Anda di halaman 1dari 30

1.

Pengertian kurikulum
Awal sejarahnya, istilah kurikulum bisa dipergunakan dalam dunia atletik curere yang berarti
berlari. Istilah ini erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti penghubung
atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Seseorang kurir
harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum kemudian
diartikan orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (Nasution, 1989 : 5). Istilah tersebut
di atas mengalami perpindahan arti ke dunia pendidikan. Sebagai contoh Nasution
mengemukakan bahwa pengertian kurikulum yang sebagaimana tercantum dalam Webters
International dictionary ; Curriculum course a specified fixed course of study, as in a school
or college, as one leading to a degree. Maksudnya, kurikulum diartikan dua macam, yaitu
pertama sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau di
perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu. Kedua, sejumlah mata pelajaran yang
ditawarkan oleh sesuatu lembaga pendidikan atau jurusan. Secara singkat menurut Nasution
kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di
bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf
pengajarnya ( Nasution, 1989: 5).
Kata kurikulum berasal dari bahasa Latin currere, yang berarti lapangan perlombaan
lari. Kurikulum juga bisa berasal dari kata curriculumyang berarti a running course,
dan dalam bahasa Prancis dikenal dengancarter berarti to run (berlari). Dalam
perkembangannya (BMPM, 2005 : 1).Menurut J. Galen Sailor dan William M
Alexander (1974 : 74),curriculum is defined reflects volume judgments regarding the
nature ofeducation. The definition used also influences haw curriculum will be
planned and untilized.
Kurikulum merupakan nilai-nilai keadilan dalam inti pendidikan.Istilah tersebut
mempengaruhi terhadap kurikulum yang akan direncanakandan dimanfaatkan.
Kurikulum merupakan subyek dan bahan pelajaran di manadiajarkan oleh guru dan
dipelajari oleh siswa.
Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan
berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan
dirancangkan secara sistematika atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan
pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan
(Dakir,2004:3) Menurut Dakir kurikulum itu memuat semua program yang dijalankan
untuk menunjang proses pembelajaran.
2. Konsep perguruan tinggi dan diploma

Konsep pendidikan tinggi untuk semua awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat


sekitar tahun 1970-an. Ini adalah sebuah pengakuan terhadap hak-hak rakyat Amerika
untuk memperoleh pendidikan tinggi. Dalam konteks Indonesia, hal yang sama juga
berlaku bahwa segenap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam
mengakses sumber-sumber pendidikan tinggi yang ada.
Universitas, sebagai wajah utama perguruan tinggi, dapat dibedakan dari lembagalembaga pendidikan lainnya dilihat dari orientasi saintifik yang dijalan kannya.
Universitas berdiri di garda depan dalam mengeksplorasi dan mengem bangkan sains

dan teknologi, termasuk konsep, metode dan nilai. Kurikulum kedokteran, hukum,
teknik, pendidikan, ilmu-ilmu budaya, dan seba gainya berkembang dengan merujuk
kepada prinsip-prinsip akademik yang sudah otonom dan mapan.
Dalam Peraturan pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang tujuan perguruan tinggi
adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta menyumbangkan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Dengan tujuan tersebut, perguruan tinggi merupakan wadah atau penampung bagi
parasiswa yang ingin melanjutkan studinya ke tingkat yang lebih tinggi, harus dapat
melahirkan mahasiswa yang mampu bersaing disegala bidang keilmuan, karena
mahasiswalah tolak ukur majunya pendidikan di Indonesia.
Perguruan tinggi merupakan tempat pertemuan utama dari berbagai kelompok yang
merupakan symbol karena di dalam sektor modern perguruan tinggi dianggap sebagai
lembaga paling modern dan pembaharuan dan sebagai tempat yang nyata yang
merupakan suatu tempat dimana berangkat para intelektual.
Perguruan tinggi bukanlah sekedar lembaga pendidikan saja, melainkan juga sebagai
lembaga yang menjembatani antara mahasiswa (anak didik) dengan masyarakat
sekitar, agar ilmu yang didapatkan di perguruan tinggi bisa bermanfaat tak hanya bagi
mereka sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Oleh sebab itulah kita harus mempunyai konsep dan tujuan yang jelas dalam
membangun sebuah perguruan tinggi, sebab jika kita asal-asalan, maka perguruan
tinggi akan dihujat oleh masyarakat karena tidak menghasilkan dampak yang nyata
bagi lingkungan sekitar.
Defenisi Perguruan Tinggi

Menurut Wikipedia (2012), Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan


penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa,
sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya
dilakukan oleh negara.
Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya
dilakukan oleh swasta.
Menurut Raillon dalam Syarbaini (2009), perguruan tinggi adalah sebuah alat kontrol
masyarakat dengan tetap terpeliharanya kebebasan akademis terutama dari campur
tangan penguasa. Perguruan tinggi juga merupakan agen utama pembaharuan dalam
kehidupan bernegara, seperti dalam proses pembentukan pemerintah orde baru tahun
1970-an dimana peran nyata yang telah dimainkan kalangan dosen dengan mahasiswa

dengan cara-caranya sendiri telah memberikan sumbangan besar bagi pemerintah orde
baru.
Menurut Barnet (1992), ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan
tinggi :
Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower).
Dalam pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa
dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam
pasaran kerja, dan keberhasilan itu di ukur dengan tingkat penyerapan lulusan dalam
masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang di ukur juga dengan tingkat
penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya.
Perguruan tinggi sebagai lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan
tinggi ditentukan oleh penampilan/ prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan masukan
dan keluaran di hitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/ penghargaan dari
hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional), atau
jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh lembaganya untuk kegiatan
penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam majalah ilmiah
yang diakui oleh pakar sejawat (peer group).
Perguruan tinggi sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam
pengertian ini perguruan tinggi di anggap baik jika dengan sumber daya dan dana
yang tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput)
semakin besar.
Perguruan tinggi sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan
kehidupan. Indikator sukses kelembagaan terletak pada cepatnya pertumbuhan jumlah
mahasiswa dan variasi jenis program yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang
besar dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang
sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi.
Jenis-jenis Perguruan Tinggi
Jenis-jenis Perguruan Tinggi menurut Wikipedia (2012), yaitu :
Universitas: Perguruan tinggi yang mempunyai program studi beragam dan
dikelompokkan dalam fakultas-fakultas. Fakultas-fakultas yang ada itu dibagi lagi ke
dalam beragam jurusan dan Akutansi, Manajemen dan Studi Pembangunan.
Institut:
Perguruan tinggi yang mempunyai program studi dengan ilmu yang
sejenis. Misalnya institut pertanian memiliki program studi pertanian, peternakan dan
kehutanan, atau institut teknologi mengajarkan beragam ilmu yang berhubungan
dengan teknik.

