suasana yang manusiawi dan kristianni, dan tersedianya fasilitas yang
memadahi, terutama bagi anak.
c. Pengajaran
Keteladanan kadang-kadang bersifat masih sembunyi-sembunyi. Maka
sebaiknya keteladnan itu juga dikuatkan dengan berbagai pengajaran, yang sesuai
36
dengan kebutuhan serta daya tangkap anak dan sesuai dengan tahapan-tahapan
perkembangan iman serta perkembangan kepribadian anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan iman anak
antara lain sebagai berikut: pertama-tama pengajarah harus sesuai dengan keadaan
anak, serta kepekaan dalam emosionalnya; dan berbagai kesulitan dan masalahmasalah yang dialaminya, demikian pula pengajaran hendaknya membantu anak
untuk mengolah pengalaman dan perasaannya; dalam pengajaran hendaknya bersifat
komunikatif, tidak terlalu mendoktrin anak, dan mampu merangsang anak untuk
dapat berpikir secara aktif.
d. Komunikasi
Komunikasi antar semua anggota keluarga merupakan salah satu faktor
pendukung terpenting dalam perkembangan iman anak yang takkan dapat
tergantikan. Memang hal-hal yang dikomunikasikan tidak selalu atau tidak harus
menyangkut atau mengenai iman. Sementara itu, dalam berkomunikasi sangat
dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya: kebiasaan untuk berterus-terang atau
bersembunyi-sembunyi, kebebasan untuk berpikir ataukah ketaatan yang buta.
Dalam masa globalisasi sekarang ini, dimungkinkan munculnya bentuk-bentuk baru
dalam hal komunikasi.
e. Pola Asuh
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua merupakan salah satu faktor
terpenting dalam perkembangan iman anak. Bagaimanapun para orang tua dalam
mengasuh anak anaknya, hendaklah didasarkan akan kecintaannya kepada anak
37
bukan karena pengaplikasian tindakan tindakan yang dialami orang tua dimasa
kecil. Tidaklah bagi bahwa anak diberikan makanan, minuman, dan pakaian yang
memadahi. Mereka ingin dekat dengan orang tua. Mereka ingn dilindungi dan
disayangi oleh kedua orang tua mereka. Selain itu anak ingin agar mereka diajak
untuk bertukar pikiran oleh orang tua mereka. Janganlah mereka dianggap atau
diperlakukan seolah-olah mereka itu tidak mampu berpikir. Tidak jarang para orang
tua memaksakan kehendak mereka, karena merasa lebih tua dan berpengalaman.
Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak punya kehendak dan
kemauan sendiri, dan dia tidak berbahagia bila orang lain memaksakan kehendaknya
atas dirinya. Maka dari itulah pola asuh orang tua diperlukan untuk mengajarkan
mereka untuk berkehendak bebas, tetapi diterangi oleh ajaran kristiani
38
2. Hubungan Pola Pengasuhan Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II
SLTP pangudi Luhur Tuntang Tahun ajaran 2003/2004. Penelitian ini
mengambil sampel siswa sebanyak 79 orang. Dengan hasil penelitian sebagai
berikut; a. Tidak ada hubungan positif antara pola pengasuhan orang tua
demokratis dengan prestasi belajar. b. Tidak ada hubungan negatif antara pola
pengasuhan orang tua otoriter dengan prestasi belajar. c. Ada hubungan negatif
yang signifikan antara pola pengasuhan orang tua permisif dengan prestasi
belajar.
D. Kerangka Pikir
Hubungan pola asuh orang tua dengan iman anak.
X
Keterangan:
X : Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua
dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh
kepada kemampuan dan perkembangan anak. Pola Asuh yang diterapkan
orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap anak disaat
pertumbuhannya. Dilihat dari bentuknya dan penerapannya pola asuh orang
tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni Otoriter, Demokratis dan permisivitas.
Y : Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang
hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan
diri dan memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh
39
cinta, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur
hidup sesuai dengan perintah-Nya. Pada umumnya perkembangan hidup
beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam. Proses itu
merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman
yang sekaligus merupakan perubahan yang terus menerus.
Dengan melihat situasi demikian maka antara variabel satu mempengaruhi
variabel yang lain dalam perkembangannya.
E. Hipotesis
Ho: r = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap
penghayatan iman anak anak )
H1: r 0
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini akan dijelaskan jenis penelitian, tempat dan waktu,
populasi dan sampel, metode pengumpulan data, jenis dan instrumen pengumpulan
data, kisi-kisi instrumen penelitian, dan teknik analisa data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif model regresi. Regresi antar
pola asuh orang tua dengan iman anak. Prinsip penelitian regresi ini adalah menguji
variabel tak bebas dengan variabel bebas. Tujuan analisis ini adalah untuk
mengetahui, memperkirakan dan menafsirkan besarnya efek kuantitatif dari suatu
kejadian terhadap kejadian lain, (Sulaiman, 2004: 2).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek atau pengaruh dari pola
asuh orang tua terhadap iman anak mereka di lingkungan St. Yakobus Alfeus
Tempel di paroki Roh Kudus, Kebonarum, Klaten.
41
merupakan paroki yang baru berdiri, baru berdiri sekitar 10 tahun. Penelitian
direncanakan dilaksanakan berlangsung pada bulan September - Oktober 2007.
Jumlah
Laki-laki
29 anak
Perempuan
34 anak
Jumlah
63 anak
42
b. Iman Anak.
Iman anak adalah pengetahuan dalam hal ekaristi, doa serta sikap dan
keteladanan moral yang diajarkan Yesus dan sikap hidup anak akan Yesus Kristus
berserta ajaran ajarannya.
43
3. Kisi-kisi Penelitian
Tabel 2:
Kisi-kisi Kuesioner
No.
1.
Variabel
Iman
Anak
Sub
Variabel
Pengetahuan
Sub
Variabel
Ekaristi
Sepuluh
perintah
Allah
Doa doa
Yesus
Syahadat
Indikator
Anak
menyebutkan
alat-alat misa dan
kegunaannya
Menyebutkan
para
petugas liturgi
Menjelaskan urutan
tata perayaan Ekaristi
Mengetahui
kepada
siapa sepuluh perintah
Allah diturunkan
Mengasihi
Tuhan
Allah perintah yang
ke
Mengetahui dan hafal
doa Bapa kami
Hafal
doa
Salam
Maria
Maksud kedatangan
Tuhan Yesus
Hari kelahiran Yesus
Hari kematian Yesus
Kota kelahiran Yesus
Mukjizat
pertama
Yesus
Inti pewartaan Yesus
Mengetahui dan hafal
doa Syahadat Para
Rasul
Item
44
Penghayatan
Ekaristi
Sepuluh
perintah
Allah
Doa - doa
Yesus
Syahadat
2.
Pola
Asuh
Orang
Tua
Demokratis
Otoriter
45
Permisivitas
keluarga
Kurang
dipercaya
orang tua
Cita-cita ditentukan
oleh orang tua
Orang
tua
menentukan
pola
pergaulan
Sering mendapatkan
hukuman
Keinginan
selalu
dipenuhi
Orang tua memberi
tanggung jawab penuh
Menuntut perhatian
dan pelayanan orang
lain
46
b. Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu
instrumen. Untuk mengukur tingkat keabsahan suatu instrumen dapat mengunakan
program exel dalam komputer
Uji Validitas dilakukan dengan, melakukan uji validitas konstruk, yakni
dengan melalui analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap kisi kisi
terhadap variabel-variabel penelitian dengan yang dilakukan dengan bantuan
komputer program exel. Untuk mencapai syarat validitas dengan taraf signifikansi
5%. Maka jika korelasi antara kisi - kisi dengan skor total kurang dari 0,5 maka kisi
kisi dalam instrumen tersebut dianggap tidak valid (Sugiono, 1999).
1) Hasil uji coba validitas butir skala pemahaman dan penghayatan iman dengan
jumlah soal 35 dari 60 butir soal yang telah diujikan dengan mengunakan
koefisien product moment pada taraf signifikansi 5% dan dengan melihat N
jumlah responden yang ada yaitu sebanyak 63 orang. Maka dapat disimpulkan
bahwa, dengan jumlah N = 63 dan taraf signifikansi 5% maka nilai kritis yang
diambil adalah sebesar 0,254. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa,
data yang telah dikumpulkan sejumlah 35 soal dari 60 soal yang ada terdiri dari
soal pemahaman iman sebanyak 20 butir dan soal penghayatan iman sebanyak
15 butir yang telah berhasil dikumpulkan dapat dinyatakan valit dikarenakan
memiliki nilai kritis berkisar antara 0,254 0,6. (Lihat tabel dilampiran)
2) Tidak jauh berbeda dengan hasil yang telah dicapai dari soal sebelumnya.
