Anda di halaman 1dari 10

SINDROM MEIGS

Sindrom meigs didefinisikan sebagai trias dari tumor ovarium jinak


dengan ascites dan efusi pleura yang ada setelah terjadinya reseksi dari tumor
tersebut. Tumor ovarium pada sindrom meigs adalah suatu tumor jinak (fibroma).

Patofisiologi ascites pada sindrom meigs masih merupakan spekulasi.


Meigs menduga bahwa iritasi dari peritoneum dari tumor ovarium yang keras dan
solid menstimulasi produksi cairan peritoneum. Samanth dan Black menemukan
bahwa ascites hanya terdapat pada tumor dengan diameter lebih dari 10 cm
dengan komponen myxoid sampai struma. Mekanisme lain yang diajukan adalah
tekanan langsung pada aliran limfe atau vena, stimulasi hormonal, dan torsi
tumor. Terjadinya ascites dapat juga disebabklan oleh pelepasan mediatormediator (seperti activated complements histamine fibrin degradation products)
dari tumor, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.

Etiologi dari efusi pleura


Etiologi dari efusi pleura tidak jelas. Teori dari Efskind dan Terade dkk
mengatakan bahwa cairan ascites berpindah melalui transdiaphragmatic
lympathic channels. Besarnya efusi pleura sebanding dengan jumlahnya ascites.
Cairan ascites dan efusi pleura pada sindrom meigs dapat berupa transudat atau
eksudat. Meigs melakukan elektroforesis pada beberapa kasus dan menemukan
bahwa pada dasarnya cairan pleura dan cairan ascites mempunyai sifat yang
sama.

Etiologi dari fibroma Ovarium


Semua tumor ovarium yang padat adalah neoplasma tetapi tidak semua
ganas meskipun semuanya mempunyai potensi maligna. Potensi menjadi ganas
sangat berbeda pada berbagai jenis, umpamanya sangat rendah pada fibroma
ovarium dan sangat tinggi pada teratoma embrional yang padat. Frekuensi
fibroma ovarium 5 % dari semua neoplasma ovarium dan paling sering
ditemukan pada penderita dalam masa menopause dan sesudahnya. Gambaran
klinik tumor dapat mencapai diameter 2-30 cm, dan beratnya dapat mencapai 20
kg dengan 90 % unilateral. Permukaan tidak rata, konsistensi keras, warna merah
jambu keabu-abuan.
Ketika suatu massa pada ovarium berhubungan dengan sindrom meigs
dan peningkatan kadar serum CA-125, dapat diduga adanya proses keganasan.
Hasil negatif pada pemeriksaan sitologi dari efusi asites, tidak adanya implantasi
peritoneal, dan hasil histologi jinak akan dapat membatasi prosedur bedah.
Keputusan ini harus dibuat oleh seorang ahli bedah ginekologi yang
berpengalaman atau ahli onkologi ginekologi.
Terdapat laporan kasus sindrom pseudo-Meigs yang berhubungan dengan
struma ovarii ganas dan peningkatan kadar CA-125. Pilihan untuk tidak
melakukan terapi tambahan layak diterapkan setelah pelaksanaan operasi yang
optimal dan diberikan prosedur staging yang memadai untuk keadaan yang
biasanya jinak secara klinis dan insiden metastasis pada ovarii struma ganas yang
masih rendah. Diperlukan konseling pasien secara hati-hati.

Struma ovarii merupakan suatu penyebab yang jarang dari ascites,


hidrotoraks, peningkatan kadar CA-125, dan hipertiroidisme. Kondisi yang
langka ini harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada pasien yang
mengalami asites dan efusi pleura tetapi dengan hasil tes sitologi yang negatif.
Kombinasi dari ascites, efusi pleura, peningkatan kadar CA-125, dan tidak
adanya tumor pada pasien penderita lupus eritematosus sistemik adalah salah satu
sindrom Tjalma atau karena migrasi Filshie menjadi sindrom pseudo-meigs.

Gambaran Radiologi Sindrom Meigs:


1. Foto thorax
- Menunjukkan adanya efusi pleura

Gambar Rontgen thorax menunjukkan efusi pleura sisi kiri.

2. USG Abdomen dan Pelvis

Gambaran USG Sindrom Meigs

3. CT Scan Abdomen dan Pelvis

Untuk mengkonfirmasikan adanya ascites dan ovarium, uterus, tuba

fallopi, atau broad ligament mass


Tidak ditemukan adanya tanda-tanda metastase jauh

Gambaran CT Scan Sindrom Meigs

4. MRI

Gambaran MRI Sindrom Meigs


PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang
menyumbang kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG).
Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang
progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus
mempertahankan

LFG

menerusi

hiperfiltrasi

dan

mekanisme

kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi.


Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk
mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga
bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG
menurun pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma
akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar
normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora,
2010).
Bagian

nefron

yang

masih

berfungsi

yang

mengalami

hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah


menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai terjadi
karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang
seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan
menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis
segmental dan fokal (Arora, 2010).
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan
ginjal yang bersifat progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2. Nefrotoksin dan hipoperfusi
ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir
metabolisme

protein

yang

normalnya

diekskresi

melalui

urin

tertimbun

dalam

darah.

Ini

menyebabkan

uremia

dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak


timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang
terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan
penurunan kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan
penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin
serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein
dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus
yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan

ureum

kreatinin

yang

sampai

ke

otak

bisa

mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf,


terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea nitrogen (BUN)
biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak
dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan
tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif.
Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan
asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya
natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini
menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga
perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya
fungsi

ginjal,

terjadi

asidosis

metabolik

akibat

ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi


penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan
anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal
terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal
dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan
yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi
(Smeltzer, 2001).

PATOFISIOLOGI UDEM PARU


Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah
kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat
terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada
cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian
dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area
yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana
oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam
darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya
mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan
cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak
faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut

cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk


sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

GAMBARAN RADIOLOGI UDEM PARU


Edema paru alveolar

Edema paru intersisial

Anda mungkin juga menyukai