Anda di halaman 1dari 23

Makalah Hukum Kesehatan

zeaniusdiyn86@gmail.comDAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI..1
KATA PENGANTAR2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....3
B. Maksud dan Tujuan4
C. Ruang Lingkup dan Rumusan Masalah5
D. Metode.5
E. Teori..5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Kesehatan.6
B. Landasan Hukum Kesehatan6
C. Tenaga Kesehatan, Etika profesi, Etika Tenaga kesehatan dan sumpah.7
D. Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan..25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.42
Daftar Pustaka.43

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa ada halangan
sedikitpun.
Tujuan kami membuat makalah ini sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa yang membutuhkan
ilmu tambahan tentang Hukum Kesehatan.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada orang tua yang telah
memberikan dukungan bagi kami. Serta tak lupa teman teman yang ikut bekerja sama menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan para mahasiswa-mahasiswi serta para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Karena kesalahan adalah milik semua orang dan
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses
pembelajaran terima kasih.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Lombok Timur, 20 Maret 2013
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang,
yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan
berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan
kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang
menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus
berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas
individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara
terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan
nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya
profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah
barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan
yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi
penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Pertanyaan yang
muncul adalah siapa saja tenaga kesehatan itu dan keterkaitannya dengan sumpah atau kode etik
tenaga kesehatan dokter dan bidan, Dan apakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan, apa yang
menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan,
dan hukum kesehatan di masa mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat
memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum
kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan
pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum. Dalam hubungan ini
hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu
dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum,
pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan
komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan
perundang-undangan bidang kesehatan.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian hukum kesehatan, landasan hukum kesehatan, dan siapa saja tenaga
kesehatan dan etika profesi serta kode etik kesehatan,
2. Untuk mengetahui peraturan-peraturan pemerintah dan Undang-undang tentang tenaga kesehatan,
3. Memberikan informasi mengenai perkembangan up-to-date dalam regulasi hukum kesehatan,
khususnya regulasi pelayanan kesehatan.
4. Memberikan pemahaman secara sistematis mengenai hukum kesehatan dan implementasinya dalam
organisasi pelayanan kesehatan.
5. Hukum Kesehatan sebagai alat dalam upaya penegakan hukum: studi kasus
6. Memberikan pemahaman mengenai tindakan-tindakan dalam lingkup hukum kesehatan yang dapat

menimbulkan aspek perbuatan hukum (pidana dan perdata)


7. Dengan terselesainya makalah ini di harapkan agar menjadi bahan refrensi dan pendidikan bagi
mahasiswa-mahasiswi dalam pemecahan kasus dalamhukum kesehatan.
C. Ruang Lingkup Dan Rumusan Makalah
a) Ruang Likup Hukum Kesehatan
a. Kedudukan Hukum Kesehatan dalam ilmu hukum,
b. Tujuan dan Asas dalam hukum kesehatan,
c. Aspek-Aspek Hukum dalam Hukum Kesehatan,
b) Rumusan Makalah
Rumusan makalah meliputi :
a) Pengertian hukum kesehatan,
b) Landasan hukum kesehatan,
c) Siapa saja tenaga kesehatan itu? Dan Keterkaitan tenaga kesehatan, Etika profesi serta kode etik
tenaga kesehatan, dan sumpah tenaga kesehatan,
d) Peraturan pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
D. Metode.
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini adalah ; kami penulis secara langsung maupun
tidak langsung mencari sumber informasi baik dari media cetak, internet dan buku-buku studi pustaka
yang berhubungan dengan pembahasan makalah yang kami susun, serta pemaparan materi, Tanyajawab dan diskusi kepada berbagai pihak yang bersangkutan, agar makalah yang kami susun ini agar
lebih kompetitif baik dari segi hukum kesehatannya, peraturan-perturan undang-undang yang berlaku,
serta teori-teori pendukung untuk makalah yang kami susun.
E. Teori.
Teori-teori yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah : teori yang kami ambil dari metode
penulisan di atas, dan pemaparan materi, dikusi serta petunjuk yang di berikan dosen pembimbing dan
refrensi yang kami ambil dari studi pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian hukum kesehatan
Pengertian Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan. hal tersebut menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan
kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan medik dan lain-lain.
Sebagai subjek hukum, pelaku di sektor kesehatan seperti dokter, dokter gigi, direktur RS, kepala dinas
kesehatan, kepala bidang, kepala Puskesmas selalu melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum
yang dilakukan apabila bertentangan dengan regulasi yang berlaku maka akan menimbulkan adanya
sanksi hukum. Setiap subject hokum di bidang kesehatan harus memahami mengenai hukum kesehatan.
Kurangnya pemahaman terhadap hukum kesehatan mengakibatkan sering terjebak dalam perbuatan
hukum yang dilakukannya.
B. Landasan hukum kesehatan
Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas
pemeliharaan kesehatan sebagai hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2 (dua)
hak dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to information) dan hak untuk
menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Sejalan dengan hal tersebut Roscam Abing
mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak atas
pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan pemberian perlindungan dan
pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga

mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk memperoleh informasi.
Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang
merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
C. Tenaga Kesehatan, Etika Profesi, Kode Etik Kesehatan dan sumpah
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2
dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya
mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu
yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat,
b. Perawat Gigi,
c. Bidan,
d. Fisioterapis,
e. Refraksionis Optisien,
f. Radiographer,
g. Apoteker,
h. Asisten Apoteker,
i. Analis Farmasi,
j. Dokter Umum,
k. Dokter Gigi,
l. Dokter Spesialis,
m. Dokter Gigi Spesialis,
n. Akupunkturis,
o. Terapis Wicara dan,
p. Okupasi Terapis.

