Anda di halaman 1dari 10

Kevin Arjun

04011281320012
Breathing=

RR: 32 x/menit, SpO2 : 95% (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan

dinamis: simetris, auskultasi paru : vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan?
Pemeriksaan
Respiratory

Pada kasus
32x/menit

Normal
12-18x/menit

Rate

Intepretasi dan Mekanisme


Tachypnea, syok hemorragik akibat kecelakaan
menyebabkan sel darah merah yang merupakan
pengangkut oksigen berkurang banyak, sehingga
tubuh

berkompensasi

dengan

mempercepat

respiratory rate agar tidak terjadi hipoksia


jaringan
Normal

95%

Saturasi O2

95%

Gerakan

Simetris

Simetris

Normal

Thoraks
Auskultasi

Vesikuler

Vesikuler

Normal

Normal,

Normal,

tidak

ada

ada

ronkhi, tidak

tidak

ada

wheezing

tidak
ronkhi,
ada

wheezing
Bagaimana cara pemberian terapi oksigen pada kasus?
Tidak dibutuhkan terapi oksigen karena saturasi oksigen masih 95%, hanya berikan terapi cairan saja. Jika
dibutuhkan terapi oksigen maka dapat diberikan oksigen sebanyak 5-10L/menit dengan kanul nasal atau
sungkup muka untuk mempertahankan saturasi oksigennya.

Bagaimana cara peneggakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang pada kasus?


Syok Hipovolemik/Hemorragik:
1. Perubahan status mental: gelisah, agitasi, letargi, obtundasi
2. Tekanan darah sistolik <110mmHg
3. Takikardia >90 kali/menit
4. Frekuensi nafas <7 atau >29 kali/menit
5. Urine Output <0,5cc/KgBB/Jam
Pemeriksaan Penunjang:
1. Asidosis Metabolik (HCO3) <31mEq/L atau defisit basa >3 mEq/L

Kevin Arjun
04011281320012

2. Analisis Gas Darah: PaO2 <90mmHg pada usia 0-50 tahun, <80mmHg pada usia 51-70
tahun, <70mmHg pada usia >71 tahun.
Apa SKDI pada kasus? 3B
Learning Issue
DEFINISI
Menurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang mengenai
calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat
non-degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul
gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat
kesadaran.
PATOFISIOLOGI
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun otak hanya
seberat 2 % dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20 % dari curah jantung. Sebagian besar
yakni 80 % dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansi kelabu.
Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang
sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa.
Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi
paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Karena itu pada cedera
kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak
terganggu, sehingga oksigenasi tubuh cukup. Gangguan metabolisme jaringan otak akam
menyebabkan edem yang mengakibaykan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum,
atau herniasi dibawah falks serebrum. Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan
mengalami iskemik sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan
kematian
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer

Kevin Arjun
04011281320012

Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh
darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi,
kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas
kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak
tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor,

dan

parenkim

otak.

Kemampuan

kompensasi

yang

terlampaui

akan

mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi
Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel).
Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi,
kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis Neurotransmitter
yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat, aspartat). EAA melalui
reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid)
menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym
degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan kerusakan
DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CDP
cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid

Kevin Arjun
04011281320012

untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan
meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies terjadi
kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan
mengkerut (shrinkage). Dalam penelitian ternyata program bunuh diri ini merupakan
suatu proses yang dapat dihentikan.
2.3. PATOLOGI
Dari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan menjadi fokal dan
difus, walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul bersamaan. Alternatif yang lain
menggolongkan kerusakan otak menjadi primer (terjadi sebagai dampak) dan sekunder
(munculnya kerusakan neuronal yang menetap, hematoma, pembengkakan otak, iskemia,
atau infeksi)
2.3.1. KERUSAKAN FOKAL
2.3.1.1.

Kontusio kortikal dan laserasi


Kontusio kortikal dan laserasi bisa terjadi di bawah atau berlawanan (counter-coup)
pada sisi yang terkena, tapi kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal.
Kontusio biasanya terjadi multiple dan bilateral. Kontusio multiple tidak depresi pada
tingkat kesadaran, tapi hal ini dapat terjadi ketika perdarahan akibat kontusio
memproduksi ruang yang menyebabkan hematoma.

2.3.1.2.

Hematoma intracranial
Perdarahan intracranial dapat terjadi baik di luar (ekstradural) maupun di dalam dura
(intradural). Lesi intradural biasanya terdiri dari campuran dari hematoma subdural
dan intraserebral, walaupun subdural murni juga terjadi. Kerusakan otak bisa
disebabkan direk atau indirek akibat herniasi tentorial atau tonsilar.