Sekolah Tinggi:
Perguruan tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program
profesi sesuai dengan spesialisasinya. Misalnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
memiliki program profesi spesialis ekonomi, atau Sekolah Tinggi Seni Rupa
Indonesia memiliki jurusan Seni Lukis, Seni Patung dll.
Akademi dan Politeknik:
Institusi pendidikan tinggi yang hanya
menyelenggarakan satu program studi dan lebih menekankan pada keterampilan
praktek kerja dan kemampuan untuk mandiri. Lama pendidikan tiga tahun dan tidak
memberikan gelar. Hanya saja, di politeknik porsi praktek lebih besar.
Secara umum program Diploma sama dengan Sarjana yang membedakan adalah
kurikulumnya, Diploma memiliki bobot studi 60% praktek dan 40% teori, sebaliknya Sarjana
memiliki bobot studi 40% Praktek dan 60% teori. Dengan penyusunan kurikulum yang
seperti ini diharapkan lulusan Diploma ini akan siap untuk bekerja, sedangkan lulusan
Sarjana diarahkan ke bidang riset dan disiapkan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi sampai jenjang akademis Doktor, sama halnya dengan SMA dan SMK.
Program diploma memiliki beberapa karakteristik seperti :
- Mata kuliahnya bertujuan memberikan skill/vokasional
- Masa studi 1 tahun (D1), 2 tahun (D2) dan 3 tahun (D3)
- Membekali praktik lebih banyak
- Tugas akhir berupa kerja praktik dan laporan
- Melahirkan tenaga terampil berkualifikasi pendidikan tinggi formal ke dunia usaha/industri
- Bergelar Ahli Pratama/A.P. (D1), Ahli Muda/A.Ma (D2) atau Ahli Madya/A.Md. (D3)
Bagi yang memutuskan pilihan sarjana terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan,
misalnya :
- Masa studi berkisar 3,5 sampai 5 tahun.
- Mendapatkan pendalaman teori yang kuat
- Memiliki kemampuan riset dan analisis mendalam
- Peluang mengikuti organisasi internal dan eksternal kampus lebih luas
- Mendapatkan kesempatan magang di institutusi (perusahaan/pemerintahan/LSM)
- Beberapa perguruan tinggi mewajibkan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
- Tugas akhir berupa skripsi
- Bergelar sarjana sesudah lulus
3. Pengembangan standar kompetensi
Standar Kompetensi (SK)
1. Pengertian
Untuk memantau perkembangan mutu pendidikan diperlukan SK. SK dapat
didefinisikan sebagai pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dikuasai peserta didik serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam
mempelajari suatu mata pelajaran (Center for Civics Education, 1997:2).
Menurut definisi tersebut, SK mencakup dua hal, yaitu standar isi (content standards),
dan standar penampilan (performance stan-dards).
SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran

tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia,


Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang
kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap SI.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa SK memiliki dua penafsiran, yaitu:
pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus diketahui peserta didik
dan kemampuan melakukan sesuatu dalam mempelajari suatu mata pelajaran.
spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori
pencapaian seperti lulus atau memiliki keahlian.
SK merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program
pembelajaran yang terstruktur. SK juga merupakan fokus dari penilaian, sehingga
proses pengembangan kurikulum adalah fokus dari penilaian, meskipun kurikulum
lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pada
bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki
pengetahuan dan keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam:
melakukan suatu tugas atau pekerjaan.
mengorganisasikan agar pekerjaan dapat dilaksanakan.
melakukan respon dan reaksi yang tepat bila ada penyimpangan dari
rancangan semula.
melaksanakan tugas dan pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Penyusunan SK suatu jenjang atau tingkat pendidikan merupakan usaha untuk
membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom, mandiri, dan responsif terhadap
keputusan kebijakan daerah dan nasional. Kegiatan ini diharapkan mendorong
munculnya standar pada tingkat lokal dan nasional. Penentuan standar hendaknya
dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Sebab, jika setiap sekolah atau setiap
kelompok sekolah mengembangkan standar sendiri tanpa memperhatikan standar
nasional maka pemerintah pusat akan kehilangan sistem untuk mengontrol mutu
sekolah. Akibatnya kualitas sekolah akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan
kualitas antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Lebih jauh lagi kualitas
sekolah antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lain tidak dapat dibandingkan.
Pada gilirannya, kualitas sekolah secara nasional tidak dapat dibandingkan dengan
kualitas sekolah dari negara lain.
Pengembangan SK perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, dan melibatkan semua
kelompok yang akan dikenai standar tersebut. Melibatkan semua kelompok sangatlah
penting agar kesepakatan yang telah dicapai dapat dilaksanakan secara
bertanggungjawab oleh pihak sekolah masing-masing. Di samping itu, kajian SK di
negara-negara lain perlu juga dilakukan sebagai bahan rujukan agar lulusan kita tidak
jauh ketinggalan dengan lulusan negara lain. SK yang telah ditetapkan berlaku secara
nasional, namun cara mencapai standar tersebut diserahkan pada kreasi masingmasing wilayah.
4. Metode pendekatan pengembangan kurikulum
Pendekatan Pengembangan Kurikulum.
1.
Sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum.

Somantrie ( dalam http://dedyamrilismail.blogspot.com) menyatakan bahwa analisis


kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
Analisis kebutuhan.
Merumuskan kebutuhan dan desain kurikulum.
Menyusun kurikulum, yang memanfaatkan pengalaman atau kajian para ahli
kurikulum. Untuk itu dalam menyusun kurikulum perlu ditelaah tiga sumber
penentuan tujuan yang harus dicapai sekolah.
Unsur yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Nana Syaodih Sukmadinata (Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum-Teori dan
Praktek, 2011, p. 155) mengemukakandalam mengembangkan kurikulum banyak
pihak yang berturut berpartisipasi, yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan,
ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru guru dan orang tua murid serta
tokoh-tokoh masyarakat.
Administator Pendidikan
Terdiri atas direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum,
kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten, dan kecamatan serta kepala
sekolah.
Para ahli
Terdiri dari ahli pendidikan, ahli kurikulum, dan ahli bidang studi/ disiplin
ilmu.
Peranan Guru
Guru sebagai perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum di kelasnya.
Dia juga mengolah dan meramu kembali kurikulum dari pusat yang disajikan
di kelasnya.
Orang tua murid
Dalam hal ini tidak semua orang tua berperan aktif hanya saja orang tua yang
cukup waktu dan latar belakang yang memadai. Orang tua dan guru ini saling
bekerjasama. Orang tua mengamati perkembangan anaknya di rumah. Jadi
pada intinya orang tua itu juga sangat berpengaruh untuk pelaksanaan
Kurikulum berjalan dengan sepenuhnya.
Tokoh- tokoh masyarakat
Mungkin sama saja seperti orang tua di rumah. Karena Orang tua serta tokohtokoh masyarakat ini berada di luar sekolah namun tetap saja peran orang tua
lebih kuat dari tokoh-tokoh masyarakat.
Beberapa pengaruh terhadap pengembangan kurikulum.
Menurut Dedy Amril Ismail (Ismail, 2009) menurutnya, pengembangan
kurikulum dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara langsung maupun
tidak. Pengaruh langsung misalnya datang dari lembaga eksekutif dan
legislatif yang mempunyai kepentingan dengan kurikulum. Pengaruh tidak
langsung datang dari masyarakat yang merasa langsung atau tidak langsung
terlibat atau mempunyai kepentingan.
2.
Sudut pandang kebijakan pengorganisasian isi kurikulum.
Pengorganisasian kurikulum berkenaan penjurusan dan ada juga yang berkenaan
dengan isi kurikulum atau bahan ajar. Pengorganisasian isi kurikulum yang biasa,

