PENDAHULUAN
Herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang sering
ditemui dan telah berhasil mempengaruhi kehidupan jutaan pasien beserta
pasangannya. Kebanyakan individu mengalami gangguan psikologi dan
psikososial sebagai akibat dari nyeri yang timbul serta gejala lain yang menyertai
ketika terjadi infeksi aktif. Oleh karena penyakit herpes genital tidak dapat
disembuhkan serta bersifat kambuh-kambuhan, maka terapi sekarang difokuskan
untuk meringankan gejala yang timbul, menjarangkan kekambuhan, serta
menekan angka penularan sehingga diharapkan kualitas hidup dari pasien menjadi
lebih baik setelah dilakukan penanganan dengan tepat.
Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan prevalensi yang
tinggi di berbagai negara dan penyebab terbanyak penyakit ulkus genitalis. Infeksi
herpes genitalis adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (HSV) terutama HSV tipe II. Dapat juga disebabkan oleh HSV tipe I
pada 10-40% kasus. Sebagian besar terjadi setelah kontak seksual secara
orogenital.
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang
ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung
baik primer maupun rekurens. Penyakit yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks dikenal dengan sebutan fever blister, cold sore, herpes febrilis, herpes
labialis, atau herpes progenitalis (genitalis).(1)
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia.
Serupa dengan herpes zoster, herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang
sangat
sakit
pada
kulit.
Gejala
pertama
biasanya
gatal-gatal
dan
kesemutan/perasaan geli, diikuti dengan lepuh yang membuka dan menjadi sangat
sakit. Infeksi ini dapat dorman (tidak aktif) dalam sel saraf selama beberapa waktu
namun tiba-tiba infeksi menjadi aktif kembali. Herpes dapat aktif tanpa gejala. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan
frekuensi yang tidak berbeda, infeksi primer oleh virus herpes simpleks (HSV)
tipe I biasanya dimulai pada anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya
terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas
seksual.(1)
Insidens infeksi primer HSV-1 yang menyebabkan herpes labialis paling banyak
terjadi pada masa kanak-kanak, dimana 30-60% anak-anak biasanya terekspos
oleh virus ini. Jumlah kejadian infeksi HSV-1 meningkat seiring dengan
bertambahnya usia dan mayoritas ditemukan pada orang dewasa berusia 30 tahun
atau lebih dengan HSV-2 seropositif.(2) Infeksi HSV-2 berhubungan dengan
perilaku seksual. Antibodi terhadap HSV-2 sangat jarang ditemukan sebelum
terjadi aktivitas seksual dan meningkat secara terus menerus setelahnya.
Pada tahun 2005-2008, prevalensi infeksi HSV-2 pada populasi usia 14-49 tahun
di Amerika Serikat sebesar 16%, angka tersebut stabil sejak tahun 2001-2004
yaitu sebesar 17%; dengan prevalensi yang lebih tinggi pada wanita yaitu 21%,
sedangkan pada pria 12%. Kira-kira 45 juta penduduk Amerika Serikat terinfeksi
HSV-2; jika digabung dengan yang terinfeksi HSV-1 mungkin mencapai 60 juta
orang.(3)Berdasarkan survei kesehatan nasional yang dilakukan oleh CDC
(Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2010 menyatakan
bahwa insidens infeksi HSV-2 pada warga Amerika Serikat masih tinggi, dimana
1 dari 6 warga Amerika Serikat terinfeksi HSV-2 dan prevalensinya tinggi pada
perempuan dan ras Afrika-Amerika (16,2%) antara usia 14-49 tahun.(4)Di Eropa
Barat, prevalensi HSV-2 secara umum lebih lebih rendah daripada di Amerika
Serikat, yaitu berkisar antara 10-15% pada hampir semua negara.(3)Di Indonesia,
penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2005-2007
ditemukan hasil yang kurang lebih sama, yaitu insidens herpes genitalis lebih
banyak ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 1.96:1, usia
terbanyak penderita bervariasi antara 25-34 tahun, terutama sesudah menikah. 7
2.2 ETIOLOGI
HSV tipe I dan II merupakan virus herpes homonis yang merupakan virus DNA.