Hasil uji coba validitas butir skala penghayatan pola asuh orang tua dengan sub
variabel antara lain: Pola Asuh Otoriter, Demokratis dan Permisivitas, dengan
47
r i (Alfa)
r tabel
Keterangan
Penghayatan Iman
Pola Asuh
0,71
0,9
0,254
0,254
Reliabel
Reliabel
48
b. Uji Normalitas
Uji Normalitas berdasarkan pada kemiringan (skewness). Jika nilai skewness
berada pada nilai antara 0.5 sampai dengan 0.5 maka dapat disimpulkan bahwa
sampel berdistribusi normal. Selain itu untuk menentukan normal tidaknya distribusi
skor juga dilakukan uji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Nutosis,
1988). Hipotesis yang diuji ialah:
H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
49
Dengan demikian, kenormalan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk
suatu taraf signifikansi antara skor 0.05. sebaliknya, jika hasil uji signifikansi maka
kenormalan tidak terpenuhi. Untuk mengetahui signifikan atau tidak signifikan suatu
hasil uji kenormalan, dapat menetapkan taraf signifikansi uji p = 0.05. kemudian
hasil yang telah diperoleh dibandingkan dengan p yang telah ditentukan. Jika hasil
signifikansi yang diperoleh > p, maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Namun jika hasil signifikansi yang diperoleh < p, maka sampel
berasal bukan dari populasi yang berdistribusi normal.
c. Uji Linieritas
Linieritas hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilakukan
melalui uji F dengan taraf signifikansi 0.05. Jadi jika hasil uji signifikansi maka
kelinieran terpenuhi. Dan sebaliknya jika hasil uji tidak signifikansi maka kelinieran
tidak terpenuhi.
d. Uji Kehomogenan
Dilakukan untuk mengetahui keseimbangan variabel bebas. Kehomogenan
menghendaki agar distribusi hasil pengukuran setiap variabel memiliki nilai varians
yang sama antara kelompok atas dan kelompok yang berada di bawah garis linier.
Kehomogenan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf signifikansi
tertentu dengan menggunakan prosentase nilai 0.05. Jika signifikansi diperoleh > p
yang ditentukan, maka varian setiap sampel sama (homogen). Dan jika signifikansi
diperoleh < p yang ditentukan, maka varian tiap sampel tidak sama (tidak homogen).
50
e. Analisis data
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi.
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh rerat dan modus. Sedangkan
analisis regresi untuk mengetahui pola dan seberapa besar pengaruh antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Maka, uji hipotesis dalam penelitian ini adalah
teknik
analisis
regresi.
Penyelesaian
dalam
mengnalisis
regresi
dengan
BAB IV
LAPORAN HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan secara detail hasil penelitian, deskripsi data
penelitian, pengujian hipotesis, pembahasan dan usulan program pastoral
pendampingan.
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Responden
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola
asuh yang diterapkan orang tua terhadap penghayatan iman anak di lingkungan
Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari anak anak PIA PIR di lingkungan
Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. seperti tertera
dalam tabel berikut:
Tabel 4:
Data Responden
Responden
Laki laki
Perempuan
Jumlah
Jumlah
29
34
63
Persen (%)
46.0317
53.9682
100
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa jumlah subyek dalam penelitian ini
adalah 63 orang yang terdiri dari 29 orang laki - laki dan 34 orang perempuan.
52
2. Uji Prasyaratan
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan nilai kolmogorov- smirnov.
Pengambilan kesimpulan apakah suatu variabel dikatakan mempunyai data yang
berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai kolmogorov-smirnov dan
tingkat signifikansinya. Apabila nilai kolmogorov-smirnov mempunyai tingkat
signifikansi lebih besar daripada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilai kolmogorovsmirnov mempunyai tingkat signifikansi lebih kecil daripada tingkat signifikansi
0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.
Adapun hasil pengujian normalitas pada masing-masing variabel dan
subvariabel (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 5:
NORMALITAS
Tests of Normality
a
penghayatan
jenis kelamin
pria
wanita
Kolmogorov-Smirnov
df
Sig.
Statistic
.161
29
.054
.033
.157
34
Shapiro-Wilk
df
Statistic
.902
29
.935
34
Sig.
.011
.043
53
Tests of Normality
a
pola asuh
jenis kelamin
pria
wanita
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Sig.
.137
29
.172
.146
34
.063
Shapiro-Wilk
Statistic
df
.942
29
.891
34
Sig.
.111
.003
54
b. Uji Linieritas
Tabel 6:
LINIERITAS
ANOVA Table
Between
Groups
(Combined)
Linearity
Deviation
from
Linearity
Within Groups
Total
Sum of
Squares
3874.103
3323.054
df
29
1
Mean
Square
133.590
3323.05
F
7.551
187.829
Sig.
.000
.000
551.049
28
19.680
1.112
.382
583.833
33
17.692
4457.937
62
.75
.50
.25
0.00
0.00
.25
.50
.75
1.00
Terlihat pada data yang ada menunjukkan hasil uji kelinieran data nilai untuk
iman anak (Y) untuk tiap kelompok berdasarkan pola asuh (X). Untuk pengujian
kelinieran digunakan statistik F. Dari hasil perhitungan F dan signifikansi dapat
dilihat pada baris Linearity. Untuk menetapkan kelinieran data tersebut di atas,
ditetapkan taraf signifikansi untuk pengujian adalah p = 0.05. Maka, jika
55
dibandingkan dengan p yang ada, taraf signifikansi yang diperoleh < P yakni hanya
0.000. maka dapat disimpulkan bahwa linieritas dalam kuesioner yang disebarkan
telah dipenuhi dengan baik.
c. Uji Homogenitas
Uji Kehomogenan dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih
suatu kelompok data sampel berasal dari populasi-populasi yang memiliki variansi
yang sama. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS
sehingga muncul data yang menunjukkan hasil uji kehomogenan data iman anak
(Y). Dan serta data nilai yang menunjukkan hasl uji kehomogenan data pola asuh
(X).
Tabel 7:
HOMOGENITAS
Test of Homogeneity of Variance
penghayatan
Based on Mean
Based on Median
Based on Median and
with adjusted df
Based on trimmed mean
Levene
Statistic
1.619
1.034
df1
1
1
df2
61
61
Sig.
.208
.313
1.034
60.814
.313
1.616
61
.209
pola asuh
Based on Mean
Based on Median
Based on Median and
with adjusted df
Based on trimmed mean
Levene
Statistic
.857
.944
df1
1
1
df2
61
61
Sig.
.358
.335
.944
56.653
.335
.964
61
.330
56
d. Korelasi
Uji ini untuk mengetahui adakah hubungan antara pola asuh orang tua
dengan penghayatan iman anak-anak. Ada tidaknya hubungan dapat kita lihat dalam
tabel korelasi berikut:
57
Tabel 8:
Correlations
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
penghayatan
pola asuh
penghayatan
pola asuh
penghayatan
pola asuh
penghayatan
1.000
.863
.
.000
63
63
pola asuh
.863
1.000
.000
.
63
63
Dalam tabel di atas dapat kita lihat dan simpulkan bahwa hubungan
(korelasi) antara pola asuh orang tua dan penghayatan iman anak bernilai 0,863. Ini
berarti, bahwa variabel pola asuh orang tua dan variabel penghayatan iman anak
memiliki hubungan yang cukup kuat. Hubungan antara dua variabel itu bernilai +
(positif) yang artinya bila pola asuh orang tua ditingkatkan, maka tingkat
penghayatan iman anak akan ikut naik. Demikian sebaliknya.
3. Deskripsi Data
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, disajikan deskripsi data mengenai
pemahaman dan penghayatan tentang iman, untuk anak usia yaitu 6 14 tahun dan
pola asuh orang tua. Data tersebut diperoleh dari kuesioner yang dibagikan sebanyak
63 orang anak di suatu lingkungan. Berikut ini adalah deskripsi data pada masingmasing variabel dalam penelitian ini.
a. Pemahaman Iman Anak
Pengkategorisasian subvariabel atau indikator pemahaman dilakukan dengan
meminta memilih jawaban yang dianggap benar yaitu a, b, c, atau d. Langkahlangkah kategorisasinya dilakukan dengan menghitung nilai tertinggi dan nilai
terendah variabel pemahaman dalam skala pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala
58
pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini akan dijadikan dasar
untuk penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah ditentukan yaitu 4
kategori (sangat memahami, memahami, kurang memahami, sangat kurang
memahami). Langkah-langkah penghitungan nilai skor sebagai berikut: diketahui
nilai tertinggi dari pemahaman iman anak adalah 1 x 20 = 20, dan terendah = 0 x 20
= 0 sehingga rentang skor dari keempat kelas kategori adalah ( 20 0 ): 4 = 5 maka
pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 0 5 termasuk dalam
kategori sangat kurang paham, 6 10 termasuk dalam kategori kurang memahami,
11 15 termasuk dalam kategori memahami, 16 20 termasuk dalam kategori
sangat memahami.
Untuk mengetahui pemahaman iman anak, maka digunakan kelompok I.
Pendeskripsian data pemahaman disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai
berikut:
Tabel 9:
Pengelompokkan Pemahaman Iman Anak
Interval
Frekuensi
Skor
Absolut
Frekuensi relatif
Kriteria
16 20
13
20.63 %
Sangat Memahami
11 15
24
38.1 %
Memahami
6 10
24
38.1 %
Kurang Memahami
05
3.17 %
Jml
63
100%
11.49
59
60
sehingga rentang skor dari keempat kelas kategori adalah (60 15 ) : 4 = 11.25
dibulatkan 11, maka pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 15
26 termasuk dalam kategori Sangat Kurang Menghayati, 27 38 termasuk dalam
kategori Kurang Menghayati, 39 44 termasuk dalam kategori Menghayati, 45 60
termasuk dalam kategori Sangat Menghayati. (deskripsi data sub variabel lihat
lampiran 2).
