Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan inklusi merupakan sesuatu yang baru di dunia pendidikan Indonesia.
Istilah pendidikan inklusif atau inklusi, mulai mengemuka sejak tahun 1990, ketika konferensi
dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan pernyataan tentang pendidikan
inklusif pada tahun 1994.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh
karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan belajar
yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta yang
tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada pandangan bahwa mereka
anak-anak penyandang dissabilitas dianggap sebagai sosok individu yang tidak berguna, bahkan
perlu diasingkan. Namun, seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pandangan tersebut
mulai berbeda. Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak yang sama seperti anak normal
lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31
ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan sebenarnya kepada anak-anak berkebutuhan
khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa
anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak normal
lainnya dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari sudut pandang pendidikan, karena
karakteristiknya yang berbeda dengan anak normal pada umumnya menyebabkan dalam proses
pendidikannya mereka membutuhkan layanan pendekatan dan metode yang berbeda dengan
pendekatan khusus
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan pendidikan mengupayakan
program pemerataan pendidikan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan
inklusif adalah suatu kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa
1

dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan

tanpa memandang anak

berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang
layak dan berkualitas untuk masa depan hidupnya.
Dalam makalah ini penulis mengajak pembaca untuk menambah dan membuka
wawasannya mengenai pendidikan inklusif. Sehingga tidak akan ditemukan lagi masyarakat
yang belum tahu bahkan memandang negatif pelaksanaan pendidikan dengan sistem pendidikan
inklusif ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari pendidikan inklusif ?
2. Apa saja macam-macam system pendidikan inklusif ?
3. Apa landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif ?
4. Apa saja prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif ?
5. Apa keunggulan dan sisi positif pendidik inklusif ?
6. Apa tujuan dan tantangan pendidikan inklusif ?
7. Apa implikasi pengelolaan pendidikan inklusif ?
C. Tujuan Penyusunan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan inklusif
2. Untuk mengetahui macam-macam system pendidikan inklusif
3. Untuk mengetahui landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif
5. Untuk mengetahui keunggulan dan sisi positif pendidik inklusif
6. Untuk mengetahui tujuan dan tantangan pendidikan inklusif
7. Untuk mengetahui implikasi pengelolaan pendidikan inklusif

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusif
Beberapa pendapat mengenai pengertian pendidikan inklusif :

Stainback dan Stainback (dalam Tim Kemendiknas, 2010 : 03) mengungkapkan bahwa
sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Dimana
sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Selain itu juga merupakan tempat setiap anak dapat
diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun anggota masyarakat lain kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Staub dan Peck (Dalam Tim Kemendiknas, 2010 : 04) mengungkapkan bahwa pendidikan
inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di
kelas regular. Dengan pernyataan ini menunjukkan bahwa kelas regular merupakan tempat
belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya.

Sapon-Shevin (dalam O Neil, 1995) mengungkapkan bahwa pendidikan inklusif sebagai


system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya. Hasil tersebut
ditekankan adanya restrukturisasi sekolah , sehingga menjadi komunitas yang mendukung
pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya, dalam pendidikan inklusif tersedia
sumber belajar yang kaya dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa,
guru, orangtua dan masyarakat sekitarnya.

Freiberg (dalam Tim Kemendiknas, 2010 : 04) mengungkapkan bahwa dengan melalui
pendidikan

inklusif,

ABK

dididik

bersama-sama

anak

lainnya

(normal)

untuk

mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Permendiknas no. 70 Tahun 2009, bahwa pendidikan inklusif didefinisikan sebagai system
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya.
3

Pendidikan

inklusif

merupakan

pendekatan

yang

memperhatikan

bagaimana

mentransformasikan sistem pendidikan, sehingga dapat merespon keanekaragaman siswa yang