1. ETIKA KESEHATAN
Etika Kesehatan Terdiri Dari :
a) Etika dan Etiket,
b) Etika, Moral dan Agama,
c) Jenis - Jenis Etika,
d) Nilai Etika.
2. HAM DALAM KESEHATAN
Ham Dalam Kesehatan Antara Lain :
a) Hak dan Kewajiban,
b) Hak Asasi Manusia Di Indonesia,
c) Hak dan Kewajiban dalam Profesi.
3. ALIRAN DAN PRINSIP - PRINSIP ETIKA KESEHATAN
Aliran Dan Prinsip-Prinsip Etika Yaitu :
a) Aliran - Aliran dalam Etika,

b) Prinsip - Prinsip Etika Kesehatan,


c) Etika Profesi Kesehatan,
d) Etika menurut Islam,
e) Etika penelitian.
4. KODE ETIK PROFESI
Kode Etik Profesi Sebagai Berikut :
a) Kode Etik,
b) Fungsi Kode Etik Profesi,
c) Profesi.
5. KODE ETIK DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
Kode Etik Dalam Kesehatan Masyarakat Meliputi :
a) Kode Etik Tenaga Kesehatan,
b) Kode Etik Kesehatan dan Keselamatan Kerja,
c) Kode Etik Sanitarian (Ahli Kesehatan Lingkungan),
d) Kode Etik Ahli Gizi,
e) Biostatistik,
f) Epidemiologi,
g) Informatika Kesehatan,
h) Kesehatan Reproduksi,
i) Manajemen Asuransi Kesehatan,
j) Manajemen Informasi Kesehatan,
k) Manajemen Pelayanan Kesehatan,
l) Manajemen Rumah Sakit,
m) Promosi Kesehatan.
6. PROBLEMATIKA KODE ETIK KESMAS
Problermatika Kode Etik Kesmas Adalah :
a) Penegakan kode etik,
b) Faktor penghambat kode etik,
c) Peradilan dalam profesi.
7. Etika profesi serta kode etik kesehatan
Etika profesi serta kode etik kesehatan sebagai berikut :
a) Etika kesehatan,
b) Ham dalam kesehatan,
c) Aliran dan prinsip - prinsip etika kesehatan,
d) Kode etik profesi,
e) Kode etik dalam kesehatan masyarakat,
f) Problematika kode etik kesmas.
1. ETIKA KESEHATAN
a. Etika dan Etiket
1. Pengertian ETIKA
Berasal dari bahasa Inggris ethics adalah istilah yang muncul dari aristoteles, asal kata ethos yaitu adat,
budi pekerti.
Etika pada umumnya adalah setiap manusia mempunyai hak kewajiban untuk menentukan sendiri
tindakan-tindakannya dan mempertanggung jawabkanya dihadapan tuhan.
2. Pengertian ETIKET
etiket yaitu cara melakukan perbuatan sesuai dengan Etika yang berlaku

PERBEDAAN ETIKA DAN ETIKET


1. Etika menetapkan norma perbuatan apakah perbuatan itu dapat dilakukan atau tidak,cth masuk tanpa
izin tdk boleh.
Etiket menetapkan cara melakukan perbuatan sesuai dengan yang diinginkan, masuk kerumah org
mengetuk pintu atau/dan salam.
2. Etika berlaku tidak bergantung pd ada tidaknya org,cth larangan mencuri walau tdk ada org.
etiket berlaku jika ada org.cth org makan pakai baju tdk ada org tdk apa2.
PERBEDAAN ETIKA DAN ETIKET
1. Etika bersifat absolut tdk dpt ditawar cth mencuri&membunuh
o Etiket bersifat relatif cth koteka wajar dipapua, diaceh wajib menutup aurat.
2. Etika memandang manusia dari segi dalam (batiniah) cth: org-org bersifat baik tidak munafik.
o etiket memandang manusia dari segi luar(lahiriah).cth: bersifat sopan dan santun tp munafik.
B. ETIKA,MORAL DAN AGAMA
1.Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat istiadat,
2.Moral (latin) objek etika (yunani) yang berarti adat kebiasaan,
Perbedaan Etika adalah ilmu pengetahuan dan moral adalah objek
3.Agama.
1. hub antara manusia dan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada yg dialami manusia,
2. apa yang diisyaratkan Allah dengan perantara Nabi berupa perintah dan larangan.
HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN AGAMA
Moral diartikan sama dengan dengan etika yang berupa nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan hidup manusia untuk mengatur perilakunya.
Agama mengandung nilai moral yang menjadi ukuran moralitas/etika perilaku manusia. Makin tebal
keyakinan agama dan kesempurnaan taqwa seseorg makin baik moralnya yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku baik dan benar.
FAKTOR PENENTU MORALITAS
1. Perbuatan manusia dilihat dari motivasi,tujuan akhir dan lingkungan perbuatan
2. Motivasi :hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dgn maksud untuk mencapai sasaran yang
hendak dituju.cth: kasus Aborsi motivasix mencegah malu dan aib keluarga
3. Tujuan akhir adalah diwujudkan perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Cth aborsi tujuanx
mengugurkan kandungan.
4. Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidential atau mewarnai perbuatan. Cth
aborsi oleh PSK
c. Jenis - Jenis etika
Etika umum & etika khusus
Etika umum membicarakan mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,
teori-teori Etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak,
serta tolok ukur menilai baik atau buruk.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Etika khusus
Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu
1. Etika individual ; Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap diri sendiri.
2. Etika social mengenai kewajiban sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota masyarakat.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara perseorangan dan langsung
atau bersama-sama dalam bentuk kelembagaan, sikap kritis terhadap dunia dan ideologi, dan tanggung
jawab manusia terhadap lainnya.