Untuk mengetahui penghayatan responden terhadap iman anak akan Yesus
Kristus, maka digunakan kuesioner kelompok II. Pendeskripsian data penghayatan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut:
Tabel 10:
Pengelompokkan Penghayatan Iman Anak
Frekuensi
Interval Skor
Absolut
Frekuensi relatif
Kriteria
45 60
1.59%
Selalu
39 44
12
19.05%
Sering
27 38
36
57.14%
Kadang kadang
15 26
14
22.22%
Tidak Pernah
Jml
63
100%
32.44
61
perolehan skor dalam soal penghayatan iman anak, dapat disimpulkan dengan skor
rata rata hanya 32.44 menunjukkan bahwa sebagian besar anak anak Alfeus
Tempel kurang menghayati dan melaksanakan ajaran ajaran yang diajarkan Yesus
di kehidupan keseharian mereka.
62
Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak anaknya, maka digunakan kuesioner kelompok II. Pendeskripsian data pola asuh
disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut:
Tabel 11:
Pengelompokkan Pola Asuh Orang Tua
Interval
Frekuensi
Skor
Absolut
Frekuensi relatif
Kriteria
25 50
43
68.25%
Otoriter
51 75
20
31.75%
Demokratis
76 100
0%
Permisivitas
Jml
63
100%
44.1
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten dengan
kriteria permisivitas sebanyak 0 orang atau 0%, demokratis sebanyak 20 orang atau
31.75%, otoriter sebanyak 43 orang atau 68.25%. (perhitungan tersebut dapat dilihat
pada lampiran, 2.c hal(16)). Dengan hasil tersebut, dan hasil skor rata rata yang
dicapai sebesar 44.1 menunjukkan bahwa sebagian besar anak anak Alfeus Tempel
di asuh dengan pola otoriter oleh orang tua mereka.
B. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, terdapat hipotesis yang diuji, yaitu.
H O : Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman
anak - anak.
63
H 1 : Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak anak.
Pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan analisis regresi yang
sederhana. Namun demikian, pengolahan data tersebut menggunakan sarana
komputer dengan memakai sofware SPSS sehingga memberikan hasil sebagai
berikut:
Tabel 12:
Statistics
penghayatan
63
3
43.9048
1.27417
46.0000
10.11341
102.28111
-.522
.302
24.00
61.00
2766.00
Valid
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Minimum
Maximum
Sum
pola asuh
63
3
44.2540
1.06832
47.0000
8.47952
71.90220
-.587
.302
25.00
58.00
2788.00
Tabel 13
Descriptive Statistics
N
YKUADRAT
Valid N (listwise)
63
63
Minimum
625.00
Maximum
3364.00
Sum
127838.00
Std. Deviation
712.64305
Tabel 14:
b
Variables Entered/Removed
Model
1
Variables
Entered
pola asuh a
Variables
Removed
.
Method
Enter
64
Tabel 15:
Model Summaryb
Model
1
R
.863a
R Square
.745
Adjusted
R Square
.741
Std. Error of
the Estimate
5.14443
Durbin-W
atson
1.770
Tabel 16:
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
pola asuh
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-1.665
3.471
1.030
.077
Standardized
Coefficients
Beta
t
-.480
13.365
.863
Sig.
.633
.000
Tabel 17:
ANOVA Table
Between
Groups
(Combined)
Linearity
Deviation
from
Linearity
Within Groups
Total
Sum of
Squares
3874.103
3323.054
df
29
1
Mean
Square
133.590
3323.05
F
7.551
187.829
Sig.
.000
.000
551.049
28
19.680
1.112
.382
583.833
33
17.692
4457.937
62
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
4727.055
1614.374
6341.429
df
1
61
62
Mean Square
4727.055
26.465
F
178.614
Sig.
.000a
65
Tabel 18:
Regresi Linier
Anova untuk Regresi Linier Y = - 1.665 + 1.030X
Sumber Variansi
DK
JK
RJK atau KT
Total JK (T)
63
127838
Regresi (a)
1214961.57
121496.57
Regresi (b/a)
4727.055
4727.055
Sisa (S)
61
1614.374
26.465
28
551.049
19.680
33
583.833
17.692
178.614
1.112
Keterangan :
DK adalah derajat kebebasan
Jk adalah jumlah kuadrat
RJK / KT adalah kuadrat tengah
Nilai F 178.614 adalah 4727.055 dibagi 26.465
Nilai F 1.112 adalah 19.680 dibagi 17.692
Catatan:
Nilai tabel F untuk db 1 : 61 dan 28 : 33 dengan taraf sig. = 0.05 adalah 4.00
Dari data yang telah didapat di atas, dapat digunakan untuk menghitung
seberapa besar kadar kontribusi X terhadap Y. Untuk mengetahui kadar kontribusi X
terhadap Y dapat dihitung melalui statistik koefisien korelasi disimbolkan dengan rxy
dapat pula disingkat r. Hasilnya dapat lihat dan didapatkan dari tabel Model
Summary di kolom R Square.
66
Tabel 19:
Model Summaryb
Model
1
R
.863a
R Square
.745
Adjusted
R Square
.741
Std. Error of
the Estimate
5.14443
Durbin-W
atson
1.770
Dengan melihat besarnya kontribusi yang diperoleh iman, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar pada
iman anak dan perkembangannya, yakni sebesar 74.5 %.
67
5. Untuk menguji koefisien regresi variabel digunakan uji-t dengan hasil sebagai
berikut; variabel pola asuh: Ho : 1= 0 terhadap H1 : 1 0. Hasil yang didapat
adalah t = 0.863 dengan derajat kebebasan n k 1 = 63-1-1 = 61, dengan pvalue = 0,000 yang lebih kecil dari = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima.
6. Dari keluaran korelasi nampak bahwa; dengan membenahi pola asuh dalam
keluarga dapat menyumbang 86.5 % terhadap perkembangan iman anak dengan
taraf signifikansi 0,000.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diketahui bahwa koefisien
korelasi antara variabel Pola Asuh Orang tua dengan Penghayatan Iman Anak adalah
0.863 menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah positif antara pola asuh dan
penghayatan iman anak. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi korelasi sebesar
0.000 pada taraf signifikan 0,05. Arah korelasi yang positif dan signifikan ini
menunjukan bahwa semakin baik pola asuh yang diterapkan maka semakin tinggi
penghayatan iman anak. Sebaliknya, semakin buruk atau kurang baiknya pola asuh
yang diterapkan orang tua, maka semakin rendah pula penghayatan iman anak
kehidupan sehari hari.
Dengan hasil penemuan ini sejalan dengan hipotesis yang dilontarkan pada
awal dilaksanakannya penelitian ini. Dari hasil yang telah diketemukan bahwa pola
asuh orang tua menyumbang atau memiliki kontribusi untuk iman anak sebesar
74.5 %.
Berikut ini adalah pembahasan pada setiap sub variabel pemahaman dan
penghayatan iman anak dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua:
68
ekaristi, sepuluh
perintah Allah, doa doa, Yesus dan syahadat tidak jauh berbeda memang dengan
indikator pada sub variabel sebelumnya, namun hasil yang didapatkan jauh berbeda.
Hasilnya adalah sebanyak 4 orang anak memiliki skor antara 15 26, sebanyak 36
anak memiliki skor antara 27 38, 12 anak memiliki skor antara 39 44 dan
sebanyak 1 orang anak memiliki skor antara 45 60. Dan hasil prosentase dari
69
kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % anak sangat kurang menghayati imannya,
sebesar 57.14 % anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % anak anak
dapat menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % anak yang dapat
menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah
untuk mendapatkan hasil rata ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah
sebanyak 32.44. Ini berarti anak anak di lingkungan tempat penelitian kebanyak
anak kurang menghayati iman mereka.
Dengan hasil yang telah didapatkan dari sub variabel pemahaman dan
penghayatan dapat dikatakan berbanding terbalik. Karena hasil yang didapatkan dari
sub variabel pertama tentang pemahaman didapati bahwa anak anak di lingkungan
sebagian besar memiliki pemahaman yang cukup tentang Gereja, Yesus, Ajaran
Gereja, dan sebagainya. Namun dalam sub variabel kedua tentang penghayatan iman
didapati bahwa banyak anak yang kurang menghayati iman mereka dalam
kehidupan keseharian mereka. Dari kedua variabel tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa, memiliki pemahaman yang baik tentang iman dan apapun di
dalamnya kurang menjamin bahwa orang itu atau anak tersebut dapat menghayati
iman mereka dengan baik.