menungkinkan guru dan siswa merasa nyaman dengan keanekaragaman tersebut, serta
melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar daripada
melihatnya sebagai suatu problem. Dengan demikian sebagai simpulannya bahwa inklusi adalah
cara berpikir dan bertindak yang memungkinkan setiap individu merasakan penerimaan dan
penghargaan.
Inklusi mendorong setiap unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran mengusahakan
lingkungan sekolah yang ramah terhadap pembelajaran dan semua siswa dapat belajar secara
efektif bersama-sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang akan ditolak atau dikeluarkan dari
sekolahnya disebabkan tidak mampu memenuhi standar akademis yang ditetapkan.Walaupun
pada sisi yang lain beberapa orang tua merasa khawatir kalau anak-anak mereka yang memiliki
kecacatan akan menjadi bahan ejekan atau diganggu oleh orang-orang di sekitarnya.
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang didasari semangat keterbukaan untuk
merangkul semua dalam pendidikan. Pendidikan inklusi mengimplementasikan multicultural
dalam pendidikan yang dapat peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain
yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis.
B. Macam-Macam System Pendidikan Inklusif
Dengan bergabungnya anak-anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan belajar bersama
anak-anak normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu :
1. Mainstream
Merupakan system pendidikan yang menempatkan ABK di sekolah umum mengikuti
kurikulum akademis yang berlaku, dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi
kurikulum. Mainstream kebanyakan diselenggarakan untuk anak-anak yang sakit dan tidak
berdampak pada kemampuan kognitif, seperti epilepsy, asma dan anak-anak dengan
kecacatan sensori ( fasilitas peralatan, seperti alat bantu dan buku-buku Braille) dan anak
tunadaksa.
2. Integratif
Artinya menempatkan siswa berkebutuhan khusus dalam kelas regular. Kelas tersebut,
ABK hanya mengikuti pelajaran-pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Untuk
4

mata pelajaran akademis lainnya, ABK menerima pelajaran pengganti di kelas berbeda
yang terpisah dari teman-teman mereka.
3. Inklusi
Adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial. Dalam inklusi, semua orang adalah bagian
yang berharga dalam kebersamaan, apapun perbedaan mereka. Pendidikan inklusi berarti
bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, jenis
kelamin, status sosial-ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa dan agama
menyatu dalam komunitas sekolah yang sama.
C. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1. Landasan Filosofis
Adalah seperangkat wawasan atau cara pikir yang menjadi dasar pendidikan inklusi,
meliputi :
a. Filosofi Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu jua).
Artinya bangsa Indonesia mengakui keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat,
keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Agama

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci

Kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi taqwanya

Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri

Manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling bersilaturahmi (inklusif)

c. Universal
Hak azasi manusia menekankan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup
layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak pekerjaan.
2. Landasan Yuridis
Didasarkan pada ketentuan undang-undang yang ada dan telah disahkan, meliputi :
landasan yuridis berskala nasional dan landasan yuridis internasional
Landasan Yuridis Nasional
a) UUD 1945 (amandemen) pasal 31

Ayat(1): setiap warga negara berhak mendapat pendidikan


5

Ayat(2): setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya

b) UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 5

Ayat(1): setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu

Ayat(2): warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, intelektual, dan atau
social berhak memperoleh pendidikan khusus

Ayat(3): warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus

Ayat(4): warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.

c) UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

Pasal 48: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (Sembilan)


tahun untuk semua anak.

Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

d) UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat

Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.

e) Peraturan pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan


pendidikan pasal 127 sampai 142
f) Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang
memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
g) Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003:
setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.
h) Deklarasi Bandung: Indonesia menuju pendidikan inklusif tanggal l8-14 agustus 2004

Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya mendapatkan


kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan,

kesehatan, social, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi


generasi penerus yang handal

Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya sebagai individu yang
bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu
dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif
yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis,
sosiologis, hokum, politis maupun kultural

Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan menciptakan lingkungan yang


mendukung bagi anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya, sehingga
memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal

Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya untuk berinteraksi
baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan
manapun, dengan meminimalkan hambatan

Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media


masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan

Menyususn rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan


aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan,
rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anaka berkelainan lainnya

Pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara
pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry, orang tua
serta masyarakat.

i. Deklarasi Bukit Tinggi (Tahun 2005)


Deklarasi Bukit Tinggi berisi kebijakan:

Pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan


menjamin bahwa strategi nasional untuk Pendidikan Untuk Semua

Cara untuk menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang
berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari programprogram untuk perkembangan anak usia dini, pra sekolah, pendidikan dasar dan
menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk
memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan
eksklusif.
7

Kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati


perbedaan individu semua warga negara

Landasan Yuridis Internasional


Salamanca Statemen and Framework for Action on Special Needss Education (1994)

Article 2: We belive and pro claim that (Kami meyakini dan menyatakan bahwa),
Every child has a fundamental right to education, and must be given the opportunity to
achieve and maintain and aceptable level of learning (Setiap anak mempunyai hak
mendasar untuk memperoleh pendidikan, dan harus diberi kesempatan untuk mencapai
serta mempertahankan tingkat pengetahuan yang wajar)
Every child has unique characteristics,i nterests,a bilities and Learning needs (Setiap
anak mempunyai karakeristik, minat, kemampuan dan kebutuhaan belajar yang berbedabeda)
Education systems should be designed and educational Programmes implemented to take
into account the wide Diversity of these characteristics and needs (Sistem pendidikan
seyogyanya

dirancang

dan

program

pendidik

dilaksanakan

dengan

memperhatikan

keanekaragaman dan kebutuhan tersebut)