PENGERTIAN NILAI ETIKA


Nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu,
dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Penilaian Etika itu di dasarkan pada beberapa factor yaitu :
1) Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak
susila.
2) Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging,
itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam
bentuk perbuatan namanya pekerti
Drs.Burhanuddin Salam menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :
1) Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam hati, niat.
2) Tingkat Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
3) Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
NILAI DALAM FILSAFAT
1) Nilai Logika : akal. Nilainya benar atau salah ex: perbuatan mencuri
2) Nilai Estetika : penglihatan. Nilainya indah atau Jelek ex:Lukisan Gadis Telanjang
3) Nilai Etika : tingkah laku. Nilainya baik atau buruk ex: goyang Dewi Persik Contoh : KODE ETIK PNS
2. HAM DALAM KESEHATAN
a. Hak Asasi Manusia Di Indonesia
b. Hak dan Kewajiban
c. Hak dan Kewajiban dalam Profesi
a. Hak Asasi Manusia Di Indonesia
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang
berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Dasar Hukum H.A.M
UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Ciri-ciri khusus
hakiki, artinya HAM sudah ada sejak lahir
Universal, HAM berlaku umum tanpa memandang status,suku bangsa, gender
tidak dapat dicabut, HAM tidak dapat diserahkan pada pihak lain
tidak dapat dibagi, semua orang mendapatkan semua hak, baik politik,ekonomi, sosbud.
Hak yang paling dasar meliputi ;
1. Hak Hidup;
2. Hak Kemerdekaan /kebebasan;
3. Hak memiliki sesuatu.
Pengelompokan hak-hak dasar manusia meliputi :
1. hak sipil dan politik;
a. hak hidup;
b. hak persamaan dan kebebasan.
c.kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat
d. kebebasan berkumpul
e. Hak beragama
2 . Hak ekonomi, sosial dan budaya
a. hak ekonomi
b. hak pelayanan kesehatan
c. hak memperoleh pendidikan

b. Hak (UU no 36 thn 2009 psl 4-8)


Setiap orang berhak atas:
1. kesehatan.
2. akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
3. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
4. menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
5. lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.
6. informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
7. informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang
akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Kewajiban (UU no 36 thn 2009 psl 9-13) ;
mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.
menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun
sosial.
berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggitingginya.
menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
c. Hak dan Kewajiban dalam Profesi
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
(2).Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
3. ALIRAN & PRINSIP - PRINSIP ETIKA KESEHATAN
a. ALIRAN-ALIRAN DALAM ETIKA
Aliran Deontologis: penilaian benar tidaknya suatu perbuatan atau baik tidaknya sesorg,tdk perlu dilihat
hasil akhirnya tetapi yang dinilai adalah perbuatan itu sendiri.
Immanuel kant seseorang berbuat baik karena rasional dan tidak dogmatis
Cth: org tdk mencuri bukan karna takut neraka tapi mencuri ad perbuatan buruk
Lanjutan
Aliran Teleologis (konsenkualis): Baik buruknya seseorg dinilai dari tujuan hendak dicapai
Pembagiannya:
Aliran Ethical Egoism: wajib berbuat baik demi kepentingan pribadi
Aliran utilitarinism : wajib berbuat baik demi kepentingan umum dan masyarakat
Cth : merokok
b. PRINSIP-PRINSIP ETIKA(Hipcrates)
1. Tidak merugikan (non maleficence);
Cth: Pendapat dokter dlm pelayanan tidak dapat diterima pasien & keluarganya sehingga jika dipaksakan
dapat merugikan pasien.
2. Membawa Kebaikan (Beficence);
Cth:dokter memberi obat kanker tetapi mempunyai efek yg lain, maka dokter harus mempertimbangkan
secara cermat.
3. Menjaga Kerahasiaan (Confidentiality);
cth: tenaga kesehatan menjaga identitas kesehatan pasien jgn menyamp semuax jangan sampai
menghambat penyembuhannya,

