Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu
membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari
bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan manusia dengan
manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompok dengan
kelompok inilah yang disebut sebagai interksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi
adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. (Riswandi, 2009)
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama
20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam pemenuhan
219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi kesehatan dapat
mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya
berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif
dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan,
komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi
kesehatan dan pesan pencegahan. (Riswandi, 2009)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk
komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan
spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010)
1

Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang
mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuanbantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan
serta kurangnya kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari
secara mandiri. (Mungin, 2008)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud komunikasi?
2. Apa yang dimaksud komunikasi terapeutik?
3. Apa saja teknik-teknik komunikasi terapeutik?
4. Apa yang di maksud dengan penyakit terminal?
5. Apa tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal?
6. Bagaiman perawatan pada pasien dengan penyakit terminal?
7. Bagaimana peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal?
8. Apa saja teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal?

C. Tujuan
1. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi.
2. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi terapeutik.
3. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi terapeutik.
4. Menjelaskan yang di maksud dengan penyakit terminal.
5. Mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal.
6. Mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal.
7. Mengetahui peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal.
8. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.
2

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi Komunikasi
Istilah komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin communicatus yang
artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk pada
suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.
Secara harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin: Communis yang berarti
keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam
upaya membangun saling pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses pertukaran
informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
(Riswandi, 2009). Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai
makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang masuk pada diri
individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di otak dengan pengetahuan,
pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu. (Wiryanto, 2004)
Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan
oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan,
pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang
membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada
pengalaman yang pernah dialami. (Mungin, 2008)
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan,
yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi
dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak
berguna (menghambat/ blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan
3

berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu
hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan
atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai.
Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan. (Pendi, 2009)

B. Defenisi Komunikasi Terapeutik


Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-pasien yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah pasien. Maksud komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang
lain. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Di dalam
komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. (Pendi, 2009)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan
dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional
yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien. (Suryani, 2005)
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi
interpersonal adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu
dan pasien menerima bantuan. (Purwanto, 2011)
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. (Suparyanto, 2010)
4

Jadi, komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di rencanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

1.

Tujuan Komunikasi Terapeutik


Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi
terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien,
sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah
diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan profesi. Komunikasi terapeutik dalam arti luas bertujuan untuk
mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada
pertumbuhan pasien. Adapun tujuan komunikaasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen
(2009) meliputi :
a.

Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.


Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. Pasien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan
dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan
gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi.

b.

Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling


bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima pasien apa adanya, perawat
akan dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam membina hubungan saling
percaya.

c.

Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai


tujuan yang realistis.
5

Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Individu yang merasa dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga
diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa hidupnya jauh dari ideal dirinya akan
merasa rendah diri.
d.

Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.


Pasien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan
identitas diri yang jelas.

e.

Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence atau tanpa


cacat), sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien.

2.

Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif diantara perawat-pasien. Tidak seperti komunikasi sosial,
komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu pasien mencapai suatu tujuan
dalam asuhan keperawatan.
Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi
terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :
a.

Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan terapeutik yang saling


menguntungkan, didasarkan pada prinsip humanity of nurses and clients. Hubungan
ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/ perawat) dengan
pasiennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat.

b.

Perawat harus menghargai keunikan pasien, menghargai perbedaan karakter,


memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
6

c.

Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga
diri pasien.

d.

Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus


dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien adalah kunci
dari komunikasi terapeutik.

3.

Jenis Komunikasi Terapeutik


Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Suparyanto (2010) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal
yang dimanifestasikan secara terapeutik.
a.

Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk
menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.

b.

Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan
dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan,
iklan di surat kabar dan lain-lain.

c.

Komunikasi Non Verbal


Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan pasien
mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non
verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi
dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

4.

Karakteristik Komunikasi Teraupetik


Menurut Suparyanto (2010), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu :
a.

Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan
individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien
untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

b.

Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.

c.

Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan
dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
perasaannya lebih mendalam.

C. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik


Adapun teknik-teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai
berikut :
8

1.

Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui
perasaan pasien, memberi kesempatan lebih banyak pada pasien untuk bicara. Perawat
harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa yang
disampaikan pasien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman pasien
dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/ psikologis pasien.

2.

Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)


Teknik ini memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya sesuai
kehendak pasien tanpa membatasi, contoh :
Apa yang sedang Saudara pikirkan?, Apa yang akan kita bicarakan hari ini?.
Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, perawat dapat memberi
dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan saya mengerti yang saudara katakan.

3.

Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya untuk menguatkan
ungkapan pasien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan pasien. Misalnya:
Ooh..jadi Saudara tadi malam tidak bisa tidur karena.....

4.

Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau pasien berhenti karena malu
mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya
berpindah-pindah. Contoh: dapatkah Anda menjelaskan kembali tentang....?.
Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi perawat-pasien.

5.

Refleksi
Refleksi merupakan reaksi perawat-pasien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a.

Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan pasien dengan pengertian perawat.

b.

Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan pasien terhadap isi
pembicaraan agar pasien mengetahui dan menerima perasaannya.

6.

Memfokuskan
Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada
realitas.
Contoh :
Pasien

: Petugas kesehatan yang ada di rumah sakit ini kurang perhatian pada
pasiennya.

Perawat : Apakah Saudara sudah minum obat?


7.

Membagi persepsi
Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini
perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
Contoh: Anda tertawa, tetapi saya rasa Anda marah kepada saya.

8.

Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang muncul selama
percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang
penting.
Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti.
Apakah ini latar belakang masalahnya?

10

9.

Diam (Silence)
Cara yang sukar biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk
memberi kesempatan berpikir dan memotivasi pasien untuk bicara. Pada pasien yang
menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima pasien.
Misalnya :
Pasien

: Saya jengkel kepada suami saya.

Perawat : Diam (memberi kesempatan pasien)


Pasien

: Suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya
pasti marah.

10. Informing
Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi pasien,
misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas yang dialami pasien.
Pasien

: Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah minum obat,
kira-kira kenapa ya Suster?

Perawat : Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses infeksi, dehidrasi atau karena
metabolisme tubuh yang meningkat.
11. Saran
Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Dapat dipakai pada fase kerja dan tidak
tepat pada fase awal hubungan.
Misalnya : Kita tadi sudah cukup banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas,
salah satunya karena merokok. Kami berharap anda dapat mengurangi atau berhenti
merokok.

11

D. Definisi Penyakit Terminal


Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui
suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito, 2004)
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah
kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau penyakit terminal ini dapat
dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up
(menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah
kematian. (Nursedarsana, 2010)
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat
dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart & Sundeen, 2009)
Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif,
pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup.
(Heelya, 2009)
Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat
sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat
menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus mendapatkan perawatan
paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk
menyembuhkan.
Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan.

1.

Kriteria Penyakit Terminal


Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai

berikut:
a.

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi


12

2.

b.

Mengarah pada kematian

c.

Diagnosa medis sudah jelas

d.

Tidak ada obat untuk menyembuhkan

e.

Prognosis jelek

f.

Bersifat progresif

Jenis-Jenis Penyakit Terminal


Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen

(2009) adalah :
a.

Penyakit-penyakit kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara beberapa
jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling berbahaya dan paling
sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya dikarenakan kanker jenis ini
menyerang organ reproduksi luar yaitu payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh
lain. Kanker payudara juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang dapat
menyebabkan kematian adalah kanker payudara stadium IV. Pada kanker payudara
stadium IV seseorang sudah menderita kanker payudara yang sangat parah atau bahkan
tidak memiliki harapan hidup (terminal).
Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat
dihindari dan ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang akan menjelang ajal.
Pada kondisi terminal perubahan utama yang terjadi adalah perubahan psikologis yang
menyertai pasien. Perubahan psikologis tersebut biasanya mengarah ke arah yang lebih
buruk dan membuat pasien menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat
dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih
nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang pada saat menjelang ajal.
13

b.

