Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LANDASAN TEORI
1.1 Definisi
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diaphragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
1.2 Epidemiologi
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi
pada trauma tumpul abdomen daripada trauma tusuk. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat
tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi
sering menimbulkan kerusakan organ multiple. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%) (Cho et
al, 2012). Sedangkan pada retropertoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan
organ yang paling jarang cedera adalah pancreas dan ureter (Demetriades, 2000). Pada trauma
tajam abdomen paling sering mengenai hati (40%), usus kecil (30%), diagfragma (20%), dan
usus besar (15%) (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
1.3 Klasifikasi
Menurut Smith et. al (2011) trauma abdomen diklasifikasikan menjadi dua menjadi
trauma tumpul dan trauma tajam.
1.3.1

Trauma tumpul
Trauma tumpul paling banyak disebabkan oleh kecelakaan ataupun motor vehicle
collisions (MCVs). Daripada itu, kecelakaan antara kendaraan dengan kendaraan dan
kendaraan dengan pejalan kaki telah menyebabkan 50-70 % daripada trauma ini.
Penyebab trauma tumpul yang lain adalah kecelakaan di tempat industri ataupun
kecelakaan rekreasi. Antara penyebab trauma tumpul yang jarang berlaku adalah
iatrogenic trauma apabila melakukan cardiopulmonary resusitasi dan melakukan
Heimlich maneuver (Legome, 2014).
Mekanisme
1

Terdapat empat mekanisme untuk trauma tumpul :


1) Tenaga kompresi (hantaman). Kompresi external dari arah lateral atau anteroposterior akan menggangu organ yang terfiksasi pada bagian rongga perut. Organorgan yang berada pada peritoneal seperti hepar, limpa dan duodenojejunal (DJ)
flexure rentan terhadap trauma seperti ini karena ia berada pada bagian visera
retroperitoneal. Ruptur langsung juga bisa terjadi jika berlaku pendarahan.
2) Shearing. Pasokan pada abdomen dengan tenaga deselerasi dan akselerasi akan
menyebabkan organ bergerak dan dirobek dan ini akan menyebabkan pendarahan
yang signifikan banyak.
3) Bursting. Kompresi external ke rongga perut akan menghasilkan peningkatan pada
tekanan intra abdominal dan pada lumen organ yang berongga dan akan
menyebabkan efek bursting. Bagian yang paling rentan kepada bursting adalah pada
bagian oesophagogastric pada kasus ruptur diaphragma.
4) Penetrasi. Cedera tumpul ke tulang panggul, tulang belakang lumbosakral, atau
tulang rusuk dapat menghasilkan spikula tulang yang menembus kedua organ
berongga dan padat. (Smith, et al., 2010).
Gejala Klinis
Gejala klinis untuk trauma tumpul adalah nyeri abdomen, iritasi peritoneal, dan
1.3.2

sehingga terjadi shock hipovolemik (Schaider, 2012).


Trauma tajam
Trauma tembus disebabkan oleh proyektil kecepatan tinggi (64%), diikuti dengan
luka tusuk (31%) dan luka tembak (5%). Selain itu, luka tembus juga disebabkan oleh
kekerasan di rumah tangga dan dari perspektif global, kecelakaan daripada peperangan
(Offiner, 2014).
Mekanisme
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh
tusukan benda tajam (Yucel et al, 2014). Luka tusuk maupun luka tembak akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak
dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energy kinetic yang lebih besar
terhadap organ vicera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan
bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dpat
2

berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai
organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi
pada peritoneum (Sjamsuhiidajat, 2010).
Gejala klinis
Trauma tajam akan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,
respon stress simpati, perdarahan, dan nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekauan
(rigidity) dinding perut (Smith et al, 2010).
1.4 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan,
suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan
tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik
meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Pada inspeksi, perlu diperhatikan :
1. Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.
2. Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ
apa saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner
Sign) atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi
hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari.
3. Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan
adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.
4. Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal
maka kemungkinan adanya peritonitis.
Pada palpasi, perlu diperhatikan :
1. Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut
abdomen akibat peritonitis.
2. Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ
yang mengalami trauma atau adanya peritonitis.