4. otonomi Pasien (autonomy Pasien); Cth: pasien berhak menentukan tindakan-tindakan baru dapat
dilakukan atas persetujuan dirinya,
5. Berkata Benar (truth telling); Cth: tenaga kesehatan harus menyampaikan sejujurnya penyakit pasien
namun tidak dpt diutarakan semua kecuali kepada keluarganya,
6. Berlaku adil (Justice); Cth: tenaga kesehatan tidak boleh diskriminatif dalam pelayanan kesehatan,
7. Menghormati Privasi (Privacy); Cth :Tenaga kesehatan tidak boleh menyinggung hal pribadi pasien dan
sebaliknya.
c. Etika kesehatan
Pengertian Etika Kesehatan
Menurut Leenen: suatu penerapan dari nilai kebiasaan (etika) terhadap bidang pemeliharaan/pelayanan
kesehatan.
Menurut Soerjono Soekanto: penilaian terhadap gejala kesehatan yang disetujui, dan juga mencakup
terhadap rekomendasi bagaimana bersikap tidak secara pantas dalam bidang kesehatan.
Hubungan Etika Kesehatan dan hukum kesehatan
1. Hukum kesehatan lebih diutamakan dibanding Etika kesehatan. Contoh: (etiKes) Mantri dpt memberi
suntikan tanpa ada dokter tapi (Hukum kes) tidak membenarkan ini.
2. ketentuan hukum kesehatan dapat mengesampingkan etika tenaga kesehatan. Contoh: kerahasian
dokter(etika kedokteraan) jika terkait dengan msalah hukum maka dikesampingkan,
3. Etika kesehatan lebih diutamakan dari etika dokter. Dokter dilarang mengiklankan diri, tapi dalam
menulis artikel kesehatan tidak maslah (etika kesehatan).
Perbedaan Etika Kesehatan dan hukum kesehatan
1. Etika kesehatan objeknya semata-mata dalam pelayanan kesehatan sedangkan hukum kesehatan
objeknya tdk hny hkm tp melihat nilai-nilai hidup masyarakat.
2. Hukum berlaku umum, etika kesehatan berlaku hanya dalam pelayanan kesehatan
3. Etika sifatnya tidak mengikat dan pelanggarannya tidak dapat dituntut hukum mengikat pelanggarnya
dapat dituntut.
d.Etika Menurut Islam
Ayat-ayat al-Quran menunjukkan bahwa etika Islam amat humanistik dan rasionalistik.
Etika Islam menurut Al-Quran:
1. keadilan,
2. kejujuran,
3. kebersihan,
4. menghormati orang tua,
5. bekerja keras,
6. cinta ilmu,
7. dan lain-lain
Kejujuran (surat an-Nisaa)
e. Etika Penelitian
Persetujuan etika penelitian (PP No 39 tahun 1995 ttg penelitian dan pengembangan kesehatan):
Persetujuan tertulis orang tua/ahli waris dapat dilakukan pada manusia yg diteliti:
1. Tidak mampu melakukan tindakan hukum
2. Karena keadaan kesehatan atau jasmaninya sama sekali tidak memungkinkan dapat menyatakan
persetujuan secara tertulis.
3. Telah meninggal dunia, dalam hal jasadnya akan digunakan sebagaimana objek penelitian dan
pengembangan kesehatan.
Hak dan kewajiban responden
Hak-hak Responden

1. Penghargaan kebebasan pribadi-nya


2. Merahasiakan informasi yang diberikan
3. Memperoleh jaminan keamanan dan keselamatan akibat dari informasi yang diberikan
4. Memperoleh imbalan dan kompensasi
Kewajiban responden
Memberikan informasi yang diperlukan peneliti
Hak dan kewajiban peneliti
Hak responden
Memperoleh informasi yang dibutuhkan sejujur-jujurnya
Kewajiban peneliti
1. Menjaga kerahasian responden,
2. Menjaga privacy responden,
3. Memberikan kompensasi.
4. KODE ETIK PROFESI
a. Kode Etik,
b. Fungsi Kode Etik Profesi,
c. Standar Profesi.
Seperangkat kaidah perilaku yang diharapkan dan dipertanggung jawabkan dalam melaksanakan tugas
pengabdian kepada bangsa, negara, masyarakat dan tugas-tugas organisasinya serta pergaulan hidup
sehari-hari dan individu-individu dalam masyarakat.
SIFAT DAN SUSUNAN KODE ETIK
Kode etik harus memiliki sifat-sifat antara lain
(1) Harus rasional,
(2) harus konsisten, tetapi tidak kaku, dan
(3) harus bersifat universal.
Kode etik profesi terdiiri atas
1. aturan kesopanan dan;
2. aturan kelakuan dan;
3. sikap antara para anggota profesi.
b. Fungsi Kode Etik Profesi
Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu :
1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah,
2. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi,
3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
c. ciri Profesi, yaitu :
1) Memberikan pelayanan (service) pada orang segera langsung (yang umumnya bersifat konfidental),
2) Menempuh pendidikan tertentu dengan melalui ujian tertentu sebelum melakukan pelayanan,
3) Anggotanya yang relatif homogen,
4) Menerapkan standar pelayanan tertentu,
5) Etik profesi yang ditegakkan oleh suatu organisasi profesi.
Kualifikasi suatu pekerjaan sebagai sutau profesi adalah :
1) Mensyaratkan pendidikan teknis yang formal mengenai adekuasi pendidikannya mmmaupun
mengenai kompetensi orang-orang hasil didikannya,
2) Penguasaan tradisi kultural dalam menggunakan keahlian tertentu serta keterampilan dalam
penggunaan tradisi,
3) Komplek okupasi/pekerjaan memiliki sejumlah sarana institusional.
kaidah-kaidah pokok etika profesi sebagai berikut :

1) Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan,


2) Pelayanan professional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu pada
kepentingan atau nilai-nilai luhur,
3) Pengembanan profesi harus selalu mengacu pada masyarakat sebagai keseluruhan,
4) Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat.
5. KODE ETIK KESEHATAN MASYARAKAT
a. Kode Etik Dokter
Hak dan kewajiban dokter , berkaitan erat dengan transaksi terapeutik
Transaksi terapeutik : terjadinya kontrak antara dokter dengan pasien
STANDAR PROFESI MEDIS
Prof.Dr.Mr.H.J.J Leenen pakar hukum kesehatan dari Belanda
1) Berbuat secara teliti dan seksama dikaitkan kelalaian tdk teliti atau berhati-hati unsur kelalaian
terpenuhi , sangat tdk teliti atau hati-hati,
2) Sesuai standar ilmu medik,
3) Kemampuan rata2 yg sama,
4) Situasi dan kondisi yg sama,
5) Sarana upaya yg sbanding/proposional.
STANDAR PROFESI MEDIS
Prof Mr.W.B Van der Mijn
Seorang tenaga kesehatan harus berpedoman pada :
1. Kewenangan,
2. Kemampuan rata-rata,
3. Ketelitian umum.
Unsur tindakan medis
1. Dilakukan oleh dokter yang sudah lulus,
2. Kepada pasien harus diberikan informasi yang sejelas jelasnya dan menyetujui dilakukannya
tindakan medis tersebut,
3. Harus ada indikasi medis yang merupakan titik awal dari segala tindakan medis selanjutnya,
4. Sang dokter harus dapat merumuskan tujuan pemberian pengobatannya, disamping juga harus
mempertimbangkan alternatif lain selain yang dipilihnya,
5. Segala tindakannya harus selalu ditujukan kepada kesejahteraan pasiennya.
HAK DOKTER
Menurut psl 50 UU No.29 Th 2004
1) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
medis dan standar prosedur operasional;
2) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
3) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya ;
4) menerima imbalan jasa.
KEWAJIBAN KEWAJIBAN DOKTER
AEGROTI SALUS LOX SUPREME keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi ( utama ) .
Menurut Leenen :
1) Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana dokter harus bertindak sesuai dengan
standar profesi medis atau menjalankan praktek kedokterannya,
2) Kewajiban untuk menghormati hak hak pasien yang bersumber dari hak - hak asasi dalam bidang
kesehatan
3) Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan
UU KESEHATAN No.23 Th 2003

Pasal 50 dan 51
1) Tenaga kesehatan menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan keahlian
dan kewenangannya
2) Mematuhi standar profesi medis dan menghormati hak pasien .
HAK PASIEN
UU No. 23 Th 1992 ttg Kesehatan psl 53 (2)
1. Hak atas informasi
2. Hak memberikan persetujuan
3. Hak atas rahasia kedokteran
4. Hak atas pendapat ke 2 ( second opinion)
HAK PASIEN
UU Pradoks psl 52
1.Mendapat penjelasan secara lengkap ttg tindakan medis
2.Meminta pendapat dr/drg lain
3.Mendapat pelayanan sesuai dng kebutuhan medis
4.Mendapat isi rekam medis
Kewajiban pasien
UU No.29 Th 2004 (PRADOKS)
Pasal 53
1.Memberi informasi yg lengkap dan jujur ttg masalah kesehatannya
2.Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter/dokter gigi
3.Mematuhi ketentuan yg berlaku di sarana pelayanan kesehatan
4.Memberi imbalan jasa atas pelayanan yg diterima
a. Kode Etik perawat
a. Kode Etik bidan
b.Kode Etik Kesehatan &Keselamatan Kerja
c. Kode Etik Sanitarian(Ahli Kes. Lingkungan)
1) menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
2) melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
3) tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4) menghindarkan din dan perbuatan yang bersifat memuji din sendiri.
5) berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji
kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
6) memberi saran atau rekomendasi yang telah melalul suatu proses analisis secara komprehensif.
7) memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan
manusia, serta kelestarian lingkungan.
8) bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan
berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya.
9) hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan
harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
10) memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan
secara menyeluruh, daN menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
11) bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus
saling menghormati.
d. Kode Etik Ahli Gizi
1. meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan. kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat

2.menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta
tidak mementingkan diri sendiri
3.menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
4.menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5.menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini,
6. mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan fihak lain atau
membuat rujukan bila diperlukan,
7. melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
8. berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya berkewajiban
senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
9. membantu pemerintah dalam melaksanakan upaya-upaya perbaikan gizi masyarakat.
e.Penyuluh kesehatan masyarakat
Profesi PKM (Health Education Specialis) adalah seseorang yang menyelenggarakan advokasi, bina
suasana, dan pemberdayaan masyarakat melalui penyebarluasan informasi, membuat rancangan media,
melakukan pengkajian/penelitian perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan, serta
merencanakan intervensi dalam rangka mengembangkan perilaku masyarakat yang mendukung
kesehatan.
Kode Etik Profesi PKM.
1. Menunjukkan secara seksama kemampuan sesuai dengan pendidikan, pelatihan dan pengalaman,
serta bertindak dalam batas-batas kecakapan yang profesional.
2. mempertahankan kecakapan pada tingkatan tinggi melalui belajar, lelatihan, dan penelitian
berkesinambungan.
3. Melaporkan hasil penelitian dan kegiatan praktik secara jujur dan bertanggung jawab.
4. Tidak membeda-bedakan individu berdasrkan ras, warna kulit, bangsa, agama, usia, jenis kelamin,
status social ekonomi dalam menyumbangkan pelayanan-pekerjaan, pelatihan atau dalam meningkatkan
kemajuan orang lain.
5. Menjaga kemitraan klien ( individu, kelompok, institusi) yang dilayani.
Kode Etik Profesi PKM.
6. Menghargai hak pribadi (privacy), martabat (dignity), budaya dan harga diri setiap individu, dan
menggunakan keterampilan yang didasari dengan nilai-nilai secara konsisten.
7. Membantu perubahan berdasarkan pilihan, bukan paksaan.
8. Mematuhi prinsip informed consent sebagi penghargaan terhadap klien.
9. Membantu perkembangan suatu tatanan pendidikan yang mengasuh/memelihara pertumbuhan dan
perkembangan individu.
10. Bertanggung jawab untuk menerima tindakan/hukuman selayaknya sesuai dengan pertimbangan mal
praktek yang dilakukan.
6. PROBLEMATIKA KODE ETIK KESMAS
a. Penegakan kode etik
b. Faktor penghambat kode etik
c. Peradilan dalam profesi
a. Penegakan kode etik
Bentuk Penegakan kode etik
1. Pelaksanaan kode etik
2. Pengawasan kode etik
3. Penjatuhan saksi kode etik
Menurut Noto Hamidjo 4 norma dalam penegakan kode etik:

1) kemanusiaan
2) Keadilan
3) Kepatutan
4) kejujuran
Sanksi kode etik
1) Teguran baik lisan maupun tulisan
2) Mengucilkan pelanggar dari kelompok profesi
3) Memberlakukan tindakan hukum dengan sanksi keras
b.Faktor penghambat kode etik
1. Pengaruh Sifat Kekeluargaan
2. Pengaruh jabatan
3. Pengaruh konsumerisme
4. Karena lemah iman
c. Peradilan dalam profesi
1. Peradilan profesi dipimpin komisi etik
2. Komisi etik terdiri 3 orang dan dipimpin oleh pimpinan profesi
3. Pelanggar etik didampingi penasehat etik.
4. Pelanggaran kode etik disampaikan oleh penuntut kode etik
5. Putusan pelanggaran kode etik ditetapkan oleh komisi etik.
Mekanisme persidangan
1. Pemanggilan pelanggar kode etik,
2. Pemeriksaan kode etik,
3. Persidangan kode etik
4. Penyampaian bentuk pelanggaran dan sanksi yang dikenakan,
5. Pembelaan oleh pelanggar kode etik,
6. Pembuktian,
7. Putusan.
RAHASIA PEKERJAAN DAN RAHASIA JABATAN.
lstilah yang terkenal di kalangan para tenaga kesehatan dan mahasiswa adalah :
rahasia jabatan . Padahat di dalam perundang undangan di bedakan antara rahasia pekerjaan dan
rahasia jabatan.
RAHASIA PEKERJAAN.
Rahasia pekerjaan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus di rahasiakan berhubung dengan
pekerjaan atau keahliannya. Kewajiban untuk menyimpan rahasia pekerjaan ini berlaku sejak yang
bersangkutan mengucapkan sumpah atau atau pada akhir pendidikannya. Contoh: Seorang dokter, pada
akhir pendidikannya, mengucapkan sumpah untuk menyimpan rahasia dengan lafal sebagai berikut :
Demi Allah .saya bersurrrpah. bahwa ,saya akan rmerahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
Seorang perawat, pada akhir pendidikannya, mengucapkan sumpah untuk menyimpan rahasia, dengan
lafal sebagai berikut : Saya bersumpah berjanji bahwa saya sebagai perawat kesehutan tidak akan
nrenceritakan kepada siapapun segala rahasia yang berhubungan dengan tugas saya, kecuali.jika
diminta pengadilan rrntuk keperluan kesaksian.
Dengan mengucapkan sumpah atau janji seperti tersebut di atas, maka seorang dokter atau seorang
perawat diwajibkan untuk menyimpan rahasia sehubungan dengan pekerjaannya. Kewajiban ini disebut
sebagai kewajiban menyimpan rahasia pekerjaan. Maksud daripada ketentuan ini adalah keharusan
bagi yang bersangkutan untuk tetap memegang teguh kewajiban itu, walaupun ia tidak menjadi /
berstatus pegawai negeri atau anggota ABRI.