Penyakit-penyakit infeksi
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran
pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana
keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah
masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah
yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.

c.

Congestif Renal Falure (CRF)


Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan
uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh).

d.

Stroke Multiple Sklerosis


Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari sistem
syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau
degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf,
memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan
juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.

e.

Akibat kecelakaan fatal


Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang
dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang
menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan
mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan
mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak.

14

f.

AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome)


Adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virusvirus lain. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat
HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

E. Tujuan Keperawatan Pasien Dengan Kondisi Terminal


1.

Perawatan Penyakit Terminal


Tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal secara umum menurut Stuart &
Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :

2.

a.

Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi

b.

Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna

c.

Membantu pasien menerima rasa kehilangan

d.

Membantu kenyamanan fisik

e.

Mempertahankan harapan (faith and hope)

Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyakit Terminal Menurut Stuart & Sundeen
(2009), adalah sebagai berikut :
a.

Problem fisik
Berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri, perubahan berbagai fungsi
sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.

b.

Problem psikologis (ketidakberdayaan)


Kehilangan kontrol, ketergantungan, kehilangan diri dan harapan.
15

c.

Problem sosial
Isolasi dan keterasingan, perpisahan.

d.

Problem spiritual.
Kehilangan harapan dan perencanaan saat ajal tiba

e.

Ketidak-sesuaian
Antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat (dokter, perawat,
keluarga, dsb).

F. Perawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal


1.

Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal


Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan.
Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan
pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki
pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang proses berduka
dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi
terapeutik. Saat berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan
timbul penolakan dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan
komunikasi terapeutik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan pasien dan
keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif. (Potter & Perry, 2009)
Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan rasa
empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon verbal dan
nonverbal pasien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja pasien akan menghindari
topik pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah
respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka yang normal seperti kesedihan, mati
rasa, penyangkalan, marah, membuat komunikasi menjadi sulit. Jika pasien memilih untuk
16

tidak mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa
pasien bisa kapan saja mengungkapkannya. Beberapa pasien tidak akan mendiskusikan
emosi karena alasan pribadi atau budaya, dan pasien lain ragu - ragu untuk mengungkapkan
emosi mereka karena orang lain akan meninggalkan mereka. (Potter & Perry, 2009)
Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat
hubungan terapeutik dengan pasien berkembang. Terkadang pasien perlu mengatasi berduka
mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika pasien ingin
membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat.

2.

Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal


Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009),
adalah sebagai berikut :
a.

Closed Awareness
Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu
mengapa sakit dan percaya akan sembuh.

b.

Mutual Pretense
Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi
merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi
pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan kekuatannya.

c.

Open Awareness
Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang
kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini pasien
dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

17

G. Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Terminal


1.

Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal


Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon BioPsiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya adalah:
a.

Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa : pasien merasa
takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas terbatas.

b.

Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan dan ketergantungan

c.

Kehilangan situasi
Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga dan
kelompoknya

d.

Kehilangan rasa nyaman


Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas,
nyeri, dll

e.

Kehilangan fungsi fisik


Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti pasien dengan gagal ginjal harus
dibantu melalui hemodialisa

f.

Kehilangan fungsi mental


Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti pasien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien
sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional

18

g.

Kehilangan konsep diri


Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta
identitasnya. Hal ini dapat mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.

h.

Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga


Contohnya : seorang ayah yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat
penyakit teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.

2.

Adaptasi Dengan Penyakit Terminal


Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai dengan
umurnya menurut Stuart & Sundeen (2009), sebagai berikut :
a.

Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anakanak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di
tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa
dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian
dengan mengatakan bahwa orang mati akan pergi atau berada di surga atau hanya
tidur. Pada anak yang mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan muncul
secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan
sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar
mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit
mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak
mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya
terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal
19

illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak
terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan
sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan saling percaya dengan
orang tuanya.
b.