Virus herpes simpleks hanya menginfeksi manusia. Terdapat dua tipe virus herpes
simpleks, yaitu HSV-1, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes nongenital
(orofacial); dan HSV-2, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes genital pada
laki-laki dan perempuan(5), akan tetapi kedua tipe virus tersebut dapat
menginfeksi baik pada area orofacial maupun genital dan dapat menyebabkan
infeksi akut dan rekuren.(2)Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat
predileksi).(1) Terdapat perbedaan antara kedua tipe HSV secara biologis,
contohnya tingkat rekurensi infeksi HSV-2 pada genital lebih sering daripada
HSV-1. Sebaliknya, infeksi nongenital yang disebabkan HSV-1 tingkat
rekurensinya lebih tinggi daripada HSV-2. Infeksi HSV genital terjadi enam kali
lebih sering daripada infeksi HSV pada orolabial.(5)
Penularan herpes genitalis diperlukan kontak langsung dengan jaringan atau
sekret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital
didapatkan dari partner dengan infeksi subklinis. Pasangan yang aktif secara
seksual dan sama-sama terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama
lain.
Autoinokulasi
dapat
menyebabkan
herpetic
whitlow
atau
dan
HSV-2
termasuk
famili
Herpesviridae
dan
subfamili
Alphaherpesviridae. Virus ini adalah virus DNA beruntai ganda ditandai dengan
sifat biologis sebagai berikut:
Neurovirulensi (kemampuan untuk menyerang dan bereplikasi dalam sistem
saraf).
10
Selama infeksi primer, replikasi dimulai di dalam sel berinti pada dermis dan
epidermis. Setiap sel yang terinfeksi pasti dibunuh dan jumlah sel yang terlibat
dalam proses infeksi menentukan apakah secara klinis akan berkembang
membentuk lesi, atau yang lebih sering malah menjadi subklinis. Dalam dua
keadaan tersebut, ujung saraf sensoris akan terinfeksi, kemudian virus pindah
melalui akson ke ganglia sakralis dan disana akan dimulai periode laten. HSV
hanya dapat dikultur dari ganglion selama periode infeksi primer. Virus menyebar
ke daerah lain secara sentrifugal dimana vesikel terbentuk akibat migrasi dari
HSV-2 ke saraf sensoris lainnya dan via autoinokulasi. Viremia terjadi pada 25%
pasien dengan infeksi primer.(6)
Kemudian HSV-2 akan mempertahankan dirinya ke dalam periode laten di dalam
ganglion dimana aktivasi sistem kekebalan tubuh sangat terbatas. Virus tersebut
kemudian akan keluar dari neuron sensoris ke daerah genital sehingga
menyebabkan terjadinya periode subklinis ataupun berkembang menjadi lesi
herpes genital. Sistem imun penderita, terutama limfosit CD8+, sangat penting
dalam proses terbentuknya lesi genital.(6) Terbentuknya lesi pada genital
(simtomatik) menunjukkan adanya viral shedding, yaitu saat dimana virus
menjadi aktif dan keluar dari ganglion saraf menuju ke permukaan kulit dan
menimbulkan lesi. Sebuah penelitian di Amerika meneliti tentang besarnya angka
viral shedding yang diukur dengan quantitive real-time fluorescence polymerase
chain reaction untuk HSV DNA dari swab genital, pada herpes genitalis yang
simtomatik dan asimtomatik. Hasilnya, pada herpes genitalis simtomatik lebih
sering ditemukan viral shedding daripada yang asimtomatik.(7)
2.5 MANIFESTASI KLINIS(3)
Masa inkubasi herpes genitalis biasanya berkisar antara 3-5 hari untuk infeksi
primer yang simtomatik, kadang 10 hari, jarang mencapai 3 minggu.