70
sebesar 68.25 % anak diasuh dengan pola Otoriter, sebanyak 31.75 % anak diasuh
oleh orang tuanya dengan pola Demokratis, sedangkan untuk pola Permisivitas tidak
dipakai karena tidak ada skor mencapai interval nilai yang sudah ditentukan. Hasil
skor secara keseluruhan setelah dirata rata adalah sebesar 44.1. Menurut interval
nilai yang ditentukan maka nilai rata rata ini masuk pada inteval pola asuh yang
otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola asuh yang diterapkan para
orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter.
Keluarga memang memiliki peranan yang sangat penting, karena keluarga
sebagai tempat pertama dibentuknya kepribadian. Maka faktor keluarga memiliki
peranan yang penting dan sentral dalam perkembangan kepribadian anak,
(Djamaludin Ancok, Dkk: 78-80). Oleh sebab itulah berbagai macam cara orang tua
dalam mendidik anaknya, baik itu dengan cara yang keras, maupun dengan cara
yang lembut bahkan terlalu lembut. Dalam penelitian ini sangat terlihat bahwa
dalam pola mengasuh anak ternyata berpengaruh pada iman anak itu sendiri.
Pemahaman yang kurang tentang cara atau pola dalam mendidik sang buah hati,
ternyata membawa dampak atau pengaruh yang cukup besar terutama bagi
perkembangan anak dan salah satunya dalam hal iman. Mendidik memiliki arti yang
cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak. Mendidik anak dapat diartikan;
sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal bertutur kata, bertindak dan cara
hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. (Hurlock, 1989: 82).
Dan banyak dari pihak orang tua yang kurang menyadari bahwa iman anak bersemi
dan berkembang dari prilaku dalam keluarga. Ini dikarenakan, anak menghabiskan
waktu selama 24 jam yang paling lama adalah dalam keluarga, karena mereka hidup
dalam keluarga.
71
Dengan menilik hasil penelitian yang telah didapat dan diolah sedemikian
rupa, dapat dilihat bagaimana pola asuh orang tua memiliki kontribusi yang cukup
signifikan dalam perkembangan iman anak anak. Pola asuh orang tua dapat
didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya
yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak.
(Syamsudin, Dkk:11). Dengan pola asuh yang mengekang, semakin membuat anak
untuk berontak. Jika orang tua memaksakan anaknya untuk pergi ke gereja, maka
anak kadang-kadang juga mencuri-curi waktu atau mencari cari alasan untuk dapat
tidak berangkat. Ini dikarena tidak adanya motivasi atau dorongan yang membuat
sang anak untuk mau berangkat ke gereja. Maka dari itu peranan orang tua dalam
mendidik dan mengasuh anak mereka sangat penting sekali, terutama dalam
mendidik iman anak.
Anak dapat diibaratkan sebuah tangki cinta. Bila tangki itu terisi penuh,
hidup anak itu berjalan aman dan lancar. Sebaliknya bila tangki itu kosong, ia
cenderung bersikap nakal dan memberontak. Tangki itu hanya dapat diisi oleh orang
lain, tidak dapat diisinya sendiri. Maka orang tualah yang pertama-tama harus
mengisinya.
Untuk itulah orang tua hendaknya memberikan teladan bagi anak-anaknya.
Kalau orang tua ingin membawa anaknya menjadi orang yang rajin, ramah, dan
saleh, mereka harus memberikan teladan kerajinan, keramahan, dan kesalehan.
Orang tua menginginkan anak-anak mereka menghargai sesama haruslah terlebih
dahulu membuktikan bahwa mereka berdua saling menghargai dan juga mampu
menghargai anak-anak mereka. Selain itu suasana dalam keluarga juga dapat
mempengaruhi perkembangan iman anak. Karena itulah pimpinan gereja katolik
72
menegaslan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi
anak seumur hidupnya. (CT Art:68). Mengingat pengaruhnya yang besar pada
perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan
saja, melainkan karena diciptakan atau direkayasa (dalam artian yang positif)
sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang imannya dalam keluarga.
Dan tidak dapat dipungkiri pula ada banyak faktor faktor lain yang
mempengaruhi dalam perkembangan iman anak selain komunikasi, pola asuh
suasana, pengajaran, dsb. Faktor lain itu misalnya; lingkungan, teman sepergaulan,
perkembangan teknologi dan jaman. Dari kesemuanya itu yang memiliki
kemungkinan pengaruh yang besar adalah faktor lingkungan sekitar. Namun faktor
faktor tersebut di atas tidak dijelaskan dalam karya tulis ini, karena fokus dalam
karya tulis ini hanyalah dalam lingkup keluarga.
73
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, ada berbagai kekurangan yang harus dibenahi, baik
dalam penyusunan, kata-kata atau tampilannya. Keterbatasan yang paling membuat
penelitian ini kurang maksimal antara lain adalah dalam soal waktu dan kurang
dapat membuat menejemen waktu dengan baik. Selain itu masih adanya mata kuliah
yang tertinggal dan harus diambil, sehingga kurang fokus dengan skripsi yang
sedang dibuat.
Keterbatasan
yang
lain
adalah
membuat
kuesioner
dan
dalam
74
merupakan
salah
satu
alternatif
untuk
memelihara,
75
orang tua diajak untuk mendalami tema tema tertentu yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mereka tentang cara mendidik anak mereka
dan
dengan melihat dan belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri dan orangtua yang
lain.
b. Retret
Dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan pemahaman mereka
tentang pola asuh yang sesuai bagi anak anak, dapat ditempuh juga lewat retret.
Kata retret sendiri memiliki arti mengundurkan diri dari dunia ramai, mengasingkan
diri ke tempat sunyi, menyepi, dan menyendiri.
Retret merupakan latihan rohani dengan serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara teratur. Rangkaian kegiatan itu antara lain berdoa, pemeriksaan
batin, kontemplasi, meditasi, dan refleksi. Dalam retret para peserta diajak untuk
melihat kembali pergulatan hidupnya dalam mendidik anaknya berdasarkan teksteks ayat dari Kitab Suci. Melalui retret dimaksudkan agar para orangtua semakin
disadarkan bahwa anak mereka adalah anugerah dari Allah dan harus dijaga dididik
dengan baik. Selain itu juga untuk melatih kepekaan agar peserta semakin mampu
terbuka terhadap karya cinta kasih Allah dan mampu mengikuti bimbingan-Nya.
Retret dimaksudkan untuk meneliti kembali karya dan bimbingan Allah yang
secara nyata dialami dalam hidup sehari-hari. Retret juga dilakukan untuk
mengadakan perubahan hidup, dan tentu perubahan hidup ini bukan semata-mata
hasil usaha manusia saja melainkan hasil kerja sama dengan Allah. Jadi dengan
pertolongan Allah, manusia berusaha melatih kepekaan untuk mengenal kasih dan
bimbingan Allah serta sejauh mana telah menanggapi rencana Allah dalam
76
hidupnya. Dengan retret ini, para orang tua diharapkan semakin tahu dan sadar anak
mereka harus dijaga. Namun demikian kelemahan dari cara ini adalah keterbatasan
waktu yang ada, dikarenakan dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Selain itu juga
dibutuhkan kerelaan dari para peserta untuk meninggalkan kehidupan keseharian
mereka atau meninggalkan rutinitas yang ada misalnya; pekerjaan, mengurus anak
dan lain sebagainya untuk beberapa saat. Dalam hal biayapun, tidaklah sedikit yang
dikeluarkan oleh peserta untuk dapat mengikuti seperti ini.
c. Katekese
1) Pengertian Katekese
Kata katekese berasal dari bahasa Yunani Katekhesis atau bahasa latin
Catechesis yang berarti Pengajaran (Nyiolah, 2004:5). Ada bermacam-macam
pengertian tentang kata katekese dapat ditemukan dalam KS seperti diajarkan (Luk
1:4) mengajar (1 Kor 14:19) diajar (Rom 2:18) Pengajaran (Gal 6:6).
Dengan demikian katekese dapat dimengerti sebagai usaha Gereja untuk
membantu umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya
dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan. Di
dalam pemahaman seperti ini terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan,
pendalaman, pembinaan, serta pendewasaan (Telaumbanua, 1990 : 4-5)
Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae, memberikan
pengertian katekese sebagai berikut:
Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa
dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang
pada umumnya diberikan secara organis dan sistimatis, dengan maksud
77
78
takut dan cemas terhadap situasi-situasi baru, malahan hal-hal baru itu selalu
dijadikannya sebagai sumber motivasi baru (Telaumbanua,1999: 62).
Dalam sidang PPKI II di Klender-Jakarta (1980), dinyatakan bahwa tujuan
katekese adalah membantu jemaat mendewasakan iman mereka secara personal dan
mendorong jemaat supaya ikut berpartisipasi aktif atau mengambil bagian dalam
kehidupan menggereja dan berdasarkan imannya memberikan kesaksian yang nyata
di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Tujuan katekese tersebut sesuai dengan
gambaran Gereja Indonesia yang dicita-citakan yaitu bersifat Kristosentris dan
terarah kepada dunia. Bersifat Kristosentris dalam hal ini yakni katekese yang
berpusat pada Yesus Kristus, maka Gereja berusaha untuk semakin setia
melaksanakan kehendak Allah dan berjuang demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah baik di dalam kehidupan berkeluarga maupun di dalam kehidupan
bermasyarakat atau lingkungan sekitarnya.