2.3.1.3.

Intraserebral (Burst lobe)


Kontusio di lobus frontal dan temporal sering mengarah pada perdarahan di dalam
substansia otak, biasanya dihubungkan dengan hematoma subdural yang hebat.
Burst Lobe adalah definisi yang biasanya digunakan untuk menerangkan

Kevin Arjun
04011281320012

penampakan dari hematoma intraserebral bercampur dengan jaringan otak yang


nekrotik, ruptur keluar ke ruang subdural.
2.3.1.4.

Subdural
Pada beberapa pasien, dampaknya bisa mengakibatkan ruptur hubungan vena-vena
dari permukaan kortikal dengan sinus venosus, memproduksi hematoma subdural
murni dengan tidak adanya bukti mendasar adanya kontusio kortikal atau laserasi.

2.3.1.5.

Ekstradural
Fraktur cranii merobek pembuluh darah meningeal tengah, mengalir ke dalam ruang
ekstradural. Hal ini biasanya terjadi pada regio temporal atau temporoparietal.
Kadang-kadang hematoma ekstradural terjadi akibat kerusakan sinus sagital atau
transvesal.

2.3.1.6.

Herniasi tentorial/tonsillar (sinonim: cone)


Tidak seperti tekanan intrakranial tinggi yang secara direk merusak jaringan neuronal,
tapi kerusakan otak terjadi sebagai akibat herniasi tentorial atau tonsillar.
Peningkatan tekanan intrakranial yang progresif karena hematoma supratentorial,
menyebabkan pergeseran garis tengah (mid line). Herniasi dari lobus temporal medial
sampai hiatus tentorial juga terjadi (herniasi tentorial lateral), menyebabkan kompresi
dan kerusakan otak tengah.. Herniasi tentorial lateral yang tidak terkontrol atau
pembengkakan hemispheric bilateral difus akan mengakibatkan herniasi tentrorial
central. Herniasi dari tonsil serebellar melalui foramen magnum (herniasi tonsillar)
dan berikut kompresi batang otak bawah bisa diikuti herniasi tentorial central atau
yang jarang terjadi, yaitu traumatik posterior dari fossa hematoma.
2.3.2. KERUSAKAN DIFUS
2.3.2.1. Diffused Axonal Injury (DAI)
Tekanan yang berkurang menyebabkan kerusakan mekanik akson secara cepat. Lebih
dari 48 jam, kerusakan lebih lanjut terjadi melalui pelepasan neurotransmiter
eksitotoksik yang menyebabkan influs Ca 2+ ke dalam sel dan memacu kaskade
fosfolipid. Kemungkinan genetik diketahui dengan adanya gen APOE 4, dapat
memainkan peranan dalam hal ini. Tergantung dari tingkat keparahan dari luka, efek

Kevin Arjun
04011281320012

dapat bervariasi dari koma ringan sampai kematian. DAI terjadi pada 10-15% CKB.
60% DAI berakhir dengan kecacatan menetap dan vegetative state, 35-50% berakhir
dengan kematian. Dalam proses biomekanis, DAI terjadi karena adanya proses
deselerasi yang menyebabkan syringe trauma (tergunting) karena adanya gaya yang
simpang siur.
2.3.2.2. Iskemia serebral
Iskemia serebral umumnya terjadi setelah cedera kepala berat dan disebabkan baik
karena hipoksia atau perfusi serebral yang terganggu/rusak. Pada orang normal,
tekanan darah yang rendah tidak mengakibatkan rendahnya perfusi serebral karena
adanya autoregulasi, terbukti adanya vasodilatasi serebral.
Setelah cedera kepala, bagaimanapun juga sistem autoregulasi sering tidak
sempurna/cacat dan hipotensi bisa menyebabkan efek yang drastis. Kelebihan
glutamat dan akumulasi radikal bebas juga bisa mengkontribusikan kerusakan
neuronal. Penyebab lain iskemia serebral adalah lesi massa yang menyebabkan
herniasi tentorial, traksi atau perforasi pembuluh darah, spasme arterial, dan kenaikan
TIK karena edema Otak. Lokasi iskemia dapat terjadi pada korteks, hipokampus,
ganglion basalis dan batang otak.
2.4. GAMBARAN KLINIS
Assesment dan klasifikasi pasien-pasien yang diduga mengalami cedera kepala, harus
dipandu secara primer menggunakan Glasgow Coma Scale versi untuk dewasa dan
anak-anak

dan

ini

diturunkan

dari

Glasgow

Coma

Score.