yaitu yang dikelompokan berdasarkan mata pelajaran atau biasa disebut seprated
subject curriculum, dan juga pengorganisasian yang bersifat terpadu.
Menurut Rusman (Rusman, 2009, p. 27), organisasi kurikulum harus
mempertimbangkan dua hal: pertama, berguna bagi siswa sebagai individu yang
dididik dalam menjalani kehidupannya dan kedua, isi kurikulum tersebut harus siap
untuk dipelajari siswa. Organisasi isi kurikulum dilandasi oleh landasan logis dan
psikologis.
3.
Sudut pandang orientasi penyusunan kurikulum.
Menurut Sukadinata (Musthofa, 2012), mengemukakan bahwa pengembangan
kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum
construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum
improvement). Pengembangan kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat
kurikulum mulai dari dasar, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar
program pengajaran, hingga pedoman pelaksanaannya. Hal lain yang berkenaan
dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun pusat menjadi rencana dan
persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan
Rencana Tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan sebagainya.
Model-model Pengembangan Kurikulm.
1.

Pengembangan Kurikulum Model Humanistik


Mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi
dan dasar pengembangan program pendidikan. Peserta didik menjadi subjek yang pusat
kegiatan pendidikan, agar mempunyai kemampuan, potensi dan kekuatan untuk berkembang.
Tugas pendidik hanya menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk
mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Kurikulum model humanistik menjadikan
manusia yang bisa menciptakan unsur kreativitas, spontanitas, kemandirian, kebebasan,
aktivitas, pertumbuhan diri, termasuk keutuhan anak sebagai keseluruhan, minat, dan
motivasi intrinsik.
2.

Pengembangan Kurikulum Model Subjek Akademik


Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistemisasi
disiplin ilmu masing-masing. Pengembangan kurikulum subjek akademik dilakukan dengan
cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta
didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Model kurikulum ini
sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual.

3.

Pengembangan Kurikulum Model Rekonstruksi Sosial


Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem
yang dihadapi dalam masyarakat, selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi,
serta bekerja secara secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum model ini difokuskan pada
problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran
pendidikan interaksional.

4.

Pengembangan Kurikulum Model Teknologis (Sistemis)


Kurikulum sebagai model teknologi pendidikan menekankan pada penyusunan
program pengajaran dan rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program
pengajaran ini dapat menggunakan sistem saja, atau juga dengan alat atau media. Dalam
konteks kurikulum model teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek,
yakni hardware berupa alat benda keras seperti proyektor, TV, LCD, radio, dan sebagainya,
dan software berupa teknik penyusunan kurikulum, baik secara mikro maupun makro.

Model-model pengembangan kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum:


1.
Model Ralph W. Tyler
Menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan untuk pengembangan kurikulum
Menentukan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir peserta didik setelah
mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirumuskan
secara jelas agar mempermudah tujuan untuk dicapai. Arah penentuan tujuan
pendidikan ada lima faktor, yaitu: pengembangan kemampuan berpikir,
membantu memperoleh informasi, sikap kemasyarakatan, minat peserta didik,
dan sikap sosial.
Menentukan proses pembelajaran
Aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah
persepsi dan latar belakang peserta didik. Dalam proses pembelajaran akan
terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber belajar
yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sehingga menjadi perilaku yang utuh.
Menentukan organisasi pengalaman belajar
Di dalamnya harus mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi
belajar. Pengorganisasian pengalaman belajar bisa dilakukan baik secara
vertical maupun horizontal, serta memperhatikan aspek kesinambungan.
Menentukan evaluasi pembelajaran
Jenis penilaian yang akan digunakan, harus sesuai dengan sifat dari tujuan
pendidikan, materi pembelajaran, proses belajar yang telah ditetapkan
sebelumnya, serta prinsip-prinsip evaluasi yang ada.

2.

3.

Model John D. Mc Neil


Menurut John D. Mc Neil ada empat macam konsep kurikulum, yaitu:
a.
Kurikulum Humanistik
b.
Kurikulum Rekontruksi Sosial
c.
Kurikulum Teknologi
d.
Kurikulum Subjek AkademiK
Menurut Peter F. Olivia

Perencanaan kurikulum terjadi pada berbagai tingkatan. Kurikulum dapat terlibat pada
beberapa tingkat kurikulum dalam waktu yang sama. Guru yang terlibat dalam perencanaan
kurikulum di tingkat kelas, guru juga yang paling berpartisipasi dalam kurikulum. Tingkat
perencanaan di mana fungsi guru dapat dikonseptualisasikan sebagai sosok yang ditunjukkan.

Azas Yang Diperhatikan Dalam Pengembangan Kurikulum

a)

Azas Filosofi
Azas filosofi merupakan azas yang berkaitan dengan pandangan ke depan What man
can become?akan menjadi apa seseorang di masa depan. Pengembangan kurikulum harus
melihat ke depan, akan dijadikan seperti apa anak-anak kelak, sehingga dalam langkah
pengembangan kurikulum lebih terarah dan dapat mencapai tujuan seperti yang telah
dirumuskan. Azas ini tentunya memperhatikan bagaimana perkembangan yang terjadi di
masyarakat secara global sehingga lulusan yang dihasilakan dapat diterima oleh masyarakat
sebagai pengguna output. Rendahnya moralitas sekarang ini merupakan satu contoh
kegagalan kurikulum yang diterapkan, karena kurangnya perhatian terhadap aspek moral
yang dikembangkan masih berorientasi pada pencapaian hasil belajar semata yaitu nilai ujian
yang tinggi.
b)
Asas Sosiologi
Azas sosiologi berkaitan dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan masyarakat
sekitar, karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sehingga dalam pengembangan
kurikulumnya harus memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat secara luas. Dari hasil
dan proses pendidikan formal akan dihasilakan output yang sadar dan paham akan nilai-nilai
yang ada di masyarakat sehingga nantinya dapat menjadi agent of social change (agen
perubah nilai-nilai sosial tentunya ke arah yang lebih baik) dan conservation of value
(mengkonservasi nilai-nilai menuju pada suatu tatanan masyarakat sosial yang harmonis dan
lebih baik).
c)
Azas Psikologi
Bahwa dalam pengembangan kurikulu harus memperhatikan aspek perkembangan
peserta didik yaitu psikis, fisik, dan belajar peserta didik sehingga benar-benar akan dapat
menjadikan peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan minat. Hal ini
berkaitan dengan how to teach bagaimana guru mengajar berkaiatan dengan rancangan
pembelajaran yang disusun, metode, dan media pembelajaran agar sesuai dengan taraf
perkembangan peserta didik.
d)
Azas Organisatoris
Azas organisatoris mengacu pada organisasi kurikulum
e)

Azas Yuridis
Bahwa dalam Negara hukum untuk dapat melaksanakan kurikulum perlu adanya
payung hukum sebagai asas legalitas dan keabsahan kurikulum. Contoh UU Sisdiknas No 20
Tahun 2003.
Prinsip-Prinsip Yang Harus Diperhatikan Dalam Pengembangan Kurikulum
a.
Prinsip Relevansi