Menanggapi cinta Allah dalam kehidupan manusia yang berkembang
menjadi manusia utuh seperti yang dikehendaki Allah sendiri, maka karya katekese
bertujuan membantu umat beriman untuk menanggapi sapaan cinta Allah dalam
hidupnya dan melibatkan diri di dalam kelanjutannya (Setyakarjana, 1976 : 25 ).
Katekese diharapkan dapat membantu mempertemukan pengalaman hidup
mereka dalam harta kekayaan iman Gereja. Melalui katekese, jemaat dibantu untuk
menghubungkan pengalaman mereka dengan sumber kehidupan yang tidak pernah
habis tertimba yang tidak lain adalah Sabda Allah sendiri.
Dalam Anjuran Aspotolik Paus Yohanes Paulus II tentang katekese jaman
kini menegaskan bahwa:
79
demikian
dapat
dikatakan
bahwa,
katekese
bertujuan
mendewasakan iman seseorang dapat bertumbuh dan berkembang. Agar iman dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik, maka iman perlu dikomunikasikan,
dipelihara, dirawat, diteguhkan, dihayati, diperbaharui secara terus menerus dalam
hidup setiap hari, baik secara pribadi maupun bersama, baik di dalam kehidupan
berkeluarga maupun di tengah lingkungan masyarakat sekitarnya dan mampu
memaknai setiap pristiwa dan pengalaman hidup dalam terang Injil.
80
3) Isi Katekese
Isi pokok katekese adalah seluruh hidup Yesus Kristus, mulai dari
peristiwa inkarnasi, karya, Sabda, dan peristiwa paskah-Nya (CT. Art. 6). Kristus
diimani sebagai kepenuhan wahyu Allah kepada manusia. Misteri hidup Yesus
menjadi sumber dan pusat katekese, maka katekese dipahami sebagai usaha bersama
untuk saling mengenal, memahami, dan percaya pada-Nya, yang merupakan jalan
kebenaran dan kehidupan (Yoh 14:6). Kristus diyakini sebagai guru sejati/pewarta
utama. Sifat katekese dalam hal ini membantu setiap orang, supaya semakin
berpartisipasi dan bersatu dalam hidup-Nya yakni hidup Kristus sendiri.
Titik tolak Katekese zaman sekarang ialah pada manusia yang hatinya
terbuka untuk menerima Kabar Gembira. Karena itu tema utama katekese adalah
sejarah keselamatan umat manusia (Bataona, 1979 : 22 ). Sejak awal penciptaan,
Allah menghendaki keselamatan manusia. Namun dosa telah menghambat karya
keselamatan Allah dalam diri manusia. Melalui orang-orang yang terpanggil, Allah
mewartakan karya keselamatan ini bagi manusia yang mencapai puncak dalam diri
Yesus Kristus. Di dalam Dia semua manusia dilahirkan kembali sebagai ciptaan
baru. Sejarah manusia adalah juga sejarah keselamatan Allah.
Maka, ciri khas pesan yang diteruskan oleh katekese terutama adalah
Keberpusatannnya pada Kristus (Petunjuk umum katekese, 2000: 268). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa katekese yang disampaikan dan dilaksanakan
kepada semua orang baik yang tua, muda, maupun yang kecil harus bersumber pada
Yesus Kristus karena Dialah pusat sejarah keselamatan umat manusia.
81
4) Model Katekese
Ada begitu banyak model katekese yang dapat dipakai dan sering kita
gunakan dalam pengembangan proses katekese umat, seperti: model SCP, model
pengalaman hidup, model Biblis dan model campuran (Sumarno DS, 2006: 11).
Model-model ini merupakan alternatif dalam penyampaian proses katekese dan
digunakan sesuai dengan situasi peserta katekese dan sesuai dengan perkembangan
jaman.
a) Model SCP: Model ini lebih menekankan pada proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipasi, dengan maksud mendorong peserta, berdasarkan
konfrontasi antara tradisidan visihidup mereka dengan Tradisidan
Visikristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan
penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model ini juga
bermula dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan
dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul
sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi dan keterlibatan baru (
Sumarno DS, 2006: 15).
b) Model pengalaman hidup; Model ini lebih bertolak pada pengalaman hidup
konkrit sehari-hari.
c) Model biblis; Model yang lebih lebih bertolak pada pengalaman kitab suci atau
Tradisi.
82
d) Model campuran pengalaman hidup dan model Biblis; suatu model yang lebih
bertolak pada hubungan antara kitab suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup
konkrit sehari-hari.
83
yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi
pendekatan ini pada praxis peserta.
Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu praktek
(lawan dari teori) saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis
sebagai perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia,
segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan
sengaja. Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk
perubahan hidup meliputi kesatuan antara praktek dan teori (yang membentuk suatu
kreativitas), antara refleksi kritis dan kesadaran historis (mengarah pada keterlibatan
baru). Praxis merupakan suatu praktek yang didukung oleh refleksi teoritis dan
sekaligus suatu refleksi teoritis yang didukung oleh praktek. Praxis ini merupakan
ungkapan pribadi yang meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari
hidup kita. Tindakan ini meliputi sesuatu yang kumiliki, kurasakan, kualami.
Sesuatu yang faktual dan bukan sesuatu yang teoritis, atau apa yang dikatakan oleh
orang tanpa pembuktian. Dalam peristilaan ini, praxis masa kini meliputi sesuatu
yang terjadi masa lampau, yang sedang terjadi dan sesuatu yang akan terjadi di masa
depan.
Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas,
refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur pembentuk itu berfungsi untuk membangkitkan
perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang
dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Secara ringkas, ketiga unsur itu
dapat dijelaskan, sebagai berikut:
1) Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan
sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan
84
medan masa kini untuk perwujudan diri manusia. Karena bersifat historis,
tindakan manusia perlu ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu.
2) Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial
dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat
serta terhadap Tradisi dan Visi iman kristiani sepanjang sejarah.
3) Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan
sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru.
85
b) Sarana
Bisa simbol, keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film,
telenovela atau sarana lain yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek
yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan tersebut.
c) Pemusatan Aktivitas mengungkapkan apa?
Mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa aktif mewahyukan diri dan
kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia. Melalui refleksi , sejarah manusia
dapat menjadi medan perjumpaan antara pewahyuan Allah dan tanggapan
manusia terhadap-Nya.
d) Petunjuk pemilihan tema dasar
Pertama, tema dasar hendaknya sungguh-sungguh mendorong peserta untuk
terlibat aktif dalam pertemuan; kedua, pemilihan tema dasar konsisten dengan
model Shared Christian Praxis yang menekankan partisipasi dan dialog;
Ketiga, tema dasar tidak bertentangan dengan iman kristiani.
e) Tanggungjawab pembimbing
Pertama, menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung
(kondusif); kedua, memilih sarana yang tepat; Ketiga, membantu peserta
merumuskan prioritas tema yang tepat.
2) Langkah I (Pertama)
Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
a) Tujuan
Berdasarkan tema dasar, langkah ini membantu peserta untuk mengungkapkan
pengalaman hidup faktual (fakta).
86
b) Isi
Bisa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi
di dalam masyarakat, atau gabungan keduanya.
c) Cara yang dipakai
Sharing. Peserta membangikan (to share) pengalaman hidup yang sungguhsungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog
ini peserta boleh diam, karena diam pun merupakan salah satu cara berdialog.
Diam tidak sama dengan tidak terlibat.
d) Bentuk
Lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantomim, dan sebagainya. Yang penting,
bentuk itu bisa dimengerti oleh peserta lain dan betul-betul mengungkapkan
pengalaman hidup faktual.
e) Peran dan tanggungjawab Pembimbing
Pertama, berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan
menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya
berkaitan dengan tema dasar. Kalau peserta banyak, sebaiknya dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil; kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang (1)
jelas, (2) terarah, (3) tidak menyinggung harga diri seseorang, (4) sesuai dengan
latar belakang peserta, dan (5) bersifat terbuka dan obyektif (misalnya:
Gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa yang Anda temui, lihat, dengar, dan
lakukan?).
87
f) Sikap Pembimbing
Ramah, sabar, hormat, bersahabat, peka pada latar belakang keadaan dan
permasalahan peserta, katakan pada peserta bahwa mereka boleh memilih
pertanyaan yang cocok.
3) Langkah II (Kedua)
Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Faktual (mendalami pengalaman hidup
peserta)
a) Tujuan
Memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan
pengalaman hidup dan tindakannya.
b) Tanggungjawab Pembimbing
Pertama, menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung
setiap gagasan serta sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis
setiap peserta; Ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan
penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman,
kenangan, dan imajinasi peserta; Keempat, mengajak setiap peserta untuk
berbicara tapi tidak memaksa; Kelima, menggunakan pertanyaan yang menggali
tidak menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan
peserta; Keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa
melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya.