Pada perkusi, perlu diperhatikan :


1. Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang
berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.
2. Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.
3. Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut,
berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pada auskultasi, perlu diperhatikan :
1. Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus
selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
2. Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma
diafragma.
Pemeriksaan rektal toucher:
Dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja harus
dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status
neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih.
Kriteria trauma abdomen :
1. Hemodinamik tak stabil dengan penyebab tak diketahui
2. Shock hipovolemik dengan penyebab tak diketahui
3. Trauma thoraks berat
4. Trauma pelvik
5. Gangguan kesadaran
6. Base deficit yang jelas
7. Hematuria
8. Tanda-tanda objektif abdomen (nyeri tekan, defens muskular)
9. Mekanismenya terjadi trauma berat
Tanda cedera intra abdominal
1. Abdomen yang makin distensi
2. Kenaikan tekanan intraabdominal
3. Rangsang peritoneal (involuntary guarding)
4. Udara bebas
1.5 Pemeriksaan Diagnostik

a. Foto Rontgen

Teknik radiografi yang optimal penting pada kecurigaan preforasi abdomen. Paling
tidak diambil 2 radiografi, meliputi radiografi abdomen posisi supine dan foto dada posisi
erect atau left lateral dekubitus. Udara bebas walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat
terdeteksi pada foto polos. Pasien tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit
sebelum foto diambil.
Pada foto polos abdomen atau foto dada posisi tegak, terdapat gambaran udara
(radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (semilunar shadow) diantara diafragma
kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien.Juga bisa tampak area lusen bentuk oval
(perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi lateral dekubitus kiri, didapatkan radiolusen
antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral
dekubitus kanan, tampak triangular sign seperti segitiga (triangular) yang kecil-kecil dan
berjumlah banyak karena pada posisi miring udara cenderung bergerak ke atas sehingga
udara mengisi ruang-ruang di antara incisura dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi
abdomen supine, berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi falciform
ligament sign dan Rigler`s sign.
Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri dimana udara bebas dapat
terlihat antara batas lateral kanan dari hati dan permukaan peritoneum dan dapat
digunakan untuk setiap pasien yang sangat sakit.
Tanda peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum kecil
5

dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang berkaitan dengan lebih dari 1000 ml
udara bebas. Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar antara lain:
1. Football sign, yang biasanya menggambarkan pengumpulan udara di dalam kantung
dalam jumlah besar sehingga udara tampak membungkus seluruh kavum abdomen,
mengelilingi ligamen falsiformis sehingga memberi jejak seperti bola sepak.
2. Gas-relief sign, Rigler sign, dan double wall sign yang memvisualisasikan dinding
terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus dan udara normal
intralumen.
3. Urachus merupakan refleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat pada foto
polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama dengan struktur jaringan lunak
intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara tampak melapisi
urachus. Urachus tampak seperti garis tipis linier di tengah bagian bawah abdomen
yang berjalam dari kubah vesika urinaria ke arah kepala.Dasar urachus tampak sedikit
lebih tebal daripada apeks.
4. Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik inferior
dapat terlihat sebagai huruf V terbalik di daerah pelvis sebagai akibat
pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.
5. Telltale triangle sign menggambarkan daerah segitiga udara diantara 2 lingkaran usus
dengan dinding abdomen.
6. Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui prosesus
vaginalis yang paten).
7. Udara di dalam sakus lesser dapat terlihat, terutama jika perforasi dinding posterior
abdomen.
8. Tanda obstruksi usus besar parsial dengan perforasi divertikulum sigmoid dapat
terjadi yang berkaitan dengan tanda pneumoperitoneum
Udara bebas intraperitoneal tidak terlihat pada sekitar 20-30% yang lebih disebabkan
karena standardisasi yang rendah dan teknik yang tidak adekuat.Foto polos abdomen
menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada perforasi viskus abdomen.
Udara sesedikit 1 ml dapat dideteksi dengan foto polos, baik foto torak posisi berdiri atau
foto abdomen posisi left lateral decubitus.
Tidak jarang, pasien dengan akut abdomen dan dicurigai mengalami perforasi tidak
menunjukkan udara bebas pada foto polos abdomen.Diagnosis banding biasanya meliputi
kolesistitis akut, pankreatitis, dan perforasi ulkus. Sebagai tambahan pemeriksaan, sekitar
50 ml kontras terlarut air diberikan secara oral atau lewat NGT pada pasien dengan posisi

berbaring miring ke kanan.