Prinsip relevansi adalah kedekatan hubungan. Apabila dikaitkan denganpendidikan


dengan masyarakat maka harus memilki keterkaitan yang erat sehingga hasil pendidikan yang
diperoleh akan berguna bagi kehidupan peserta didik di masyarakat.
Prinsip relevansi menurut Soetopo & Soemanto bahwa relevansi kurikulum :
Pertama : relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik. Hal ini
berkaitan dengan isi tau muatan kurikulum seperti bahan pengajaran
hendaknya disesuaikan dengan kehidupan anak didik.
Kedua : relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan dating. Materi atau
bahan yang diajarkan akan bermanfaat bagi kehidupan anak didik di masa
yang akan datang.
Ketiga : relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja. Kurilukum diakitkan
dengan dunia kerja.
Keempat : Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Kurikulum
mampu memberikan peluang dan kesmpatan kepada anak didik untuk dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.
Prinsip Fleksibilitas
Artinya bahwa kurikulum yang dikembangkan harus memilki ruang gerak yang
memberikan kebebasan dalam bertindak. Dalam hal ini berkaitan dengan fleksibilitas dalam
memilih program pendidikan dan fleksibilitas dalam pengembangan program pembelajaran.
c.
Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi terkait dengan usaha, biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan dalam
proses pembelajaran dapat membuahkan proses dan hasil belajar yang optimal. Jadi dalam
pengembangan kurikulum harus efisien, sehingga seperti yang terjadi di pendidikan kita
dengan berubah-ubahnya kurikulum malah justru semakin membingungkan pelaksana
pendidikan yaitu guru.
d.
Prinsip efektivitas
Prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai
dengan keinginan yang telah ditentukan. Efektivitas kurikulum berkaitan dengan proses
mengajar pendidik, dan proses belajar peserta didik.
e.
Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya
keterkaitan antara tingkat pendidikan, jenis dan program pendidikan, serta bidang studi.
Pertama kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah yang menyangkut bahan pelajaran
yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi sudah
diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya, dan bahan pelajaran yang sudah diajarkan
pada tingkat yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga
tidak terjadi tumpang tindih bahan pelajaran. Kedua, kesinambungan diantara berbagai
bidang studi yang berkaitan dengan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang
lain.
f.
Prinsip berorientasi tujuan
Bahwa langkah awal sebelum memilih dan mengembangkan komponen-komponen
kurikulum aialah menetapkan tujuan. Kemudian komponen kurikulum lainnya dipilih dan
dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
Prosedur Umum Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama yaitu Pedoman Kurikulum dan
Pedoman Instriktusional.
1.

Pedoman Kurikulum
Pedoman kurikulum merupakan sebuah susunan untuk menentukan garis besar dari
kurikulum tersebut. Dalam pedoman kurikulum meliputi :
Latar Belakang, berisi tentang rumusan falfasah dan tujuan lembaga pendidikan,
populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang study atau mata kuliah, serta struktur
organisasi bahan pelajaran.
Silabus, mata pelajaran secara lebih terperinci yang diberikan yaitu ruang lingkup dan
urutan penyajiannya.
Desain Evaluasi, strategi refisi atau perbaikan kurikulum mengenai bahan pelajaran
dan organisasi bahan dan strategi instruksionalnya.
2.
Pedoman Instruktional
Pedoman Instruktional bersubjek kepada pihak pengajar. Pengajar tersebut
menguraikan isi dari pedoman kurikulum hingga lebih mendetail. Hal ini berfungsi agar
kegiatan belajar mengajar benar-benar bersumber dari pedoman kurikulum.
5.Konsep dan penerapan standar kompetensi
Pengembangan kurikulum di Perguruan Tinggi secara umum mengacu kepada surat
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan program yang
dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui
kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya.
Berdasarkan SK Mendiknas nomor 045: Kurikulum inti yang merupakan penciri
kompetensi utama, bersifat:
1) dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
2) acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
3) berlaku secara. nasional dan internasional
4) lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, dan
5) kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan
pengguna lulusan

Dengan kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil belajar haruslah
berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian
yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)
Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
a. Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan pendidikan
tinggi.
b. Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan proses
pernbelajaran
c. Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam
meningkatkan efektifitas belajar mereka
d. Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar.
Perubahan yang mendasar juga terjadi pada kriteria lulus dan tidak lulus (menguasai
kompetensi atau tidak). Dalam konteks ini tidak setiap kompetensi memiliki rentangan 0 4 atau E, D, C. B, dan A, melainkan pendekatan penilaian yang bersifat mastery
(Mastery-based Evaluation) untuk menggantikan pendekatan skala yang digunakan pada
saat ini.
Untuk mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah
komponen perlu terlibat secara inten dan memberikan perannya masingmasing sesuai
dengan kapasitasnya, antara lain:
1) Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan
akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.

2) Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared


vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
3) Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang
berkesinambungan.
4) Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta. Masyarakat
pengguna lulusan itu sendiri.
B. Pengembangan KBK di Perguruan Tinggi
1. Konsep Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga,
berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai
finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan
dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh
oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh
penghargaan dalam bentuk ijazah. Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung
dua hal pokok, yaitu (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2)
tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap
praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang
diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan.
Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya
dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau
ujian.
. Dalam arti umum kompetensi mempunyai makna yang hampir sama dengan ketrampilan
hidup atau life skill, yaitu kecakapan-kecakapan, ketrampilan untuk menyatakan,
memelihara, menjaga dan mengembangkan diri. Kecakapan dan ketrampilan ketrampilan
tersebut, tidak sekedar bersamaan dengan aspek fisik biologis, tetapi juga aspek-aspek
intelektual, sosial dan afektif (perasaan, sikap dan nilai).
3. Jenis-Jenis Kompetensi

Secara umum terdapat lima jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM yang dapat
menunjang pekerjannya, yaitu kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi
akademik, kompetensi vokasional dan kompetensi profesional.
a. Kompetensi dasar adalah kecakapan, kebisaan atau ketrampilan ketrampilan awal dan
essensial yang harus dikuasai siswa untuk menguasai kompetensi kompetensi yang lebih
tinggi (pengembangan diri). Berbicara, membaca, menulis dan berhitung permulaan di
kelas satu, merupakan kompetensi dasar bagi penguasaan kompetensi yang lebih tinggi
dalam bicalistung di kelas kelas selanjutnya.dasar yang harus dikuasai bukan hanya oleh
anak-anak tetapi juga remaja dan orang dewasa.
b. Kompetensi umum, merupakan penguasaan kecakapan dan ketrampilan yang
diperlukan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, di sekolah, di masyarakat
ataupun di lingkungan kerja. Kecakapan menyeberang di tempat penyeberangan (zebra
cross), menghidupkan dan mematikan radio dan tv, naik bis umum, naik tangga berjalan,
naik lift, menggunakan tilfun, menulis surat, mengendarai kendaraan, merawat kompor,
kulkas, mesin cuci dsb, merupakan contoh-contoh dari kompetensi umum.
c. Kompetensi akademik merupakan kemampuan, kecakapan ketrampilan
mengaplikasikan atau menerapkan teori, konsep, kaidah, prinsip, model di dalam
kehidupan. Kompetensi akademik juga berkenaan dengan penerapan dan pengembangan
kecakapan dan masalah dan kreativitas. Peserta didik tidak hanya dituntut mengetahui dan
mengerti teori, kaidah, prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mereka terima dalam
berbagai bidang ilmu.
d. Kompetensi vokasional, berkenaan dengan pengembangan kecakapan dan keterampilan
praktis dalam satu bidang pekerjaan. Kompetensi vokasional bisa berkenaan dengan
penguasaan kecakapan dan keterampilan kerja pada tahap prakarya (prakejuruan),
kejuruan dan tahap vokasional.
e. Kompetensi profesional merupakan penguasaan kecakapan, kebisaan, keterampilan
akademik dan vokasional tingkat tinggi. Kompetensi ini berkenaan dengan penguasaan
kemampuan intelektual, sosial, motorik tingkat tinggi, seperti proses berfikir abstrak,
analisis sintesis, konvergen-divergen, evaluatif, pemecahan masalah, dan kreatifitas,
keterampilan berkomunikasi ddan memimpin, keterampilan mengoperasikan alat