88
bisa
menggunakan
metode
kuliah,
diskusi
kelompok,
rumusan;
tidak
bersikap
sebagai
guru,
adakalanya
bersikap
89
5) Langkah IV (Keempat)
Interpretasi/ Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi
dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta konkret)
a) Tujuan
Mengajak peserta, berdasarkan nilai Tradisi dan Visi kristiani, menemukan bagi
dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang
picik
yang
hendak
dihilangkan,
dan
nilai-nilai
baru
yang
hendak
90
6) Langkah V (Kelima)
Keterlibatan Baru Demi Makin terwujudnya Kerajaan Allah Di dunia Ini
(Mengusahakan Suatu aksi Konkret)
a) Tujuan
Mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai
tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam
sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja
sepanjang sejarah dan Visi kristiani. Keprihatiannya adalah praktis, yakni
mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan
pribadi dan sosial yang kontinyu.
91
Dari apa yang telah dijabarkan tadi, dengan menimbang kelemahan dan
kekuatan masing masing kegiatan maka kiranya katekeselah yang cukup dapat
diandalkan untuk dapat menjalankan program ingin saya laksanakan. Karena
program satu dengan yang lain saling berhubungan dan hendaknya dileksanakan
secara kontinyu, agar mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak.
92
e. Program Katekese
1.) Pengertian Program
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, program dimengerti sebagai
rancangan
mengenai
asas-asas
(hukum
dasar)
serta
usaha-usaha
(dalam
pendampingan
yang
sesuai
harus
dilakukan
untuk
mencari
dan
93
94
bahwa anak anak di lingkungan Santo Yakubus Alfeus Tempel Kebonarum rata
rata mereka paham akan iman anak.
Namun tidak demikian halnya dengan soal dalam aspek penghayatan iman
mereka. Dan hasil prosentase dari kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % atau
sekitar 4 anak sangat kurang menghayati imannya, sebesar 57.14 % atau sekitar 36
anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % atau sebanyak 12 anak dapat
menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % atau 1 anak yang dapat
menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah
untuk mendapat kan hasil rata ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah
sebanyak 32.44. Ini berarti anak anak di lingkungan tempat penelitian kebanyakan
anak kurang menghayati iman mereka.
Ini terlihat bahwa mereka kurang menghayati atau kurang dalam
melaksanakan ajaran yang sudah mereka ketahui dalam kehidupan keseharuian
mereka. Pengetahuan yang baik dengan tidak dibarengi dengan penghayatan iman
yang baik pula adalah sia-sia . Dalam hal cara atau pola asuh yang diterapkan ada
tiga pola yang dapat terangkan yaitu pola asuh Otoriter, Demokratis, dan
Permisivitas. Perolehan skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut; sebanyak 43
anak memiliki skor antara 25 50 atau sebesar 68.25% orang tua mengasuh dengan
cara otoriter, sebanyak 20 anak memiliki skor antara 51-75 atau 31.75% orang tua
mengasuh anak dengan demokratis dan sebanyak 0 anak memiliki skor 75 100
atau 0%, ini karena menurut penelitian tidak ada orang tua yang mengasuih anaknya
secara permisivitas. Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata rata adalah
sebesar 44.1. Menurut interval nilai yang ditentukan maka nilai rata rata ini masuk
pada inteval pola asuh yang otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola
95
asuh yang diterapkan para orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter,
disamping pola asuh lainnya yaitu demokratis dan permisivitas. Menurut penelitian
yang telah dijalankan, terlihat jelas bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh
yang besar dalam perkembangan iman anak. Maka dari itu, pola asuh yang
diterapkan dapat berbahaya jika pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak
disertai atau kurang menyertakan ajaran ajaran yang dapat memperkuat iman
mereka, ini untuk mendasari tingkah laku dan moral mereka ketika bergaul dengan
teman teman mereka nantinya. Jika tidak maka mereka dengan mudahnya
menyepelekan ajaran ajaran iman, bahkan dapat meninggalkan iman kepercayaan
mereka dengan mudahnya.
Dari penelitian yang telah dilakukan nampak gejala-gejala bahwa banyak
orang tua yang kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun
mereka mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian
mereka tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan
waktu untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan
yang dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap
orang tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada
anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan
anak kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada
saling mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak
maupun orang tua.
Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang diasuh dengan tidak
baik dan kurang mendapat perhatian dalam hal iman oleh orang tua mereka. Pola
asuh yang diterapkan kepada anak mempengaruhi kepribadian anak, maka dari itu
96
hendaknya pola asuh yang diterapkan dimasukkan unsur unsur ajaran kristiani.
Iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan menguatkan orang
untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Berdasarkan keprihatinan itu penulis mempunyai keinginan untuk
membantu orang tua agar dapat menyadari kembali tugas dan tanggung jawab
mereka sebagai pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para
orang tua agar dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama
dan terutama dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina
iman anak alam keluarga (FC, art.39).
Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada
mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan
lebih memperioritakan pada upaya penyadaran kembali tugas dan tanggung jawab
mereka para orang tua sebagai pendidik iman yang pertama dan utama. Selain itu
juga dengan upaya menumbuhkan sikap hidup beriman, menciptakan suasana hidup
beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi tradisi dalam keluarga
misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama. Allah
memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang tualah yang sangat berperan
utama dan terutama dalam membina iman anak. Di samping itu keluarga merupakan
tempat yang paling efektif bagi persemaian, pertumbuhan dan penghayatan serta
perkembangan iman anak sejak dini, karena anak lebih lama melewatkan waktu
berada dalam kehidupan keluarga bersama orang tua mereka. Orang tua di sini
bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE)
Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia
tinggal bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk
97
membentuk keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman
hendaknya dapat dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan,
kemudian pada masa anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.
Tema Umum
Tujuan Umum
Sub Tema I
98
Tujuan
Sub Tema II
Tujuan
Pertemuan I
Tujuan
Pertemuan II
Tujuan
Pertemuan III
Tujuan
Tujuan
99
Pertemuan I
Tujuan
Pertemuan II
: Orang tua sebagai contoh dan teladan iman bagi anak dalam
keluarga.
Tujuan
4) Penjabaran Program
Tema Umum
Tujuan Umum
Tabel 20:
No.
Sub Tema
Tujuan
1.
Tugas dan
Tanggung
jawab
Orang tua
dalam
Keluarga
Membantu
peserta
semakin
menyadari
akan
pentingnya
tugas dan
tanggung
jawab orang
tua dalam
keluarga.
2.
Mengasuh
dengan
kasih
Judul
Pertemuan
Membantu
1.Bagaimana
orang
tua orang
tua/
untuk
keluarga
mengasuh
menyumbang
buah hatinya pada
Tujuan
Uraian Materi
Metode
- Keluaga
sebagai tempat
pendidikan
iman anak
- Orang tua
sebagai guru
pertama dalam
keluarga
- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi
Sarana
- Puji Syukur
- Cerita
- Film A
Gift of
Hope
Sumber
Bahan
- FC art No
36
- Panduan
Rekoleksi
Kelurga
(Wignyasuma
rta, 2000,
148-169)
- Habitus
Baru dalam
liturgi ( KAS,
2006: 41)
Membantu
- Berbagai macan
peserta
bentuk pola
menyadari
asuh yang
berbagai faktor sering
yang
digunakan para
- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi
- Kitab Suci
- Puji syukur
- Cergam
- Perkembang
an anak jilid 2
(Elizabeth B.
Harlock,1989,
100
dengan
kasih
dan
dapat
memilih
pola
asuh
yang
baik
bagi anak .
perkembangan
anak.
2. Menanamkan
kedisiplinan
pada
anak,
siapa takut !!!
3. Kasih orang
tua sepanjang
jalan !!!
orang tua.
mempengaruhi
kehidupan
berkeluarga dan - Faktor faktor
yang
pengaruhnya
mempengaruhi
pada
perkembangan
perkembangan
anak.
anak
- Spidol
197-229)
- Ketas Fleb
- FC art No
36
-Habitus Baru
dalam liturgi (
KAS, 2006:
41)
Membantu
- Berbagai
orang tua untuk macam cara
mengajarkan
menanamkan
pada
anak disiplin kepada
bertingkah laku anak.
dan
bersikap
dengan tatacara - Faktor faktor
yang perlu
yang ada.
diperhatikan
dalam usaha
penanaman
disiplin kepada
anak
- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi
Membantu
- Bentuk
peserta untuk penerapan
hukuman emas
dapat
secara praktis
menerapkan
agar dapat
prinsipprinsip
mempertinggi
dalam
rasa kasih.
mengasuh
anak, dan serta
- Anak adalah
bagaimana
bank kasih yang
menghukum
anak
dengan dapat di isi
dengan kasih
kasih
sayang mereka.
- Sharing
- Tanya
jawab
- Informasi
- Refleksi
- Kitab Suci
- Puji syukur
- Cergam
- Spidol
- Ketas Fleb
- Perkembang
an anak jilid 2
(Elizabeth B.
Harlock,1989,
197-229)
- FC art No
36
- Psikologi
perkembanga
n anak dan
remaja
(Singgih D.
Gunarsa,
1985, 80-91)
- Kitab Suci
- Puji syukur
- Cergam
- Spidol
- Ketas Fleb
- Perkembang
an anak jilid 2
(Elizabeth B.