b. Computed Tomography (CT-scan)
CT merupakan kriteria standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum, yang lebih
sensitif dibanding foto polos abdomen. Namun, CT tidak selalu dibutuhkan jika dicurigai
pneumoperitoneum dan lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar. CT berguna
untuk mengidentifikasi bahkan sejumlah kecil udara intraluminal, terutama ketika temuan
foto polos abdomen tidak spesifik. CT kurang terpengaruh oleh posisi pasien dan teknik
yang digunakan. Namun, CT tidak selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum
yang disebabkan oleh kondisi benigna atau kondisi lain yang membutuhkan operasi
segera. Pneumoperitoneum dengan udara di anterior kadang sulit dibedakan dengan udara
pada usus yang dilatasi. Sebagai tambahan, dengan CT sulit untuk melokalisasi perforasi,
adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan nonspesifik. Hal ini dapat
disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis peritoneal.
Pada posisi supine, udara yang terletak di anterior dapat dibedakan dengan udara di
dalam usus.Jika ada perforasi, cairan inflamasi yang bocor juga dapat diamati di dalam
peritoneum.Penyebab perforasi kadang dapat didiagnosis.
Pada CT dan radiologi konvensional, kontras oral digunakan untuk mengopasitaskan
lumen GIT dan memperlihatkan adanya kebocoran.Pemeriksaan kontras dapat
mendeteksi adanya kebocoran kontras melalui diniding usus yang mengalami perforasi;
namun, dengan adanya ulkus duodenum perforasi dengan cepat ditutupi oleh omentum
sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras.

Trauma hepar :
1. Grade I :
Hematoma : subkapsular tebal < 1 cm, avulsi kapsuler, terbatas pada periporta
Laserasi : parenkim ketebalan < 1 cm
2. Grade II :
Hematoma : subkapsuler / sentral, tebal 1-3 cm
7

Laserasi : parenkim ketebalan 1-3 cm


3. Grade III :
Hematoma : subkapsuler / sentral diameter > 3 cm
Laserasi : parenkim ketebalan > 3 cm
4. Grade IV :
Hematoma : subkapsuler / sentral, diameter > 10 cm dekstruksi lobaris atau
devaskularisasi
5. Grade V :
Dekstruksi bilobar atau devaskularisasi

c. USG FAST (UltraSonografi Focus Abdominal Sonografi for Trauma)


Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier peningkatan
ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal ring down. Pengumpulan udara
terlokalisir berkaitan dengan perforasi usus dapat dideteksi, terutama jika berdekatan
dengan abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding usus. Dibandingkan dengan foto
polos abdomen, ultrasonografi memiliki keuntungan dalam mendeteksi kelainan lain,
seperti cairan bebas intraabdomen dan massa inflamasi.
USG bernilai terutama pada pasien dimana radiasi menjadi masalah seperti pada
anak-anak, wanita hamil, dan usia reproduktif. Namun, USG sangat tergantung pada
kepandaian operator, dan terbatas penggunaannya pada orang obesitas dan yang memiliki
udara intra abdomen dalam jumlah besar. USG tidak dipertimbangkan sebagai
pemeriksaan definitif untuk menyingkirkan pneumoperitoneum.
Gambaran yang dapat mengimitasi pneumoperitoneum meliputi bayangan sebuah
costa, artifak ring-down dari paru yang terisi udara, dan udara kolon anterior yang
interposisi terhadap liver. Udara di kuadran kanan atas dapat keliru dengan kolesistitis
emfisematosa, kalsifikasi mural, kalsifikasi vesika fellea, vesika fellea porselen,
adenomiosis, udara di dalam abses, tumor, udara bilier, atau udara di dalam vena porta.
Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi daripada udara di lokasi abnormal karena
udara intralumen di sekitar.Namun, bahkan sejumlah kecil udara bebas dapat dideteksi
secara anterior atau anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat liver, dimana
lingkaran usus biasanya tidak ditemukan.Sulit untuk membedakan udara ekstralumen
dengan udara intramural atau intraluminal.