berteknologi tinggi dll. Kompetensi profesional dikembangkan melalui program-program


pendidikan profesi dan spesialisasi.
4. Konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah model kurikulum yang memfokuskan
sasarannya pada pengembangan kemampuan atau penguasaan kompetensi dalam bidang
bidang praktis terutama dalam bidang pekerjaan. Kompeetnsi yang dikembangkan dalam
pendidikan profesi dapat berupa kompetensi teknis, vokasional, dan kompetensi
profesional.
Lebih lanjut Wina (2008) mengemukakan bahwa KBK sebagai sebuah kurikulum
memliki tiga karakteristik utama, yaitu :
(1) memuat sejumlah standar kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta diklat, dan
dijabarkan lagi kedalam bentuk kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta diklat,
artinya dalam KBK peserta diklat harus memiliki kemampuan standar yang ditentukan
. (2) Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan pada proses pengalaman
dengan memperhatikan keberagaman setiap individu sesuai dengan bidang
pekerjaannya.Proses pelatihan tidak sekedar untuk menguasai kemampuan kognitif , akan
tetapi bagaimana mata diklat tersebut dapat menunjang dan mempengaruhi pola berfikir
dan bertindak dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam menyelsaikan pekerjaanna.
(3) Evaluasi diklat KBK menekankan pada evaluasi proses dan hasil serta produk sebagai
indikator kinerja (unjuk kerja / performance)
6. Identifikasi awal standar kompetensi
Pengertian Standar Kompetensi
Standar Kompetensi mata pelajaran adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang harus dikuasai setelah siswa mempelajari mata pelajaran tertentu pada jenjang
pendidikan tertentu pula.
Menurut Abdul Majid Standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar
pengembangan program pembelajaran yang terstruktur.
1.

Pengertian Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai
oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah
ditetapkan, oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar
kompetensi.
1.

Pengertian indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah
dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi..
Jadi indikator adalah merupakan kompetensi dasar secara spesifisik yang dapat dijadikan
untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana
penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu
1.

B.
A.

Langkah-langkah penyusunan Kompetensi Dasar dan indicator


Langah-langkah Penyusunan Kompetensi Dasar

Adapun dalam mengkaji Kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana yang tercantum pada
standar isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.

Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/ atau tingkat kesulitan materi,
tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada distandar isi.

2.

Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.

3.

Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang operasional maupun yang tidak
operasional karena setiap kata kerja tindakan yang berada pada kelompok pemahaman
dan juga pengetahuan yang tidak bisa digunakan untuk rumusan kompetensi dasar.
Sehinggah langkah-langkah untuk menyusun kompetensi dasar adalah sebagai berikut:

1)

Menjabarkan Kompetensi yang dimaksud, dengan bertanya : kemampuan apa saja

yang harus dimiliki siswa agar standar kompetensi dapat dicapai? jawaban dari pertanyaan
tersebut kemudian didaftar baik yang menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2)

Tulislah rumusan Kompetensi Dasarnya.

1.

Langkah-langkah penyusunan Indikator

Sebelum melakukan penyusunan indicator, maka harus diperhatikan terlebih dahulu


komponen-komponen sebagai berikut :[5]
1.

Indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan


atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.

2.

Rumusan indicator menggunakan kerja operasional yang terukur atau dapat


diobservasi

3.

Indikator digunakan sebagai bahan dasar untuk menyusun alat penilaian.

Kata-kata Operasional yang Dijabarkan Dalam Membuat Indikator:


Berikut ini urutan cara penyusunan Indikator :
1)

Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan indikatornya

yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga tentukan indikatorindikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
2)

Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila

belum lakulanlah analisis lanjut untuk menemukan in dikator-indikator lain yang


kemungkinan belum teridentifikasi.
3)

Tambahkan indikator lain sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan

lebih akurat dan pertimbangkan urutannya.

1.

C.
A.

Perumusan Kompetensi Dasar dan Indikator


Perumusan Kompetensi Dasar

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam merumuskan KD diantaranya antara lain:


1.

Meluas, artinya peserta didik memperoleh kesempatan yang luas untuk


mengembangkan pengalaman tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai yang
berkaitan pada saat pembelajaran berlangsung.

2.

Seimbang, artinya dimana setiap peserta Kompetensi perlu dapat dicapai melalui
alokasi waktu yang cukup untuk pembelajaran yang efektif.

3.

Relevan, maksudnya adalah dimana setiap Kompetensi terkait dengan penyiapan


peserta didik untuk meningkatkan mutu kehidupan melalui kesempatan pengalaman.

4.

Perbedaan, merupakan upaya pelayanan individual dimana peserta didik perlu


memahami apa yang perlu untuk dipelajari, bagaimana berfikir, bagaimana berbuat untuk
mengembangkan Kompetensi serta kebutuhan individu masing-masing. (yulaewati 2004)[

Adapun Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat merumuskan KD yang baik adalah sebagai
berikut:
1.

Rumusan tujuan yang dibuat harus berpusat pada siswa, mengacu kepada perubahan
tingkah laku subjek pembelajaran yaitu siswa sebagai peserta didik.

2.

Rumusan KD harus mencerminkan tingkah laku operasional yaitu tingkah laku yang
dapat diamati dan diukur yang dirumuskan dengan menggunakan kata-kata operadional.

3.

Rumusan KD harus berisikan makna dari pokok bahasan atau materi pokok yang akan
diajarkan pada saat kegiatan belajar mengajar
7. Draf awal standar kompetensi untuk perkembangan kurikulum

Sehingga jika digabungkan, standar kompetensi profesi adalah suatu yang bernilai tetap dan
baku yang digunakan untuk mengukur pekerja dalam bidang pekerjaan keahlian tertentu
apakah mampu, berpengetahuan cukup, terampil dan memiliki sikap yang memungkinkan
untuk melaksanakan keahliannya dengan efektif.
Dengan dikuasainya Kompetensi oleh seseorang, maka orang tersebut mampu:

Mengerjakan suatu tugas/pekerjaan (task skill)

Mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan (task


management skill)

Menyelesaikan masalah yang ada dan apa yang harus dilakukan, bilamana terjadi
sesuatu keadaan yang berbeda dengan rencana semula (contingency management
skill)

Menghadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja termasuk


bekerjasama dengan orang lain (job environment skill)

Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau


melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda (transfer skill / adaption skill)

Faktor-Faktor yang mendukung Standar Kompetensi adalah:

Pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan suatu tugas dalam kondisi normal
ditempat kerja.