Harlock,1989,
197-229)
- FC art No
36
- Psikologi
perkembanga
n anak dan
remaja
(Singgih D.
Gunarsa,
1985, 80-91)
-Mendidik
dengan kasih
(Sidney D.
Craig 1990)
3.
Menjadi
orang tua
dan
sahabat
terbaik
bagi anak.
Membantu
peserta
untuk
berusaha
menjadi
sahabat baik
bagi anak
dalam
keluarga
1. Anak sebagai
anugerah
Tuhan.
Membantu
- Anak sebagai
peserta untuk
anugerah
selalu
Tuhan
mensyukuri
kehadiran anak - Orang tua
sebagai
sebagai
penyalur
anugerah Tuhan
rahmat bagi
dalam keluarga
anak
- Diskusi
- Kitab Suci
- FC art, 36
- Tanya
jawab
- Puji syukur
- GE art, 3
- Cergam
- Luk, 2: 2240
- Sharing
- Dinamika
- Spidol
- Ketas Fleb
41- 52
- Stefan Leks
( 2003: 8698)
2. oran tua
sebagai
contoh dan
teladan iman
bagi anak
dalam
keluarga
Membantu
- orang tua
peserta
agar
sebagai
kesaksian iman
mampu
yang baik bagi
memberi
anak dalam
teladan
iman
keluarga.
yang baik bagi
anak
melalui
kesaksian hidup - orang tua
sebagai
setiap
hari
penyalur kasih
dalam keluarga
bagi anak
dalam kelurga
- Kitab Suci
- Cerita
- Dinamika
- Tanya
jawab
- Diskusi
- Diundang
untuk
bahagia, (
Widagdo,
2003: 67-70)
- Cerita
- Kertas Fleb
- Spidol
- Puji syukur
101
Judul Pertemuan
Tujuan
Peserta
Model
: SCP
Tempat
Hari/ Tgl
: ...............................
Waktu
Metode
: - Informasi
- Tanya jawab
- Refleksi pribadi
- Sharing pengalaman
Sarana
: - Puji Syukur
- Kitab Suci
- Film A Gift of Hope
- Familiaris Consortio No 36
Sumber Bahan
102
Pemikiran Dasar
Peranan orang tua sangat penting dalam keluarga dan sungguh berpengaruh
dalam perkembangan pendidikan iman anak. Orang tua sebagai pendidik iman yang
pertama dan utama dalam keluarga, tanpa pendidikan iman dari orang tua tidak
mungkin anak akan bertumbuh dan berkembang. Untuk dapat bertumbuh dan
berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur yang telah
ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak melalui pendidikan dari orang tua
dalam keluarga.
Dalam Familiaris Consortio No 36 ditegaskan tugas mendidik anak-anak
berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan serta dalam karya
penciptaan Allah. Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anakanak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu
orangtualah yang diakui sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama.
Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan kehidupan beriman
anak akan terlantar. Keluarga dapat menjadi tempat lahan subur bagi pertumbuhan
dan perkembangan iman anak, kalau orang tua dapat menciptakan suasana keluarga
yang harmonis, rukun, dan damai dalam anggota keluarga, maka dengan sendirinya
anak akan mengalami kerasan tinggal di rumah, sehingga iman anak kemungkinan
besar dapat bertumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik.
Pelaksanaan Pertemuan.
1. Pembukaan
a. Nyanyian Pembukaan PS No 679 ( Tuhan kami bersyukur )
103
b. Pengantar.
Bapak-ibu yang terkasih dalam Kristus pada kesempatan yang berahmat ini
kita bersyukur kepada Tuhan sebab masih diberi waktu kepada kita semua untuk
mengalami kasihNya yang berlimpah dalam hidup kita. Dalam kesempatan ini kita
diajak kembali untuk melihat panggilan dan tugas kita sebagai bapak dan ibu
keluarga. Kita dipanggil, disapa secara khusus oleh anak-anak kita dalam keluarga
yaitu, bapak dan ibu. Tentu ini merupakan karunia dan tanggung jawab kita sebagai
orang tua. Maka tugas kita sebagai orang tua adalah sebagai pendidik iman anak
yang pertama dan utama dalam keluarga. Oleh karena itu sejauh mana kita sebagai
orang tua telah memperhatikan iman anak dalam hidup sehari-hari dalam keluarga.
b. Doa Pembukaan:
Bapa yang penuh kasih kami bersyukur dan berterimakasih kepadaMu untuk
segala rahmat dan penyertaan-Mu bagi kami hingga saat ini. Kami memuji-Mu
sebab anugerah istimewa yang boleh kami alami lewat tugas dan tanggung jawab
kami sebagai orang tua dalam keluarga yang Engkau percayakan kepada kami
dalam memperhatikan dan mendidik iman anak-anak kami. Bantulah kami ya Bapa
agar dengan teladan Yesus Kristus putra-Mu, kamipun semakin mampu mendidik
dan menanamkan nilai-nilai iman yang baik kepada anak-anak kami. Semoga
dengan bantuan-Mu, keluarga kami semakin dipenuhi oleh semangat kasih dan
menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kami. Semuanya ini kami mohon kepadaMu demi Kristus Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan berkuasa kini dan
sepanjang masa. Amin
104
105
Dalam mendidik anak orang tua sering mengikuti kemauan anaknya yang
berakibat buruk bagi anak itu sendiri, apa-apa selalu tergantung pada orang lain dan
ia selalu merasa bahwa ada yang selalu melindunginya, sehingga pribadi anaknya
tidak akan berkembang. Maka dalam hal ini sikap tegas dari orang tua untuk
mendidik anak perlu dilakukan. Orang tua perlu sikap yang jujur dalam mendidik
anak-anak, sehingga anak tidak merasa bingung dengan cara mana yang harus
mereka ikuti atau turuti.
106
hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak-anak. Lagipula tidak tergantikan
dan tidak dapat diambil alih, dan karena itu tidak dapat diserahkan sepenuhnya
kepada orang lain.
Kecuali ciri-ciri itu jangan dilupakan, unsur yang paling mendasar ciri khas
peranan orang tua selaku pendidik adalah cinta kasih dan perhatian, yang
menyempurnakan kepada kehidupan. Cinta kasih merupakan prinsip yang menjiwai
karena itu, norma cinta kasih mengarah kepada segala yang kongkret dalam
mendidik, memperkaya nilai-nilai keramahan, kejujuran, ketabahan, kebaikan hati,
pengabdian, sikap tanpa pamrih dan pengorbanan diri.
107
Sarana pendidikan iman dalam keluarga adalah segala sesuatu yang ditemui,
baik itu peristiwa, benda bahkan hidup sendiri dapat dijadikan alat untuk
menanamkan dan memperkembangkan iman anak misalnya, alam dunia sekitarnya,
orang lain atau anggota keluarga, peristiwa ulang tahun, kematian dan peristiwaperistiwa religius, kesaksian hidup yang baik dan hidup suci orang tua.
Hambatan-hambatan yang mungkin timbul, sehingga orang tua kurang dapat
memperkembangkan iman anaknya yang begitu kompleks. Dan semua hambatan itu
barasal dari diri orang tua, dari situasi keluarga, dari diri anak-anak dan
lingkungannya. Orang
bersama karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Hal penting yang tidak kala buruk
akibanya bagi perkembangan kehidupan iman anak pengaruh jelek dari lingkungan
hidup si anak.
Sebagai orang tua kristiani memang kita sadari bahwa hidup beriman
bukanlah sesuatu yang secara khusus yang diisi ke dalam hidup anak oleh ayah dan
ibunya, tetapi iman itu adalah pertama-tama adalah suatu anugerah Allah yang
berkembang mengikuti irama hidup sesorang dan kehidupan sekitarnya.
Perkembangan iman tidak bisa terjadi secara otomatis, tetapi sungguh-sungguh
suatu proses yang dihayati dengan seluruh kehendak kebebasannya dan rahmat
Tuhan, Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatan kita.
108
109
yang merasa bahwa iman itu sebagai iman yang dipilihnya. Apa yang perlu saya
lakukan sebagai orang tua dalam waktu dekat ini untuk mendidik dan
memperkembangkan iman anak, sesuai dengan Familiaris Consortio No. 36.
9. Penutup
a. Doa spontan dari peserta sesuai dengan tema.
b. Doa Bapa Kami.
c. Doa penutup.
d. Nyanyian penutup PS 564 ( Yesus Tuhan Terimalah diri kami)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab III dan IV, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Analisis deskriptif mengenai iman, menunjukkan bahwa sebagian besar anak
anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel memiliki pemahaman yang
baik tentang iman anak akan Yesus dan iman akan Gereja. Dengan jumlah skor
rata-rata sebesar 11.49, dari 20 pertanyaan yang diberikan.
2. Tetapi di sisi lain mereka kurang dalam penghayatan dalam hidup mereka atau
dengan kata lain pengaplikasian iman dalam kehidupan keseharian mereka.
Karena hanya mencapai skor rata-rata sebesar 32.44, nilai ini merupakan skor
nilai interval rendah dalam artian kurang dalam penghayatan. Skor ini jauh
dengan apa yang diharapkan yaitu sebesar 45 60 yang merupakan skor interval
tertinggi.