Glasgow Coma Scale bernilai antara 3 dan 15, 3 adalah yang paling buruk dan 15
adalah yang terbaik. Terdiri dari tiga parameter: Respon mata terbaik, respon verbal
terbaik, dan respon motor terbaik.
Gejala klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang
lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling
ringan ialah pada penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung
hanya beberapa menit saja. Atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan menjadi
ringan bila derajat koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) total adalah 13-15,

Kevin Arjun
04011281320012

sedang bila 9-12, dan berat bila 3-8. lokasi cedera otak primer dapat ditentukan pada
pemeriksaan klinik
2.5. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morfologi cedera.
a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramter.
* Trauma tumpul : - kecepatan tinggi (tabrakan).
- kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
* Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
b. Keparahan cedera.
* Ringan : skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
* Sedang : GCS 9-13
* Berat : GCS 3-8
c. Morfologi
Fraktur

tengkorak

kraniium

linear/stelatum;

depresi/non

depresi;

terbuka/tertutup basis dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa


kelumpuhan nervus VII. Lesi intracranial fokal epidural, subdural, intraserebral.
difus

konkusi

ringan,

konkusi

klasik,

cedera

aksonal difus
DIAGNOSIS
2.6.1. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua
dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di
kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan
pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui
pasti urutan kejadiannya, jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran
lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis lebih rinci tentang:
a. Sifat kecelakaan.

Kevin Arjun
04011281320012

b. Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.


c. Ada tidaknya benturan kepala langsung.
d. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat
diperiksa. Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya
sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk
mengetahui

kemungkinan

adanya

amnesia

retrograd.

Muntah

dapat

disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam


keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung /
disorientasi (kesadaran berubah)
2.6.2. Indikasi Rawat Inap :
1. Perubahan kesadaran saat diperiksa.
2. Fraktur tulang tengkorak.
3. Terdapat defisit neurologik.
4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat
minum alkohol, pasien tidak kooperatif.
5. Adanya faktor sosial seperti :
a. Kurangnya pengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.
b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.
c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah
sakit bila timbul gejala sebagai berikut :
1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan tiap
2 jam selama periode tidur.
2. Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku
3. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
4. Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan,
penglihatan kabur.
5. Kejang, pingsan.
6. Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga

Kevin Arjun
04011281320012

7. Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola
mata, melihat dobel, atau gangguan penglihatan lain
8. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang
tidak biasa
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan.
Observasi ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyulit
atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala. Pada penderita yang tidak
sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari penatalaksanaan. Tindakan pembebasan
jalan nafas dan pernapasan mendapat prioritas utama untuk diperhatikan. Penderita harus
diletakkan dalam posisi berbaring yang aman
2.7. PEMERIKSAAN
2.7.1. Pemeriksaan Fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai bahkan mendahului trias adalah status fungsi vital
dan status kesadaran pasien.
Status fungsi vital
Yang dinilai dalam status fungsi vital adalah:
Airway (jalan napas) dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera
dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher harus
berhati-hati

bila

ada

riwayat

dugaan

trauma

servikal

(whiplash

injury).

Breathing (pernapasan) dapat ditemukan adanya pernapasan Cheyne-Stokes, Biot /


hiperventilasi, atau pernapasan ataksik yang menggambarkan makin buruknya tingkat
kesadaran.
Circulation (nadi dan tekanan darah). Pemantauan dilakukan untuk menduga adanya
shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma
abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan
melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial,
yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.
Status kesadaran pasien

Kevin Arjun
04011281320012

Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini
sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan balk oleh dokter
maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke
waktu dapat diikuti secara akurat. Yang dinilai adalah respon membuka mata, respon verbal
dan respon motorik.
Status neurologis
Pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama ditujukan untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini
perdarahan intrakranial. Tanda fokal tersebut ialah : anisokori, paresis / paralisis, dan
refleks

patologis..

Selain trauma kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain seperti
trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu
dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin
2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen tengkorak (AP Lateral) biasanya dilakukan pada keadaan: defisit neurologik
fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi, hematoma luas di daerah kepala.
Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT
Scan kepala yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan
hasilnya lebih akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap
rumah sakit. CT Scan juga dapat dilakukan pada keadaan: perburukan kesadaran, dugaan
fraktur basis kranii dan kejang.

Anda mungkin juga menyukai