Kemampuan mentransfer dan menerapkan kemampuan dan pengetahuan pada


situasi dan lingkungan yang berbeda.

Standar kompetensi tidak berarti bila hanya terdiri dari kemampuan menyelesaikan
tugas/pekerjaan saja, tetapi dilandasi pula dengan bagaimana dan mengapa tugas itu
dikerjakan

Cara Penyusunan / Pengembangan Standar Kompetensi


Penyusunan standar kompetensi profesi
Penyusunan standar kompetensi profesi adalah dengan menggunakan metode pendekatan :
Pendekatan Competency-based approach
Yaitu pendekatan yang dibuat dengan mengidentifikasi profil keahlian yang ideal dengan
mempertimbangkan keadaan lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal, serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukungnya.
Penyusunan draft standar kompetensi
Mengingat standar kompetensi pada dasarnya memuat sejumlah unit-unit kompetensi yang
dibutuhkan dalam bidang keahlian/sektor industri tertentu, maka perumusan unit-unit
kompetensi merupakan tahap yang paling menentukan dalam pengembangan standar tersebut.
Pada umumnya penyusunan draf dilakukan oleh kelompok kerja yang memiliki ekpertis
dibidangnya dan, memilki jumlah anggota yang ideal sekitar 15 s.d 21 orang.
Tahap penyusunan standar kompetensi
Standar kompetensi disusun melalui beberapa tahapan, yaitu pembentukan tim pengembang,
pengumpulan referensi, penyusunan draf, validasi draf, pembahasan dalam workshop,
penyempurnaan dan peluncuran versi pertama.
1. Pembentukan tim pengembang
Tim pengembang standar dibentuk dengan mengikutsertakan unsur-unsur praktisi, asosiasi
profesi, asosiasi pengusaha, para pakar, praktisi pendidikan dan pelatihan, serikat pekerja

yang terkait dan sesuai dengan bidang keahlian atau sektor industri yang akan dikembangkan.
Tim pengembang tersebut dapat bersifat ad hoc dan akan berakhir bila telah menyelesaikan
tugasnya.
2. Pengumpulan referensi
Data dan informasi yang berkaitan dengan penyusunan standar seperti uraian
pekerjaan/jabatan, SOP yang terkait, manual, peraturan perundangan-undangan, standar
produksi, kamus istilah, referensi adapatif dan referensi lain yang terkait dengan bidang
keahlian/sektor industri yang akan dikembangkan dikumpulkan dan dipilah berdasar
katagorinya.
3. Penyusunan draf I
Pada tahap ini draf standar kompetensi disusun dengan menetapkan lingkup bidang keahlian,
mengidentifikasi unit-unit kompetensi, merumuskan sub-sub kompetensi untuk setiap unit
kompetensi yang telah diidentifikasi, menetapkan kriteria unjuk kerja untuk setiap
subkompetensi, menetapkan k. ondisi unjuk dan acuan penilaian dan menetapkan level
kompetensi untuk setiap unit yang dirumuskan.
4. Validasi draf I
Draf I yang telah tersusun divalidasikan kepada pihak yang terkait atau stake holder yang
kompeten, untuk memberikan masukan dan koreksi serta keterbacaan dari draf tersebut.
Dalam proses validasi tersebut harus dilakukan secara sistimatis sesuai dengan kelaziman
yang berlaku dalam kegiatan validasi suatu konsep.
5. Workshop
Workshop pengembangan standar kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh masukan
yang lebih komprehensif dari pihak yang terkait dan relevan.. Workshop harus
diselenggarakan secara formal pada tingkat nasional, agar hasil dari kegiatan tersebut
sekaligus sebagai bagian dari serta merupakan wahana untuk sosialisasi sekaligus pengakuan
ataukeberterimaan atas standar kompetensi dimaksud secara nasional.
6. Penyempurnaan hasil
Draf yang telah dibahas dan disepakati dalam workshop disempurnakan pada aspek
penyempurnaan bahasa, kesalahan ketik, peristilahan teknis dan non teknis selanjutnya
dilakukan pengesahan sebagai Standar Kompetensi Versi Pertama
8. Desain program istruksonal kurikulum
a. KONSEPSI DASAR PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL

Model ialah sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau
acuan dalam melakukan sebuah kegiatan. Pengembangan sistem intruksional ialah
proses menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan siswa
berinteraksi sehingga terjadi perubahan perilaku pengembangan sistem ini
memerlukan pemantauan interaksi siswa. Pengembangan senantiasa didasarkan pada
pengalaman. Pengamatan yang sesama dan percobaan yang terkendali. Sedangkan
menurut Twelker, Pengembangan instruksional ialah cara yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangakan dan mengevaluasi seperangkat materi dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua proses
pengembangan, pertama ialah pendekatan secara empiris yang menggunakan dasardasar teori, bahan pengajaran disusun berdasarkan pengalaman pengembang.
Pendekatan kedua ialah dengan pendekatan model. Dalam penyusunan rancangan
pengajaran ada langkah-langkah secara sistem : cara mencapainya dipilihkan caracara tertentu, kondisi tertentu, dan perubahan tertentu.[1]
Ada banyak sekali konsepsi dasar tentang pengembangan sistem intruksional yang
dapat kita jumpai dalam berbagai kepustakaan, yang rumusannya saling berbeda.
Untuk memperoleh pengertian yang komprehensif, berikut ini diberikan beberapa
konsepsi dasar yakni:
AECT (1979: 20) mendefenisikan sebagai berikut:
Pengembangan pembelajaran adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam
desain, produksi, evaluasi, dan pemanfaatan sistem pembelajaran yang
lengkap termasuk komponen-komponennya dan contoh manajemen
penggunaannya.
AETT (dalam Miarso, 1988: 8) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan instruksional adalah pengembangan sumber-sumber belajar
secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku.
Ely (1978: 4) mendefenisikan bahwa:
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis
dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar
mendapatkan pemecahan yang teruji validitas dan praktis bisa dilaksanakan.
.
b. PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Sebagai
bagian
dari
teknologi
pendidikan,
pengembangan
sistem instruksional tentunya mempunyai prinsip dasar yang sama dengan teknologi
pendidikan, yakni: berfokus pada siswa, menggunakan pendekatan sistem, dan
berupaya memaksimalkan penggunaan berbagai sumber belajar.
1.
Berfokus pada siswa
Prinsip ini memandang bahwa, dalam rangka penerapan pengembangan sistem
instruksional, siswa adalah sentral kegiatan pembelajaran. Prinsip ini juga
memandang bahwa dalam setiap proses pembelajaran, siswa hendaknya bertindak
sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa guru
adalah pihak yang pasif. Keduanya harus bertindak aktif.