GEJALA KLINIS
2.5.1 Primary Genital Herpes
Lesi pada daerah genital atau perianal multipel, biasanya bilateral. Umumnya
dapat ditemukan vaginal discharge. Urethral discharge umum ditemukan pada
laki-laki, biasanya disertai dengan disuria berat. Lesi kutaneus muncul setelah 715 hari berupa papul, menjadi vesikel, menjadi pustul, menjadi ulkus, lalu
menjadi krusta. 12
indolen,
tidak
berkelompok,
tidak
ada
periadenitis,
tanpa
lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah
tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat
indurasi.(1)
Gambar 9. Ulkus pada awal sifilis, tampak sebagai papul yang datar dan
mengalami erosi, dengan tepi yang meninggi dan dasar yang halus, bersih.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed.
2.8 PENATALAKSANAAN
2.8.1 Primary Genital Herpes
Penatalaksanaan umum untuk herpes genitalis adalah membersihkan area yang
bersangkutan (terdapat lesi) dengan normal saline, pemberian analgesik (sistemik
maupun lokal, seperti lidokain gel), dan perawatan infeksi sekunder oleh bakteri.
(12) Selain itu juga diberikan terapi antiviral spesifik misalnya asiklovir yang
terbukti efektif dalam mengobati infeksi virus serta ketersediaannya dalam bentuk
generik. Obat lainnya, seperti valaciclovir dan famciclovir, digunakan dalam dosis
yang lebih jarang daripada asiklovir, namun harganya lebih mahal. Penelitian
menunjukkan ketiga obat tersebut dalam menurunkan berat dan durasi dari gejala
klinis akibat infeksi virus. Biasanya lama pemberian obat-obatan antivirus adalah
lima hari, namun BASHH guidelines merekomendasikan pengobatan harus tetap
dilanjutkan lebih dari lima hari jika lesi yang baru masih terus terbentuk, jika
gejala dan tanda berat, atau jika pasien mengidap HIV atau jika terdapat penyakit
komplikasi lainnya. Guideline tersebut juga menyatakan bahwa kombinasi obat
oral dan topikal tidak menunjukkan keuntungan.(12)Obat antiviral sistemik
intravena hanya diberikan jika pasien memiliki kesulitan menelan atau tidak dapat
mentoleransi obat-obatan karena muntah. 19
Rekomendasi terapi oral untuk infeksi herpes genitalis primer (diberikan selama
lima hari) adalah sebagai berikut: (13)
Aciclovir 200 mg lima kali sehari, atau
Aciclovir 400 mg tiga kali sehari, atau
Famciclovir 250 mg tiga kali sehari, atau
Valaciclovir 500 mg dua kali sehari.
2.8.2 Herpes Genitalis Rekuren
Penatalaksanaan serangan rekuren dari herpes genitalis meliputi terapi suportif,
terapi antiviral episodik, atau terapi antiviral supresif. Kebanyakan serangan
rekuren bersifat ringan dan self limiting, namun dapat diobati hanya dengan terapi
suportif. Penatalaksanaan umum untuk pasien herpes genitalis rekuren antara lain
membersihkan daerah yang terdapat lesi dengan normal saline, pemberian
analgetik (sistemik maupun lokal seperti lidokain gel), dan merawat infeksi
sekunder karena bakteri.(12)
Terapi suportif yang dimaksud adalah kompres dengan normal saline, penggunaan
analgetik, konseling perilaku seksual. Terapi antiviral episodik yang dimaksud
adalah dilakukan pengobatan saat terdapat gejala prodormal atau pada awal
serangan. Asiklovir oral, valasiklovir, dan famsiklovir menurunkan berat dan
durasi penyakit dalam waktu 1-2 hari. Antiviral topikal tidak lebih efektif dari
terapi sistemik.(12) Rekomendasi terapi episodik oral untuk herpes genitalis
rekuren (diberikan selama lima hari) adalah sebagai berikut:(13)
Aciclovir 200 mg lima kali sehari, atau
Aciclovir 400 mg tiga kali sehari selama 3-5 hari, atau
Valaciclovir 500 mg dua kali sehari, atau
Famciclovir 125 mg dua kali sehari.