FAST SUBCOSTAL View normal dan abnormal

FAST Kuadran kanan atas normal dan abnormal

FAST Kuadran kiri atas normal


dan abnormal

FAST Suprapubik View normal dan abnormal


d. Diagnostic Peritoneal Lavage
Metode pemeriksaan ini cepat, murah, akurat, aman untuk menilai cedera intraperitonal
trauma tumpul maupun trauma tembus abdomen. Dapat membantu menemukan adanya darah
atau cairan usu dalam rongga perut.
Indikasi DPL
1. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2. Trauma pada bagian bawah dari dada
3. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran
4. Patah tulang pelvis
Kontra Indikasi
1. Hamil
2. Secara teknik sulit dilakukan seperti kegemukan, pembedahan abdominal sebelumnya,
kehamilan lanjut.
10

Tabel 1. Tabel perbandingan DPL,USG,CT-Scan

Indikasi

DPL
Menentukan

USG
adanya Menentukan

CT-Scan
adanya Menentukan

organ-

perdarahan, dilakukan cairan, dilakukan bila organ yang cedera,


bila
Keuntungan

tekanan

darah tekanan

bila

menurun
menurun
tekanan darah normal
Diagnosis cepat dan Diagnosis cepat dan Paling spesifik untuk
sensitive

(akurasi tidak

98%)
Kerugian

darah dilakukan

Invasive,

invasive

dapat
tidak

mengetahui

dan cedera (akuraasi 92-

diulangi 98%)

(akurasi 86-97%)
bisa Tergantung operator, Biaya mahal, waktu
cedera dapat terdistorsi oleh lama,

tidak

pada diafragma atau gas usus dan udara di mengetahui


pada retroperitoneal.

bisa
cedera

bawah kulit, selain itu pada diagragma, usus,


tidak bisa mendeteksi dan pancreas.
jejas diafragma, usus,
dan pancreas.

1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Tatalaksana inisiasi
Fokus penatalaksanaan sebelum di rumah sakit pada penilaian dan penangangan masalah
yang mengancam nyawa, termasuk inisiasi resusitasi dan transport ke rumah sakit terdekat.
Penggunaan intubasi endotrakeal untuk membebaskan jalan nafas pada pasien yang tidak mampu
mempertahankan jalan nafas atau yang berpotensial terjadinya gangguan pada jalan nafas.
Perdarahan eksternal jarang dihubungkan dengan trauma tumpul abdomen. Jika ada, kontrol
perdarahan dengan tekanan langsung. Perhatikan tanda-tanda kurangnya perfusi sistemik. Inisiasi
resusitasi cairan dengan cairan kristaloid.
Diagnosis tension pneumothoraks diobati dengan kompresi jarum diikuti dengan
penempatan pipa torakostomi. Faktor mekanis lain yang berhubungan dengan ventilasi termasuk
hemotorak, dan kontusio pulmonal
11

1.6.2 Tatalaksana non operatif


Manajemen non operatif berdasarkan diagnosis CT scan dan stabilitas hemodinamik
pasien. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk cedera organ padat yang parah, pilihan
manajemen non operatif menjadi perawatan standar.Angiografi merupakan modalitas manajamen
non operatif pada trauma tumpul pada organ padat dewasa. Angiografi digunakan untuk melihat
perdarahan secara non operatif.
1.6.3 Tatalaksana bedah
Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang
tidak terkontrol, penurunan secara klinis selama observasi, ditemukannya hemoperitoneum
setelah pemeriksaan FAST atau DPL. Ketika sudah ada indikasi untuk dilakukan laparotomi,
antibiotik spektrum luas diberikan. Insisi pada garis tengah biasanya lebih disukai. Ketika
abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan mengeluarkan darah dan bekuan darah,
dan mengeklem struktur vaskuler. Setelah intra abdomen diperbaiki dan perdarahan
dikontrol,eksplorasi abdomen dilakukan untuk mengevaluasi seluruh lapangan abdomen.
Setelah cedera intraperitoneal terkontrol, retroperitoneum dan pelvis harus diperhatikan.
Jangan pernah melakukan eksplorasi pada hematom pelvis. Gunakan fiksasi eksterna pada
fraktur pelvis untuk menurunkan atau menghentikan perdarahan. Setelah sumber perdarahan
dihentikan,

kemudian

stabilisasi

pasien

dengan

cairan

merupakan

hal

penting

(Udeani&Steinberg,2011).