Those with special educational needs must have access to regular schools which should
accommodate them within a childcentred pedagogy capable of meeting these needs
Regular schools with this inclusive orientation are the most effective means of combating
discriminatory attitudes, creating welcoming communities, building an inclusive society
and achieving education for all; moreover, they provide an effective education to the
majority of children and improve the efficiency and ultimately the cost-effectiveness of
the entire education system.

Article 3 : We call upon all governments and urge them to (kami meminta perhatian
semua pemerintah dan mendesak untuk)
Give the highest policy and budgetary priority to improve their education systems to
enable them to include all children regardless of individual differences or difficulties
(Memberi prioritas tertinggi pada pengambilan kebijakan dan penetapan anggaran untuk
meningkatkan system pendidik agar dapat menginklusikan semua anak tanpa memandang
perbedaan-perbedaan ataupun kesulitan-kesulitan individual mereka)

Adopt as a matter of law or policy the principle of inclusive education, enrolling all
children in regular schools, unless there are compelling reasons for doing otherwise
(Menetapkan prinsip pendidik inklusi sebagai undanag-undang atau kebijakan, sehingga
semua anak ditempatkan disekolah regular kecuali bila terdapat alasan yang sangat kuat)
Develop demonstration projects and encourage exchanges with countries having
experience with inclusive schools (Mengembangkan proyek percontohan dan mendorong
pertukaran pengalaman dengan Negara-negara yang telah berpengalaman dan
menyelenggarkan sekolah inklusi)
Establish decentralized and participatory mechanisms for planning, monitoring and
evaluating educational provision for children and adults with special education needs,
Encourage and facilitate the participation of parents, communities and organization of
persons with disabilities in the planning and decisionmaking processes concerning
Provision for special educational needs,
Invest greater effort in early identification and intervention strategies, as well as in
vocational aspects of inclusive education,
3. Landasan Pedagogis
Tercermin pada pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME,berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi WN yang demokratis dan bertanggungjawab.
4. Landasan Empiris
Penelitian tentang pendidikan inklusi banyak dilakukan di Negara-negara barat sejak
1980an.
Penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the Nation Akademy of Sciences (AS).
Hasilnya menunjukan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas
atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif.
Swanson dan Loveland (2001) Menemukan bahwa guru-guru dalam sekolah inklusi lebih
memiliki sikap positif terhadap peran guru inklusi dan dampaknya daripada guru pada sekolah
regular.
Mayer (2001) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecacatan yang cukup ditemukan
untuk memilki keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh pendidik dalam
9

lingkungan yang menerima mereka, khususnya yang berkaitan dngan hubungan social dan
persahabatan mereka dengan masyarakatnya.
D. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu
Pendidikan inklusi merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan, Karena pendidikan inklusi bisa menampung anak yang belum terjangkau oleh
pelayanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusi juga merupakan strategi peningkatan mutu,
karena model pembelajaran inklusi menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang
bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai perbedaan
2. Prinsip kebutuhan individual
Pendidikan inklusi diusakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak yang memiliki
kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda.
3. Prinsip kebermaknaan
Pendidikan inklusi harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
4. Prinsip keberlanjutan
Pendidikan inklusi diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
5. Prinsip keterlibatan
Penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.
E. Keunggulan Dan Sisi Positif Pendidik Inklusif
Keunggulan pendidikan inklusif

Semua anak mempunyai hak yang sama untuk memeroleh pendidikan yang bermutu dan
tidak didiskriminasikan

Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan
kecacatannya.

Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.

Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan
pembelajaran yang berbeda.

Sisi positif implementasi pendidikan inklusif

10

Membangun

kesadaran

dan

konsensus

pentingnya

pendidikan

inklusi

sekaligus

menghilangkan sikap dan nilai yang diskrimnatif

Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidik


setempat

Memberikan kesempatan kepada smua anak dan mengidentifikasi alasan-alasan yang


menyebabkan mereka tidak sekolah.