3.
Dalam hal pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua menunjukkan bahwa
sebesar 68.25 % anak diasuh dengan pola Otoriter, sebanyak 31.75 % anak diasuh
oleh orang tuanya dengan pola Demokratis, sedangkan untuk pola Permisivitas
tidak dipakai karena tidak ada skor mencapai interval nilai yang sudah ditentukan.
Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata rata adalah sebesar 44.1. Menurut
interval nilai yang ditentukan maka nilai rata rata ini masuk pada inteval pola
asuh yang otoriter. Dengan melihat hasil yang ada kebanyakan para orang tua
111
lebih memilih menggunakan pola asuh yang otoriter dari pada demokratis
ataupun permisivitas.
4. Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa pola asuh orang tua memiliki
pengaruh terhadap perkembangan iman anak. Untuk menguji hipotesis dan
koefisien regresi variabel digunakan uji-t dengan hasil sebagai berikut; variabel
pola asuh: Ho : 1= 0 terhadap H1 : 1 0. Hasil yang didapat adalah t = 0.863
dengan derajat kebebasan n k 1 = 63-1-1 = 61, dengan p-value = 0,000 yang
lebih kecil dari = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima.
5. Dari hasil yang didapat dari pengujuan regresi dapat ditafsirkan bahwa besar
kontribusi pola asuh orang tua terhadap iman anak adalah sekitar 74.5 %. Dengan
begitu besarnya kontribusi yang didapat, tidak dapat kita sangkali lagi bahwa
memang pola asuh orang tua berpengaruh pada perkembangan iman anak.
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diperoleh, maka dapat disampaikan saransaran sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti Selanjutnya: Penelitian dapat melanjutkan hasil-hasil penelitian ini
dengan memasukkan lebih aspek aspek yang memungkinkan dapat
mempengaruhi perkembvangan iman anak. Aspek yang mungkin dalam hal ini
adalah aspek pergaulan, lingkungan dan masih banyak lagi aspek aspek lain
diluar itu semua.
2. Bagi para anak: anak anak diharapkan dapat mengaplikasikan semua bentuk
pemahaman anak iman dalam kehidupan sehari hari. Hal ini dikarenakan
112
banyak anak yang paham betul akan ajaran iman namun hanya sebatas tahu tanpa
mau mewujud nyatakan dalam kehidupannya.
3. Bagi para orang tua: Diharapkan orang tua dapat mengasuh dan mendidik anak
anak mereka dengan lebih baik lagi, tanpa mengesampingkan aspek iman dalam
keseharian terutama untuk mendidik atau mengasuh anak. Ini sejalan dengan hasil
penelitian bahwa pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam hal iman anak.
4. Bagi Lingkungan: Dengan merujuk pada hasil penelitian ini diharapkan para
pengurus lingkungan dapat lebih mengoptimalkan fungsinya dalam mengadakan
pendampingan terhadap orang tua dalam keluarga dan anak di lingkungan Santo
Yakobus Alfeus Tempel. Selain anak orang tua juga hendaknya diperhatikan dan
perlu pendampingan oleh para pengurus lingkungan sebagai penyelenggara
pendidikan iman di lingkungan. Program pastoral pendampingan seperti yang
telah disajikan pada bab IV merupakan suatu upaya peneliti sebagai sumbangan
gagasan dalam rangka membantu para orang tua untuk dapat lebih mengerti anak
anak mereka dan dapat mendampingi anak dengan lebih baik lagi. Program
tersebut bertemakan;Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan
Mendidik Iman Anak dengan tujuan Membantu orang tua meningkatkan
kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang
pertama dan utama dalam keluarga. Semuanya ini dikemas dalam bentuk Shared
Christian Praxis (SCP). Selain itu pula peneliti merasa tergerak sebagai anggota
gereja yang mencurahkan perhatian kepada anak anak, karena masa depan
gereja berada ditangan mereka.
113
DAFTAR PUSTAKA
114
Lampiran: I
Petunjuk Pengerjaan Kuesioner
= selalu
= sering
= kadang-kadang
TP
= tidak pernah
Jogjakarta, .....,..................,2007
Kuesioner
I. Iman Anak
1. Di bawah ini manakah kegunaan alat-alat misa yang benar?
a. Patena tempat meletakkan hosti besar
b. Ampul tempat menyimpan dupa
c. Wirug tempat anggur dan air
2. Di bawah ini manakah para petugas liturgy yang benar?
a. Imam, misdinar, kolektor
b. Imam, prodiakon, rektor
c. Imam, prodiakon, misdinar
(1)
(2)
(3)
PERNYATAAN
2
3
(4)
SL
TP
10
11
12
13
14
15
POLA ASUH
NO
PERNYATAAN
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Saya merasa kurang dihargai oleh orang tua dan saudarasaudara saya.
Bapak Ibu saya marah jika saya melakukan suatu kegiatan
tanpa sepengetahuan mereka.
Orang tua membatasi pergaulan saya.
25
26
27
28
29
30
(5)
SL
TP
31
32
33
34
35
37
38
39
36
40
(6)
Skala Sikap
I. 1
I. 2
I. 3
I. 4
I. 5
I. 6
I. 7
I. 8
I. 9
I. 10
I. 11
I. 12
I. 13
I. 14 I. 15 I. 16 I. 17 I. 18 I. 19
I. 20
II. 1
II. 2
II. 3
II. 4 II. 5
II. 6
II. 7
II. 8 II. 9
II.10
II.11 II.12
II.13
II.14 II.15
No.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
37
36
34
36
33
42
39
37
38
35
41
39
39
32
36
37
36
36
32
29
135
139
139
142
150
139
132
130
128
149
124
138
139
132
128
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
0,536 0,55
0,552 0,56
0,6
0,841 0,83
p/ik
0,6
0,556 0,651 0,619 0,619 0,51 0,57 0,59 0,57 0,57 0,51
0,46
0,4
0,444 0,349 0,381 0,381 0,49 0,43 0,41 0,43 0,43 0,49
0,54
0,552 0,524 0,52 0,51 0,591 0,49 0,55 0,552 0,52 0,51
pq
0,25 0,2222 0,24 0,242 0,24 0,247 0,227 0,236 0,236 0,25 0,24 0,24 0,24 0,24 0,25 0,248
20
Rel. Oby
19
0,71
40
39
Var. But
0,8
0,69
0,82
0,64
0,6
0,35
Var. Tot
Rel. Sub
Valid
0,9
0,29 0,251
0,381
0,353
0,33
0,5
0,511 0,44 0,52 0,594 0,601 0,48 0,33 0,254 0,56 0,49 0,511
II.16
II.26 II.27 II.28 II.29 II.30 II.31 II.32 II.33 II.34 II.35 II.36 II.37 II.38 II.39 II.40
TOT
Jso
Jse
54
57
111
12
108
61
52
113
15
110
54
53
107
19
99
56
53
109
17
101
50
48
98
17
86
52
53
105
12
104
58
52
110
16
102
53
51
104
11
108
51
54
105
14
99
56
53
109
17
105
48
52
100
11
99
56
50
106
17
95
56
48
104
18
94
54
53
107
15
100
51
53
104
16
98
53
50
103
15
98
54
48
102
15
97
47
53
100
15
97
50
53
103
15
98
50
51
101
16
95
51
49
100
16
96
55
46
101
13
97
55
46
101
16
93
46
53
99
16
95
46
51
97
12
95
53
47
100
18
90
52
47
99
15
89
50
49
99
15
93
49
47
96
12
91
43
51
94
11
94
47
46
93
11
86
51
45
96
11
93
43
49
92
10
91
46
49
95
12
93
44
48
92
95
36
48
84
86
45
44
89
10
87
49
43
92
11
96
44
44
88
11
86
42
43
85
85
46
39
85
85
47
40
87
12
81
38
44
82
82
34
43
77
77
39
42
81
80
41
36
77
80
38
39
77
77
38
39
77
75
33
37
70
67
36
34
70
66
30
33
63
66
35
33
68
12
63
27
34
61
62
28
31
59
58
30
31
61
58
33
30
63
10
58
27
30
57
55
30
35
65
10
55
26
32
58
52
25
29
54
53
24
33
57
52
25
27
52
52
27
25
52
48
2768
138
140
118
126
119
129
143
142
130
135
131
144
133
129
142
123
126
132
128
124
130
131
138
131
120
2778
5546
724
5326
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
11340
0,56 0,47
0,5
0,52
0,57
0,53
0,5
0,52 0,51
0,49
32,627
0,548
8,5079
4,841
0,715
0,73
0,63
0,62
0,46
29,858
271,78 14,911 243,9
0,285
0,52
0,47
0,6
0,5
0,5
0,47
0,56
r hitung
0.29
0.26
0.37
0.36
0.3
0.28
0.3
0.3
0.4
0.26
0.3
0.32
0.27
0.4
0.4
0.3
0.4
0.4
0.4
0.25
r tabel
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
0,254
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
20 Valid
(11)
II. 12
II. 13
II. 14
II. 15
Jml
0.5
0.5
0.6
0.4
0,254
0,254
0,254
0,254
Valid
Valid
Valid
Valid
15 Valid
(12)