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Data Pasien
Nama

: Tn. A
12

Usia
Jenis kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Pendidikan
Suku
Agama
Tanggal MRS

: 18 th
: Laki-laki
: Kertosari, 11/02 Pakusari
: Belom menikah
: Swasta
: SMP
: Madura
: Islam
: 24/11/2012

2.2 Anamnesis
Keluhan utama : nyeri perut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien pengendara sepeda motor terjatuh di tikungan. Helm (+), pingsan (-),
darah dari telinga (-), darah dari hidung (-), mual muntah (+). Pasien terjatuh
dan perut terbentur setir motor.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat penyakit ginjal (-)
o Riwayat penyakit Diabetes (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat penyakit Diabetes (-)
o Riwayat alergi obat-obatan (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : lemah, CM, GCS 4 5 6
Vital Sign :
o TD
: 130/90 mmHg
o Nadi
: 104x/menit, regular, isi nadi cukup, kualitas cukup
o RR
: 24x/ menit
o T
: 36,5 derajat menggunakan suhu axila
Kepala :
Inspeksi : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor +/+, reflek
Palpasi
Leher :
Inspeksi

cahaya +/+
: hematom -, krepitasi : normocolli
13

Palpasi

: limfonodi tidak teraba membesar, tidak ada deviasi trachea, JVP


tidak meningkat

Thorax
o Pulmo :
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris (+/+), retraksi (-/-), ketinggalan
gerak (-/-)
Palpasi : Vokal fremitus sinistra dan dextra sama
Perkusi : sonor (+) pada pulmo dextra dan sinistra
Auskultasi : suara dasar : vesikuler pada kedua lapang paru ronkhi halus
(-/-), wheezhing (-/-)
o Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Perkusi : Kanan atas : ICS II Sinistra
Kiri atas : ICS II Dextra
Kana bawah : ICS IV Dextra
Kiri bawah : ICS V medial Sinistra
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : flat, benjolan region iliaka sinistra 11x8 cm, jejas (+), sikatrik (-)
Auskultasi : Bising Usus (+), normal
Palpasi
: defens muscular, nyeri tekan R. iliaka sinistra (+), hepar dan lien
tidak teraba, teraba panas di R. iliaka Sinistra.
Perkusi : timpani, pekak hepar (+)
Ekstremitas
Oedem (-/-), ekstremitas hangat (+/+), nadi kuat.
Gerakan
B/B
B/B
Kekuatan otot
5/5
5/5
2.4 Pemeriksaan penunjang
Darah Lengkap
Hemoglobin
Hematocrit
Leukosit
Trombosit
PPT
Kontrol

Hasil
14 g/dl
45,1%
14.700 sel/cmm
360.000 sel/cmm
11,2
11,2

APTT

25,1

Nilai Normal (laki-laki)


13,5 - 18
40-54
4.000-11.000
150.000-450.000
Beda dengan control <2
detik

14

Kontrol

28,9

Beda dengan control <7

SGOT
SGPT
Albumin
Natrium
Kalium
Chlorida
Calsium
Magnesium
Fosfor

20
18
4,6
133,5
3,07
101,8
2,15
0,77
1,17

detik
10-35 U/L
9-43 U/L
3,4-4,8 fr/dL
135-155 mmol/L
3,5-5,0 mmol/L
90-110 mmol/L
2,15-2,57 mmol/L
0,73-1,06 mmol/L
0,85-1,60 mmol/L

BOF dan LLD

Diagnostik : hematoma intra abdomen ec. Trauma tumpul abdomen

15

BAB III
PEMBAHASAN

16

Anda mungkin juga menyukai