F. Tujuan Dan Tantangan Pendidikan Inklusif


Tujuan Pendidikan Inklusif
Kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah
Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada
Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban
untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah
satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan
masyarakat.
Menurut Gargiulo (dalam Mudjito, Harizal & Elfindri, 2012) tujuan pendidikan inklusif ini
adalah memberikan intervensi sedini mungkin untuk anak berkebutuhan khusus agar :

Meminimalkan keterbatasan pada pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat


terlibat dalam aktivitas normal.

Mencegah kondisi yang lebih parah dalam perkembangan pada anak.

Mencegah berkembangannya keterbatasan kemampuan yang diakibatkan ketidakmampuan


utamanya.
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:

Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak


berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar

Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka
tinggal kelas dan putus sekolah

Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta


ramah terhadap pembelajaran
11

Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman

Tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang kelainan fisik, emosional, mental dan
sosial atau memiliki potensi kecerdasan dana tau bakat istimewa.

Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi
setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 yang berbunyi setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. UU
no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang berbunyi
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi
anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikana kesempatan yang sama dan
aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

Tantangan Pendidikan Inklusif


Untuk melaksanakan program inklusif ini biasanya seorang guru pendidikan khusus
bekerja dengan guru pendidikan regular dari siswa yang ditunjuk, keduanya membantu
memodifikasi tugas-tugas dan material tertulis dan untuk memberikan bantuan untuk kelas itu
sendiri (Evertson & Emmer, 2009).
Dibutuhkan kompetensi khusus agar guru dapat melaksanakan tugas tersebut. Guru yang
kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih
mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal (Usman,
2006). Pada realitanya pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia belum berjalan optimal
disebabkan oleh beberapa kendala terutama kompetensi guru yang masih kurang. Berdasarkan
hasil penelitian Sunardi (2009) terhadap 12 sekolah penyelenggara inklusi di Kabupaten dan
Kota Bandung,

secara umum saat ini terdapat lima kelompok issue dan permasalahan

pendidikan inklusi di tingkat sekolah yang perlu dicermati dan diantisipasi agar tidak
menghambat, atau bahkan menggagalkan pendidikan inklusi itu sendiri, yaitu : pemahaman dan
implementasinya, kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system.
Salah satu bagian penting dari suppor system adalah tentang penyiapan anak. Dari data diatas
dapat dilihat bahwa masih banyak ABK yang belum mendapatkan hak pendidikan, dikarenakan
rendahnya layanan ABK yang disebabkan oleh :
1. Kurangnya tenaga pendidik ABK yang berkompeten antara lain :

Kurangnya kompetensi pedagogic


12

Kurang pemahaman tentang konsepsi pendidikan inklusif khususnya dalam merancang


dan melaksanakan program kekhususan

Belum bisa melakukan assesmen

Kurang sabar dalam mengajar anak ABK

Masih menggunakan kurikulum regular

2. Kurangnya aksesbilitas sekolah untuk ABK


3. Anggaran operasional dari pemerintah daerah kurang dalam membantu sekolah
4. Belum tersedianya alat peraga dan buku pelajaran khusus bagi ABK
Ketidaksiapan Indonesia dalam menerapkan pendidikan inklusif bagi ABK disebabkan oleh
beberapa hal yakni :

Kondisi ekonomi keluarga yang kurang menunjang

Jarak antara SLB dan rumah cukup jauh

Kurangnya motivasi orangtua untk menyekolahkan anaknya yang ABK

Tidak semua sekolah regular mau untuk membimbing dan menerima ABK belajar bersama
dengan anak-anak normal, karena dianggap akan menurunkan mutu sekolah.

Fasilitas sekolah kurang memadai bagi siswa ABK

Kurangnya ketenagakerjaan bagi pendidik ABK

G. Implikasi Pengelolaan Pendidikan Inklusif


Pemerintah Indonesia dalam mengakomodasi kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan
khusus ini membuat kebijakan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang
dijabarkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
32

yang

mengatur

tentang

Pendidikan

Khusus

dan

Pendidikan

Layanan

Khusus.

Implementasinya dijabarkan melalui Permendiknas nomor 70 tahun 2009 yaitu dengan


memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh
pendidikan di sekolah reguler (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
Menengah Atas / kejuruan) terdekat. Inilah yang disebut dengan istilah Pendidikan Inklusif
(Mudjito, Harizal & Elfidri, 2012).
Menurut Sapon-Shevin (dalam Sunardi, 2002) mengungkapkan lima profil pembelajaran di
sekolah inklusif, yaitu :

13

Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat dalam
proses pembelajaran di kelas agar dapat menghargai perbedaan dan menjaga keberagaman.

Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara


mendasar.

Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk menerapkan


pembelajaran interaktif. Perubahan kurikulum berkaitan erat dengan perubahan metode
pembelajaran. Model kelas berfokus pada guru bergeser ke model yang berfokus pada
aktivitas siswa dalam bekerja sama.

Pendidik inklusi berarti menyediakan adanya dukungan dan dorongan yang diberikan oleh
guru dan mengajarkan tatacara bekerjasama dengan tim, kolaborasi dan konsultasi sehingga
setiap anak dapat bertanggung jawab terhadap membantu siswa ABK.

Pendidikan inklusi berarti melibatkan keaktifan dari orang tua yang juga ikut serta
memberikan dorongan, dukungan dan bimbingan bagi anak ABK baik di rumah maupun
sekolah.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan inklusif merupakan suatu sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus
(ABK) dapat mengikuti proses pembelajaran bersama dengan anak normal di kelas yang sama
tanpa adanya diskriminasi. Dengan bergabungnya anak-anak berkebutuhan khusus dalam
lingkungan belajar bersama anak-anak normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu :
Mainstream, Integratif

dan Inklusi. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dibagi

menjadi 4 jenis yaitu Landasan Filosofis, Landasan Yuridis yang meliputi Landasan Yuridis
Nasional dan Landasan Yuridis Internasional, kemudian Landasan Pedagogis serta Landasan
Empiris. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif diantaranya yaitu Prinsip
pemerataan dan peningkatan mutu, Prinsip kebutuhan individual, Prinsip kebermaknaan, Prinsip
keberlanjutan dan Prinsip keterlibatan.
Keunggulan pendidikan inklusif diantaranya yaitu Semua anak mempunyai hak yang sama
untuk memeroleh pendidikan yang bermutu dan

tidak didiskriminasikan, Semua anak

mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan kecacatannya,
Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak,
Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran
yang berbeda. Sedangkan sisi positif implementasi pendidikan inklusi diantaranya yaitu
Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusi sekaligus menghilangkan
sikap dan nilai yang diskrimnatif, Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan
analisis situasi pendidik setempat, Memberikan kesempatan kepada smua anak dan
mengidentifikasi alasan-alasan yang menyebabkan mereka tidak sekolah.
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan: Memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya, Membantu mempercepat program wajib
belajar pendidikan dasar, Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah
dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah, Menciptakan sistem pendidikan yang
menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran,
Mewujudkan

penyelenggaraan

pendidikan

yang

menghargai

keanekaragaman,

Tidak
15

diskriminatif kepada semua peserta didik yang kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dana tau bakat istimewa, Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar
1945.
Ketidaksiapan Indonesia dalam menerapkan pendidikan inklusif bagi ABK disebabkan oleh
beberapa hal yakni : Kondisi ekonomi keluarga yang kurang menunjang, Jarak antara SLB dan
rumah cukup jauh, Kurangnya motivasi orangtua untk menyekolahkan anaknya yang ABK,
Tidak semua sekolah regular mau untuk membimbing dan menerima ABK belajar bersama
dengan anak-anak normal, karena dianggap akan menurunkan mutu sekolah, Fasilitas sekolah
kurang memadai bagi siswa ABK, dan Kurangnya ketenagakerjaan bagi pendidik ABK.
Menurut Sapon-Shevin (dalam Sunardi, 2002) mengungkapkan lima profil pembelajaran di
sekolah inklusif, yaitu : Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas
yang hangat dalam proses pembelajaran di kelas agar dapat menghargai perbedaan dan menjaga
keberagaman, Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum
secara mendasar, Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk menerapkan
pembelajaran interaktif. Perubahan kurikulum berkaitan erat dengan perubahan metode
pembelajaran. Model kelas berfokus pada guru bergeser ke model yang berfokus pada aktivitas
siswa dalam bekerja sama. Pendidik inklusi berarti menyediakan adanya dukungan dan dorongan
yang diberikan oleh guru dan mengajarkan tatacara bekerjasama dengan tim, kolaborasi dan
konsultasi sehingga setiap anak dapat bertanggung jawab terhadap membantu siswa ABK.
Pendidikan inklusi berarti melibatkan keaktifan dari orang tua yang juga ikut serta memberikan
dorongan, dukungan dan bimbingan bagi anak ABK baik di rumah maupun sekolah.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan penulis mengenai makalah ini
adalah:
1. Diharapkan pembaca dapat mengembangkan dan melanjutkan penulisan makalah mengenai
hakekat pendidikan inklusif ini.
2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu
pengetahuan.

16

Anda mungkin juga menyukai