Sedangkan yang dimaksud dengan terapi antiviral supresif adalah untuk
mengurangi rekurensi dari herpes genitalis. Pasien harus segera menghentikan
penggunaan obat-obatan tersebut setelah 12 bulan.(12) Rekomendasi terapi
supresif oral untuk herpes genitalis adalah sebagai berikut: (13) 20
2.11 PENCEGAHAN
Kunci dari penanganan orang yang terinfeksi HSV-2 adalah dengan melakukan
konseling mengenai pencegahan penularan penyakit tersebut. Menghindari kontak
seksual dengan pasangan terutama selama masih ada lesi pada daerah genital dan
saat terjadi gejala prodormal, serta penggunaan kondom, ternyata telah terbukti
dapat
menurunkan
angka
penularan
infeksi
HSV-2,
meskipun
tidak
2.12.3 HIV/AIDS
Penderita dengan immunocompromised biasanya memiliki gejala yang lebih berat
serta lebih lama pada daerah genital, perianal, atau oral. Lesi yang disebabkan
oleh HSV biasanya bersifat atipik, lebih nyeri, serta lebih berat. Meskipun terapi
antiretroviral bisa menurunkan tingkat keparahan dari infeksi herpes genital,
namun infeksi subklinik tetap dapat terjadi. Pemberian terapi supresif atau terapi
episodik menggunakan agen antivirus oral terbukti efektif dalam memperingan
manifestasi klinik dari HSV yang disertai dengan infeksi HIV. 23
BAB III
KESIMPULAN
Virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) adalah penyebab herpes genitalis yang
umum, namun selain di daerah genital, virus ini juga dapat bereplikasi di semua
jaringan pada tubuh manusia, dan terkadang dapat menyebabkan keratitis,
hepatitis, pneumonitis, meningitis dan sepsis neonatal. Seroprevalensi dari herpes
genitalis masih tinggi di seluruh dunia, di Amerika sebesar 17%. Pada pasien yang
simtomatik dan asimtomatik, infeksi tidak selalu ditandai dengan adanya keluhan
maupun lesi di daerah genital, hal tersebut menyebabkan penularan dan inflamasi
yang persisten.(6)
HSV-2 masih menjadi patogen yang dapat menyebar luas ke banyak populasi dan
biasanya menyebabkan infeksi berat pada neonatus dan pasien dengan sistem
imun yang rendah. Yang sekarang menjadi sorotan adalah pengembangan obatobatan antivirus yang dapat menekan rekurensi, viral shedding, penularan secara
seksual, penularan pada neonatus; serta pengembangan vaksin terhadap HSV.(6)
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP. Herpes Simpleks. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. P.380-2.
2. Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. P.1873-85
3. Handsfield HH. Color Atlas & Synopsis of Sexually Transmitted Diseases. 3rd
ed. New York: McGraw-Hill; 2011. P.109-31.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Press Release: CDC Study Finds
U.S.
Herpes
Rates
Remains
High.
at:http://www.cdc.gov/nchhstp/newsroom/2010/hsv2pressrelease.html.
Available
Updated
12. Sen P, Barton SE. Genital Herpes and Its Management. BMJ 2007; 334:
1048-52. doi: 10.1136/bmj.39189.504306.55.
13. Patel R, Alderson S, Geretti A, Nilsen A, Foley E, Lautenschlager S, et al.
European Guideline for the Management of Genital Herpes. Int J STD AIDS
2011; 22(1): 1-10. doi: 10.1258/ijsa.2010.010278.