RAHASIA JABATAN.
Rahasia jabatan ialah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan sehubungan dengan
jabatannya sebagai pegawai negeri sipil atau anggota ABRI, karena sebelum diangkat sebagai pegawai
tetap, yang bersangkutan harus mengucapkan sumpah jabatan.
CONTOH : Lafal sumpah pegawai negeri : Saya akan memegang rahasia sesuatu yang nrenurut
sifatnya atau menurut perintah, harus saya rahasiakan.
PERHATIAN : Kewajiban menyimpan rahasia pasien harus tetap dipegang, meskipun pasien tersebut
telah meninggal dunia.
D. Peraturan pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
Menimbang : Bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (lembaga Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaga Negara Nomor 3495).
Pengertian tentang tenaga kesehatan, diatur dalam :
1. Pasal 1 butir 3 Undang undang Tentang Kesehatan, yang berbunyi : Tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan yang definisinya
sama dengan yang tersebut diatas.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: Peraturan Pemerintah Tentang Tenaga Kesehatan.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan yang
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan
dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 5

(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian
lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang
bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan nasional
tenaga kesehtan.
(3) Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan factor:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
b. Sarana kesehatan;
c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidkan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau masyarakat.
(2) Peyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan ataupenguasaan
pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga
kesehatan yang bersangkutan.

Pasal 10
(1) Setiap teaga kesehtan memiliki kesempayan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang
kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan
kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang
bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan dibidang
kesehatan.
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan dib alai pelatihan tenaga kesehatan atau tempat
pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerinah dan/atau masyarakat.

Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakab oleh masyarakat dilaksanakan atas dasar ijin
Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
a. Calon peserta pelatihan;
b. Tenaga kepelatihan;
c. Kurikulum;
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan;
e. Sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang kesehatn sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur oleh menteri.
Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan peltihan di bidang kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalm Pasal 13 ayat (1);
(2) Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dapat mengakibatkan
decabutnya ijin pelatihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan pencabutan ijin pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oeh menteri.
Bagian Ketiga
Penempatan
(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, pemerintah dapat
mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk jangka waktu
tertentu.
(2) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) dilakukan dengan cara masa
bakti.
(3) Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab menteri.
Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang berssangkutan ditempatkan;
b. Lamanya penempatan;
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
d. Prioritas sarana kesehatan.
Pasal 18
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan pada:

a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;


b. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang ditunjuka oleh Pemerintah;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar;
d. Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.
Pasal 19
(1) Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat keterangan dari menteri.
(2) Surat keterangan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan persyaratan bagi tenaga
kesehatan untuk memperoleh ijin menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan sebagimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri.
Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat berupa:
a. pegawai negeri; atau
b. pegawai tidak tetap.
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
tenaga kesehatan.
(2) standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas;
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis;
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau
kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1) Perlindungan hokum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan
standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
PENGHARGAAN
Pasal 25
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja,

pengabdian, kesetiaan, berjasa pada Negara atau menninggal dunia dalam melaksakan tugas diberikan
penghargaan.
(2) Penghargaan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.
IKATAN PROFESI
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING


Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan warga Negara asing hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas dasar ijin dari
Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tenaga kerja
asing.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga
kesehatan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melaluui pembinaan karier, disiplin dan
teknis profesi tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
(1) Pembinaan disipllin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pimpinan
sarana kesehatan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 31
(1) Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a. Bimbingan;
b. Pelatihan di bidang kesehatan;
c. Penetapan standar profesi tenaga kesehatan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 32

Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya.
Pasal 33
(1) Dalam rangka pengawasan. Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesahatan
yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran;
b. Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
(3) Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) silaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa ijin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84 Undang-undangan
Nomor 23 tahun 1992 tantang kesehatan.
Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang
siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1);
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); dipidana denda
paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
JENIS TENAGA KESEHATAN.
Pasal 2 pp Nomor 32 Tahun 1996 menyebutkan :
(I) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis ;
b. Tenaga Keperawatan ;
c. Tenaga Kefarmasian ;
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat ;
e. Tenaga Gizi ;
f. Tenaga Keterapian Fisik ;
g. Tenaga Keteknisan Medik.
(2)Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi
kesehatan, penyuluhan kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
(6)Tenaga gizi rneliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meiiputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis wicara.
(8) Tenaga keteknisan medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis

kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.
SANKSI PIDANA.
Pasal 322 Kitab Undang undang Hukum Pidana ( KUHP ) menyebutkan bahwa :
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau pekerjaannya,
baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia di wajibkan untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) ( 2 ) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, nraka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
SANKSI HUKUM
Setiap tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia tentang penyakit pasien
beserta data data medisnya dapat dijatuhi sanksi pidana, sanksi perdata maupun sanksi administratif,
apabila dengan sengaja membocorkan rahasia tersebut tanpa alasan yang sah, sehingga pasien
menderita kerugian akibat tindakan tersebut. Akibat yang mungkin timbul karena pembocoran rahasia ini,
misalnya :
Tidak jadi menerima santunan asuransi karena pihak asuransi membatalkan keputusannya setelah
mendapat informasi tentang penyakit yang diderita oleh calon kliennya.
Tidak jadi menikah, karena salah satu pihak mendapat informasi mengenai penyakit yang diidap oleh
calon pasangannya.
Terjadinya perceraian . karena salah satu pihak mengetahui penyakit yang diidap oieh pasangannya.
Seorang pemimpin kalah dalam percaturan politik karena lawan politiknya mendapat inforrnasi
mengenai penyakit yang diidapnya.
Merugikan negara, apabila informasi yang dibocorkan itu merupakan rahasia negara.
SANKSI ADMINISTRATIF
Sanksi administratif untuk tenaga kesehatan sehubungan dengan peraturan tentang rekam medis diatur
dalam pasal 20 PERMENKES Tentang Rekam Medis yang berbunyi :
Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif
mulai dari teguran sampai pencabutan ijin.
CATATAN PENULIS :
Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya maupun rahasia jabatan ( dan
atau rahasia jabatan ).
Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya dan atau rahasia jabatan, baik
yang sekarang maupun yang telah lalu, karena dia pindah pekerjaan atau telah pensiun.
Ayat ( 2 ) menunjukkan bahwa delik ini adalah delik aduan, dimana perkara itu tidak dapat diusust tanpa
pengaduan dari orang yang dirugikan. Pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama belum diajukan ke
sidang pengadilan. Namun demikian, pada pasal 4 Penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1996 disebutkan
bahwa :
Demi kepentingan umum Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran,
meskipun tidak ada suatu pengaduan. Sebagai contoh : Seorang pejabat kedokteran berulangkali
mengobrolkan di depan orang banyak tentang keadaan dan tingkah laku pasien yang diobatinya. Dengan
demikian la telah merendahkan martabat jabatan kedokteran dan mengurangi kepercayaan orang kepada
pejabat pejabat kedokteran.
Pasal 112 KUHP.
Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan atau mengabarkan atau menyampaikan surat, kabar dan
keterangan tentang suatu hal kepada negara asing, sedang diketahuinya bahwa surat, kabar atau
keterangan iiu harus dirahasiakan demi kepentingan negara, maka ia dihukum dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun .
SANKSI PERDATA

Apabila pembocoran rahasia tentang penyakit pasien termasuk data-data medisnya, mengakibatkan
kerugian terhadap pasien, keluarganya inaupun orang lain yang berkaitan dengan hal tersebut, maka
orang yang membocorkan rahasia itu dapat digugat secara perdata untuk mengganti kerugian. Hal ini
diatur dalam Undang-Undang Tentang Kesehatan maupun dalam Kitab Undang Undang Hukum Sipil
atau Perdata ( KUHS ). Pasal 55 Undang Undang Tentang kesehatan menyebutkan bahwa :
1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
2) Ganti rugi sebagainrarra dimaksud dalam ayat ( 1 ) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 1365 KUHS. Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,
mewajibkan orang yang karena kesalahannya nrengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut
.
Pasal 1366 KUHS. Setiap orang bertanggung javvah tidak saja atas kerugian karena perbuatannya,
tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati hatin ya .
Pasal 1367 KUHS. Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang di.sebabkan karena perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang dibawah kekuasaannya .
Karena keterbatasan ketentuan makalah yang kami susun, maka kami penyusun hanya menjelaskan dan
memaparkan keputusan dan ketentuan undang-undang tersebut dengan secara ringkas saja.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa hukum kesehatan memegang peran
penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan,
diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Dan tentunya
hukum kesehatan tersebut tidak terlepas dari landasan-landasan hukum, profesi, etika dan sumpah
beserta peraturan undang-undang yang berlaku.
Demikianlah hasil dari makalah yang kami buat selama lebih kurang 1 (satu) minggu dalam rangka
memperdalam wawasan kami tentang Hukum Kesehatan. Semoga dengan terbentuknya makalah ini,
kami dapat memberikan pengetahuan yang luas kepada semua orang yang membacanya dan terutama
bagi mahasiswa dan mahasiswi fakultas hukum Universitas Gunung Rinjani. Kami juga berharap bahwa
terbentuknya makalah ini, semua orang yang membutuhkan informasi yang terkait dengan hukum
kesehatan menjadi tertolong dan tidak kesulitan mencari informasi yang dibutuhkan. Makalah ini kami

persembahkan bagi perkembangan struktur pendidikan, semoga apa yang tertulis dalam makalah ini
selalu abadi dan memberikan berkah yang tiada hentinya dalam kehidupan kita bersama.
Terima kasih atas segala pihak dan dosen pembimbing beserta teman-teman yang telah memberikan
informasi dan sangat membantu terbentuknya makalah ini serta semoga bantuan tersebut menjadi tidak
sia-sia nantinya.
Penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar refrensi :
Hermien Hadiati Koeswadji, 1998, Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana
Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 22.
Roscam Abing, 1998, Health, Human Rights and Health Law The Move Towards Internationalization
With Special Emphasis on Europe dalam journal International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1,
1998, Geneve, hal 103 dan 107.
HJJ. Leenen, 1981, Recht en Plicht in de Gezondheidszorg, Samson Uitgeverij, Alphen aan den
Rijn/Brussel.
Biggs dan Blocher ( 1986 : 10)
http://www.ilmukesehatan.com/,
PP RI No.32 Tahun 1996 tentang : Tenaga kesehatan,
rahman7syamsuddin@blogpot.com
Diposkan oleh Zain Diyn di 11.38

Anda mungkin juga menyukai