2.
Pendekatan sistem
Prinsip ini memandang bahwa masalah belajar adalah suatu sistem. Maksudnya,
penanganan terhadap satu komponen pembelajaran dalam rangka pelaksanaan
pengembangan sistem instruksional harus pula mempertimbangkan integrasi
komponen yang lain sehingga diperoleh efek yang sinergistik untuk memecahkan
masalah-masalah belajar.
3.
Pemanfaatan sumber belajar secara maksimal
Prinsip ini memandang bahwa semua komponen sumber belajar baik pesan, orang,
bahan, peralatan, teknik, dan latar harus dimanfaatkan secara luas dan maksimal
dalam rangka memecahkan masalah-masalah belajar sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
c. TINGKATAN PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Beberapa tingkatan pengembangan sistem instruksianal dapat kita lihat sebagai
berikut:
1.
Tingkatan Sistem
Pengembangan sistem instruksianal tingkatan sistem ini dimaksudkan untuk
menghasilkan sistem pembelajaran yang besar. Kegiatan biasanya berangkat dari nol,
yakni tidak adanya sistem tersebut sampai dengan dihasilkannya suatu sistem.
Kegiatan ini didahului dengan kegiatan awal yang mendalam dan menyeluruh, yang
meliputi: analisis kebutuhan, analisis topik, serta analisi tugas. Kegiatan ini tidak
hanya berbicara masalah pembelajaran saja tetapi juga masalah pendidikan secara
keseluruhan. Masalah yang mendorong dilakukannya kegiatan ini bukan hanya
sekedar masalah pembelajaran, melainkan keseluruhan sistem pendidikan dan latihan
yang dihadapi oleh lembaga yang bersangkutan. Sedangkan sistem pendidikan/latihan
yang menyeluruh itu meliputi masukan mentah (siswa/peserta), jumlah dan
kualifikasinya; masukan instrumental (kurikulum/program, fasilitas, dana, dan
lainnya); proses/pelaksanaan kegiatan pendidikan/latihan itu sendiri; serta hasil itu
yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Oleh karena itu kegiatan ini melibatkan
banyak orang terdiri dari ahli teknologi pembelajaran, ahli bidang studi, guru, dan
sebagainya.
2.
Tingkatan Kelas
Pengembangan sistem instruksianal tingkat kelas ini pada hakikatnya adalah
merupakan penjabaran lebih lanjut dari pengembangan sistem instruksianal tingkatan
sistem untuk dilaksanakan dalam tingkatan kelas. Dengan kata lain, pengembangan
sistem instruksianaltingkatan kelas ini adalah identik dengan penyusunan persiapan
mengajar oleh guru untuk satu atau lebih topik tertentu. Kegiatan awalnya sangat
sederhana, biasanya berupa penilaian tingkat kemampuan awal siswa. Pada
pengembangan sistem instruksianal tingkatan kelas ini diasumsikan bahwa

kurikulum/program pembelajaran, fasilitas, siswa/peserta latihan, pengajar, dan


sebagainya.
3.
Tingkatan Produk
Tujuan pengembangan sistem instruksianal tingkatan produk ini adalah untuk
memproduksi satu atau lebih produk pembelajaran tertentu. Oleh karena itu, kegiatan
ini didahului dengan mengkaji masalah-masalah pembelajaran yang ada untuk
mengetahui masukan yang diperlukan. Hasil kegiatan ini berupa paket pembelajaran
seperti modul, media audiovisual, dan lain-lain bahan belajar yang bentuknya
disesuaikan dengan karakteristiknya.
4.
Tingkatan Organisasi
Pengembangan sistem instruksianal tingkat organisasi ini dimaksudkan tidak hanya
untuk meningkatkan pembelajaran, tetapi juga memodifikasi atau mengubah
organisasi dan personil suatu lembaga atau organisasi ke situasi yang baru agar
efektivitas dan efisiensi organisasi tersebut meningkat.
Kegiatan ini diawali dengan bertolak dari analisis pekerjaan, atau analisis isi ajaran.
Analisis ini akan menghasilkan tiga kemungkinan, yakni:
Perlunya diklat khusus diluar pekerjaan karena ada sejumlah kemampuan yang
belum dikuasai.
Perlunya latihan dalam jabatan karena ada sejumlah kemampuan khusus yang
harus dikuasai.
Perlunya ada pengawasan dan pembinaan yang ketat dalam pelaksanaan
pekerjaan karena dituntut adanya ketepatan perbuatan dalam suatu tugas.

Pengembangan intruksional mengandung tiga pokok :


Kegiatan penentuan masalah dan perorganisasian masalah un tuk memecahkan
masalah, meliputi kegiatan: anlisa kebutuhan mahasiswa, identifikasi
karakteristik mahasiswa.
Kegiatan analisis dan pengembangan pemecahan masalah, meliputi kegiatan :
perumusan tujuan intruksional, analisi tugas dan jenjang belajar, strategi
intruksional, pemilian media, dan pengembangan prototip.
Kegiatan evaluasi pemecahan masalah, meliputi kegiatan : uji coba, review,
dan revisi, implementasi, serta evalusi.
Model pengembangan intruksiaonal adalah sebagi berikut:
Model pengembangan intruksional Briggs
Model Banathy
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)
Model Gerlach dan Ely
Model Kemp
Model IDI (Intruksional Development Intruksional)

9. Penyusunan GBPP dan metric SAP untuik kurikulum

Penyusunan Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)


a. Tujuan Khusus Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada
Kegiatan
Pembelajaran-4 ini, ANDA diharapkan dapat:
Menjelaskan pengertian Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP).
Menjelaskan komponen Garis Besar Program Pembelajaran
Mengembangkan Garis Besar Program Pembelajaran untuk satu mata diklat/
mata kuliah/ mata pelajaran dan Rencana Program Pembelajaran untuk satu
pertemuan tatap muka.
b. Uraian Materi Garis Besar Program Pembelajaran
Pengertian
Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) adalah cetak biru (blue print) suatu mata
pelajaran, mata diklat ataupun mata kuliah. GBPP sering disebut sebagai course outline atau silabus, merupakan program pengajaran untuk satu matakuliah/mata diklat/
mata pelajaran untuk diajarkan selama satu periode waktu (semester, tahun). Dengan
membaca GBPP kita bisa memperoleh petunjuk secara keseluruhan mengenai tujuan
dan ruang lingkup materi yang harus diajarkan atau profil dari mata pelajaran, mata
diklat ataupun mata kuliah tersebut.
Bila istilah kurikulum kita maknai sebagai seperangkat pengalaman belajar yang akan
diperoleh peserta didik pada satuan waktu tertentu, maka GBPP adalah dokumen inti
dari sebuah kurikulum disamping dokumen pelengkapnya seperti pedoman
pemanfaatan dan lainnya. Sementara itu menurut Kepmendiknas No.232/U/2000
(dalam Ditjen Dikti,
2008) kurikulum didefinisikan sebagai berikut :
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana danpengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta carapenyampaian dan penilaian yang
digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
perguruan tinggi.
Kurikulum adalah sebuah program yang disusun dan dilaksanakan untuk
mencapaisuatu tujuan pendidikan. Jadi kurikulum bisa diartikan sebuah program yang
berupadokumen program dan pelaksanaan program. Sebagai sebuah dokumen
kurikulum (curriculum plan) dirupakan dalam bentuk rincian matakuliah, silabus,
rancangan pembelajaran,