Remaja atau Dewasa muda


Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda
cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka
mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi
semestinya dan merasa marah dengan ketidakberdayaannya dan ketidakadilan serta
tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat.
Menderita penyakit terminal terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat
pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia
melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya,
dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya
diancam terminal illness.

c.

Dewasa madya dan dewasa tua


Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut
dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka
mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih
panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka
untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya
bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu
kesulitan beradaptasi dengan penyakit terminal.

20

H. Teknik-Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal


1.

Tahap-Tahap Berduka
Tahap-tahap berduka menurut Kubler-Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011) yaitu :
a.

Menolak (Denial)
Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan
menunjukkan reaksi menolak.

b.

Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.

c.

Menawar (Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien dapat menimbulkan kesan sudah
dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.

d.

Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

e.

Menerima atau Pasrah (Acceptance)


Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat.

21

2.

Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal


Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen
(2009), adalah sebagai berikut :
a.

Denial, pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :


1) Listening
a) Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan observasi
komunikasi non verbal.
b) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
suasana tenang.
2) Silent
a) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien
secara non verbal.
b) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar
dari situasi sesungguhnya.
3) Broad opening
a) Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.
b) Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.

b.

Angger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening :
perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu
diklarifikasikan.
1) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang
akan dan sedang terjadi pada mereka.
2) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
22

3) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang


marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal
yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih
baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan
asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c.

Bargaining
1) Focusing
a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna.
2) Sharing perception
a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.

d.

Depresi
1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian harusnya
diklarifikasi.
3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu
duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari
pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.

23

e.

Acceptance
1) Informing
Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
2) Broad opening
Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapanharapannya.
3) Focusing
Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar
tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan
damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas
dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya,
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Contohnya
seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan
harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan
seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Kematian
adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti
periode sakit yang panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu
yang tua. Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang
komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen
symptom yang hati-hati dan perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan
sebagai pribadi dan keluarganya.

B. Saran
1.

Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi, yang ditandai dengan
sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

25

2.

Perawat harus memahami komunikasi terapeutik pada pasien penyakit terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien, sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.

3.

Perawat harus mampu memahami teknik-teknik komunikasi terapeutik, yang ditandai


dengan menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.

4.

Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan penyakit terminal, tanggung jawab
perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial yang unik

5.

Perawat harus mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal, sehingga
membantu pasien untuk meraih kembali martabatnya.

6.

Perawat harus mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal, sehingga dapat
dirawat dengan respek dan perhatian penuh.

7.

Perawat harus mengetahui peran dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien
terminal, sehingga mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

8.

Perawat mampu memahami teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit


terminal.

26

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (10th ed.). Jakarta : EGC.
Heelya.

(2009).

Asuhan

Keperawatan

Anak

dengan

Sakit

Terminal.

http://heelya102.wordpress.com. Diakses tanggal 28 Maret 2016 pkl 11.00 WIB.


Mungin, B. (2008). Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : PT. Kencana
Nursedarsana, (2010). Askep Anak Sakit Terminal. http://nursedarsana.blogspot.com. Diakses
tanggal 28 Maret 2016 pkl 21.15 WIB
Pendi. (2009). Komunikasi Terapeutik, http://pendi007.wordpress.com/ diakses pada tanggal 28
Maret 2016 pkl 11.00 WIB
Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan (7th ed.). (vols 2). dr Adrina & marina,
penerjemah). Jakarta : EGC.
Purwanto. (2011). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu Universitas Mercu
Buana
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
Suparyanto. (2010). Konsep pengetahuan. Http :// dr. Suparyanto. Blogspot. Com / konsep.
Pengetahuan. Diakses tanggal 28 Maret 2016 Pukul 16: 46 WIB
Stuart & S

undeen. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

27

Anda mungkin juga menyukai