5. Evaluasi kurikulum
Definisi Evaluasi Kurikulum
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu
penulis mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara
per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi
menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang

manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan
evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid
dan reliabel untuk membuat keputusan tentang suatu program. Rutman and Mowbray
1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai
implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat
keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari
definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan
prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas
suatu program.1Sedangkan pengertian kurikulum adalah :
Worthen & Sanders, 1987 : 41-49
Evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu mengambil keputusan
dan di dalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang dimaksudkan dengan
pengambilan keputusan
Tyler (1949)
Evaluasi kurikulum adalah upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada
hasil belajar (behavior).
Orint, M. (1993)
Evaluasi kurikulum adalah memberikan pertimbangan berdasarkan kriteria yang
disepakati dan data yang diperoleh dari lapangan.
Cronbach (1980)
Evaluasi kurikulum adalah proses pemeriksaan sistematis terhadap peristiwa yang terjadi
pada waktu suatu kurikulum dilaksanakan dan akibat dari pelaksanaan pengembangan
kurikulum tersebut.
Meyer (1989)
Evaluasi kurikulum sebagai suatu usaha untuk memahami apa yang terjadi dalam
pelaksanaan dan dampak dari kurikulum.
Longstreet dan Shane (1993)
Evaluasi kurikulum adalah pemberian pertimbangan untuk mencapai kesuksesan.
Mawid Marsan (2004 : 41)
Evaluasi kurikulum adalah sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai
suatu kurikulum untuk diguanakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari
kurikulum dalam suatu konteks tertentu.
Grayson (1978)

kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes)yang


diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur
untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk
mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan
dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan
dapat tercapai;e. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan
pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum
berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga
yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh
program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan
efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses
penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk
membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing
komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam
kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan
penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik,
menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan
penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan,
menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai
kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang
lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk
menguji teori atau membuat teori baru.
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut
(outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic
evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang
paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah apakah
kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya? dan bagaimanakah pengaruh
kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?. Sedangkan fokus
evaluasi intrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum,
evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa
yang menjalankan kurikulum tersebut.
2. Tujuan Evaluasi Kurikulum

Menentukan efektivitas suatu kurikulum/program pembelajaran


Menentukan keunggulan dan kelemahan kurikulum/program pembelajaran
Menentukan tingkat keberhasilan pencapaian hasil belajar peserta didik
Menentukan masukan untuk memperbaiki program
Mendeskripsikan kondisi pelaksanaan kurikulum
Menetapkan keterkaitan antarkomponen kurikulum

3. Fungsi Evaluasi Kurikulum

Menurut Tyler :

Untuk memperbaiki kurikulum (melalui hasil belajar evaluasi produk)


Menurut Cronbach :
Untuk memperbaiki kurikulum dan memberi penghargaan
Menurut Scriven :

Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang adaScriven membedakan evaluasi


kurikulum dalam 2 fungsi yakni Fungsi Formatif dan Fungsi Sumatif

Fungsi Formatif : dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi diarahkan untuk


memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang dikembangkan
Fungsi Sumatif : dilaksanakan apabila kurikulum telah dianggap selesai
pengembangannya (evaluasi terhadap hasil kurikulum)

Evaluasi Sebagai Kajian Akademik


Bidang kajian akedemik adalah bidang yang banyak di geluti oleh para akademisi di
perguruan tinggi. Mereka membahas berbagai aspek filosofis, teoritis, pendekatan,
prosedur, dan model evaluasi kurikulum. Mereka membahas itu dalam ruang-ruang kuliah
yang menjadi wilayah kerja mereka tetapi tidak jarang dari mereka menjadi pelaksana
evaluasi kurikulum dan terlibat dengan berbagai hal yang berkaitan dengan koefesien
evaluasi kurikulum. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak dari mereka yang
juga menjadi anggota profesi evaluasi.
Evaluasi Sebagai Profesi
Bidang profesi evaluasi kurikulum adalah bidang yang digeluti oleh para evalutor yang
berpikir, bekerja, dan melaksanakan evaluasi di lapangan. Mereka adalah juga kelompok
orang yang melakukan pemikiran mengenai filosofi, tujuan, pendekatan, prosedur, model
dan etika evaluasi. Terkadang mereka lebih banyak mencurahkan perhatian, waktu dan
tenaga untuk melaksanakan suatu kegiatan evaluasi dibandingkan berpikir mengenai
aspek, filosofis, teoritis, dan pengembangan model. Mereka sangat terikat dengan etika
profesi dalam melakukan tugasnya.
Evaluasi Sebagai Kebijakan Publik
Bidang kebijakan publik terutama berkenaan dengan upaya hukum para akademisi,
pemegang profesi, dan pengambil keputusan untuk memperjuangkan kebijakan mengenai
ebaluasi kurikulum. Mereka bekerja dalam memperjuangkan status hukum untuk evaluasi
kurikulum. Keberadaan ketentuan-ketentuan legal yang berkenan dengan kewajiban
menggunakan evaluasi untuk suatu pertanggung jawaban publik dari suatu upaya
pengembangan kurikulum adalah produk yang dihasilkan oleh mereka yang bekerja untuk
kurikulum sebagai kebijakan publik. Lahirnya berbagai ketentuan mengenai evaluasi
satuan pendidikan, proses pendidikan dan hasil pendidikan yang ditetapkan dalam UU
No. 20 tahun 2003, misalnya adalah salah satu contoh produk hukum yang menempatkan
evaluasi sebagai suati kebijakan publik.

TUGAS MATA KULIAH DESAIN


KURIKULUM
RANGKUMAN

DI SUSUN OLEH
INDAH KURNIA
11340050

DIV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2014

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001
A. S, Homby, Oxford Advanced Learner Dictionary Of Current English, Oxford University
Press :New York, 1995.
Nasution. S. 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara.
Jakarta.
Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Badan Nasional Sertifikasi Profesi Tahun
2005
Wahyudin.2011.Komponen-komponen Kurikulum Online
http://whyfaqoth.blogspot.com/2011/07/komponen-komponen-kurikulumdan.htmlDiakses tanggal 23 Pebruari
http://www.sutisna.com/pendidikan/kurikulum/fungsi-kurikulum/
Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
Hutapea, Parulian dan Nurianna Thoha, 2008. Kompetensi Plus, Teori, Desain, Kasus, dan
Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Uratari, Retno, 2011. Taxonomy, Apa dan Bagaimana Pengunggunaannya.
http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/766_1-Taksonomi Bloom
Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pelayanan Profesional Kurikulum 2004.
Jakarta
Lembaga Administrasi Negara. 2009. Rancang Bangun Program Diklat. Bahan Diklat Bagi
Pengelola Diklat. Jakarta
Mulyana, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Smith, Andrew. 2000. Training and Development In Australia. Butterworths. Sydney

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran.
Rajawali Pers. PT Rajagrafindo Persada
Peraturan Pemerintah No.101/2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil
Undang-Undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai