Anda di halaman 1dari 68

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

DAFTAR

ISI

Daftar Isi

Dari Redaksi

Surat Pembaca 4
Liputan khusus
l Kiat Sukses (Apoteker) Gubernur Sulteng 5
l Farmasi Klinis di Sulawesi Tengah
7
l Potret Apoteker Komunitas di Palu 9
IYPG

l Bakti Sosial Young Pharmacisy Group 10

l Jurnal Sains Farmasi & Klinis:

Ketakjuban Ketua PP IAI


28
l Pelantikan para Pengurus Cabang IAI
dan latihan Kepemimpinan Profesi 29
INFO
l Bukittinggi Siap Menyambut
Apoteker se Tanah Air
30
l Sertifikasi dan Resertifikasi
Kompetensi Apoteker Indonesia 37
l Kandidat Utama Vaksin Ebola
40
l Manfaat Teh Hijau Bagi Pasien
Diabetes Mellitus
54
TOKOH

berita

l Pengurus Baru PT ISFI Penerbitan 22


l Kemitraan dalam Pengawasan Obat

dan Makanan
23
l Rakernas BPOM 2015
24
l Apoteker Cilik dari DIY
34
l Yudisial review UU Tenaga Kesehatan
oleh Asisten Apoteker
63
laporan utama
l UU Jaminan Produk Halal: dari

Sukarela menjadi Wajib

l Hukum Alkohol dalam Obat


l Langkah-langkah meraih Sertifikat

13
16

l Syahriar Harun : Tokoh Perintis

Pendidikan Farmasi Sumatera Barat 32

KOLOM
l Revolusi Sistem Yankes
l Tantangan Profesi Apoteker di Era

17

dibutuhkan
l Kegalauan Industri Obat
memperoleh Sertifikat (Halal)
l Industri berlabel Halal dari Negara
Tetangga

17

l Hiperurisemia Kronik namun alergi

18

l Peran Farmasis Kasus Gagal Ginjal

19

PD IAI
l PD IAI Sumbar: Perhelatan Tiga Karya 28

36

Masyarakat Ekonomi ASEAN:


Kembalinya saudara kandung profesi
kesehatan
56
l Membangun Budaya Apoteker
Bertanggung Jawab
58
l Gaji atas ke-tidak-elok-an Apoteker
halal atau haram ?
65

(Halal)

l Auditor Halal dari Apoteker banyak

15

7
42

TEROPONG
Allopurinol, apa solusinya?

44

Kronik

46

TOPIK KHUSUS
l Penggunaan Obat Off-label

tantangan untuk Apoteker


RESENSI

l Imunulogi & Virologi edisi revisi

50
12

LENSA
l Resertifikasi, Topik Utama Stand IAI

di Pameran CPhI

60

AGENDA

62

Gambar sampul depan:


LONGKY DJANGGOLA
Foto : Azril Kimin
Disain: Ramli Badrudin

Bagi anggota IAI yang berminat untuk mendapatkan Majalah MEDISINA


dapat memesan langsung ke PT. ISFI Penerbitan melalui Fax. 021-56943842
atau e-mail: ptisfipenerbitan@yahoo.com dengan mengirimkan bukti
pembayaran + ongkos kirim, atau bisa juga melalui Pengurus Daerah IAI
masing-masing ecara kolektif.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

DARI

Media Informasi Farmasi Indonesia

Ikatan Apoteker Indonesia


Majalah MEDISINA Media Inform asi
Farmasi Indonesia merupakan media
komunikasi yang diterbitkan oleh Pengurus
Pusat IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)
melalui PT. ISFI Penerbitan.
MEDISINA terbit setiap tiga bulan sekali
pada minggu pertama.
Pelindung :
Drs. Nurul Falah E. Pariang, Apt.,
Redaktur Kehormatan:
Drs. Saleh Rustandi, Apt.
Noffendri, S.Si., Apt
Dra, Aluwi Nirwana Sani, M.Pharm, Apt
Dra. Mayagustina Andarini, M. Sc., Apt
Dra. R. Detty Yuliati, Apt
Liliek Yusuf Indrajaya, S.Si, S.E., MBA, Apt
Dra. Ellen Wijaya, Apt, MS, MM
Dra. Evie Yulin, Apt
Kombes Pol. Drs. Sutrisno Untoro, Apt
Pemimpin Umum:
Noffendri, SSi, Apoteker,
Pemimpin Redaksi:
Drs. Azril Kimin, Sp.FRS, Apt
Sidang Redaksi:
Dra. Sus Maryati, Apt, MM
Drs. Ibrahim Arifin, Apt.
Staf Redaksi:
Mittha Lusianti, S Farm, Apt.
Dra. Tresnawati, Apt
Keuangan:
Dra. Eddyningsih, Apt.,
Staf Khusus:
Drs. Husni Junus, Apt.
Layout & Desain:
Dani Rachadian, Ramli Badrudin
Alamat Redaksi :
Jl. Wijaya Kusuma No. 17 Tomang
Jakarta Barat,
Telp./Fax.: 021-56943842,
e-mail: ptisfipenerbitan@yahoo.com.

REDAKSI

etika Medisina no 22 ini beredar, Rakernas dan Pekan Ilmiah


Tahunan IAI 2015 tinggal menghitung hari. Lebih seribu
apoteker dari seluruh pelosok Indonesia akan menghadiri
acara yang juga merupakan ajang untuk menambah wawasan
perkembangan profesi farmasi agar sejawat apoteker lebih profesional dalam
melaksanakan praktek kefarmasian. Walau bukan satu-satunya sumber,
Pekan Ilmiah Tahunan 2015 diharapkan dapat menjaga semangat apoteker
di tanah air untuk selalu meningkatkan kompetensinya, agar masyarakat
sangat terbantu dengan keberadaan apoteker.
Sumatera Barat yang belum pernah melaksanakan acara kefarmasian
bertaraf nasional kali ini akan menjadi tuan rumah. Karena itu beberapa
artikel dalam Medisina nomor ini banyak memotret kegiatan sejawat kita
di Sumatera Barat, yang mungkin dapat menambah inspirasi sejawat lain
daerah dalam memajukan organisasi. Juga kami tampilkan tokoh pendidikan
farmasi di Sumatera Barat, Prof. Syahriar Harun.
Masalah produk Halal kami jadikan sebagai laporan utama Medisina
kali ini. Kami tertarik menurunkan laporan ini karena terdapat perubahan
mendasar untuk mendapatkan sertifikat halal di Indonesia. UU No. 33
tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal telah merubah sifat sukarela
untuk mendapatkan sertifikat halal menjadi kewajiban. Bukan hanya
makanan yang beredar di Indonesia kelak harus bersertifikat halal, tetapi
juga obat dan jasa. Yang tentunya menimbulkan problema baru bagi
industri farmasi di tanah air.
Kami juga menampilkan laporan perjalanan Medisina di Sulawesi
Tengah. Anggapan bahwa tempat yang lokasinya jauh dari Jakarta pasti
ketinggalan dalam perkembangan praktek kefarmasian ternyata tidak benar.
Penghargaan terhadap profesi apoteker dari pelbagai sisi sangat terasa. Peran
Longky Janggala sebagai gubernur Sulawesi Tengah tak bisa diabaikan dalam
meningkatkan pengabdian apoteker sehingga memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat di sana. Karena itu pula, selain tulisan
tentang kiprah beliau, fotonya kami pasang sebagai cover majalah Medisina
no 22.
Berbeda dengan sebelumnya, banyak artikel menarik yang ditulis para
pakar kefarmasian secara popular pada Medisina nomor ini. Di antaranya
tulisan Prof. Zullies Ikawati, Prof Maksum Raji, dan DR. Mahdi Jufri yang
dekan Fakultas Farmasi UI. n

No. Rekening:
a/n. PT. ISFI Penerbitan,
BCA KC. Tomang : 310 300 9860.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

SURAT

PEMBACA

Apayang mesti
saya lakukan
mengingat
memperoleh
sertifikat
kompetensi
lewat SKPA tidak
ada lagi?.
Tanya:
Saya adalah apoteker lulusan tahun
2000. Semenjak menamatkan kuliah
saya tidak pernah bekerja, dan saat ini
saya mendapat tawaran untukmenjadi
penanggung jawab apotek yang
akan didirikan. Namun langkah saya
terkendala karena belum mempunyai
sertifikat kompetensi. Apayang mesti
saya lakukan agar saya dapat bekerja
sebagai penanggung jawab apotek
mengingat memperoleh sertifikat
kompetensi lewat SKPA tidak ada lagi?
Budi R - Bandung

- Bila anda sama sekali belum


pernah memperoleh sertifikat
kompetensi , anda harus mengikuti
ujian Objective Structure Clinical
Examination, OSCE terlebih dahulu
(lihat halaman 39-41)

Bagaimana mencapai target 70 SKP


resertifikasi?
Tanya:
Saya berminat untuk resertifikasikompetensi sebelum 30 Juni 2015 yang hanya
memerlukan 70 SKP. Sayangnya SKP seminar yang saya miliki hanya berjumlah
9. Adakah seminar yang jumlah SKP nya besar dalam waktu dekat ini? Bagaimana
saya dapat mencapai target 70 SKP sebelum jadwal resertifikasi tersebut berakhir?
Rini - Medan
- Agar dapat mengikuti resertifikasi 70 SKP yang batas akhirnya 30 Juni 2015, anda
harus menambah SKP pembelajaran 51 dan SKP Pengabdian 10. Untuk mencapai
kekurangan 51 SKP pembelajaran dapat ditempuh melalui
a. Mengikuti Rakernas tgl 7 - 10 Mei 2015 di Bukittinggi anda akan mendapat
25 SKP.
b. Mengikuti seminar yg bersamaan dg Konpercab atau Rakercab akan
mendapat 6 SKP bila yang bersangkutan bukan anggota cabang tersebut.
c. Melakukan diskusi kasus/kajian peer review akan mendapatkan 2 SKP. Jadi
kalau bisa melaksanakan seminggu sekali sampai pertengahan juni minimal
dapat 20 SKP.
d. Untuk pengabdian lakukan penyuluhan 4 kali sudah dapat 12 SKP.

Saya ingin berlangganan Medisina


edisi cetak, bagaimana caranya?
Tanya :
Saya mengapresiasi dengan adanya Medisina karena bermanfaat bagi saya karena
banyak memberikan informasi dan pengetahuan tentang kefarmasian. Saya
berminat berlangganan Medisina. Bagaimana caranya?.
1. Syarifah Arifah - Bogor
2. ratya thampu - ratyathampu@gmail.com
- Terima kasih atas apresiasinya. Untuk berlangganan Medisina hanya dikenakan
biaya Rp. 90.000,- saja (untuk 4 edisi) belum termasuk ongkos kirim. Transfer
uang langganan ke Bank BCA rekening no. 3103009860 atas nama PT. ISFI
Penerbitan. lalu memberikan copy bukti transfer lewat email atau fax ke PT ISFI
Penerbitan. Besarnya ongkos kirim tergantung dimana daerah lokasi anda. Jika
anda memberitahu alamat pengiriman, kami segera mengirimkan berapa biaya
langganan yang akan anda transfer. Terima kasih.Untuk info lebih jelas silakan
telepon ke redaksi Medisina.

Redaksi menyediakan ruang untuk para pembaca untuk menymbangkan tulisan baik itu
artikel, berita, kolom, dan sebagainya untuk dimuat di majalah MEDISINA. Tulisan yang
dimuat tetap selaras dengan visi dan misi majalah MEDISINA, sehingga kami dari redaksi
berhak untuk melakukan pengeditan seandainya dianggap perlu. Naskah dikirim via e-mail ke alamat ptisfi penerbitan@
yahoo.com. untuk informasi hubungi Redaksi MEDISINA telepon: 021-56943842, Untuk setiap tulisan yang dimuat
akan mendapatkan imbalan yang pantas dari Redaksi. Selamat berkarya dan terima kasih.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

liputan
Ketika mengunjungi Sulawesi
Tengah pada April 2015
kemarin, Medisina banyak
mendengar dari petugas
hotel, supir taksi dan orang
kebanyakan perihal gubernur
Sulteng, Longky Djanggola.
Semuanya mengaku dan
memuji kemajuan Sulawesi
Tengah sejak Longky Djanggola
menjadi gubernur. Kenyataan
tentang baiknya kinerja, dan
kenyataan Longky juga seorang
apoteker, membuat Medisina
menampilkan beliau menjadi
sampul majalah Medisina
nomor ini.

ongky Djanggola adalah


apoteker lulusan Farmasi
Universitas Indonesia
tahun 1983 yang kini
menjadi gubernur Sulawesi Tengah.
Pria berbadan tegap kelahiran 13
Agustus 1955 ini terpilih sebagai
gubernur Sulawesi Tengah periode
2011-2015 setelah memenangi
Pilkada pada tahun 2011. Ia juga
merupakan sumando orang Minang,
karena beristrikan Zalzulmida Aladin
kelahiran Pariaman, Sumatera Barat.
Longky Djanggola merupakan
putra daerah Sulawesi Tengah, provinsi
terbesar di pulau Sulawesi, dengan

khusus

Kiat Sukses (Apoteker)

Gubernur Sulteng
luas wilayah daratan 61.841,29 km2
dengan luas keseluruhan 189.480
km2 yang terdiri dari 13 kabupaten/
kotamadya.
Sejak muda Longky Djanggola
banyak memimpin organisasi. Ia
pernah sebagai Ketua Presidium
Pemuda Pancasila, pengurus ICMI,
Sulteng. Sebenarnya takdir yang
membawa Longky menjadi Gubernur.
Awalnya ia pegawai negeri setelah
lulus SAA di Makasar tahun 1971.
Beberapa tahun setelah bekerja, ia
dikirim pemda Sulteng ke Jakarta
untuk sekolah di jurusan farmasi
FIPIA UI. Setelah meraih apoteker, ia
ditugaskan sebagai Kepala Perwakilan
Pemda Sulawesi Tengah di Jakarta
selama 5 tahun. Pada 1989 Longky
kembali ke Palu, ditugaskan di Dinas
Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah
sebagai Kepala Tata Usaha. Sembilan
tahun kemudian ia diangkat sebagai
Kepala Biro Humas Pemda Sulawesi
Tengah. Ketika terjadi pemekaran
wilayah pada tahun 2003, Longky
ditunjuk gubernur Sulteng saat itu
menjadi pejabat bupati Kabupaten
Parigi Moutong yang baru terbentuk.

Gubernur Longky membuka Konferensi Daerah IAI Sulteng

Saat dilangsungkan pilkada pertama


di sana beberapa bulan kemudian,
rakyat memilihnya sebagai bupati.
Jabatan bupati Parigi Moutong
diembannya dalam 2 periode (20032011). Usai jadi bupati ia didapuk
Prabowo Subianto dari Gerindra
dan beberapa partai lain untuk maju
sebagai calon gubernur. Saat ini
Longky memang merupakan satusatunya kader Gerindra yang menjadi
gubernur di Indonesia. Kedekatannya
dengan Prabowo Subianto disebabkan
sama-sama membesarkan IPSI (Ikatan
Pencak Silat Indonesia)

Longky dan bendera


putih.
Keberhasilan Longky Djanggola
membangun Sulawesi Tengah diakui
juga oleh apoteker senior di Palu,
Abdul Karim Hanggi yang sekarang
menjadi komisaris Utama BPD
Sulteng. Karim Hanggi adalah mantan
anggota DPR, mantan Ketua ISFI
Sulteng, dan mantan Ketua Partai
Hanura Sulteng. Ia menyebut Longky
Djanggola sebagai gubernur yang

Abdul Karim Hanggi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

liputan

khusus

teliti, pekerja keras, dan sangat peduli


kepada rakyatnya. Menurut Karim
Hanggi, apabila gubernus Longky
melakukan perjalanan ke daerah dan
berpapasan dengan bendera putih
pertanda ada warga meninggal dunia
di desa manapun, gubernur Longky
segera berhenti dan mengucapkan
belasungkawa kepada keluarga
almarhum. Ketika Karim Hanggi
bertanya mengapa ia melakukan itu
untuk orang yang tak dikenalnya,
gubernur Longky menjawab: Pak
Karim, yang meninggal itu kan
saudara kita juga.
Longky Djanggola yang dahulu
kuliah dan memperoleh gelar
apoteker dari Universitas Indonesia
juga dikenal luwes bergaul dan selalu
mengakomodir keinginan masyarakat
Sulawesi Tengah. Karena itu pula
kebringasan masa yang berdemo
seperti di propinsi tetangganya
(Sulawesi Selatan) tak pernah terjadi
di Sulawesi Tengah. Pembangunan
infrastruktur yang dilakukannya
membuat banyak investor melirik dan
menanamkan modalnya di Sulawesi

tengah yang tadinya merupakan


prioritas terakhir para investor.
Hotel internasional berbintang mulai
bermunculan, yang menandakan
meningkatnya kunjungan pebisnis
andal ke Sulawesi Tengah.
Ketika Medisina bertanya kepada
gubernur Longky Djanggola apa yang
menyebabkan ia sukses memimpin
Sulawesi Tengah, beliau menjawab
Kiat membangun saya sederhana:
kerja tulus, ikhlas dan betul-betul
direncanakan serta memanfaatkan
para pakar untuk membangun
Sulawesi tengah. Dalam bekerja kita
harus sungguh-sungguh dan bisa
dipertanggung jawabkan
Longky Djanggola menambahkan,
Saya beruntung pernah kuliah
di Fakultas farmasi UI yang telah
mendidik saya untuk menjadi seorang
yang teliti, telaten dan konsisten lewat
kuliah dan praktek yang berhubungan
dengan obat dan racun. Saya menjadi
sabar karena terlatih berjam-jam di
laboratorium menunggu reaksi kimia.
Saya menjadi konsisten berkat Ilmu
pasti yang ada di fakultas farmasi.

Dalam ilmu pasti satu tambah satu


adalah dua, beda dengan ilmu politik.
Pendidikan itu telah membawa saya
berhati-hati dalam memimpin.
Walau sudah menjadi orang
nomor satu di Sulawesi Tengah,
Longky Djanggola masih peduli
dengan kegiatan apoteker setempat.
Ketika PD IAI Sulsel melakukan
Rakerda pebruari kemarin ia
menyempatkan hadir dan memberikan
sambutan walau kegiatannya
sebagai gubernur sangat padat. Di
samping itu, pada tahun 2011 ia
sudah mengeluarkan Peraturan yang
memberikan jasa pelayanan farmasi
Klinis dan PIO lewat Pergub no.
50 tahun 2011 dan Pergub No. 51
tahun 2011, yang kelak terbukti
memudahkan dan menggairahkan
pengabdian farmasi klinis di Sulteng
dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat
Pada PIT & Rakernas IAI 7 Mei
mendatang di Bukittinggi, gubernur
Sulawesi Tengah ini juga akan
memberikan presentasi di hadapan
apoteker Indonesia.nAK

Gubernur Longky Djanggola menerima buku terbaru dari PT ISFI Penerbitan : Imunologi & Virologi edisi revisi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

liputan khusus

Ketua PD IAI Sulteng bersama farmasi klinis RSU Anutapura

Farmasi Klinis di
Sulawesi Tengah
Kalau keberadaan tenaga farmasi klinis di rumah sakit negara
maju dianggap sebagai keharusan, di Indonesia masih jarang
RS yang mempekerjakan farmasi klinik. Diperkirakan, hanya RS
Pemerintah kota besar di Jawa saja yang mulai mengisi formasi
tenaganya dengan farmasi klinis untuk menambah mutu
pelayanan. Untuk RS Swasta, keberadaan farmasi klinis di RS
masih dianggap sebagai barang mewah.

anya satu dua saja


RS Swasta di Jakarta
yang memperkerjakan
tenaga farmasi klinis,
itu pun untuk yang ingin meraih
akreditasi RS internasional yang
memang mempersyaratkan keberadaan
pelayanan farmasi klinis.
Anggapan kota di luar Jawa pasti
langka dengan tenaga farmasi klinis

ternyata tak sepenuhnya benar. Kota


Palu yang jauh - berada di di tengah
pulau Sulawesi ternyata memiliki 6
farmasi klinis. RSUD Undata milik
Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah
yang merupakan RS non pendidikan
type B memiliki 3 farmasi klinis di
antara 18 apoteker yang ada. RSUD
Madani memiliki 2 farmasi klinis,
sedangkan RSUD Anutapura milik

pemerintah Kota Palu memiliki 2


farmasi klinis. Mereka adalah apotekerapoteker muda penuh semangat yang
menjalani pendidikan farmasi klinis di
UGM, Unair, Unpad dan UI.
Mereka memang belum 3
tahun bekerja sebagai farmasi klinis
di rumah sakit, namun keberadaan
mereka sudah diakui sejawat dokter
di sana sebagai tim yang mutlak
hadir disetiap visite pasien. Menurut
Valen Ruterlin, farmasi klinis dari RS
Anutapura milik Pemkot Palu, kalau
dalam visite bersama farmasi klinis
belum muncul, para dokter selalu
mencarinya karena peran farmasi
klinis sudah terasa manfaatnya bagi
mereka dalam menghadapi masalahmasalah berkait obat. Hal yang sama
dikatakan Thamrin dan Santi dari RS
Undata. Menjurut Thamrin, selepas
memperoleh gelar sarjana farmasi
klinis dan ditempatkan kembali di
RS, mereka bekerja sungguh-sungguh
bekerja untuk membuktikan bahwa
keberadaan mereka mempunyai
arti sangat penting bagi kemajuan
kesehatan pasien.
Dengan demikian, setiap hari
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

liputan khusus

Jamaludin (Ketua PD IAI Sulteng)


bersama para farmasi Klinis RSUD
Undata dan RSUD Madani.

farmasi klinis melakukan visite pasien


bersama dokter/ dokter spesialis dan
menuangkannya dalam bentuk SOAP
dalam asuhan kefarmasian yang
merupakan kesatuan dari berkas rekam
medis.
Menurut Santi dan juga Elvya
dari RS UD Madani, dalam berdiskusi
masalah kasus dengan profesi
kesehatan lainnya, cara penyampaian
pendapat harus dengan cara yang
tidak saling menyalahkan. Farmasi
klinis harus mencari tahu dahulu
apa yang melandasi pendapat yang
berbeda seandainya ada. Mungkin
ada pertimbangan klinis lain,

atau mungkin pula sejawat dokter


melakukan pemberian obat off label.
Bagaimana mengenai perhargaan
yang diterima para farmasi klinis di
Palu? Untungnya, pemerintah provinsi
Sulawesi Tengah telah memikirkan dan
memutuskan mengenai kesejahteraan
para farmasi klinis dan apoteker
dalam melaksanakan pengabdian di
Rumah Sakit milik pemerintah daerah
ketika para farmasi klinis ini masih
menjalani pendidikan. Gubernur
Longky Djanggola sejak tahun
2011 telah mengeluarkan Peraturan
Gubernur Sulawesi Tengah No. 50
mengenai Tarif Pelayanan Kesehatan

pada RSUD Undata dan Peraturan


Gubernur no 51 mengenai tarif
Pelayanan Kesehatan pada RSUD
Madani. Pada Peraturan Gubernur
tersebut tertera jelas tarif Pelayanan
farmasi Klinik. Berkat Pergub tersebut
praktek profesi mereka sebagai farmasi
klinis dihargai dengan pantas. Baiknya,
kebijakan ini belakangan diikuti pula
oleh Pemerintah Kota Palu untuk
RSUD Anutapura. Lewat Peraturan
Walikota Palu nomor 33 tahun 2014,
Perkot ini menjelaskan secara jelas
pula tarif pelayanan farmasi klinik di
RS Anutapura yang berada di bawah
naungan pemerintah kota Palu.nAK

Pemenang Lomba Penulisan tentang Praktek Apoteker

alam rangka meningkatkan


peran apoteker bagi kesehatan
masyarakat, dan mencari apoteker
yang melakukan praktek profesi
yang dapat diteladani, ISFI Penerbitan telah
mengadakan lomba penulisan artikel dengan
Tema: Praktek Apoteker Yang Bermanfaat bagi
Masyarakat (Medisina Edisi 21)
Berdasarkan naskah-naskah yang masuk,
diumumkan pemenang lomba sebagai berikut:

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

1 Pemenang Pertama: Made Ary Sarasmita, S.


Farm. Klin, Apt dengan judul artikel
" Peran Farmasi Klinik Dalam Pharmaceutical
Care"
2 Pemenang ke dua: Selvi Tri Desyani S. Farm
dengan judul artikel " Apoteker Yang Nyata
Dan Berguna.
H HH Hadiah akan dikirimkan langsung ke alamat

pemenang

liputan khusus
Palu, ibu kota Sulawesi Tengah merupakan kota indah yang
memiliki kontur lengkap karena terdiri atas lembah, lautan, sungai,
pegunungan, dan teluk. Palu yang merupakan ibu kota propinsi
Sulawesi Tengah memiliki penduduk sekitar 375 ribu Jiwa. Walau
penduduknya relatif tidak begitu besar, jumlah apotik di Palu lumayan
banyak, Jumlah apotik di sini menurut Buku Sulawesi Tengah Dalam
Angka, berjumlah 152. Karena jumlah apoteker di Palu terbatas,
sebagian besar apotek di palu diisi oleh apoteker yang sehari-harinya
merupakan pegawai negeri, terutama yang bertugas di fasilitas

Potret Apotek
Komunitas di Palu

enurut pengamatan
Medisina yang berkunjung
ke Palu pertengahan
April kemarin, relatif
tidak ada apotek yang sangat dominan
di Palu. Hal ini karena disparitas harga
jual obat antar apotek cukup wajar.
Hampir semua apotek memperoleh
pembeli yang cukup untuk kelangsungan
apoteknya. Apotek buldozer seperti
yang ada di Jakarta dan beberapa kota
besar di Jawa tampaknya tidak ada.
Perlu diketahui, yang dimaksud dengan
apotek buldozer adalah apotek yang
menjual obat-obatan dengan harga
bantingan, sedikit di atas HNA ( 5
hingga 10% di atas HNA). Apotek ini
biasanya melakukan pembelian obat
dalam jumlah besar secara cash dari
pabrik obat sehingga mendapat diskaun
sangat besar. Karena harga jual apotek
buldozer sangat rendah, apotek kecil
yang menjual dengan harga wajar agar
usahanya bisa berkembang (harga jual
20% hingga 25% di atas HNA) banyak
yang gulung tikar karena kehilangan
pelanggan. Atau setidaknya tidak bisa
menggaji apoteker secara wajar.
Ada hal lain yang menyebabkan
apotek di Palu masih bisa bernafas
lega. Dokter yang membuka praktek
sekaligus memberikan obat (dokter
dispensing) nyaris tidak ada. Sebagian
besar dokter yang praktek sore di Palu
lokasinya berada di ranah apotek. Lihat
saja apotek yang berada di jalan utama
kota Palu, Jl. Walter Monginsidi. Dalam

jarak 200 meter terdapat sekitar 10


apotek, yang bersebelahan dengan 1 atau
2 apotek lain. Semuanya dapat hidup
karena memperoleh cukup pembeli
dari resep para dokter yang praktek di
apoteknya.
Situasi ini sebenarnya sangat
kondusif bagi apoteker untuk memiliki
sendiri apotek. Apalagi persyaratan
membuka apotek untuk sejawat apoteker
tidak serumit seperti di Jawa. Namun
apotek yang dimiliki apoteker di Palu
belum begitu banyak. Menurut Jamal,
Ketua PD IAI Sulawesi Tengah, belum
sampai sepuluh apotek di Palu yang
dimiliki apoteker. Medisina sempat
mengunjungi 3 diantaranya, yakni
apotek Evy dan apotek Prima
Apotek Evy yang dimiliki sejawat
Elvia A.Y Husni yang juga bekerja
sebagai farmasi klinis di RS Madani
menerapkan informasi obat dan
konseling sebagai kekuatan untuk
menarik pelanggan. Ia melayani langsung
setiap pasien dengan nasihat penggunaan
obat yang benar. Di samping itu,
Elvia berkolaborasi dengan 2 sejawat
farmasi klinik lainnya membuka apotek
lain yang mengedepankan informasi
penggunaan obat yang benar.

seringkali ia penuhi sepanjang masih ada


selisih antara harga jual dan harga beli.
Menurut Yanto, berbeda dengan di Jawa,
pasien di Palu punya kebiasaan menawar
obat ketika menebus obat.
Bagaimana dengan honor sejawat
apoteker yang tidak memiliki apotek
sendiri? Rata-rata apoteker penanggung
jawab di Palu memperoleh honor 1,5
juta rupiah (menurut Jamal, Ketua PD
IAI, dalam waktu dekat ditetapkan
minimal 2,25 juta rupiah). Christian
Kaloti, apoteker pensiunan BPOM yang
Medisina temui di apoteknya, mengaku
menerima 1,75 juta sebulan, plus jasa
pelayanan (uang R/) sekitar 1 juta
perbulan. Walau demikian setiap hari
ia setia melayani pasien di garda depan
apoteknya.nAK

Apoteker Yanto di apotek Prima

Christian Kaloti di Apotek Sehat

Elvia di apotek Evi

Apotek Prima yang dimiliki sejawat


Yanto mengedepankan keramahan dan
jasa periksa tekanan darah gratis kepada
setiap pasien yang datang ke apoteknya.
Di samping itu ia tidak terlampau kaku
dengan harga jual obat di apoteknya.
Bila ada pasien menawar harga obat,
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

IYPG
Sebagai bagian dari tenaga
kesehatan, apoteker memiliki
komitmen untuk memenuhi
kebutuhan pengobatan
dan pendidikan kesehatan
pasien pada khususnya, dan
masyarakat pada umumnya.
Berkaitan dengan hal tersebut,
Indonesian Young Pharmacists
Group IYPG (kelompok
apoteker yang berumur di
bawah 35 tahun) melakukan
pembinaan kesehatan berkala
di Panti Asuhan Anak Putra
Utama 2 Sunter Jakarta
Utara pada Desember 2013Desember 2014.

Pembagian hadiah yel-yel

Bakti Sosial Young


Pharmacist Group
egiatan pertama yang
dilakukan mengusung
tema Kenali Apoteker,
jadikan hidupmu lebih
sehat. Kegiatan ini diselenggarakan
pada Minggu, 15 Desember 2013.
Dalam kesempatan ini, dilakukan
kegiatan seperti pemeriksaan
kesehatan umum, buta warna,
pengecekan status gizi, cuci tangan
dan materi mengenai kebersihan
pribadi dan lingkungan, serta lomba
yel-yel cuci tangan yang baik dan
benar. Selain itu pada akhir acara
diberikan materi mengenai pengenalan
profesi apoteker, serta sharing dan
pemberian motivasi untuk anak-anak
panti asuhan tersebut.
Kegiatan ini mendapat sambutan
yang positif. Anak-anak panti
asuhan rata-rata tidak mengetahui
mengenai profesi apoteker dan

K
Pemberian materi jajanan
sehat dan bahaya rokok

Praktek sikat gigi

10

Kunjungan kedua IYPG di panti asuhan

Simulasi Materi cuci tangan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

IYPG
memiliki pengetahuan yang minim
tentang obat. Antusiasme mereka
terlihat dari berbagai pertanyaan yang
ditanyakan: seperti perbedaan kapsul
dan tablet, cara minum obat yang
baik, bagaimana menjaga kesehatan.
Pada kegiatan ini panitia membawa
berbagai bentuk obat dan jenis obat
untuk digunakan sebagai media
pembelajaran.
Pada 27 September 2014, IYPG
melakukan kegiatan penyuluhan
kembali. Kegiatan ini diikuti oleh
sekitar 82 orang anak yang tinggal
di panti asuhan tersebut. Kegiatan
tersebut mengambil tema Yuk,
Hidup Sehat dan Produktif .
Pada kesempatan kali ini IYPG
melakukan pemeriksaan kesehatan
kembali, sebagai program tindak
lanjut dari kegiatan selanjutnya yang
meliputi penimbangan berat badan,
pengukuran tinggi badan dan tes buta

IYPG dan Peri Gigi

warna (bagi yang belum). Hal ini


dilakukan untuk melihat perubahan
kondisi kesehatan para anak panti
dibandingkan dengan kunjungan
IYPG sebelumnya.
Selain itu ada sesi pemberian
materi mengenai bahaya merokok,
cara berhenti merokok, jajan sehat,
pendidikan seksual dan tata cara
menggunakan obat yang baik dan
benar. Kegiatan ini ditutup dengan
cap jari tangan di selembar kain putih,
sebagai wujud komitmen dan janji
anak- anak panti asuhan untuk hidup
sehat dan produktif.
Cap jari komitmen anank-anak
Pada Sabtu, 20 Desember 2014,
panti asuhan untuk hidup sehat dan
dilangsungkan
kolaborasi antara
produktif
Apoteker , psikolog dan Dokter gigi.
Pada kelas kesehatan mental tutor
IYPG dilatih oleh Psikolog mengenai
materi yang akan disampaikan pada
saat kegiatan berlangsung. Materi yang
diberikan disesuaikan menurut rentang
usia anak didik. Kelas kesehatan
mental dibagi menjadi tiga kelas,
yaitu kelas sirup yang diperuntukkan
bagi anak SD dengan materi Percaya
Diri, kelas tablet untuk anak SMP
dengan materi Mendengar Aktif dan
kelas kapsul untuk anak SMA dengan
Penjelasan mengenai kesehatan gigi materi Asertif . Di kelas sirup, tutor
IYPG lebih banyak mengisinya dengan
dan mulut

kegiatan belajar sambil bermain


bersama. Sedangkan untuk kelas
tablet dan kapsul aktifitas yang banyak
dilakukan adalah sharing antara tutor
dengan adik- adik dari panti asuhan.
Kolaborasi YIPG dengan dokter
gigi diwujudkan kala memberikan
materi kesehatan gigi dan mulut
dengan bantuan alat peraga dan slide
persentasi. Anak-anak panti asuhan
sangat antusias ketika dilakukan praktik
bersama menyikat gigi yang baik
dan benar di lapangan panti . Anakanak melakukannya dengan penuh
kegembiraan. Kegiatan ini berlangsung
tertib dan kondusif. Semua anak terlihat
antusias mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan yang dibuat oleh IYPG.
Kegiatan ditutup dengan
penyuluhan tentang DaGuSiBu
(Dapatkan, Gunakan, Simpan dan
Buang) obat dengan cara yang benar
dan disertai dengan penampilan
jingle DaGuSiBu oleh IYPG. Edukasi
tentang DaGuSiBu bertujuan
untuk memberikan pengetahuan
dan kesadaran tentang pentingnya
DaGuSiBu, sehingga diharapkan
masyarakat memiliki kesadaran yang
tinggi dalam penggunaan obat yang
baik dan benar sejak dini. n Ratu Ratna
Ismuha
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

11

resensi
Januari 2015,
PT ISFI Penerbitan
meluncurkan buku
baru Imunologi &
Virologi Edisi Revisi.
Buku dengan kulit
berwarna merah ini
merupakan edisi
perbaikan dari buku
terdahulu (cetakan
pertama). Banyak
perkembangan
terbaru dari ilmu
yang berkaitan proses
pertahanan/ imunitas
tubuh dan ilmu tentang
Virus serta penyakit
yang disebabkannya
ditambahkan pada
Edisi Revisi ini.
Berbeda dengan
cetakan pertama yang
dicetak hitam-putih,
gambar-gambar pada
edisi revisi ini dicetak
berwarna.

Imunologi
& Virologi
Edisi Revisi

disi revisi buku


ini dibuat
dalam rangka
membantu
meningkatkan proses
belajar mengajar mahasiswa
program studi Farmasi
dan Kedokteran dalam
perkuliahan imunologi dan
virologi. Buku ini juga
diharapkan dapat digunakan
di beberapa program studi
dalam bidang kesehatan di
seluruh Indonesia.
Dalam edisi revisi ini,
selain difokuskan pada
pemahaman tentang aspek
imunologi dan virologi

12

Judul : Imunologi & Virologi (edisi revisi)


Penulis : Prof. DR. Maksum Radji, M. Biomed
Penerbit : PT ISFI Penerbitan
Cetakan : II / Januari 2015
ISBN
: 978-602-97028-0-4
Tebal
: 368 Halaman
Harga : Rp 98.000,-

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

khususnya dasar-dasar
sistem imunitas tubuh dan
aplikasi praktis imunologi,
juga diuraikan informasi
tentang virus Ebola. Uraian
mekanisme patogenesis virus
dikelompokkan berdasarkan
organ tubuh manusia
menjadi lebih menarik
dan memudahkan para
mahasiwa dalam memahami
jenis-jenis virus yang dapat
menginfeksi organ tubuh
manusia. Diharapkan dengan
diterbitkannya kembali buku
ini dapat memudahkan para
mahasiswa untuk memahami
dengan baik tentang imunologi
dan virologi khususnya tentang
virus yang bersifat patogen pada
manusia.
Di samping itu, buku yang
disusun Prof.DR. Maksum
Radji ini ditulis dengan bahasa
yang enak dibaca, sehingga
orang awam yang tertarik
dengan masalah-masalah
kesehatanpun dapat menambah
wawasan pengetahuannya
dengan membaca buku ini.
Buku Imunologi &
Virologi edisi revisi ini dijual
dengan harga Rp. 99.000,dan sudah diperoleh di toko
buku terkemuka seperti
Gramedia, Gunung Agung, dan
Togamas.n

LAPORAN
Kalau tidak ada aral menghadang, lima tahun lagi
semua obat, makanan, minuman, kosmetika yang
beredar di Indonesia telah menyandang label halal
di kemasannya. Bagi semua produk impor yang
berkaitan dengan obat dan makanan, jangan harap
bisa masuk ke Indonesia tanpa memperoleh label halal
dari instansi berwenang.
Demikianlah amanat yang tertuang dalam UU Jaminan
Produk halal (UU No. 33 tahun 2014) yang telah dirilis
kemasyarakat awal Januari 2015. Ada masa leluasa 5
tahun bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan
di wilayah Indonesia untuk sampai pada kewajiban
bersertifikat halal (Pasal 67)

UTAMA

alam beberapa tahun terakhir,


memang sudah banyak pelaku
usaha makanan dan minuman serta
kosmetika yang telah mengajukan
setifikat halal. Berdasar rilis LPPOM MUI tahun
lalu, selama lima tahun telah dikeluarkan sertifikat
halal sebanyak 13.136 buah. Perolehan sertifikat
halal tersebut dilakukan perusahaan terkait secara
sukarela dalam rangka mempertahankan pangsa
pasar produk terkait mengingat trend masyarakat
Indonesia yang cenderung mengkonsumsi
makanan, minuman dan kosmetika yang tak
bermasalah secara syariah. Walau tak sebanyak
makanan dan minuman, beberapa jenis obat sudah

UU Jaminan
Produk Halal:

Dari sukarela Menjadi Wajib

pula memiliki sertifikat halal.


Namun UU No. 33 Tentang
jaminan Produk Halal merubah asas
sukarela dalam mendapatkan sertifikat
halal menjadi asas kewajiban.
Hal ini tercantum dalam fasal
4 UU ini: Produk yang masuk,
beredar, dan diperdagangkan di
wilayah Indonesia wajib bersertifikat
halal. Pengertian produk berdasarkan
Ketentuan Umum UU ini (Bab I ayat
1) berbunyi: Produk adalah barang
dan/atau jasa yang terkait dengan
makanan, minuman, obat, kosmetik,
produk kimiawi, produk biologi,
produk rekayasa genetik, serta barang
gunaan yang dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dengan demikian apabila UU
ini sudah efektif berlaku, semua obat,
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

13

LAPORAN

UTAMA

halalpun akan mengalami kerepotan


luar biasa pula kalau hanya dilakukan
lembaga yang ada. Saat ini pemberian
sertifikat halal dilakukan hanya oleh
LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-Obatan dan Kosmetika) MUI
serta Badan Halal Nahdlatul Ulama.
BPJH

makanan, kosmetika, dan banyak lagi


barang dan jasa harus bersertifikat
halal dahulu sebelum memenuhi
etalase apotik, supermarket dan malmal di tanah air.
Bila pembuatan sertifikat halal
berubah dari sukarela menjadi
keharusan, dapat dibayangkan
kerepotan industri obat, makanan
dan kosmetika di Indonesia dalam
memenuhi ketentuan undang-undang
tersebut. Lembaga pemberi sertifihat

14

Untuk mengatasi kerepotan ini


UU No 33 tahun 2014 mengatur
pembentukan dua lembaga baru yang
disebut BPJPH (Badan Penyelenggara
Jaminan Produk halal) dan LPH
(Lembaga Pemeriksa Halal)
Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal ((BPJPH) berkedudukan
di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri Agama.
Menurut pasal 5 Ayat (5) UU No.
33 Tahun 2014 , ketentuan mengenai
tugas, fungsi, dan susunan organisasi
BPJPH akan diatur dalam Peraturan
Presiden,
Menurut UU Jaminan Produk
halal, dalam penyelenggaraan Jaminan
Produk Halal, BPJPH berwenang
antara lain:
a. Merumuskan dan menetapkan
kebijakan Jaminan Produk Halal

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

(JPH) ;
b. Menetapkan norma, standar,
prosedur dan kriteria JPH;
c. Menerbitkan dan mencabut
Sertifikat Halal pada produk luar
negeri; dan
d. Melakukan registrasi Sertifikat
Halal pada Produk luar negeri.
Dalam penyelenggaraan JPH,
BPJPH berwenang:
a. merumuskan dan menetapkan
kebijakan JPH;
b. menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria JPH;
c. menerbitkan dan mencabut
Sertifikat Halal dan Label Halal
pada Produk;
d. melakukan registrasi Sertifikat
Halal pada Produk luar negeri;
e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan
publikasi Produk Halal;
f. melakukan akreditasi terhadap
LPH (Lembaga Pemeriksa Halal);
g. melakukan registrasi Auditor Halal;
h. melakukan pengawasan terhadap
JPH;
i. melakukan pembinaan Auditor
Halal; dan
j. melakukan kerja sama dengan
lembaga dalam dan luar negeri di
bidang penyelenggaraan JPH
Dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud, BPJPH
bekerjasama dengan kementerian
dan/atau lembaga terkait, Lembaga
Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis
Ulama Indonesia
Kerja sama BPJPH dengan
kementerian dan/atau lembaga terkait
dilakukan sesuai dengan tugas dan
fungsi kementerian dan/atau lembaga
terkait. Kerja sama BPJPH dengan
LPH dilakukan untuk pemeriksaan
dan/atau pengujian Produk.
(Kerja sama BPJPH dengan MUI
dilakukan dalam bentuk:
a. sertifikasi Auditor Halal;
b. penetapan kehalalan Produk; dan
c. akreditasi LPH.
Sedangkan penetapan kehalalan

LAPORAN
Produk dikeluarkan MUI dalam
bentuk Keputusan Penetapan Halal
Produk.
LPH (Lembaga Pemeriksa Halal)
Selain BPJPH, UU No.33 tahun
2014 juga menyebut mengenai
Lembaga Pemeriksa Halal. Lembaga
Pemeriksa Halal yang selanjutnya
disingkat LPH adalah lembaga yang
melakukan kegiatan pemeriksaan dan/
atau pengujian terhadap kehalalan
Produk (selama ini dan hingga hari ini
tugas ini diemban oleh LPPOM MUI)
Pasal 12 UU ini menyebutkan.
Pemerintah dan masyarakat dapat
membentuk LPH. Dalam hal LPH
didirikan oleh masyarakat, LPH harus
diajukan oleh lembaga keagamaan
Islam berbadan hukum..

Foto: Merdeka.com

Untuk mendirikan LPH


sebagaimana dimaksud Persyaratan
untuk mendirikan LPH sebagai
berikut:
a. memiliki kantor sendiri dan
perlengkapannya;
b. memiliki akreditasi dari BPJPH;
c. memiliki Auditor Halal paling
sedikit 3 (tiga) orang; dan
d. memiliki laboratorium atau
kesepakatan kerja sama dengan
lembaga lain yang memiliki

laboratorium.
Undang undang ini menyebut
kriteria Auditor Halal yang boleh
diangkat oleh LPH, yakni:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. berpendidikan paling rendah
sarjana strata 1 (satu) di bidang
pangan, kimia, biokimia, teknik
industri, biologi, atau farmasi;
d. memahami dan memiliki wawasan
luas mengenai kehalalan produk
menurut syariat Islam;
e. mendahulukan kepentingan umat
di atas kepentingan pribadi dan/
atau golongan; dan
f. memperoleh sertifikat dari MUI.
Auditor Halal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 bertugas:
a. memeriksa dan mengkaji Bahan
yang digunakan;
b. memeriksa dan mengkaji proses
pengolahan Produk;
c. memeriksa dan mengkaji sistem
penyembelihan;
d. meneliti lokasi Produk;
e. meneliti peralatan, ruang produksi,
dan penyimpanan;
f. memeriksa pendistribusian dan
penyajian Produk;
g. memeriksa sistem jaminan halal
Pelaku Usaha; dan

UTAMA

h. melaporkan hasil pemeriksaan dan/


atau pengujian kepada LPH.
BAHAN DAN PROSES PRODUK
HALAL
Bahan yang digunakan dalam PPH
terdiri atas bahan baku, bahan olahan,
bahan tambahan, dan bahan penolong.
Bahan tersebut dapat berasal
dari:a. hewan;b. tumbuhan;c. mikroba;
atau d. bahan yang dihasilkan melalui
proses kimiawi, proses biologi, atau
proses rekayasa genetik.
Untuk bahan yang berasal dari
hewan pada dasarnya halal, kecuali
yang diharamkan menurut syariat.
Pasal 18 UU ini menyebutkan
bahan yang berasal dari hewan yang
diharamkan meliputi: a. bangkai;b.
darah;c. babi; dan/ataud. hewan yang
disembelih tidak sesuai dengan syariat.
Bahan yang berasal dari hewan
yang diharamkan selain sebagaimana
dimaksud di atas akan ditetapkan oleh
Menteri Agama berdasarkan fatwa
MUI.
Penetapan Kehalalan
Produk
Penetapan kehalalan produk
dijelaskan pada pasal 33:
Penetapan kehalalan Produk
dilakukan oleh MUI (Majelis Ulama
Indonesia) yang dilakukan dalam
Sidang Fatwa Halal. Sidang Fatwa
Halal MUI tersebut mengikut sertakan
pakar, unsur kementerian/lembaga,
dan/atau instansi terkait.
Kehalalan produk diputuskan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak MUI menerima hasil pemeriksaan
dan/atau pengujian Produk dari
BPJPH.
Keputusan Penetapan Halal
Produk ditandatangani oleh MUI.
Keputusan Penetapan Halal
Produk disampaikan kepada BPJPH
untuk menjadi dasar penerbitan
Sertifikat Halal.n AK
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

15

LAPORAN

UTAMA
dengan terlebih dahulu membaca
bismillah dianggap halal jelas M.
Nadratuzzaman Hosen.
Pendapat ini sesuai dengan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia no 11 tahun
2009 Tentang Hukum Alkohol.
Setelah menimbang alcohol banyak
digunakan sebagai bahan baku, bahan
tambahan, ataupun bahan penolong
dalam pembuatan makanan, minuman,
obat-obatan dan kosmetika, serta
kepentingan lainnya, Majelis Ulama
Indonesia antara lain menetapkan :
*
M Nadratuzzaman Husen dari MUI
berbicara pada rapat pleno PP IAI

Penggunaan alkohol/etanol hasil


industri khamr untuk produk
makanan, minuman, kosmetika,
dan obat-obatan, hukumnya
haram.

Hukum Alkohol
Dalam Obat
Tak dapat dipungkiri, banyak obat yang melibatkan alkohol
dalam proses produksinya. Beberapa industri farmasi kuatir
akan banyak kendala dalam memperoleh sertifikat halal karena
sulit menghindari peran maupun paparan alkohol dalam
memproduksi obat.

emang selama ini


terdapat kesan,
obat-obatan yang
mengandung alkohol
atau terpapar alkohol tidak mungkin
memperoleh sertifikat halal.
M. Nadratuzzaman Hosen, Pengurus
Dewan Syariah Nasional MUI, yang
dahulu pernah berkiprah sebagai Ketua
LPPOM MUI, dihadapan Rapat Kerja
Nasional Ikatan Apoteker Indonesia
pada 31 Januari 2015, menyatakan
alkohol dalam obat tidak haram
sepanjang alkohol tersebut sumbernya
bukan dari minuman alkohol.

16

Penggunaan alkohol hasil industri


khamr untuk produk makanan,
minuman, kosmetika dan obat-obatan
hukumnya adalah haram.
Menurut M. Nadratuzzaman
Hosen, logika agama beda dengan
logika ilmu kimia. Walau sama rumus
kimianya, etanol untuk produksi
minuman dianggap khamr karena
itu digolongkan haram. Etanol yang
dibuat untuk industri obat dan
kosmetik tidak dianggap haram.
Analoginya seperti ayam yang dipotong
tanpa bismillah dianggap haram.
Walau sama-sama ayam, bila dipotong

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Penggunaan alkohol/etanol
hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi
[dari petrokimia] ataupun hasil
industri fermentasi non khamr)
untuk proses produksi produk
makanan, minuman, kosmetika,
dan obat-obatan, hukumnya:
mubah, apabila secara medis tidak
membahayakan.
* Penggunaan alkohol/etanol
hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi
[dari petrokimia] ataupun hasil
industri fermentasi non khamr)
untuk proses produksi produk
makanan, minuman, kosmetika
dan obat-obatan, hukumnya:
haram, apabila secara medis
membahayakan.n AK

LAPORAN

UTAMA

Langkah Langkah
Meraih Sertifikat (Halal)
Untuk memperoleh sertifikat halal, terlebih dahulu industri
farmasi membentuk tim manajemen halal yang memiliki
otoritas untuk membangun, mengatur, dan mengevaluasi
sistem jaminan halal.

im ini berasal dari semua


bagian yang terlibat
dalam aktifitas kritis.
Orang yang bertanggung
jawab terhadap Proses Produk Halal
disebut Penyelia Halal. Penyelia Halal
ditetapkan pimpinan perusahaan
dan dilaporkan kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Produk
Halal, BPJPH. Penyelia halal harus
memenuhi persyaratan, diantaranya
beragama Islam serta memiliki
wawasan luas dan memahami syariat

tentang kehalalan. Ketentuan lebih


lanjut mengenai Penyelia Halal akan
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pelaku usaha terkait perlu
membuat dokumen perusahaan yang
menjelaskan tugas dan tanggung jawab
tim ini secara rinci, sumber daya yang
dibutuhkan untuk mempersiapkan,
menerapkan, dan memperbaiki
Sistem jaminan Halal secara
berkesinambungan.
Permohonan Sertifikat Halal
dilakukan oleh pelaku usaha secara

Auditor Halal Dari Apoteker


Banyak Dibutuhkan

U No.33 Tentang Jaminan Produk Halal menyebut tentang


adanya Lembaga Pemeriksa Halal, LPH. LPH ini bertugas untuk
membantu BPJPH melakukan pemeriksaan dan/ atau pengujian
kehalalan produk (peran yang selama ini dipegang sepenuhnya
oleh LPPOM MUI). LPH dapat didirikan oleh masyarakat, namun untuk
mendapatkan ijin LPH, permohonannya harus diajukan oleh lembaga keagamaan
Islam berbadan hukum.
Salah satu syarat dari LPH adalah memiliki auditor halal. Pasal 14 ayat 2 UU
no. 33 tahun 2014 menyebutkan persyaratan seseorang untuk diangkat sebagai
auditor halal: yakni warga Negara Indonesia, beragama Islam, berpendidikan
paling rendah strata 1 di bidang pangan, Kimia, Biokimia, Teknik Industri,
Biologi, atau Farmasi.
Menurut Lukmanul Hakim, Kepala LPPOM MUI (kelak menjadi LPH
dengan jaringan terluas), dengan adanya ketentuan obat harus memiliki sertifikat
halal, tentulah akan lebih banyak apoteker yang dibutuhkan untuk menjadi
auditor halal. LPPOM ingin dan siap bekerja sama dengan Ikatan Apoteker
Indonesia untuk merekrut auditor halal agar amanat UU ini dapat dilaksanakan.n

tertulis kepada BPJPH dilampiri


dokumen data pelaku usaha, nama
dan jenis produk, daftar produk dan
bahan yang digunakan dan proses
pengolahan produk. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengajuan
permohonan Sertifikat Halal akan
diatur dalam Peraturan Menteri.
Setelah menerima permohonan
sertifikat halal BPJPH akan menunjuk
Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)
untuk melakukan pemeriksaan
dan/ atau pengujian kehalalan obat.
Penetapan LPH yang akan memeriksa
akan dilakukan dalam jangka waktu
5 hari sejak permohonan dinyatakan
lengkap.
Pemeriksaan terhadap obat yang
akan dimintakan sertifikat halalnya
akan dilakukan oleh auditor halal dari
LPH. Pemeriksaan di lakukan dilokasi
usaha pada saat proses produksi. Hasil
pemeriksaan dan/ atau pengujian
kehalalan produk akan diserahkan
kepada BPJPH yang selanjutnya
menyerahkan kepada MUI untuk
memperoleh penetapan kehalalan
produk. Penetapan kehalalan produk
dilakukan MUI dalam Sidang Fatwa
Halal yang mengikutsertakan pakar,
unsur kementerian/ lembaga, dan/
atau instansi terkait. Keputusan
Penetapan Halal Produk disampaikan
kepada BPJPH untuk menjadi
dasar penerbitan Sertifikat Halal.
Penerbitan Sertifikat Halal dilakukan
BPJPH paling lama 7 hari kerja sejak
keputusan kehalalan produk diterima
dari MUI, yang selanjutnya akan
dipublikasikan oleh BPJPH. Sertifikat
Halal berlaku selama 4 tahun
sejak diterbitkan, kecuali terdapat
perubahan komposisi bahan.n AK

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

17

LAPORAN

UTAMA

Undang Undang Jaminan Produk Halal


menyebut bahan yang digunakan
dalam produksi produk halal terdiri
dari bahan baku, bahan olahan, bahan
tambahan dan bahan penolong.
Bahan-bahan tersebut dapat berasal
dari hewan, tumbuh-tumbuhan,
mikroba, atau bahan yang dihasilkan
melalui proses kimiawi, proses biologi,
atau proses rekayasa genetik.
Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM MUI

asal 20 UU Jaminan
Produk Halal menyebutkan,
bahan yang berasal dari
hewan pada dasarnya halal,
kecuali yang diharamkan menurut
syariat, yakni bangkai, darah, babi,
serta hewan yang disembelih tidak
sesuai dengan syariat. Di samping
itu terdapat pula bahan yang berasal
dari hewan yang ditetapkan menteri
agama berdasarkan fatwa MUI. Di
samping itu, bahan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan pada dasarnya
halal, kecuali yang memabukkan dan
atau membahayakan kesehatan bagi
orang yang mengonsumsinya (misalnya
ganja. Red).
Lebih jauh lagi UU Jaminan
Produk Halal menyebut bahan yang
berasal dari mikroba dan bahan yang
dihasilkan melalui proses kimiawi,
proses biologi, atau proses rekayasa
genetik diharamkan jika proses
pertumbuhan dan/atau pembuatannya
tercampur, terkandung, dan /atau
terkontaminasi dengan bahan yang
diharamkan. Bahan-bahan yang
diharamkan ini akan ditetapkan oleh
Menteri agama berdasarkan fatwa
Majelis Ulama Indonesia.
Melihat banyaknya masalah yang
akan timbul bila UU Jaminan Produk
ini Halal ini diterapkan, beberapa
pelaku industri farmasi kelihatan galau,
setelah membayangkan kerepotan yang
akan timbul mengingat banyaknya

18

Kegalauan Industri
Obat Memperoleh
Sertifikat (Halal)
bahan bahan yang terlibat dalam
produksi obat. Untuk mendapatkan
sertifikat halal, setiap bahan baku
harus dibuktikan dahulu kehalalannya.
Variabel-variabel yang terkait tentang
kehalalan bahan- bahan tidak pula
sederhana.
Misalnya saja harus ada bukti
bahan-bahan yang digunakan untuk
produksi obat bukan berasal dari
babi atau turunannya, bahan yang
digunakan tidak diproduksi dari fasilitas
yang juga memproduksi bahan tidak
halal. Dan perlu pula surat pernyataan
bahwa fasilitas produksi bahan-bahan
tersebut bebas dari bahan haram.
Pelik lagi sebagian besar bahan baku
obat diimpor dari luar negeri. Tentu
diperlukan pula surat halal dari lembaga
halal yang ada di negara produsen
bahan baku. Ditambah lagi cerita-cerita
dari tentang sulitnya memperoleh
sertifikat halal selama ini, dan kerepotan
membuat laporan dan klarifikasi
apabila sumber bahan baku berubah ke
pemasok lain, seperti yang biasa terjadi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

pada industri farmasi.


Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM
MUI (Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia), menganggap
kegalauan pihak industri obat itu tidak
perlu. Kepada redaksi MEDISINA yang
menyambanginya kantornya di Bogor,
Lukmanul Hakim menganggap proses
sertifikasi halal obat tidak banyak beda
dengan sertifikasi yang telah dilakukan
LPPOM MUI selama ini. Menurutnya
proses sertifikasi obat sangat mirip
dengan sertifikasi dari flavor dan
fragrance yang juga memerlukan
ratusan bahan untuk membuatnya,
baik yang berasal dari senyawa kimia,
sintetis, natural maupun mikroba .
LPPOM sudah berpengalaman dalam
mensertifikasi kehalalan flavor sejak
2005. Buktinya sekarang industri
makanan sangat mudah mencari flavor
dan essence yang bersertifikat halal di
Indonesia. Menurut Lukmanul Hakim
kini sekitar 95%n flavor, essence,
dan fragrance di Indonesia sudah

LAPORAN
bersertifikat halal.
Bagaimana kalau memang
tidak ada obat lain untuk mengatasi
penyakit pasien?
Menurut Lukmanul Hakim,
jika masalahnya kedaruratan,
dalam Islam telah diatur bahwa

sesuatu yang sifatnya darurat boleh


menggunakan yang tidak halal,
mengingat kemaslahatan yang lebih
besar, misalnya untuk mencegah
kematian atau cacat permanen, atau
menyebabkan sakit yg semakin parah.
Perlu diingat situasi darurat tidak

UTAMA

boleh berlebihan atau berkepanjangan.


Jika tidak ada kebutuhan yang
mendesak seperti itu, maka sifat
kedaruratan tadi tidak berlaku. Sifat
darurat juga otomatis gugur jika
ditemukan alternatif obat lain yang
halal.n AK

INDUSTRI BERLABEL HALAL


DARI NEGARA TETANGGA
Saat ini populasi Muslim di dunia
mencapai hampir 1,6 miliar
penduduk, sekitar 25% dari populasi
global. Peningkatan populasi Muslim
secara keseluruhan tumbuh 1,8%
per tahun. Sementara itu, negara
dengan penduduk Muslim tinggi
seperti Indonesia dan Bangladesh
akan mengalami peningkatan
sekitar 6%. Diperkirakan pada
tahun 2030, angka penduduk
Muslim di dunia akan mencapai
2 miliar jiwa. Berdasarkan jumlah
penduduk Muslim yang besar pasar
pangannya, Asia merupakan pasar
pangan halal terbesar dunia.

ereka adalah
pengonsumsi produk
halal dan sebagian besar
dari mereka berada di
negara-negara dimana ekonominya
berkembang. Melihat perkembangan
yang begitu pesat, maka market
size produk halal yang masih terus
berkembang pada saat ini merupakan
mosaik yang sangat menjanjikan bagi
para manufacturers.
Potensi Pasar Halal
Global
Dewasa ini gejala perkembangan
pasar halal secara global didorong oleh
meningkatnya kesadaran konsumen
akan pentingnya mutu dan keamanan
produk yang dikonsumsi. Dari

Pameran Industri berlabel halal pada World Halal Summit (1-4 April 2015)
di Kua la Lumpur.

tahun ke tahun, nilai pasar halal


menunjukkan perkembangan yang
pesat. Pangsa pasar produk halal telah
mencapai 15,8% dari pasar produk
makanan dunia. Pada 2009, pasar
pangan global senilai US$ 3.992,2
miliar, dan menurut penelitian
terbaru dari World Halal Forum, pasar
makanan halal global bernilai sekitar
US$ 634,5 miliar. Total Asian Halal
Food Market Size mencapai US$ 401,6
miliar sedangkan pasar halal Eropa
mencapai US$ 64,7 miliar.
Malaysia
Hasil survei tahun 2010 oleh Pew
Research Center melaporkan bahwa
61,4% dari total populasi Malaysia
adalah umat Muslim. Sebagai negara

Gambar1: Label Halal Malaysia

dengan sebagian besar umat Muslim,


pemerintah Malaysia tentunya
mengakomodasi kebutuhan umat
Muslim akan penyediaan produk halal
berdasarkan ketetapan hukum Islam.
Industri makanan halal di Malaysia
terus tumbuh sebesar 9,1 persen selama
periode 2006-2008, dan diperkirakan
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

19

LAPORAN

UTAMA

akan tetap mencatat pertumbuhan


tinggi di tahun-tahun mendatang.
Label halal dapat dicantumkan
pada produk jika memiliki sertifikat
halal. Sertifikat halal di Malaysia
pertama kali diterbitkan pada tahun
1974 oleh pusat penelitian divisi
Islamic Affair kantor perdana menteri.
Saat ini terdapat tiga otoritas yang
berwenang mengeluarkan sertifikat
halal di Malaysia yaitu:
- JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam
Malaysia) atau Department of
Islamic Development Malaysia
- JAIN (Jabatan Agama Islam
Negeri) atau Department of State
Religious Affairs
- MAIN (Majilis Agama Islam
Negeri) atau State Islamic Religious
Council.
Kemajuan teknologi tidak
disia-siakan oleh Malaysia dalam
pengaturan sertifikasi halal.
Permohonan sertifikat halal untuk
produk yang akan dipasarkan secara
nasional dan internasional diserahkan
kepada JAKIM bagian halal melalui
permohonan secara on-line pada
website Halal Malaysia Official
Portal. Sedangkan untuk produk
yang akan dipasarkan secara lokal di
daerah tertentu, permohonan dapat
diserahkan langsung kepada JAIN
atau MAIN. Di Malaysia, kategorisasi
pemohon sertifikat halal yaitu
produsen/manufaktur, distributor,
sub-kontrak manufaktur, pengemas
ulang (repacking), food premise
(restoran, kios, kafe, dsb), dan tempat
pemotongan hewan.
Semua makanan yang diimpor
oleh Malaysia harus memenuhi
persyaratan Food Act tahun 1983
dan Food Regulation tahun 1985.
Badan yang bertanggung jawab
untuk mengimplementasikan dan
menegakkan hukum produk makanan
di Malaysia adalah Divisi Food safety
and Quality yang berada dibawah
Kementrian Kesehatan Malaysia.
Untuk daging dan produk daging,
susu dan produk susu, ayam dan

20

produk ayam serta telur harus tunduk


pada pengawasan yang dilakukan
oleh petugas Department of Veterinary
Service (DVS). Untuk produk daging
dan hewan yang masuk ke Malaysia,
produk tersebut harus memiliki
sertifikat halal dan berasal dari tempat
pemotongan hewan yang telah di
inspeksi dan disetujui oleh DVS
dan Halal Development Corporation
(HDC). Agar produk impor dapat
diketahui sebagai produk halal maka
industri pengolah atau eksportir dari
negara lain harus memiliki sertifikat
halal yang dikeluarkan oleh Badan
Sertifikasi Islam yang diakui oleh
HDC.
Biaya sertifikasi halal dibayarkan
kepada otoritas yang berwenang
mengeluarkan sertifikat halal dengan
tarif yang telah ditetapkan berdasarkan
kategori pemohon dan besarnya
lingkup usaha. Semua besaran biaya
yang dibutuhkan bersifat transparan,
tercantum di website Halal Malaysia
Official Portal sehingga dapat diakses
oleh semua pihak.
THAILAND
Thailand, dengan penduduk
Muslim hanya sekitar 10% saja, kini
menempati ranking ke 12 sebagai
eksportir produk makanan halal
dengan nilai ekspor berkisar US$
13,8 miliar. Pada tahun 2008, lebih
dari 2000 produsen mendapatkan
sertifikasi halal untuk sekitar 15.000
produk. Pasar terbesar produk halal
Thailand antara lain di Timur Tengah
(utamanya Arab Saudi dan Uni
Emirat Arab) dan di Asia Tenggara
(utamanya Indonesia, Malaysia,
Brunei, dan Singapura). Empat
propinsi di Selatan dengan penduduk
mayoritas muslim Melayu (Patani,
Yala, Narathiwat, dan Songkhla) kini
dibidik Thailand sebagai pusat industri
makanan halal, mendampingi pusat
industri yang tengah berkembang di
Phuket dan sepanjang pesisir Laut
Andaman. Sampai saat ini produk
ekspor makanan halal Thailand terdiri
atas frozen and processed food (64%),

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

chilled and processed food (14%), chilled


and processed chicken (8%), beras dan
produk-produk lain (5%). Saat ini
ada 30 restoran di Thailand yang telah
menerima sertifikat halal food for
tourism. Produksi makanan mereka
yang sesuai dengan hukum Islam
dan keamanan pangan membantu
memperkuat daya saing Thailand
di pasar halal global. Untuk secara
aktif mempromosikan makanan halal
dari Thailand di masyarakat dunia,
pemerintah Thailand telah membentuk
badan khusus yaitu subkomite yang
mengkoordinasi makanan ekspor dan
makanan halal, di bawah naungan

National Bureau of Agricultural


Commodity and Food Standards (ACFS).
Permohonan sertifikat dan logo
halal berasal dari bisnis consumer
product, tempat pemotongan hewan,
makanan minuman dan dapur
halal, produk halal, produk olahan,
bahan mentah, daging halal impor,
dan dokumen ekspor. ACFS dan
Institute for Halal Food Standard of
Thailand, di bawah Central Islamic
Committee of Thailand (CICOT),
telah menetapkan sistem akreditasi
makanan halal Thailand yang sesuai
dengan standar internasional dan
standar makanan halal dari Uni Emirat
Arab (UEA). Sistem ini menjadikan
produk makanan Thailand diterima
baik oleh masyarakan lokal maupun
dunia. CICOT merupakan lembaga
yang berwenang untuk memberikan
persetujuan penggunaan label halal
pada produk yang dinyatakan halal di
Thailand. Sertifikat halal di Thailand
dikeluarkan oleh CICOT. Namun,
untuk tingkat desa atau provinsi yang
memiliki Provincial Islamic Committe

LAPORAN

Obat dan makanan di Saudi Arabia: Belum ada label halalnya


(PIC), sertifikat halal dikeluarkan
oleh PIC, jika tidak ada PIC di
daerah tersebut, maka sertifikasi halal
menjadi tanggung jawab CICOT.
CICOT dan PIC mendapat dukungan
penuh dari Halal Science Center
Chulalongkorn University. Pusat riset
halal di Chulalongkorn ini mengklaim
dirinya sebagai the worlds first Halal
Science Center. Halal Center dilengkapi
dengan alat yang dinamakan Real
Time Polymerase Chain Reaction yang
mampu menganalisis DNA binatang
dalam produk makanan, apakah
berasal dari babi, sapi, atau bebek.
Alat lainnya yaitu Fourier Transform
Infra Red Spectroscopy (FTIR) yang
digunakan untuk menganalisis produ
yang mengandung minyak, seperti
minyak babi.
Karena sistem akreditasi
makanan halal dari Thailand telah
memenangkan persetujuan dari
UEA, makanan halal dari Thailand
cenderung menembus pasar Timur
Tengah, dengan potensi ekspor
minimal 10.000 ton bernilai sebanyak
700 juta baht per tahun. UEA bisa
menjadi pintu masuk bagi makanan
halal Thailand, yang mungkin pindah
ke pasar lain karena standar makanan
halal dari UEA adalah sama dengan
Gulf Cooperation Council (GCC),

yang terdiri dari Uni Emirat Arab,


Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman,
dan Qatar. Hal ini yang menjadikan
Thailand siap melayani makanan halal
dunia.
ARAB SAUDI PASAR
POTENSIAL?
Pasar produk makanan dan
minuman halal di Arab Saudi
merupakan yang terbesar di kawasan
GCC yang mencapai 63% dari total
impor GCC. Arab Saudi mengimpor
sekitar US$ 20 miliar produk makanan
dan minuman setiap tahunnya dari
200 negara. Impor produk pertanian,
makanan dan produk kelautan
mencapai 15% total impor Arab
Saudi. Arab Saudi adalah negara
Islam. Hukum Islam (Syariah)
memiliki aturan yang harus diterapkan
ketika menyembelih hewan. Hingga
saat ini, masih ada pemahamanpemahaman yang berbeda mengenai
label halal. Bagi sebagian komunitas
Muslim di Arab, label halal hanya
diperlukan pada produk daging. Arab
Saudi dengan mayoritas penduduk
Muslim memberlakukan ketentuan
semua produk daging yang diekspor
ke Arab Saudi harus halal dengan
jaminan. Dengan pemberlakuan
hukum Islam, maka setiap prosedur

UTAMA

penyembelihan ternak di Arab Saudi


selalu mengikuti hukum Islam. Oleh
karena itu, muncul pandangan bahwa
sertifikasi halal tidak diperlukan lagi.
Untuk peran seleksi dan kegiatan
pengawasan produk makanan yang
beredar di Arab Saudi dilakukan oleh
Saudi FoodandDrugAuthorithy(SF
DA).
Ketentuan dalam pembuatan
label bahan makanan dan penjualan
produk makanan di Arab Saudi
ditetapkan oleh Saudi Arabian
Standards Organization (SASO).
Untuk daging impor, Arab Saudi
hanya memperkenankan daging sapi,
kambing atau hewan potong lainnya
dari jenis jantan saja, baik segar
maupun beku. Dokumen pengiriman
barang (shipping document) untuk
daging (meat) dan unggas terdiri dari:
- Sebuah sertifikat yang
menyatakan bahwa pemotongan
ternak dilakukan dirumah
pemotongan hewan resmi sesuai
dengan ketentuan syariah Islam/halal
dan sertifikat tersebut dilegalisir oleh
Dewan Islamiah setempat atau dari
negara pengekspor.
-
Sertifikat kesehatan pada
setiap pengiriman, yang menunjukkan
tanggal pemotongannya, jenis kelamin
ternak dan umur rata-rata, 12 jam
sebelum dipotong sudah diadakan
pemeriksaan langsung oleh dokter
hewan, bebas dari penyakit menular
dan layak untuk konsumsi manusia.
Sertifikat kesehatan (Health Certificate)
merupakan keharusan bagi setiap
produk makanan yang diimpor Arab
Saudi untuk seluruh jenis daging
(termasuk ternak ayam dan hasil laut),
produk daging, ternak potong, sayuran
dan buah-buahan. Umur ternak, pada
waktu pemotongan tidak lebih dari 3
tahun bagi kambing/domba dan lima
tahun bagi sapi.
Sedangkan untuk daging dan
unggas hasil olahan tidak diwajibkan
memiliki sertifikat halal dalam hal
cara pemotongannya, cukup dengan
sertifikat kesehatan saja.n Feby Christina
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

21

berita

Berdiri : Eddyningsih, Noffendri Rustam, Ita Hutagalung, Azril Kimin Duduk: Sus Maryati, Saleh Rustandi, Nurul Falah

Pengurus Baru PT ISFI Penerbitan


Pada Rabu, 1 April 2015
telah dilangsungkan serah
terima pengelolaan PT
ISFI Penerbitan dari direksi
lama (Sus Maryati, Azril
Kimin dan Eddyningsih)
kepada direksi baru (Saleh
Rustandi, Azril Kimin, dan
Noffendri) Acara serah
terima berlangsung di
Grand Indonesia, yang
disaksikan oleh Nurul
Falah selaku Ketua Ikatan
Apoteker Indonesia dan Ita
Hutagalung (pengurus IAI).
22

erlu diketahui, RUPS PT ISFI Penerbitan tanggal 17 Desember


2014 telah mengalihkan saham-saham PT ISFI Penerbitan yang
tadinya atas nama individu menjadi saham organisasi Ikatan
Apoteker Indonesia yang telah berbadan hukum. Berdasarkan akta
notaris Dewi Sugani Mulyani SH, 5 ribu lembar saham PT ISFI Penerbitan kini
dimiliki Ikatan Apoteker Indonesia (4.999 lembar) dan 1 lembar dimiliki Ketua
IAI ex officio.
Menindak lanjuti perubahan para pemegang saham tersebut, telah dilakukan
RUPS luar biasa PT ISFI Penerbitan tertanggal 17 Pebruari 2015 yang memutuskan
memberhentikan dengan hormat pengurus lama PT ISFI Penerbitan dan selanjutnya
mengangkat pengurus baru perseroan dengan personil sebagai berikut:

v

v

v

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Direktur Utama :
Drs. Saleh Rustandi, Apt; MM
Direktur :
Drs Azril Kimin Apt. Sp.FRS
Direktur :
Noffendri, SSi, Apoteker,

v Komisaris Utama :
Drs. Dani Pratomo Apt.
v Komisaris :
Kombespol Drs. Sutrisno Untoro
v Komisaris:
Dra. Ediningsih Apt.

berita

Kemitraan Dalam
Pengawasan Obat
dan Makanan

APAT Kerja Nasional BPOM yang digelar


selama 5 hari, dibuka secara resmi oleh Menteri
Kesehatan RI, Nila A Moeloek didampingi Kepala
Badan POM, Roy A Sparringa. Rakernas bertema
Penguatan Kemitraan Pengawasan Obat dan Makanan
untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia dan
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) diikuti oleh
313 jajaran BPOM dari seluruh Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Nila A Moeloek mengungkapkan
pentingnya upaya bersama demi mencerdaskan anak bangsa.
Dimulai dari hal sederhana, seperti pengawasan keamanan
pangan jajanan anak di kantin sekolah. Menurutnya, berbagai
gangguan kesehatan yang dialami masyarakat kebanyakan
disebabkan oleh perilaku masyarakat sendiri yang tidak sehat.
Tidak ada kesehatan yang merupakan prioritas
dimana masyarakat berpikir harus sehat. Bagaimana
mengubah mindset bahwa persoalan ini untuk dirinya
sendiri. Kemenkes lebih menekankan pada layanan
kesehatan primer, tentu dengan dimulai menjaga kesehatan
sendiri. Kita ingin manusia berdaya saing yang sehat fisik
mental dan berkhlak mulia, jelas Nila.
Menurut Nila, kita harus bisa melakukan komunikasi
dan edukasi. Gerakan perlu dilakukan BPOM atau siapapun
untuk menggerakkan masyarakat, mengubah mindset bahwa
kesehatan adalah hulu dan awal dari segala-galanya. Nila
mengharapkan agar BPOM dapat melakkan pengawasan lebih
optimal, dan terus menggalang kerjasama dengan pemangku
kepentingan terkait.
Senada dengan itu, Kepala BPOM Roy Sparringa
meminta seluruh jajaran BPOM terus meningkatkan upaya
kerjasama dan koordinasi dengan institusi terkait lainnya.
Untuk itu dalam Rakernas tersebut diundang pula Kepala
Bappeda Provinsi seluruh Indonesia.
Rakernas kali ini dikemas berbeda dengan rakernasrakernas sebelumnya. Diskusi dan presentasi dilakukan dalam
bentuktalkshowdan dipandu oleh Ayu Diah Pasha. Diskusi
yang berjalan hangat tersebut mendapat banyak masukan
berarti untuk perbaikan rencana strategi Badan POM 20152019 dan koordinasi antar kelembagaan yang memungkinkan
untuk dilakukan.
Untuk meningkatkan awareness para peserta rakernas
terhadap aktifitas di media sosial, diadakan lomba tweet,
baiklive tweetmaupuntwitpictselama acara berlangsung,
dengan hastag #RakernasBPOM.nTW

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

23

berita
MEMENUHI undangan BPOM untuk
mengisi kegiatan pameran di acara
Rakernas BPOM 2015, Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) membuka sebuah booth.
Stand pameran tersebut dimaksudkan
untuk menginformasikan berbagai
kegiatan yang telah dan akan dilakukan
oleh organisasi yang membawahi
tidak kurang dari 40.000 apoteker se
Indonesia itu. Rakernas yang digelar di
Hotel Bidakara, 16-19 Maret tersebut
diramaikan oleh kegiatan pameran
selama dua hari, yakni Senin-Selasa
(16-17/3).

Dirjen Binfar di booth IAI

Rakernas BPOM 2015

Booth IAI Laris Manis

ameran ini menjadi bagian tak terpisahkan dari


rangkaian Rakernas kali ini. Digelar untuk lebih
mendalami berbagai program Badan POM, baik
pre-market, post market, penegakan hukum,
maupun pemberdayaan masyarakat. Selain dihadiri oleh para
peserta rakernas, pameran juga dikunjungi oleh lintas sektor
serta masyarakat umum yang ingin mendapatkan informasi
tentang Obat dan Makanan. Selain IAI, pameran ini juga
diikuti oleh seluruh kedeputian dan berbagai unit kerja di
Badan POM, beberapa stakeholder seperti Kementerian
Kesehatan dan BKKBN, serta UMKM juga turut berpartisipasi
membuka stand pameran.
Stand IAI berada di lokasi yang sangat strategis,
yakni persis di sebelah kanan pintu masuk utama menuju
selasar ballroom yang menjadi lokasi rakernas sekaligus
pameran tersebut. Booth seluas 2 X 4 meter tersebut
diisi dengan informasi mengenai Dagusibu (Dapatkan,
Gunakan, Simpan dan Buang) yang kini tengah gencar
dikampanyekan oleh IAI untuk mengedukasi masyarakat
mengenai tata cara yang benar memperlakukan obat. Selain
informasi mengenai Dagusibu, booth juga diisi dengan
kegiatan informasi mengenai resertifikasi apoteker dan yang
tidak kalah menarik adalah cek gula darah dan kolesterol
gratis bagi para pengunjung booth.

24

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Dra Etty S Mardhiko melayani pertanyaan


pengunjung

berita

Menkes dan Ka Badan POM di booth IAI

s
Kegiatan lain, menyebarkan kuesioner mengenai
kerjasama BPOM dengan IAI. Kuesioner ini khusus
ditujukan kepada para PNS di BPOM. Untuk menarik
minat para pengunjung mengisi angket, dibagikan kaos
Dagusibu, buku Obat Bebas (OTC) di Apotek serta majalah
Medisina. Suvenir yang dibagikan tersebut, ternyata mampu
menjadi magnet luar biasa bagi para peserta rakernas untuk
mendatangi stand pameran IAI.
Rakernas sekaligus pameran dibuka dan diresmikan
oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek. Bersama Kepala
BPOM, Roy Sparingga, Nila Moeloek berkesempatan
mengunjungi booth IAI. Ketua Umum IAI, Drs Nurul
Falah Edi Pariang, Apt, memberikan penjelasan mengenai
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh IAI.
Dalam sambutannya, Ibu Menteri menekankan
pentingnya budaya hidup sehat yang saat ini belum dimiliki
oleh masyarakat di Indonesia. Karena itu, kampanye
Dagusibu, menjadi sangat relevan dengan hal itu, guna

meningkatkan kepedulian masyarakat akan budaya hidup


sehat, ungkap Nurul Falah.
Nila Moeloek sangat mengapresiasi kampanye
Dagusibu dan Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO)
yang tengah digalakkan oleh IAI. Ia berharap IAI akan
punya peran besar dalam upaya meningkatkan kepedulian
masyarakat akan budaya hidup sehat.
Selama dua hari dibuka, sejak pagi hingga sore hari,
lebih dari 150 angket telah disebarkan dan diisi. Semula
panitia memperkirakan, para peserta rakernas akan
mengunjungi booth hanya di saat-saat rehat kopi ataupun
rehat makan siang. Kenyataannya, di luar jam-jam itu pun,
para pengunjung selalu datang silih berganti. Booth IAI
nyaris tak pernah sepi sepanjang penyelenggaraan pameran.
Di sudut pengecekan gula darah dan kolesterol pun
tak kalah ramainya. Para pengunjung langsung berdatangan
dan tak segan-segan mengantri untuk mendapatkan giliran
melakukan pengecekan gula darah dan kolesterol. Selama
dua hari, sebanyak 102 orang yang melakukan test gula
darah dan kolesterol.
Sementara di meja konsultasi mengenai resertifikasi,
Dra Etty Mardhiko, M.Kes, Apt, Ketua PC IAI Jakarta
Barat, tak pernah kosong dari apoteker yang meminta
informasi. Para peserta rakernas yang kebanyakan adalah
apoteker mempertanyakan kemungkinan mereka untuk
menjadi Apoteker Penanggungjawab Apoteker di luar
jam kerjanya, atau setelah tiba masa pensiun. Banyak
sejawat apoteker yang belum memahami bagaimana proses
resertifikasi itu dilakukan, terutama bila selama ini tidak
pernah menjalankan tugasnya sebagai apoteker praktek.
Dibandingkan dengan booth pameran lain yang
memenuhi ruang pameran Rakernas BPOM 2015, bisa
dibilang, booth IAI laris manis dikunjungi para peserta
Rakernas yang memang menjadi target pameran.n tresnawati
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

25

26

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

27

PD IAI

PD IAI Sumbar : Perhelatan Tiga Karya

engurus Daerah IAI Sumatra Barat mengadakan


perhelatan yang istimewa Pebruari kemarin.
Tiga acara sekaligus dikemas di aula Bappelkes,
Padang, pada 21 dan 22 Pebruari 2015. Pertama
adalah peluncuran perdana Jurnal Sains Farmasi & Klinis
(JSFK), karya PD IAI Sumbar, yang menjadikan Sumbar
sebagai satu-satunya PD IAI yang memiliki jurnal ilmiah.
Ke dua, pelantikan serempak pengurus baru PC IAI se
Sumatra Barat yang untuk pertama kalinya dihadiri Ketua

Umum IAI dan Dewan Pengawas PP IAI. Dan ketiga


adalah Latihan Kepemimpinan Pengurus IAI se Sumatra
Barat, yang menurut Ketua IAI, Nurul Falah, merupakan
pertama kalinya dalam sejarah organisasi apoteker di
Indonesia dilakukan latihan kepemimpinan pengurus.
Ketiga acara tersebut dilangsungkan ditengah persiapan
sejawat apoteker Sumatra Barat menjadi tuan rumah
Pertemuan Ilmiah Nasional Ikatan Apoteker Indonesia
yang akan dilangsungkan 7 hingga 10 Mei 2015.n

Drs. Zulkarni menyerahkan jurnal sains farmasi & klinis Perdana

Jurnal Sains Farmasi & Klinis : Ketakjuban Ketua PP IAI

urul Falah, selaku ketua PP Ikatan Apoteker


Indonesia, secara resmi meluncurkan Jurnal Sains
Farmasi & Klinis (JSFK) yang disimbolkan dengan
penandatanganan bersama beberapa jurnal perdana
oleh Zulkarni, Ketua PD IAI Sumatra Barat, dan Erizal Zaini
dari pengelola jurnal.
Nurul Falah sangat mengapresiasi usaha keras IAI Sumbar
dalam menggarap terbitan ilmiah ini. Saya takjub ketika
dilapori PD IAI Sumatera Barat menerbitkan jurnal ilmiah.
Hal ini menandakan bahwa lingkungan dan tradisi ilmiah
senantiasa terjaga di PD IAI Sumatera Barat, ucap Nurul Falah
dalam sambutannya.
Kepada Medisina, Dr. Erizal Zaini, Ketua Penyunting
JFK menyatakan, JFK sudah dipersiapkan penerbitannya sejak
beberapa tahun lalu, namun baru terlaksana penerbitannya pada
November 2014.
Artikel-artikel yang dimuat di JSFK tidak hanya berasal dari
tulisan peneliti dari Sumatera Barat saja, tapi juga berasal dari
peneliti lain yang tersebar secara nasional. Pada nomor perdana
ini dimuat beberapa artikel yang merupakan hasil penelitian
di bidang farmakologi eksperimental. Selain itu juga terdapat
artikel-artikel penelitian di bidang farmasetika dalam formulasi

28

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

sediaan obat, analisis protein, dan juga pengujian sediaan farmasi


terhadap kesehatan gigi.
Menurut Dr. Erizal Zaini, pengelolaan JSFK sudah merujuk
tata aturan yang dipersyaratkan Dikti dalam pengelolaan jurnal
ilmiah. Pengelolaan sudah merujuk pedoman akreditasi jurnal
berkala. Naskah yang masuk ke redaksi akan disaring terlebih
dahulu oleh penyunting, kemudian akan dikirim untuk direview
oleh Mitra Bestari yang berasal dari beberapa perguruan tinggi
seperti ITB, Universitas Airlangga dan Universitas Surabaya.
Mitra Bestari akan memberikan catatan kepakarannya pada
naskah. Naskah yang telah di review Mitra Bestari kemudian
dikembalikan kepada penulis lewat penyunting untuk direvisi.
Setelah diperbaiki naskah dikirimkan kembali ke penyunting
JSFK untuk diproses lebih lanjut.
Dr. Erizal Zaini menargetkan JSFK akan terakreditasi
setelah 6 nomor terbitan (dua tahun). Menurutnya, jurnal juga
dapat diakses lewat website resmi Jurnal Sains Farmasi & Klinis,
http://jsfkonline.org. Website jurnal ini sudah menggunakan
perangkat lunak Open Journal System , dan sudah berhasil
diindex olehGoogle Scholar. JSFK juga sudah didaftarkan pada
Portal Garuda, DIKTI. n

Instr

PD IAI

Pelantikan Para Pengurus Cabang IAI


dan Latihan Kepemimpinan Profesi

elantikan Pengurus Cabang Ikatan Apoteker


Indonesia dari seluruh kabupaten/ kotamadya
yang baru terpilih dari Sumatera Barat
dilangsungkan setelah acara peluncuran Jurnal.
PC IAI yang dilantik berasal dari PC IAI BukittinggiPadang Panjang, PC IAI Payakumbuh 50 Kota, PC IAI Kab
Sijunjung, PC IAI Kab Pasaman Barat, PC IAI Kab Tanah
Datar, Kab Pasaman, Kab Solok, PC IAI Kota Solok, PC
Kab. Agam, PC Kota Sawahlunto, PC IAI Kota Padang, PC
Kab Dharma Sraya, dan PC IAI Kab. Pesisir Selatan.
Pelantikan dilakukan oleh Ketua PD IAI Sumatera barat,
Drs. Zulkarni. Pelantikan pengurus DPC IAI ini sangat
Istimewa, dan baru pertama kali terjadi di Indonesia, karena
dihadiri oleh Ketua PP IAI (Nurul Falah), Ketua Dewan
Pengawas IAI Pusat (Elfi Sahlan Ben), Ketua Majelis Etik dan
Disiplin IAI Pusat (Sofiarman Tarmizi), dan Ka. Balai Besar
POM Sumatera Barat.
Ketua PP IAI, Nurul Falah E Pariang, dalam
sambutannya menghimbau pengurus baru bekerja dengan
penuh keichlasan karena akan sangat dibutuhkan oleh
apoteker di daerah masing-masing. Latihan kepemimpinan

Instruktur latihan kepemimpinan profesi

ini direncanakandapat diselenggarakan oleh PD IAI


yang lain. Setelah acara pelantikan diaksanakan Latihan
Kepemimpinan Profesi I Ikatan Apoteker (LKPI) yang diikuti
oleh seluruh pengurus cabang yang baru dilantik. Latihan
kepemimpinan berlangsung selama 2 hari.
Menurut Ketua PD Sumatera barat, Zulkarni, pelatihan
ini perlu untuk mendapatkan pemahaman yang sama
bagi pengurus PP, PD dan PC IAI bagaimana mengelola
organisasi sebaik-baiknya.
Instruktur pada pelatihan ini antara lain Nurul Falah
(Ketua IAI Pusat), Elfie Sahlan Ben (Ketua Dewan Pengawas
IAI Pusat), Sofiarman Tarmizi (Ketua Majelis Etik dan
Disiplin IAI Pusat), Jamaludin Al Jef, Totok Sudjianto
dan Wahyu Hartono. Dalam acara ini, para instruktur
memberikan pemahaman tentang organisasi IAI dan
bagaimana seharusnya berorganisasi.
Di acara terakhir Latihan Kepemimpinan, Hari
Sudarmaji yang dikenal sebagai motivator terkemuka
membawakan materi Team Building & Excellent Service, yang
sangat memberikan kesan mendalam pada peserta pelatihan
kepemimpinan n

Peserta latihan kepemimpinan PD IAI Sumbar


Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

29

info

Bukittinggi Siap Menyambut


Apoteker se Tanah Air
Bulek lah buliah
digolongkan, picak lah
buliah dilayangkan itulah
bunyi sebuah pepatah
Minang yang melukiskan
kemantapan .
(benda berbentuk bulat
sudah bisa digelindingkan,
benda berbentuk pipih sudah
bisa dilayangkan. red)

emantapan itu pula


yang terlihat di
kalangan sejawat
apoteker Sumatera
Barat untuk mensukseskan PIT,
Pertemuan Ilmiah Tahunan IAI
di Bukit Tinggi 7-11 Mei 2015.
Kegembiraan untuk menjamu sejawat
apoteker dari seluruh Indonesia
melahirkan kesepakatan PD dan
PC IAI bersama sejawat apoteker
dan perguruan tinggi farmasi di
Sumatera Barat untuk bekerjasama menjadi tuan rumah terbaik.
Beruntungnya, Gubernur Sumatera
Barat dan Walikota Bukittinggi
sangat mendukung kegiatan ini.
Demikianlah yang Medisina rasakan
ketika mengunjungi Sumatera barat
baru-baru ini.
Rencananya , Pekan Ilmiah
Tahunan dan Rakernas Ikatan
Apoteker yang mengusung tema
Enhancing Pharmacist competence
in Sustainable Health akan dibuka
Menteri Kesehatan RI . Acara ini
akan dihadiri pula oleh Gubernur
Sumatera Barat dan Walikota
Bukittinggi. Di samping itu akan
hadir pula Gubernur Sulawesi Tengah,

30

Longky Janggola, yang juga seorang


apoteker lulusan Universitas Indonesia.
Kegiatan PIT akan dilangsungkan di
hotel The Hills & Istana Bung Hatta,
Bukittinggi. Lokasi ini berada sangat
dekat dengan Jam gadang, ikon kota
Bukittinggi yang terkenal itu.
Keynote speech akan diberikan
Menkes RI berjudul Kebijakan
pemerintah dalam mendorong
peningkatan kualitas pelayanan
kefarmasian bagi apoteker di Indonesia:
Tinjauan aspek tanggung jawab dan
kompetensi. Sedangkan Plenary
speech akan dibawakan Menristek
Dikti RI ( Hilirisasi dan komersialisasi
riset nasional guna mempercepat
kemandirian nasional di bidang bahan
baku obat)
dan Ka. Badan POM RI
(Peningkatan Kompetensi Apoteker

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

dalam rangka Mempertajam Efektifitas


Pengawasan Sediaan Farmasi).
Workshop
Sebelum PIT dibuka (7 Mei
2015), akan dilaksanakan Workshops
Pra PIT yang meliputi bidang:
1. Farmasi Industri: Komisioning,
Kualifikasi, dan Validasi
2. Farmasi Obat Tradisional: Jaminan
kualitas bahan baku dan produk
jadi obat tradisional I
3. Farmasi Kosmetik: Safety
assessment on Cosmetic Product
4. CPD: Asthma medicine
management
5. CPD: Titrating Insulin to Target
Safely and Effectively
6. Farmasi Rumah Sakit: Aseptic
Dispensing

Salah satu sisi jembatan Kelok Sembilan

info

Jam Gadang

Setelah PIT dibuka resmi oleh


Menkes dilangsungkan pula empat
Workshop, yakni workshop Farmasi
Rumah Sakit dengan judul: The
Hospital Pharmacist Practice Today 1:
Patient Safety And Better Outcome;
workshop Farmasi Obat Tradisional
dengan judul: Jaminan kualitas bahan
baku dan produk jadi obat tradisional
II; workshop Farmasi Distribusi
dengan judul CDOB : Peran Apoteker
terhadap terkendalinya kualitas obat
sampai pengguna; serta workshop
CPD yang berjudul : Diabetics selfmanagement education.
Berbeda dengan sebelumnya,
workshop dan simposium diatas dikelola
langsung oleh masing-masing himpunan
seminat farmasi sehingga diharapkan
lebih baik pelaksanaannya,
Selain itu, para dekan fakultas
farmasi setanah air yang tergabung
dalam APFTI se tanah air akan
berkumpul pada acara Dean Forum.
Temu Ilmiah di alam yang indah.
Menurut Steering Commite
PIT, Christina Avanti, minat
apoteker Indonesia untuk mengikuti
pertemuan nasional apoteker tersebut

Rumah Minang Kabau

sangat besar. Hingga 1 April 2015


hampir 800 apoteker telah mendaftar
dan melunasi congress Fee. Untuk
mencegah membludaknya peserta
yang dapat mengganggu kelancaran
pertemuan, panitia PIT hanya
menerima pendaftaran on line hingga
30 April 2015. Ditegaskan pula,
dengan menyesal panitia tidak akan
melayani pendaftaran on site pada hari
kongres.
Para peserta dari seluruh
Indonesia yang belum pernah ke
Sumatera Barat tidak usah kuatir dan
kebingungan mengenai transportasi
ke hotel bila sampai di Bandara
Minangkabau. Panitia sudah
mempersiapkan transportasi gratis
untuk mengantarkan peserta PIT
yang mendarat pada tanggal 6 dan 7
Mei 2015 ke kota Bukittinggi yang
jaraknya sekitar 2 jam perjalanan dari
Bandara. Begitu pula bila ada peserta
dari Bukittinggi yang akan kembali
lewat bandara Minangkabau tanggal
10 Mei 2015.
Para peserta PIT IAI kali ini tentu
akan menyaksikan keramah-tamahan
warga Sumatera Barat dengan alamnya
yang masih asri. Panitia PIT juga

akan melibatkan masyarakat kota


Bukittinggi untuk mensukseskan
acara PIT. Menurut Christina Avanti
keterlibatan tersebutakan diakomodasi
lewat acara Fun Walk dan simposium
untuk publik.
Keindahan alam Bukittinggi dan
sekitarnya tentu akan mempersona
peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan
IAI kali ini. Tempat wisata alam
yang berserakan di Bukittinggi dan
sekitarnya tentu akan memberikan
kenangan tak terlupakan bagi peserta
PIT. Beruntungnya tempat wisata
tersebut mudah dicapai berkat sarana
jalan yang relatif mulus. Dan tentunya
kuliner Sumatera Barat yang sudah
terkenal itu akan bisa dinikmati
sejawat di tempat aslinya. Panitia
PIT juga menyediakan acara Tur bagi
sejawat apoteker. Menurut Zulkarni,
ketua PD IAI Sumatera Barat, tur
yang akan dilangsungkan Minggu
10 Mei akan menuju lembah Arau,
kelok Sembilan dan rumah gadang
Payakumbuh. Di sana peserta tur
akan menyaksikan pelbagai kegiatan
tradisionil dan budaya asli Sumatera
barat yang jarang disaksikan. n AK

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

31

tokoh
Walau sudah berusia 80 tahun, Syahriar
Harun masih aktif bekerja. Sehari-hari ia masih
berkantor di Lubuk Buaya, Padang, mendidik
calon-calon apoteker. Agaknya, ia merupakan
tokoh yang paling lama pengabdiannya di
pendidikan tinggi Indonesia saat ini. Ia juga
pendiri FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti & Ilmu Alam)
dan Jurusan Farmasi Universitas Andalas
lebih 50 tahun silam (kini Fakultas Farmasi)

Syahriar
Harun

Tokoh Perintis
Pendidikan Farmasi
Sumatera Barat
S

yahriar Harun merupakan apoteker ITB angkatan 1955. Urang awak


kelahiran Batusangkar 80 tahun lalu ini mulai merantau ke Bandung
selepas lulus SMP Negeri Padang Panjang tahun 1952, mengikuti
saudaranya yang militer. Kiprahnya di dunia pendidikan dimulai
ketika diangkat sebagai asisten dosen Kimia Farmasi di ITB, usai meraih sarjana
muda Farmasi (1958). Setelah meraih gelar apoteker Syahriar Harun pulang
kampung ke Padang. Ia langsung menjadi dosen tetap pada Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas (1961) yang dihidupkan kembali setelah 4 tahun mati
suri (FK ini berasal dari Universitas Andalas di Bukittinggi yang diresmikan

32

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

tokoh
pendiriannya oleh Bung Hatta 13
September 1956, namun akibat
pergolakan daerah/ PRRI tahun
1958-1961, kampus dan perkuliahan
Universitas Andalas Bukittinggi porak
poranda).
Setahun kemudian, Syahriar
Harun dan beberapa temannya seperti
Wildan Lubis menghidupkan kembali
Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam pasca
pergolakan daerah. FIPIA saat itu hanya
memiliki 1 jurusan (Biologi). Pada 1963
Syahriar Harun ditunjuk menjadi Pjs.
FIPIA Universitas Andalas.
Melihat banyaknya peralatan
laboratorium boyongan dari kampus
Universitas Andalas Bukittinggi yang
belum terpakai, Syahriar Harun yang
bergelar Datuk mangkuto Dirajo ini
tergerak hatinya untuk mendirikan
jurusan farmasi yang akan bernaung di
bawah FIPIA. Ia kemudian meyakinkan
Kanwil Kesehatan saat itu Kolonel
Sutrisno dan rektor Prof.dr. A. Roesma
bahwa ia sanggup dan siap mendirikan
jurusan farmasi. Dari sisi peralatan,
hanya timbangan obat yang belum
ada. Pendekatanpun dilakukannya
dengan sejawatnya di Farmasi Unpad
dan ITB untuk membantu niatnya.
Salah satu komitmen yang didapatnya:
apabila kelak Farmasi Unand belum
siap melahirkan apoteker, mahasiswa
Farmasi Unand yang telah melewati
jenjang sarjana muda boleh melanjutkan
di Unpad dan ITB untuk meraih gelar
sarjana dan apoteker. Setelah melewati
tahap persiapan selama setahun, pada
September 1964 dimulailah perkuliahan
Jurusan farmasi Universitas Andalas,
dengan mahasiswa sekitar 40 orang
dengan dosen apoteker hanya 4 orang.
Uniknya jurusan farmasi tersebut saat
awal berdiri tanpa didukung dokumen
formal, kenang Syahriar Harun.
Cobalah cari di Unand, tak akan ketemu
SK Pendirian Jurusan Farmasi Unand,
ujar Syahriar harun kepada Medisina.
Di bidang organisasi profesi,
Syahriar Harun merupakan pendiri
ISFI di Sumatera Barat tahun (1963).

manusia akan
lebih sehat kalau
senantiasa hidup penuh
bersyukur, tidak ngoyo
mengerjakan pekerjaan
dengan senang hati dan
penuh rasa cinta.

Ia hampir selalu hadir pada setiap


event nasional organisasi, seperti
Kongres ISFI dan IAI. Agaknya, ia
mererupakan apoteker paling senior
yang masih bersemangat mengikuti
perkembangan organisasi apoteker
tanah air. Syahriar Harun juga sering
mengikuti kegiatan APTFI, Asosiasi
Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia,
mengingat iamasih tercatat sebagai
Ketua Sekolah Tinggi Farmasi
Perintis (STIFI), Padang. STIFI
yang didirikannya tahun 1997
sudah lama terakreditasi B,
dan merupakan satu-satunya

perguruan tinggi farmasi swasta


di luar Jawa yang telah diizinkan
menyelenggarakan pendidikan
apoteker sendiri.
Di usia yang memasuki kepala
delapan, kebugaran Syahriar Harun
tetap terjaga walau ia mengidap
diabetes . Kepada Medisina ia
bercerita, untuk menjaga kesehatan
ia selalu rajin berolah raga Taichi di
GOR Padang. Maklumlah rumahnya
berhadapan dengan gelanggang
olah raga tersebut. Namun menurut
beberapa sejawat dan mantan
mahasiswanya, yang membuat
Syahriar Harun tetap sehat tak bisa
dipisahkan dari kebahagiaan yang
selalu didapatnya dalam mendidik
calon-calon apoteker yang tak pernah
mengenal istilah berhenti. Hal ini
sesuai dengan filosofi hidup Syahriar
Harun: manusia akan lebih sehat kalau
senantiasa hidup penuh bersyukur,
tidak ngoyo dan mengerjakan
pekerjaan dengan senang hati dan
penuh rasa cinta. n Azril Kimin

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

33

berita
Usia belia adalah usia
pertumbuhan emas
bagi seorang anak dan
apapun yang diperoleh
baik itu pengetahuan
maupun pengalaman akan
membekas terus dalam
sepanjang hidupnya,
begitu juga pengetahuan
dan pengalaman terkait
beberapa profesi yang
ketika dewasa bisa menjadi
pilihan karirnya.

ebagian besar anak jika


ditanya tentang cita-cita
jawabanya akan berkisar
tentang impiannya menjadi
dokter, guru, polisi, atau tentara,
padahal banyak pekerjaan/profesi
lainnya sebagai alternatif pilihan dalam
berkarir. Hal inilah yang melandasi
program Kelas Inspirasi sebagai bagian
dari Gerakan Indonesia Mengajar
untuk mengajak para professional
peduli terhadap pendidikan bangsa
khususnya bagi pelajar Sekolah
Dasar. Kelas Inspirasi adalah program
sehari mengajar bagi para profesional
untuk memberikan pengetahuan atau
ketrampilan berhubungan dengan
dunia profesi yang ditekuni untuk
berbagi inspirasi dan menambah
khasanah pengetahuan tentang
pekerjaan dan cita-cita bagi pelajar
Sekolah Dasar.

Kepopuleran Apoteker sebagai


cita-cita
PD IAI DIY melihat Kelas
Inspirasi sebagai sarana yang bagus
untuk memperkenalkan profesi
apoteker sebagai referensi cita-cita
dan pilihan hidup untuk berkarya
bagi anak-anak khususnya murid SD.

34

Apoteker Cilik D
Perlu diketahui, profesi tercinta ini
jarang sekali mendapat kesempatan
promosi di sekolah-sekolah. Program
pemerintah terkait peningkatan
pengetahuan dan kesadaran kesehatan
bagi siswa sekolah dasar yang sering
dilakukan adalah dokter kecil belum
pernah terdengar program apoteker
kecil atau apoteker cilik. Hal ini bisa
dijadikan salah satu alasan kenapa
anak-anak sangat jarang sekali bercitacita menjadi apoteker dan lebih
memilih profesi kesehatan lain yang
lebih terkenal.
Bapak Wimbuh Dumadi sebagai
ketua PD IAI DIY mendorong kepada
pengurus maupun anggotanya untuk
menggunakan semua moment yang
ada untuk menyisipkan kampanye
profesi apoteker maupun cara
penggunaan obat yang tepat. Program
apoteker cilik pun digagas untuk
memperkenalkan siapa itu apoteker,
apa keahlian dan tugasnya, dimana
saja bisa bekerja/berpraktik, lewat

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

cerita dan dikombinasi dengan demo


pekerjaan apoteker di apotek serta
penjelasan sederhana tentang obat
untuk menambah pengetahuan anak
tentang obat dan profesi apoteker.

Hari Apoteker Cilik


Yogyakarta


Pada Senin 16 Maret 2013 yang
bertepatan hari inspirasi Yogyakarta,
PD IAI DIY menyisipkan Hari
Apoteker Cilik dengan mengirimkan
beberapa anggotanya untuk
berpartisipasi dalam kelas inspirasi.
Salah satu apoteker yang terjun ke
lapangan adalah Sukir Satrija Djati.
Community pharmacist Apotek
FIKAF ini mendapat tugas untuk
menggelar program apoteker cilik
di SDN Tegalpanggung Yogyakarta
dengan siswa kelas 3,4 dan 6 sebagai
pesertanya. Sukir mengawali ice
breaking di kelasnya dengan cerita
inspiratif Wilma Rudolph Sang

berita
Tornado dari Tennesse-USA
bagaimana metamorphosis seorang
bayi lahir premature yang pada usia
4 tahun terserang polio dan harus
berjalan menggunakan kruk / penopang
badan namun mempunyai cita-cita luar
biasa menjadi juara lari dunia. Mission
Imposible ini terjawab sudah pada
olympiade Roma-Itali 1960 dengan
mendapatkan 3 medali emas lomba lari
(100M, 200M dan Estafet). Cerita ini
sangat mengena bagi peserta terbukti
saat meneriakkan yel-yel dalam meraih
cita-cita Saya Luar Biasa Saya Bisa
mereka sangat bersemangat sekali
dan memastikan semua cita-citanya
bisa dicapai dengan semangat, usaha,
disiplin, kejujuran dan doa.
Materi inti dari apoteker kecil ini
adalah cerita dengan tema When I

k Dari DIY

grow Up I Want to Be A Pharmacist


dan Medicine Is Not Candy pada
sesi ini dipaparkan tentang sejarah
pengobatan dunia dari periode
Hipocrates, Ibnu Sinna, Abu Bakr
Muhammad Ibn Zakariyya Al Razi
hingga sejarah terpisahnya profesi
Farmasi dari Kedokteran dan menjadi
profesi mandiri. Penjelasan tentang
siapa itu apoteker, apa yang dilakukan
dan dimana saja apoteker bisa bekerja
dan berpraktik disajikan dengan
menampilkan foto dan gambar-gambar
tentang industri farmasi, proses
pembuatan obat, kegiatan apoteker di
Rumah Sakit dan Apotek. Peserta juga
mendapatkan tambahan pengetahuan
sederhana tentang obat dan bagaimana
cara meminum yang benar, tidak
boleh menyamakan obat dengan
permen dan selalu minta pengawasan/
bertanya kepada orang tua jika akan
menggunakan obat sendiri.
Pada sesi demonstrasi pekerjaan
kefarmasian para siswa kelas 3,
4 dan 6 SDN Tegalpanggung

Yogyakarta dengan antusias berebut


menggunakan jas laboratorium,
membaca resep, menyiapkan obatnya,
menggerus dan mencampur bermacam
obat yang selanjutnya di buat puyer
untuk pasien anak. Kejadian lucu dan
malu-malu terlihat saat anak-anak
ini bermain peran sebagai apoteker
lengkap dengan jas praktiknya dan
memberikan konseling. Nama kimia
obat yang begitu asing coba mereka
lafalkan saat memberikan konsultasi
obat, walaupun sering salah tetapi
tidak menyurutkan semangat mereka
untuk mengulanginya lagi dan
tetap bergembira bermain peran
sebagai apoteker. Pada akhir kelas
ini dilakukan pembacaan Sumpah
Apoteker dan dibagikan sertifikat
Apoteker Cilik untuk mengenang
apa yang dilakukan hari itu sebagai
bagian dari mengenal profesi
apoteker, bagaimana melaksanakan
tugas-tugasnya dan belajar cara
menggunakan obat yang benar.n Sukir
Satrija Djati dan Yulianto, S.Farm., Apt

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

35

kolom
Praktik kolaborasi interprofesional
kesehatan di Indonesia masih
belum maksimal dilaksanakan.
Bila kondisi ini terus dibiarkan,
dikhawatirkan tenaga kesehatan
Indonesia tidak akan mampu
bersaing dalam AFTA 2015.

raktik kolaborasi interprofesional kesehatan


merupakan evolusi dari praktik
multidisiplin yang sudah
diperkenalkan WHO sejak 1988. Pada
praktik multidisiplin, para profesional
hanya diminta untuk bekerja bersama-sama
saja. Sedangkan pada praktik kolaborasi,
para profesional diharapkan berkolaborasi
secara intensif dalam mengintegrasikan
perspektif mereka dalam melayani pasien.
Praktik kolaborasi melibatkan berbagai
profesional kesehatan dalam menangani
keluhan medis seorang pasien. Selain dokter,
profesi lain seperti apoteker, perawat, bidan,
ahli gizi, fisioterapis, radiologis, bahkan
petugas sosial pun ikut dilibatkan. Praktik
ini berdasarkan fakta bahwa tidak ada satu
profesi pun yang memiliki kapasitas dan
wewenang komprehensif untuk menangani
kompleksnya persoalan medis pasien.
Praktik kolaborasi semakin dilirik
dunia karena terbukti bermanfaat, baik bagi
pasien, bagi profesional kesehatan, maupun
bagi sistem pelayanan kesehatan. Banyak
studi yang mengungkap bahwa praktik
kolaborasi dapat mengurangi konflik antar
profesi dan mengurangi angka turnover
tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu
juga menghasilkan luaran (outcome) medis
yang lebih baik bagi pasien, mengurangi
angka kesalahan klinis, mempersingkat
lama perawatan, menghemat biaya dan
mengurangi jumlah kematian pasien.
Pada 2010 WHO mengeluarkan
Framework for Action on Interprofessional
Education and Collaborative Practice yang
menjadi kerangka utama pembentukan
sistem praktik kolaborasi kesehatan
tiap negara dunia. Negara-negara dunia
pun berlomba-lomba mengubah wajah
pelayanannya menjadi berbasiskan
kolaborasi interprofesional. Termasuk
Thailand, salah satu negara yang ikut terlibat
dalam AFTA 2015.

36

Revolusi Sistem Yankes


Oleh: Ryeska Fajar Respaty
Tenaga kesehatan dari negara yang
telah menerapkan praktik kolaborasi akan
lebih bisa memenuhi kebutuhan pasien
akan outcome medis yang lebih baik dan
pengobatan yang lebih hemat biaya. Tentu
itu merupakan pilihan yang lebih menarik
bagi pasien. Tenaga kesehatan Indonesia
seharusnya memperhitungkan hal ini
agar tidak kalah bersaing dengan tenaga
kesehatan luar.
Sayangnya, Indonesia belum menjalankan praktik kolaborasi interprofesional
kesehatan secara maksimal. Hanya beberapa
rumah sakit besar yang sudah menerapkan
sistem ini. Malah di banyak daerah, tiap
profesi kesehatan masih bekerja sendirisendiri. Pendekatan multidisiplin yang
diperkenalkan WHO pada 1988 masih
dianggap barang baru, apalagi praktik
kolaborasi interprofesional yang datang
belakangan.
Tiga Kendala
Jalan panjang menuju penerapan
praktik kolaborasi di Indonesia masih
memiliki kendala besar. Ada tiga kendala
dalam penerapan praktik kolaborasi
kesehatan, yaitu prasangka profesi, kesiapan
institusi pendidikan kesehatan, dan belum
adanya kebijakan pemerintah.
Prasangka profesi. Prasangka antar
profesi kesehatan masih sering terjadi di
Indonesia. Prasangka dan asumsi negatif itu
dimiliki oleh hampir semua tenaga kesehatan
terhadap sejawatnya yang berlainan profesi.
Profesi yang satu mengganggap profesi
lainnya hanya mencari-cari kesalahannya,
begitu pula sebaliknya. Hal itu menyebabkan
mereka enggan berinteraksi berlama-lama
antar profesi, apa lagi untuk berkolaborasi.
Kesiapan institusi pendidikan. Institusi
pendidikan kesehatan di Indonesia belum
banyak yang siap mengakomodasi praktik
kolaborasi. Sampai saat ini belum ada
kurikulum nasional yang menunjang
praktik kolaborasi. Padahal, sejak 2010
WHO sudah mer umuskan sistem
pendidikan berbasis kolaborasi, yaitu
Interprofessional Education (IPE) yang
sudah dikembangkan oleh banyak negara
di dunia.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Di Indonesia, sepertinya baru


Universitas Indonesia yang sudah mencoba
dengan menerapkan kurikulum rumpun
ilmu kesehatan pada tahun 2013.
Kurikulum tersebut memang masih berupa
kolaborasi mata kuliah tertentu untuk
fakultas kedokteran, kedokteran gigi,
farmasi, keperawatan, dan FKM, tetapi
ini sudah menjadi indikasi bahwa pihak
akademisi pun telah gerah dengan tren dunia
pelayanan kesehatan dunia saat ini.
Kebijakan pemerintah. Sistem pelayanan
kesehatan membutuhkan kebijakan
pemerintah untuk memudahkan proses
adopsi dan penerapannya secara nasional.
Selain itu, kebijakan pemerintah juga
sangat diperlukan agar terjadi pemerataan
keterampilan kolaborasi tenaga kesehatan
Indonesia dalam tim serta pemerataan
pemenuhan kebutuhan pasien akan
pelayanan kesehatan yang bermutu.
Sayangnya, pemerintah belum
mengakomodasi perubahan paradigma
pelayanan kesehatan itu. Buktinya belum
ada satu pun kebijakan yang secara eksplisit
membahas tentang penerapan praktik
kolaborasi interprofesional kesehatan.
Tiga kendala yang menghambat
pelaksanaan praktik kolaborasi kesehatan
di Indonesia tadi tergolong persoalan besar.
Bahkan salah satunya telah mendarah daging
(prasangka profesi) sehingga tidak mudah
mengatasinya. Metode revolusi adalah
metode yang paling tepat karena dapat
mengubahnya secara radikal, mengingat
AFTA 2015 yang sudah kadung di depan
mata.
Baik tenakes, institusi pendidikan
kesehatan, maupun pemerintah harus
berkomitmen kuat dan bersinergi untuk
dapat mengatasi hambatan-hambatan
tersebut mulai dari sekarang. Semua
itu demi kepentingan masyarakat luas
yang membutuhkan layanan kesehatan
berkualitas dan juga demi melindungi
tenakes Indonesia agar tidak tergerus
persaingan dengan tenakes dari luar.
Ryeska Fajar Respaty, Apoteker dan Anggota
Penulis Muda Kesehatan (Penakes)-

info

Sertifikasi dan Resertifikasi


Kompetensi Apoteker Indonesia
Sertifikat Kompetensi mutlak dibutuhkan
oleh setiap Apoteker yang menjalankan
pekerjaan kefarmasian. Untuk memperoleh
Sertifikat Kompetensi, seorang Apoteker
harus melakukan satu tahapan yang disebut
Sertifikasi Kompetensi Profesi Apoteker.

eberapa tahun terakhir, Sertifikat Kompetensi


diperoleh apoteker lewat SKPA. Mulai 1 Juli 2015
proses memperoleh sertifikat kompetensi dan
resertifikasi harus melalui tahapan-tahapan terukur
untuk uji kompetensi dan resertifikasi. Sertifikasi Kompetensi
Profesi Apoteker adalah serangkaian proses sistematis yang
dilakukan oleh Organisasi Profesi (IAI) untuk menyatakan
bahwa seorang Apoteker dinilai telah memenuhi syarat yang
ditetapkan dalam Standar Kompetensi Apoteker Indonesia
(SKAI). Sertifikasi Kompetensi bagi Apoteker pada dasarnya
hanya dilakukan satu kali.
Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) merupakan
satu-satunya instrumen dalam penatalaksanaan Sertifikasi
Kompetensi. Setelah dinyatakan Lulus Uji Kompetensi,
Apoteker akan memperoleh pengakuan kompetensi dalam
bentuk Sertifikat Kompetensi Apoteker. Setelah memperoleh
Sertifikat, seorang Apoteker selanjutnya berhak mengajukan
permohonan ke Komite Farmasi Nasional (KFN) guna
memperoleh Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Bagaimana cara memperbaharui sertifikat
kompetensi?
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomer 889 Tahun 2009 menyebutkan
bahwa Sertifikat Kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun.
Setelah masa tersebut Sertifikat dapat diperbarui kembali.
Perbaruan atas Sertifikat Kompetensi yang telah habis masa
berlakunya dilakukan melalui pembobotan Satuan Kredit
Partisipasi atau Mekanisme Re-Sertifikasi.
Re-Sertifikasi (Sertifikasi Ulang) adalah proses pengakuan
ulang atas kemampuan seorang apoteker yang dilakukan
oleh Organisasi Profesi (IAI) setelah memenuhi sejumlah

persyaratan yang dilakukan melalui mekanisme pembobotan


Satuan Kredit Partisipasi (SKP) berdasarkan ketentuan yang
berlaku.
Resertifikasi adalah proses untuk memperoleh Sertifikat
Kompetensi bagi seorang Apoteker yang sudah memiliki
sertifikat kompetensi yang telah atau akan habis masa
berlakunya melalui pengumpulan Satuan Kredit Partisipasi
(SKP).
Re-Sertifikasi sesungguhnya merupakan instrumen untuk
mengukur dan mempertanggung-jawabkan pelaksanaan
kinerja kompetensi selama waktu tertentu (5 tahun) sekaligus
sebagai suatu upaya pendorong untuk menjamin bahwa
Apoteker tetap layak menjalankan praktek kefarmasian sesuai
ketentuan yang berlaku.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 889 Tahun 2009 juga
menyebutkan bahwa yang harus memiliki sertifikat kompetensi
profesi Apoteker adalah apoteker yang menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian. Dengan demikian bagi apoteker yang tidak
melakukan pekerjaan kefarmasian tidak perlu sertifikat
kompetensi.
Apakah syarat agar saya bisa melakukan
resertifikasi ?
Untuk dapat mengajukan permohonan, seorang Apoteker
dalam 5 (lima) tahun - terhitung sejak terbitnya Sertifikat
Kompetensi sebelumnya, harus memenuhi Syarat Teknis
sebagai berikut :
Untuk Bidang Pelayanan Kefarmasian
Melaksanakan praktik minimal kumulatif selama 2.000
jam (dua ribu jam) yang terdistribusi secara proporsional;
yang setara dengan 30 SKP
Memenuhi SKP-Praktik sekurangnya sebanyak 60 SKP
Untuk Bidang Distribusi dan Industri/Produksi
Melaksanakan pekerjaan kefarmasian sebagaimana
mestinya.
Untuk kedua bidang
Memenuhi SKP-Pembelajaran sekurangnya sebanyak
60 SKP
Memenuhi SKP-Pengabdian sekurangnya sebanyak 7,5
SKP
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

37

info
Penerapan Bobot SKP menggunakan Sistem
Integral Treshold :
Pencapaian SKP tidak didominasi oleh salah satu domain
Pencapaian SKP mengikuti struktur/konfigurasi domain
secara proporsional
Bila ada salah satu domain yang dominan (misal,
Pembelajaran = 120 SKP), maka hanya akan dihitung
sebanyak batas maksimal dari domain yang bersangkutan

Domain Kegiatan

Porsi
Pencapain
yang
dianjurkan

Nilai
Maksimum
dalam 1
tahun

Nilai
Maksimum
dalam 5
tahun

Kegiatan Praktik Profesi


Wajib melaksanakan praktek profesi
minimal kumulatif 2000 jam untuk 5
(lima) tahun yang terdistribusi secara
proporsional
Setiap kelebihan dari angka 2000 jam :
setiap 100 jam praktek setara dengan 1
SKP.

Nilai maksimal
bobot SKP
selama 5 tahun

Alat Bukti

30 SKP

Daftar Hadir dan Tilikan


Skrining Resep serta PMR
atau Lembar Konseling

Max 20 SKP

Daftar Hadir dan Tilikan


Skrining Resep serta PMR
atau Lembar Konseling

Melakukan perencanaan perbekalan


farmasi

5 SKP untuk 5
tahun

Standar Prosedur
Operasional, Catatan/
Rekaman, Daftar Tilik

60 - 75

Melakukan penyimpanan perbekalan


farmasi yang baik dan benar

5 SKP untuk 5
tahun

Standar Prosedur
Operasional, Catatan/
Rekaman, Daftar Tilik

1,5 - 4,5

7,5 22,5

Melakukan pelayanan swamedikasi dan


atau pelayanan resep

5 SKP untuk 5
tahun

Standar Prosedur
Operasional, Catatan/
Rekaman, Daftar Tilik

0 - 7,5

0 - 37,5

1.

Kinerja Profesional

40 - 50%

12 - 15

60 - 75

2.

Kinerja Pembelajaran

40 - 50%

12 - 15

3.

Kinerja Pengabdian
Masyarakat

5 - 15%

4.

Kinerja Publikasi
ilmiah/popular

0 - 25%

Kinerja
Pengembangan ilmu

0 - 25%

5.

Contoh pembobotan SKP Praktek bidang pelayanan


kefarmasian Farmasi Komunitas.

No.

Proporsi SKP
No

Penentuan mengenai besarnya konversi bobot SKP atas


Sertifikat-SKP yang Organisasi Profesi di luar IAI hanya
dapat dilakukan oleh Badan dan/atau Tim Sertifikasi dan
Re-Sertifikasi.

0 - 7,5

0 - 37,5

Target SKP

Dalam 5 (lima) tahun dibutuhkan 150 SKP yang terbagi

Menjadi Pendamping Minum Obat dan


6
Pharmacy
Care Profesi
No. atau Home
Kegiatan
Praktik
7
8

Melakukan pemantauan terapi obat

Melakukan Monitoring Efek Samping Obat


(MESO)

10

Terlibat dalam Pokja Kefarmasian

11

Membuat dan menyediakan


brosur/leaflet/banner untuk informasi aktif

5 SKP untuk 5
tahun

Brosur/leaflet/banner

12

Mematuhi peraturan organisasi yang


berkaitan dengan praktek kefarmasian

10 SKP untuk 5
tahun

Papan nama praktek, jas


praktek

dalam 5 (lima) Kinerja

Pencapaian SKP dalam 5 (lima) tahun diharapkan

terdistribusi dengan baik. Contoh tahun 1 = 30 SKP, tahun 2


= 31 SKP, tahun 3 = 32 SKP dst. Bukan tahun 1 = 15 SKP,
tahun 2 = 40 SKP, tahun 3 = 35 SKP, tahun 4 = 15 SKP dan
tahun 5 = 45 SKP

Nilai
maksimal
2 SKP
/Pasien
Informed Consent
bobot SKP
Alat Bukti
selama 5 tahun
3 SKP/kegiatan Daftar hadir, materi edukasi
Standar Prosedur
5 SKP untuk 5
Operasional, Catatan/
tahun
Rekaman, Daftar Tilik
Standar Prosedur
2 SKP /Laporan Operasional, Catatan/
Rekaman, Daftar Tilik

Memberi edukasi ke kelompok pasien


(minimal 10 orang)

2 SKP/Surat
Keputusan (SK)

Surat Keputusan institusi


yang berwenang

Kinerja Profesional (berasal dari praktik), merupakan

Langkah-langkah apa yang mesti saya


persiapkan untuk resertifikasi kompetensi?

Satuan Kredit Profesi (SKP) sebagaimana dimaksud


dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat-SKP yang
diterbitkan oleh Organisasi Profesi, dengan ketentuan sebagai
berikut :
Bobot SKP-Pembelajaran dalam Sertifikat-SKP yang
diterbitkan oleh IAI (baik PP dan/atau PD), diakui
sesuai dengan fokus pekerjaan kefarmasian Apoteker yang
bersangkutan.
Penentuan bobot SKP dalam Sertifikat-SKP yang
diterbitkan oleh IAI hanya dapat ditetapkan melalui SK
Pengurus Pusat atau SK Pengurus Daerah.

1. Copy atau unduh dan isilah dengan lengkap File


Re-Sertifikasi sesuai bidang pekerjaan kefarmasian Anda.
Printout-lah Borang Registrasi Re-Sertifikasi, kemudian
ajukanlah permohonan kepada Pengurus Daerah Ikatan
Apoteker Indonesia setempat melalui Pengurus Cabang dengan
membawa :
a. KTP yang masih berlaku
b. KTA yang masih berlaku
c. STRA yang masih berlaku
d. Rekomendasi terakhir dari PC/PD IAI yang diperoleh
e. SIA/SIPA/SIKA terakhir yang diperoleh
f. SK Pengangkatan Pegawai (bagi pemohon di RS/PBF/
Industri/Puskesmas)
g. Sertifikat Kompetensi Profesi Apoteker yang akan habis
masa berlakunya

persyaratan utama seseorang dapat mengikuti proses


Resertifikasi

38

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

info
h. Sertifikat-SKP (SKP-Praktek, SKP-Pembelajaran, SKPPengabdian)
i. Isian Lengkap Borang-borang dalam Buku Log (Log Book).
j. Isian Lengkap Berkas-berkas dalam Portofolio Pembelajaran
2. Membayar Biaya Verifikasi Teknis kepada Pengurus
Cabang sesuai kebijakan setempat yang berlaku ditambah Biaya
Pendaftaran Resertifikasi sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah) kepada Pengurus Daerah melalui Pengurus Cabang
guna keperluan Verifikasi Kelengkapan Administrasi
3. Pengurus Cabang :
a. Memastikan dan menandatangani kelengkapan Lampiran
Daftar Tilik Kelengkapan Dokumen (LDTKD) yang telah
diverifikasi oleh Verifikator Cabang.
b. Melakukan entri data (Excel) sesuai format kolom yang
telah ditetapkan.
c. Menscan permohonan dan lampiran resertifikasi
selanjutnya mengirim hasil scan permohonan beserta
lampiran dan LDTKD yang telah ditandatangani serta
entri-an data (Excel) sebagaimana langkah kedua melalui
email kepada Pengurus Daerah setempat berikut Biaya
Pendaftaran Resertifikasi sebesar Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah) dan Biaya Verifikasi yang besarannya
ditentukan oleh Pengurus Daerah melalui Surat
Keputusan Pengurus Daerah.
d. Waktu pengerjaan 7 (tujuh) hari kerja.
4. Pengurus Daerah :
a. Melaksanakan Pemeriksaan Scan Berkas.
b. Melaksanakan Pemeriksaan entri data (Excel) yang
disampaikan oleh Pengurus Cabang
c. Melakukan rekapitulas entri data (Excel) yang telah
diperiksa kepada Pengurus Pusat c.q. Badan Sertifikasi
Profesi.
d. Waktu pengerjaan 7 (tujuh) hari kerja.
5. Badan Sertifikasi Profesi (Nasional):
a. Melakukan pemeriksaan akhir pengajuan Re-Sertifikasi
b. Mengambil keputusan untuk meloloskan atau tidak
meloloskan permohonan Re-Sertifikasi berdasarkan
ketentuan yang ada.
c. Membuat surat perintah pembayaran biaya resertifikasi
sebesar Rp. 500.000,- bagi pemohon yang lolos melalui
masing-masing Pengurus Daerah.
d. Waktu pengerjaan 7 (tujuh) hari kerja
e. Memeriksa bukti pembayaran biaya Re-Sertifikasi bagi
yang Lolos.
f. Mengirimkan Sertifikat Kompetensi bagi Apoteker yang
Ter-Certified melalui Pengurus Daerah.

Pengurus Daerah menyerahkan Sertifikat Kompetensi kepada


Apoteker Ter-Certified melalui Pengurus Cabang Ikatan
Apoteker Indonesia setempat.
Sebagai catatan :
Tim Sertifikasi dan Resertifikasi Daerah terdiri dari
Badan Sertifikasi Daerah beserta verifikator Pegurus Daerah
dan Pengurus Cabang. Ada kemungkinan Pengurus Cabang
belum siap menjadi bagian dari Tim Sertifikasi dan Resertifikasi
Daerah, dengan demikian proses verifikasi yang seharusnya
dilakukan oleh Pengurus Cabang c.q. verifikator Pengurus
Cabang maka alur proses tetap melalui Pengurus Cabang hanya
saja fungsi verifikasi yang seharusnya dilakukan oleh Pengurus
Cabang diambil alih oleh verifikator Pengurus Daerah.
Ketentuan Resertifikasi sebagaimana tersebut di atas akan
diberlakukan mulai bulan Juli 2015
Apakah benar sampai 1 Juli 2015 ada
kemudahan untuk resertifikasi?
Apoteker yang sertifikatnya telah habis dan atau akan habis
(sampai dengan 31 Desember 2016) namun telah mencukupi
perolehan Satuan Kredit Partisipasi (SKP) sejumlah 70 yang
terdiri dari 60 SKP dari Kinerja Pembelajaran dan 10 SKP dari
Kinerja Pengabdian dapat melakukan resertifikasi. Ketentuan
ini telah diatur secara rinci melalui Surat Keputusan Pengurus
Pusat IAI Nomor: Kep. 053/PP.IAI/1418/II/2015 tentang
Petunjuk Teknis Resertifikasi Profesi Apoteker Dengan Metoda
Satuan Kredit Partisipasi (SKP) Tahun 2015, dimana batas
waktu pengajuan resertifikasi adalah 30 Juni 2015.
Bagaimana untuk apoteker yang belum mempunyai sertifikat
kompetensi sama sekali?
Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi, mulai tahun
2015 apoteker harus melalaui uji kompetensi.
Uji Kompetensi Apoteker Indonesia diberlakukan hanya
untuk :
a. Calon apoteker
b. Apoteker lama yang belum memiliki sertifikat kompetensi
Untuk calon apoteker Uji Kompetensi Apoteker Indonesia
dilakukan melalui Computer Based Test (CBT) dan Objective
Structure Clinical Examination (OSCE)
Sedang untuk apoteker lama yang belum memiliki
sertifikat kompetensi melalui uji Objective Structure Clinical
Examination (OSCE). Ketentuan mengenai hal ini akan diatur
melalui petunjuk teknis dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker
Indonesia. n Totok Sudjianto

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

39

INFO

OBAT

Wabah demam
berdarah ebola
pertama kali terjadi
pada tahun 1976 di
Zaire dan Sudan.
Galur virus ebola yang
menyebabkan wabah di
Zaire merupakan salah
satu wabah dengan
tingkat kematian yang
sangat tinggi.

Oleh:
Prof. DR. Maksum Raji
Apt. M. Biomed

irus ini termasuk virus


yang tidak mudah
ditularkan. Transmisinya
pada manusia melalui
kontak langsung dengan binatang
yang terinfeksi, kemudian virus
tersebut dapat ditularkan ke orang lain
yang kontak dengan darah atau cairan
tubuh penderita, muntahan, feses
atau melalui peralatan klinik misalnya
jarum suntik yang tercemar darah
penderita.
Virus ebola mampu bereplikasi
dengan cepat di sel-sel tubuh manusia
antara lain di sel endotelial, sel
monosit, makrofag dan sel hepar.
Setelah virus masuk kedalam sel
hospes, beberapa glikoprotein viral,
antara lain sekretori glikoprotein
(sGP), glikoprotein viral (GP)
disintesis. Multiplikasi virus ebola
dalam sel hospes ini berjalan cepat
dan mampu mengacaukan sintesis
protein hospes dan sistem imum
hospes. Glikoprotein viral membentuk

40

KANDIDAT UTAMA
kompleks trimerik yang merupakan
komponen untuk virus mengikatkan
dirinya pada lapisan sel endotelial
yang melapisi dinding bagian dalam,
pembuluh darah. Komponen dimerik
dari sGP protein, yang merupakan
komponen kompleks trimerik
glikoprotein viral telah mengelabui
kerja neutrofil sehingga virus dapat
berlindung dari sistem imun dengan
menghambat langkah awal aktivasi
neutrofil.
Keberadaan partikel virus dan
kerusakan sel akibat proses budding
pada saat virion keluar dari dalam
sel yang terinfeksi, mengakibatkan
pelepasan sitokin terutama TNF-, IL6, IL-8 dan lainnya, yang merupakan
molekul signal untuk aktivasi proses
demam dan inflamasi. Disamping
itu efek sitopatogenik virus pada sel
endotelial yang melapisi bagian dalam
pembuluh darah, dapat menyebabkan
kebocoran pada dinding sel pembuluh
darah.
Kebocoran dinding pembuluh
darah ini lebih diperparah oleh
efek sintesis glikoprotein viral yang

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

mengambil glikoprotein sel yang


terinfeksi, sehingga mempengaruhi
fungsi protein integrin yang
bertanggung jawab pada integritas
struktur ikatan interselular. Hal ini
dapat meningkatkan permiabilitas
dinding pembuluh darah. Disamping
itu infeksi virus ebola pada sel
hepatosit menyebabkan kerusakan
pada sel hati, sehingga mengakibatkan
koagulopati atau kelainan pada
sistem pembekuan darah. Dengan
demikian dapat difahami bahwa ketika
dinding pembuluh darah mengalami
kebocoran dan mekanisme koagulasi

INFO

OBAT

tidak bekerja secara efektif, maka darah


akan keluar dari pembuluh darah
sehingga menyebabkan hipovolemik
dan sindrom syok.
Meskipun virus ebola sudah
ditemukan sejak lebih 40 tahun lalu,
namun sampai saat ini belun ada
obat ataupun vaksin yang disetujui
penggunaannya oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan untuk mengatasi
ataupun untuk melindungi manusia
dari penyakit yang mematikan ini.
Menurut data Badan Kesehatan
Dunia, WHO yang terbaru bahwa
wabah ebola tersebut kini telah
menewaskan 8.153 orang di Afrika
Barat. Tahun 2014 yang lalu WHO
mencatat, merupakan wabah infeksi

MA VAKSIN EBOLA

ebola terbesar sepanjang sejarah wabah


ebola, dan merupakan situasi yang
dinyatakan sebagai darurat medik.
Apalagi setelah beberapa kasus dan
kematian dilaporkan di beberapa
negara di luar Afrika termasuk
Amerika dan Inggris. Penularan ebola
di luar Afrika tersebut mulai memicu
ketakutan akan menyebarnya pandemi
mematikan, telah menjadi isu penting
di beberapa harian terkemuka di
dunia. Situasi gawat yang terjadi di
Afrika tersebut telah mendorong lebih
dari 4.500 orang menandatangani
petisi di Change.org agar lembaga

pengawas obat dan makanan AS


(FDA) lebih cepat membuat vaksin
ebola dan obatnya.
Salah satu sebab lambatnya
penemuan dan pengembangan
vaksin ebola, menurut Wiwanitkit,
dalam Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine, tahun 2015,
disebutkan bahwa wabah ini terjadi
di daerah miskin dunia, Afrika Barat,
selain adanya keterbatasan fasilitas
lokal yang sesuai untuk penelitian
medis juga adanya keengganan dari
perusahaan farmasi terkemuka dunia
untuk mengembangan vaksin ebola.
Hal ini disebabkan karena biasanya
pengembangan obat untuk penyakit
di negara-negara tropis yang miskin
kurang menguntungkan secara
komersial termasuk dalam dalam
pengembangan vaksin ebola. Hal
ini sesuai dengan tajuk salah satu
harian di Inggris Independent yang
terbit di London dalam tajuknya
berkomentar bahwa pada akhirnya
dunia menarik pelajaran dan bereaksi
terhadap wabah ebola. Masalah
utamanya adalah wabah ebola
terutama melanda negara-negara

termiskin di dunia, sehingga industri


farmasi global selama ini diragukan
untuk bersedia mengambil risiko
komersial, untuk mengembangkan
vaksin atau mengembangkan obat
untuk mengatasi wabah ebola. Sikap
Negara-negara barat juga dinilai sangat
memalukan, karena baru bereaksi
setelah ada warganya tertular. Padahal
dalam era globalisasi, penyakit tidak
lagi mengenal batas negara.
Menurut Dr.Anthony Fauci,
direktur National Institute of Allergy
and Infectious Disease, Amerika Serikat,
sebenarnya sejak bulan Maret tahun
2014 yang lalu sudah dilakukan
penelitian untuk pengembangan
vaksin ebola. Vaksin tersebut sudah
diuji pada kera dan pada bulan
September 2014 masuk pada tahap 1
uji klinis pada manusia. Diperkirakan
pada pertengahan tahun 2015 sudah
tersedia vaksin meski dalam jumlah
terbatas, khusunya bagi para tenaga
kesehatan.
Beberapa kandidat vaksin ebola
yang saat ini sedang diuji klinik antara
lain adalah :
1. ChAd3-EBO.
Vaksin ebola ini merupakan vaksin
vaksin dikembangkan oleh National
Institute of Allergy dan Infectious
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

41

INFO

OBAT

Diseases (NIAID) Amerika Serikat dan


perusahaan farmasi GlaxoSmithKline
(GSK). Vaksin ini merupakan
vaksin rekombinan hasil rekayasa
dari adenovirus yang berasal dari
simpanse yang disisipi gen virus ebola.
Semula vaksin ini dikembangkan
oleh perusahaan spesialis vaksin yaitu
Okairos AG, yang kemudian diakuisisi
oleh GlaxoSmithKline dengan harga
$ 325 juta tahun lalu. Beberapa studi
awal menunjukkan bahwa vaksin ini
dapat melindungi monyet dari virus
ebola.
Pada bulan September 2014,
telah dilakukan uji klinik untuk
mengetahui tingkat kemamanan
vaksin pada 20 orang sukarelawan
sehat di Maryland, Amerika Serikat.
Vaksin ini mengandung bahan
antigenik ebola yang berasal dari
galur Zaire dan Sudan. Hasil uji
menunjukkan bahwa pada 20 orang
sukarelawan tersebut memberikan
respon imun terhadap virus ebola
dan tidak menunjukkan adanya efek
samping yang serius. Organisasi
kesehatan dunia (WHO) pada
awal tahun 2015, telah melakukan
uji klinik terhadap vaksin ChAd3EBO pada manusia sehat di Afrika
Barat. Pada uji klinik fase 3 ini

akan digunakan sekitar 20.000 dosis


vaksinasi.
Vaksin monovalen (ChAd3EBOZ) yang mengandung bahan
antigenik virus ebola strain Zaire
juga telah dikembangkan dan sedang
diuji bersamaan di lokasi lain. Uji
coba yang dilakukan di Inggris
merupakan kerjasama beberapa
lembaga pelnelitian yaitu The
University of Oxford, National Institutes
of Health Amerika Serikat, Wellcome
Trust, Medical Research Council
(MRC), Inggris dan Departemen
Pembangunan Internasional
Inggris (DFID). Hasil uji klinik
menunjukkan bahwa pemberian vaksin
pada relawan sehat di Inggris tidak
menunjukkan masalah keamanan yang

serius. Disamping itu, berdasarkan


hasil uji klinik yang dilakukan
terhadap 200 sukarelawan sehat yang
terdiri dari para tenaga kesehatan
di Mali dan relawan di Lausanne,
Swiss membuktikan bahwa vaksin
monovalen ini memberikan respon
yang positif. Uji klinik selanjutnya
untuk mengetahui efektifitas vaksin
ChAd3-EBOZ ini terhadap para
tenaga kesehatan di Afrika Barat telah
dilaksnakan pada bulan Februari 2015.
2.VSV-EBOV.
National Institutes of Health
(NIH) Amerika Serikat, bekerja sama
dengan Departemen Pertahanan AS,
juga melakukan uji coba keamanan
vaksin VSV-EBOV yang merupakan
vaksin rekombinan dari virus
stomatitis vesikular dan virus ebola
(VSV-EBOV), di Maryland, Amerika
Serikat pada bulan Oktober tahun
lalu. Vaksin ini semula dikembangkan
oleh Public Health Agency of Canada,
dan hak komersialnya telah dibeli
oleh perusahaan farmasi Merck. VSVEBOV didasarkan pada virus yang
biasanya menyebabkan penyakit
pada hewan yang dilemahkan dan
dimodifikasi secara rekayasa genetika
sehingga menyerupai virus ebola. Uji
keamanan vaksin ini sedang dilakukan
di seluruh lokasi di Amerika Serikat,
Kanada, Jerman, Gabon dan Kenya.
Hasil tentang rentang keamanan dan
dosis diharapkan dapat diketahui pada
quarter pertama tahun 2015.
3. MVA-BNFilo/AdVac
Bavarian Nordic telah bekerjasama
dengan US National Institute of
Allergy dan Infectious Diseases
(NIAID), bagian dari National
Institutes of Health (NIH), untuk
pengembangan vaksin multivalent
terhadap dua filoviruses, yaitu ebola
dan Marburg. Vaksin multivalent,
MVA-BN Filo, mengandung
glikoprotein ebola Zaire, ebola Sudan
dan Marburg ini dirancang untuk
memberikan perlindungan dari tiga
jenis virus yang menyebabkan demam

42

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

INFO

berdarah. Kolaborasi ini kemudian


berlanjut antara Oxford Vaccines
Group bekerjasama dengan Bavarian
Nordic dan Janssen Corporation, anak
perusahaan Johnson & Johnson telah
melakukan uji klinis vaksin ebola
tahap 1 yang terdiri dari MVA-BN
Filo/AdVac. Pada uji klinik yang
dilakukan di Inggris terhadap 72 orang
sehat menunjukkan bahwa vaksin
ini memiliki tingkat kemanan yang
baik, demikian pula yang dilakukan
terhadap 92 orang sukarelawan di
Amerika Serikat.
Pada uji klinik ini dilakukan
dengan cara melakukan vaksinasi
ulang terhadap sukarelawan yang telah
divaksinasi awal dengan MVA-BN Filo.
Vaksinasi ulang (booster) dilakukan
menggunakan vaksin Ad26.ZEBOV.
Hasil uji klinik menunjukkan bahwa
respon imun meningkat dan dapat
bertahan lebih lama.
4. Kandidat vaksin lainnya.
Disamping ketiga jenis vaksin di
atas, beberapa kandidat vaksin lain
juga sedang dikembangkan sebagai
vaksin ebola. National Institutes of
Health (NIH) Amerika Serikat juga
bekerjasama Thomas Jefferson University
sedang mengembangkan vaksin ebola
berbasiskan vaksin rabies. Vaksin yang
dikembangkan tersebut merupakan

vaksin trivalen, yang mengandung


materi antigenik yang berasal dari
galur-galur virus ebola yang menjadi
penyebab wabah infeksi ebola di
wilayah Afrika. Penelitian terhadap
hewan sedang dilakukan, sedangkan
studi keselamatannya terhadap
manusia direncanakan akan dilakukan
pada tahun 2015.
Selain itu, Novavax Inc. juga
mengembangkan kandidat vaksin yang
disebut dengan EbolaGP vaccine.
Vaksin ini merupakan nanopartikel
vaksin rekombinan dengan ajuvan
Matrix-M, telah memulai uji klinik
pada bulan Februari 2015, di Australia.
Sebanyak 230 orang sukarelawan
dewasa yang sehat mendapatkan 2
suntikan intramuskular, pada hari
pertama dan pada hari ke 21, untuk
menguji keamanan vaksin, serta
mengukur respon kekebalan tubuh
mereka.
Amerika Serika serikat dan negara
maju lainnya berkomitmen untuk
menuntaskan uji
klinik vaksin ebola tersebut
sampai pada fase-fase akhir sebelum
nantinya digunakan secara masal.
Namun demikian Marie-Paule Kieny
dari WHO, menegaskan bahwa
keberhasilan uji klinik vaksin ebola
tersebut belum dapat dipastikan,
sekelipun beberapa kandidat vaksin

OBAT

pada uji terhadap binatang coba


terbukti ampuh. Menurut MariePaule Kieny, pada tahap pertama,
vaksinasi lebih difokuskan kepada
para petugas bantuan penanggulangan
ebola di kawasan wabah karena
mereka yang paling terancam
penularan virus. Sedangkan para
produsen vaksin mengatakan bahwa
mereka telah memproduksi lebih dari
400.000 dosis dan dapat ditingkatkan
produksinya untuk uji klinik pada
fase-fase selanjutnya, serta siap untuk
melakukan imunisasi masal.
Dalam laporannya pada KTT
WHO di Jenewa pada bulan Januari
tahun 2015, Profesor Helen Reese,
dari Universitas Witwatersrand,
Afrika Selatan, mengatakan bahwa
pengembangan vaksin ebola kali ini
merupakan suatu kemajuan luar biasa
yang tidak pernah terjadi sebelumnya
dalam pengembangan vaksin ebola.
Walaupun demikian kita masih butuh
waktu untuk mengatakan bahwa
wabah ini akan dapat teratasi.
Badan Kesehatan Dunia WHO
memperkirakan diperlukan sekitar
enam bulan untuk mengetahui hasil
pengujian fase-3, yang saat ini tengah
dilakukan di beberapa Negara di
Afrika Barat. Mereka mengatakan
produksi vaksin akan terus dilakukan
pada saat uji coba berlangsung. Mereka
berharap bisa menyediakan jutaan
dosis vaksin pada pertengahan tahun
ini. Kemitraan kesehatan global yang
menyediakan vaksin untuk negaranegara miskin, juga telah menyetujui
pendanaan untuk vaksin ebola dan
untuk penguatan sistem kesehatan
yang rapuh di Liberia, Sierra Leone
dan Guinea.

Jalan yang ditempuh untuk
menemukan vaksin yang efektif
dan aman memang masih cukup
panjang, namun dengan upaya yang
sungguh-sungguh dari para peneliti,
mudah-mudahan penyakit infeksi yang
mematikan ini dapat segera diatasi. n
* Dari berbagai sumber

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

43

teropong
Hiperurisemia adalah suatu
kondisi berlebihnya asam
urat di dalam darah. Asam
urat secara normal terlarut
di dalam darah, diproses
melalui ginjal dan dikeluarkan
dari tubuh melalui urin.
Jika tubuh membentuk
asam urat dalam jumlah
berlebih (overproduction),
atau ginjal tidak dapat
memprosesnya dengan
baik (underexcretion), maka
kadar asam urat dalam darah
menjadi berlebihan.
Gambar 1. Tahap akhir metabolisme purin dan tempat kerja obat
(site of drug action) hiperurisemia dan gout

Oleh: Feby Christina

Hiperurisemia kronik namun alergi


Allopurinol, apa solusinya?

iperurisemia sebenarnya
bukanlah suatu penyakit
dan seharusnya tidak
menimbulkan masalah,
namun jika berlangsung dalam
waktu yang lama (kronik) dapat
menyebabkan terbentuknya kristal urat
sehingga menjadi suatu penyakit yang
disebut gout.
Tidak hanya faktor diet,
penyakit dan obat-obatan
juga dapat sebabkan
hiperurisemia
Asam urat berasal dari pemecahan
purin, yaitu senyawa kimia yang secara
alami terdapat dalam diet dan tubuh
kita. Makanan dan minuman yang
paling besar kemungkinannya untuk
menyebabkan hiperurisemia dan gout
yaitu semua yang mengandung purin
kadar tinggi misalnya, daging merah,
jeroan, seafood, bir, dan makanan/
minuman yang dipermanis dengan

44

fruktosa kadar tinggi. Selain faktor


diet, beberapa masalah kesehatan yang
dapat menyebabkan hiperurisemia dan
gout yaitu obesitas, hipertensi, diabetes,
dislipidemia, penyakit ginjal dan
hipotiroidisme. Sementara itu, beberapa
obat-obatan juga dapat meningkatkan
risiko hiperurisemia, yaitu aspirin dosis
rendah, diuretik, cyclosporin, cytotoxic,
alkohol.
Beda fase penyakit, beda
terapinya
Tidak semua kondisi hiperurisemia
memerlukan terapi untuk menurunkan
kadar asam urat. Menggali faktor
penyebabnya adalah yang utama.
Khususnya bagi pasien hiperurisemia
yang asymptomatic, tidak selalu
diperlukan terapi farmakologi. Menurut
Japanese Guideline for the Management
of Hyperuricemia and Gout edisi
kedua tahun 2011, hiperurisemia
asymptomatic dapat diterapi dengan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

obat jika:
-

kadar asam uratnya >8 mg/dl


dengan penyakit penyerta yang
menjadi faktor risiko gangguan
ginjal seperti, hipertensi, penyakit
jantung iskemik, diabetes mellitus,
sindrom metabolik, urolithiasis
dan gangguan jantung lainnya.
Tanpa penyakit penyerta dengan
kadar asam urat 9 mg/dl.

Hiperurisemia yang berlangsung


kronik akan mengarah kepada gout.
Gout memiliki fase akut dan kronik.
Terapi untuk fase akut lebih bertujuan
untuk mengatasi nyeri dan inflamasi
saat serangan, misalnya dengan obat
golongan NSAID, kortikosteroid dan
Colchicine. Sedangkan untuk fase
kronik bertujuan untuk mengatur
kadar asam urat dalam darah, misalnya
dengan Allopurinol, Probenecid,
Sulfinpyrazone, dll.

teropong
Allopurinol - sering
diresepkan tidak berarti
bebas risiko alergi
Allopurinol termasuk golongan
xanthine oxidase inhibitor (XOI).
Allopurinol menurunkan kadar asam
urat dengan cara menghambat enzim
xanthin oksidase dalam mengubah
xanthin menjadi asam urat.
Walaupun dikenal sebagai obat
yang sering diresepkan pada kasus
hiperurisemia dan gout, Allopurinol
pun tak luput dari reaksi alergi pada

pasien-pasien yang hipersensitif


terhadapnya. Reaksi tiap-tiap
orang terhadap obat berbeda-beda.
Alergi obat bisa terjadi pada siapa
saja, namun bukan berarti pasti
terjadi pada setiap orang. Alergi
obat merupakan reaksi abnormal
dari sistem imun akibat pengunaan
obat dalam dosis normal sekalipun.
Jika seseorang alergi terhadap obat
tertentu, maka sistem imunnya akan
mengidentifikasi obat tersebut sebagai
alergen. Sistem imun akan bereaksi
dengan cara menghasilkan antibodi
yaitu imunoglobulin E (IgE) terhadap
obat tersebut. Antibodi ini kemudian

dikirim ke sel-sel yang menghasilkan


senyawa kimia yang memicu reaksi
alergi.
Reaksi alergi yang paling sering
terjadi akibat Allopurinol berupa
ruam makulopapular pruritus. Lesi
yang terdapat pada ruam ini dapat
berupa lesi datar maupun menonjol
pada kulit. Ruam juga dapat melepuh
yang merupakan tanda komplikasi
yang berbahaya, namun hal ini jarang
terjadi. Jika reaksi alergi muncul
setelah menggunakan Allopurinol,
pengobatan tentunya harus segera

dihentikan dan diberikan alternatifnya


atau dilakukan desensitisasi.
Febuxostat pengganti
Allopurinol tidak tersedia
di Indonesia
Menurut kajian The Modern
Management of Gout yang
dipublikasikan oleh Oxford University
tahun 2010, Febuxostat dapat
digunakan bagi pasien yang alergi,
kontraindikasi maupun intoleransi
terhadap Allopurinol. Febuxostat
termasuk golongan XOI, namun
struktur kimianya tidak serupa dengan

Allopurinol sehingga meminimalkan


terjadinya reaksi alergi silang. Data
keamanannya masih kurang untuk
pasien chronic kidney disease (CKD)
tingkat 4 dan tidak tersedia di
Indonesia.
Probenecid dapat dijadikan
pilihan terapi alternatif
jika alergi Allopurinol
Berbeda dengan Allopurinol dan
Febuxostat, Probenecid termasuk
golongan urikosurik (uricosuric
agents). Urikosurik meningkatkan
ekskresi asam urat melalui urin
dengan cara meghambat reabsorpsi
asam urat di tubulus proksimal ginjal,
sehingga dapat menurunkan kadar
asam urat dalam darah. Berdasarkan
Guidelines for Management of Gout
- Systematic Nonpharmacologic and
Pharmacologic Therapeutic Approaches
to Hyperuricemia yang dikeluarkan
oleh American College of Rheumatology
tahun 2012, Probenecid dapat
dijadikan pilihan terapi alternatif jika
pasien alergi terhadap Allopurinol.
Namun, ada beberapa hal yang harus
dicermati sebelum memberikan
Probenecid yaitu sebagai berikut.
- Klirens kreatinin pasien harus >60
ml/menit (beberapa literatur ada
yang menyebutkan 50 ml/menit)
- Tidak ada riwayat nefrolitiasis atau
urolitiasis
Menyikapi masalah alergi obat
tentunya menjadi perhatian khusus
bagi apoteker sebagai mitra kerja
dokter. Apoteker diharapkan dapat
mengidentifikasi alergi obat yang
muncul pada pasien sejak dini.
Pemanfaatan patient medication record
(PMR) menjadi sangat penting untuk
mencatat riwayat alergi obat yang
pernah dialami pasien. Informasi ini
tentunya diharapkan akan bermanfaat
bagi dokter dalam menentukan
peresepan terapi yang tepat. Salam
sehat.n

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

45

teropong

PERAN FARMASIS
KASUS GAGAL
GINJAL KRONIK
Oleh : Rita Suhadi
Farmasis adalah anggota dari tim kesehatan yang terdiri
dari unsur pasien dan tenaga profesional kesehatan lainnya,
sedangkan professional kesehatan lain meliputi dokter, dokter
gigi, perawat, ahli gizi, psikolog klinis, fisioterapis, analis
laboratorium, dan lainnya. Farmasis bukan tenaga medis
melainkan rekan kerja profesional dari tenaga medis. Pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP 51/2009).
Tanggung jawab meningkatkan kualitas hidup pasien (quality of
life) dalam terapi mengandung unsur risiko penggunaan obat
seminimal mungkin, efektivitas penggunaan obat semaksimal
mungkin dengan biaya terapi seefisien mungkin, serta pilihan
terapi yang paling sesuai dengan kondisi pasien.

46

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

rtikel ini bertujuan untuk


mendeskripsikan peran farmasis
sebagai bagian dari tim tenaga
kesehatan khususnya dalam kasus
gagal ginjal kronis (GGK). Peran farmasis yang
dipaparkan meliputi keterlibatan farmasis dalam
penghambatan laju perkembangan gangguan
fungsi ginjal menjadi GGK melalui manajemen
terapi yang tepat. Aktivitas pencegahan
perkembangan GGK oleh farmasis meliputi
konseling ketaatan, rekomendasi menurunkan
clinical inertia (tidak memulai terapi atau
kurangnya intensifikasi terapi saat belum
mencapai target terapi), dan konseling pola hidup
sehat termasuk menghindari konsumsi obat-obat
dan makanan yang dapat memperparah GGK.
Ketaatan pasien dalam konsumsi obat berarti
mengikuti petunjuk penggunaan yang berlaku
dan secara persistensi melakukan terapi.
Prevalensi GGK semakin meningkat
jumlahnya, terbanyak disebabkan oleh diabetes
mellitus (DM) dan disusul oleh hipertensi.
Menurut laporan CDC USA, diagnosis GGK
kasus baru dikarenakan riwayat DM sebanyak
44%, hipertensi 28%, faktor lain 23%, dan
tidak diketahui penyebabnya 5%. Prevalensi
GGK di AS diperkirakan 10% dari populasi
dewasa atau 20 juta orang, jika menggunakan
parameter kadar kreatinin serum kreatinin
>1,2-1,5 mg/dL. Menurut laporan tersebut
tahun 2011 untuk pertama kalinya dalam 30
tahun terjadi penurunan insidensi GGK sebesar
2%. Penurunan ini mungkin sebagai pertanda
keberhasilan terapi faktor risiko.(1) Di Indonesia
prevalensi penderita GGK dengan hemodialisis
tahun 2008 sebanyak 2260 pasien dengan
peningkatan 5,2% dari tahun sebelumnya.
Pengendalian tekanan darah dan kadar glukosa
darah secara intensif sesuai dengan target
menurunkan kejadian GGK. Farmasis dapat
berpartisipasi dalam terapi intensif tersebut.
Kegagalan pengendalian TD pada pasien
gangguan fungsi ginjal dianggap sebagai

teropong

faktor risiko terjadinya GGK maupun


perkembangan CVD. Sejumlah besar
pasien di layanan primer gagal mencapai
target sesuai standar TD yang berlaku.
Suatu penelitian ulasan menganalisis
10 studi yang menunjukkan hubungan
langsung antara TD dengan fungsi ginjal
pada pasien DM. Semakin rendah rerata
TD final arteri maka semakin lambat
pula penurunan laju filtrasi glomerular
(LFG) ginjal pasien, contoh TD sistolik
180mmHg dihubungkan dengan
penurunan 14ml/menit LFG per tahun,
sementara TD sistolik 135mmHg hanya
mengalami penurunan LFG 2 mL/menit
per tahun. Demikian juga dengan DM,
studi prospektif (DCCT) tahun 1990
menunjukkan pengendalian glukosa
darah memperlambat terbentuknya
atau perkembangan komplikasi
mikrovaskular DM. Pengendalian intensif
dihubungkan dengan penurunan risiko
mikroalbuminuria (ekskresi albumin
urin >30-300mg/hari) sebesar 39% dan
54% penurunan menjadi albuminuria
nyata (ekskresi >300 mg/hari)
dibandingkan dengan terapi konvensional.
Survei NHANES III, serum kreatinin
1,6 mg/dL pada laki-laki dan 1.4 mg/
dL pada perempuan lebih umum pada
pasien hipertensi (9,1%) daripada pasien
tanpa hipertensi (1,1%).
Secara keseluruhan risiko seumur
hidup seorang dengan hipertensi
mengalami GGK stage 5 sebesar 5,6%.
Odds ratio menjadi GGK 2,0 (95%
confidence interval [CI] 1,6-2,5) untuk
pasien TD sistolik/diastolik 120-129/8084 mmHg dan odds ratio meningkat
4,3(95% CI 2,6-6,9) pada pasien TD
>210/120mmHg dibandingkan pasien

TD<120/80mm Hg. Pasien DM tipe


1 memiliki 40% risiko seumur hidup
mengalami GGK sedangkan pasien DM
tipe 2 memiliki kemungkinan 50% risiko
menjadi GGK. Prevalensi DM tipe 2
sepuluh kali lebih besar banding tipe 1
maka sebagian besar GGK berasal dari DM
tipe 2. Pasien DM memiliki risiko 12 kali
terkena GGK dibandingkan tanpa DM.(2)
Faktor-faktor lain-lain penyebab
GGK adalah merokok, hiperlipidemia,
obesitas, terekspos dengan logam berat
misalnya timah dan air raksa, serta
penggunaan obat-obat tertentu secara
berlebihan. Meskipun tidak sekuat
pengaruh faktor DM dan hipertensi
sebagai pencetus GGK, faktor-faktor
tersebut turut menyumbang prevalensi
kerusakan fungsi ginjal.
SUCCESS STORY KOLABORASI
FARMASIS DAN TENAGA KESEHATAN
LAIN
Kemajuan dunia kesehatan sangat
pesat namun demikian belum berhasil
mengejar perkembangan permasalahan
kesehatan yang ada. Kemajuan dan
perubahan dunia kesehatan membawa
konsekuensi perlunya diversifikasi atau
spesialistik tenaga profesional kesehatan.
Spesialistik profesi kesehatan menuntut
interprofesional sinergi dan kolaborasi
karena masing-masing tenaga profesional
kesehatan memiliki kompetensi yang
berbeda-beda dan bersifat komplementer.
Kolaborasi dimaksudkan untuk luaran
(outcome) terapi pasien yang lebih baik.
Penelitian-penelitan yang ada
menunjukkan keberhasilan layanan yang
melibatkan farmasis dibandingkan dengan
layanan yang hanya dilakukan oleh dokter

saja, diantaranya berhasil memperbaiki


pengendalian TD dan trigliserida (TG),
menurunkan proporsi pasien metabolik;
mengidentifikasi lebih banyak drug related
problems (DRP), lebih banyak perubahan
terapi yang terlaksana maupun frekuensi
janjian kunjungan kembali ke dokter
keluarga pasien secara bermakna; dan
meningkatkan cost-effectiveness terapi.
Keterlibatan farmasis terutama dalam
meminimalkan clinical inertia dan
meningkatkan ketaatan terapi.(3) Farmasis
di Indonesia belum diijinkan menangani
clinical inertia pada kasus hipertensi/DM,
namun farmasis dapat merekomendasikan
pasien untuk segera kembali ke dokter
karena TD atau kadar gula yang masih tinggi
maupun berkomunikasi dengan dokter untuk
meminimalkan clinical inertia tersebut.
Contoh cerita sukses layanan
kefarmasian dari American Pharmacist
Association (APhA) sebagai berikut. Dalam
studi selama 2 tahun terhadap 104 pasien
dengan gagal ginjal berat dan dialisis
menunjukkan layanan farmasis dalam
sistem Medication Therapy Management
menurunkan kejadian masuk rumah
sakit dan durasi masuk rumah sakit
yang lebih singkat serta menurunkan
jumlah penggunaan obat dibandingkan
kontrol tanpa layanan farmasis; penelitian
paralelnya pada ras minoritas tertentu
yang perlu menunggu cangkok ginjal yang
lebih lama, layanan kefarmasian berhasil
memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki
diet pasien, meningkatkan aktivitas fisik,
dan memiliki waktu bersama dengan
keluarga yang lebih baik.(4)
Belum banyak penelitian tentang
peran farmasis dalam kasus GGK di
Indonesia, penelitian-penelitian terkait
GGK menungkapkan peran farmasis
klinis di Indonesia belum bermakna.(5)
Berdasarkan pengalaman farmasis di luar
negeri dan kompetensi farmasis, farmasis
Indonesia tentunya dapat berkontribusi
dalam GGK terutama dalam pencegahan
atau penghambatan laju gangguan ginjal
menjadi GGK. Kontribusi tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk konseling
kepada pasien, pemberian rekomendasi,
dan kolaborasi dengan tim kesehatan.
PERAN FARMASIS DALAM
KETAATAN DAN CLINICAL INERTIA
PASIEN GGK
Ketersediaan obat tidak secara
pasti menurunkan kejadian GGK.
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

47

teropong
Ketidakberhasilan pengendalian
TD darah memperparah komplikasi
kardiovaskular maupun penyakit ginjal
itu sendiri. Kegagalan pengendalian TD
disebabkan faktor dokter (health care
provider), pasien, dan sistem layanan
kesehatan yang berlaku.(6) Dua faktor
yang pertama diketahui lebih dominan
dan signifikan pengaruhnya terhadap
outcome terapi. Faktor sistem layanan
kesehatan di antaranya meliputi sistem
pendanaan kesehatan, sistem rujukan,
standar terapi, dan lainnya. Faktor ini
tidak dibahas lebih lanjut.
a. Ketaatan pasien (Adherence)
Faktor paling utama pada pasien
dalam pengendalian penyakit adalah
ketaatan atau persistensi penggunaan
obat. Ketaatan menjadi parameter
kualitas pasien dalam penggunaan
obat yang diresepkan dan menentukan
keberhasilan terapi obat. Semula ketaatan
didefinisikan sebagai perilaku pasien
mengikuti instruksi secara pasif dalam
penggunaan obat yang diberikan oleh
penulis resep. Definisi ini kurang sesuai
dengan prinsip bahwa suatu terapi adalah
hasil kesepakatan yang dibuat dua pihak
antara penyedia layanan dan pasien, dan
selanjutnya penggunaan istilah ini terasa
kurang pas dalam hal manajemen terapi
pasien kronis. Mengikuti instruksi
memberi kesan pasien pasif serta
bertentangan dengan prinsip kolaborasi
dalam proses terapi. Alasan ketidaktaatan
terbesar yang disengaja umumnya karena
timbul masalah adverse drug reactions
(ADR) dengan terapi dan yang tidak
disengaja disebabkan faktor lupa.
Ketidaktaatan terapi pasien
meningkatkan kematian dan
meningkatkan biaya kesehatan,
menambah proporsi pasien yang terpaksa
masuk rumah sakit serta biaya $100
milyar setahun.(7) Pasien gangguan fungsi
ginjal termasuk GGK perlu menjalani
terapi jangka panjang. Perilaku pasien
ginjal dalam penggunaan obat, diet,
dan/atau perubahan pola hidup yang
merupakan hasil persetujuan pasien atas
rekomendasi dari profesional kesehatan,
berdasarkan pemahaman tujuan terapi,
dan hasil negosiasi terhadap terapi. Dalam
hal ketaatan pasien terdapat satu istilah
lain yaitu discontinuation (berhenti terapi)
yang berarti berhenti menggunakan obat
sama sekali.
Ketaatan dapat diukur

48

menggunakan salah satu parameter yaitu


proportion of days covered with medicine
(PDC). Parameter PDC adalah rasio
jumlah hari pasien mendapatkan obat
yang sebenarnya dibagi jumlah hari yang
seharusnya mendapat obat dalam persen
(%). Contoh perhitungan PDC sebagai
berikut: dalam satu tahun seorang pasien
GGK seharusnya mendapatkan 365 hariobat hipertensi; tetapi bila pasien hanya
berkunjung sebanyak 8 kali ke dokter dan
mendapatkan obat hipertensi masingmasing kunjungan sebanyak 30 tablet
obat, maka perhitungan PDC pasien
tesebut adalah 240/365 *100% atau
sebesar 65,8%. Bila pasien menggunakan
dua atau lebih jenis obat maka nilai PDC
adalah rata-rata dari semua PDC pasien.
Batasan seorang pasien dikategorikan taat
bila mempunyai PDC lebih dari 80%
tanpa ada proses berhenti terapi lebih dari
60 hari.
Obat tidak akan bekerja dengan
baik bila tidak diminum sesuai aturan.
Penggunaan obat pada pasien-pasien
kronis seperti GGK berlangsung
secara terus-menerus seumur hidup.
Dengan bantuan sistem informasi
manajemen farmasis di apotek/rumah
sakit dapat mengukur ketaatan dengan
parameter PDC dan persistensi pasien
mengikuti terapi. Selanjutnya, farmasis
melakukan edukasi/konseling pasien
untuk memaksimalkan ketaatan pasien.
Tindakan praktis lainnya, farmasis via
telpon atau email dapat mengingatkan
pasien untuk segera melakukan
kunjungan dan menerima terapi lanjutan
secara rutin pada saat menjelang tanggal
obat habis. Praktek ini bermanfaat untuk
pasien lupa atau kurang peduli terhadap
jadwal kunjungannya.
b. Clinical Inertia
Faktor paling utama dari dokter
adalah clinical inertia yaitu tidak memulai
terapi untuk suatu indikasi dan/atau
kurangnya usaha intensifikasi terapi
pada saat belum mencapai target terapi.
Intensifikasi berarti menambah jumlah/
jenis/dosis obat. Faktor ini dihubungkan
dengan luaran terapi yang lebih baik
dengan/tanpa adanya ketaatan pasien
serta melebihi dampak ketaatan terapi.
Penelitian menunjukkan menurunkan
clinical inertia berarti meningkatkan
pengendalian TD secara bermakna.
Clinical inertia merupakan permasalahan
pasien yang sudah taat dalam penggunaan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

obat tetapi belum mencapai target


terapiPermasalahan clinical inertia lebih
sering dijumpai dibandingkan dengan
ketaatan terapi. (5)
Di Indonesia farmasis klinis belum
diperkenankan melakukan intensifikasi
terapi. Farmasis dapat memberikan
rekomendasi kepada dokter dalam
usaha mengurangi clinical inertia.
Contoh-contoh clinical inertia adalah
tidak rutin memeriksakan fungsi
ginjal pada pasien DM, tidak ada usah
menghambat mikroalbuminuria menjadi
makroalbuminuria, tekanan darah/
kadar gula darah tidak terkendali tidak
diberikan obat tambahan.
PERAN FARMASIS DALAM
PENCEGAHAN GGK
Peran farmasis dalam pencegahan
GGK tentunya lebih bermakna daripada
edukasi dan evaluasi terapi pada saat
pasien sudah mengalami GGK. Beberapa
jenis obat bersifat nefrotoksik. Farmasis
perlu melakukan edukasi penggunaan
obat-obat tanpa resep yang rasional pada
pasien khususnya yang berpotensi GGK,
edukasi untuk tidak terlalu gampang
minum obat untuk kasus sakit ringan,
edukasi meminimalkan penggunaan obatobat resep yang tidak tepat dan tanpa
pengawasan dari yang berwenang. Obatobat yang diekskresi melalui ginjal dapat
mengganggu fungsi ginjal bila digunakan
terlalu sering digunakan pada subyek yang
rentan, misalnya obat golongan NSAIDs.
Golongan NSAIDs dan dekongestan
meningkatkan TD.
Farmasis juga perlu melakukan
edukasi untuk mengoptimalkan
terapi nonfarmakologis melalui gaya
hidup sehat. Terapi nonfarmakologis
yang dimaksud adalah aktivitas fisik,
mengurangi stres, mengurangi berat
badan (jika berat badan berlebihan), dan
melakukan perubahan diet. Perubahan
diet meliputi pengurangan asupan
sodium <2-3g/hari, membatasi asupan
protein menjadi <20% dari total kalori,
mengurangi lemak hewani, memilih
karbohidrat yang kaya serat, menghindari
makanan kaleng dan makanan yang sudah
diproses berlebihan, dan memperbanyak
konsumsi asam amino omega 3 dan 6 dari
minyak ikan dan tanaman.
Sebagian pasien tidak menyadari
bahwa mereka mengalami gangguan
ginjal karena GGK stage 1 dan 2 tidak

teropong
memiliki simptom yang jelas atau pada
stage 3 dan 4 hanya berupa simptom
bersifat ringan. Tidak semua pasien
secara berkala melakukan pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi fungsi
ginjal. Pada saat kunjungan pasien
ke apotek, farmasis dapat membantu
mengenali gejala dan tanda gangguan
ginjal (GGK) misalnya anemia, tidak
tahan dingin, palpitasi, nyeri otot, sesak,
perubahan warna kulit (menghitam),
lemah tubuh, perubahan berat badan,
edema dan lainnya. Adanya kecurigaan
GGK terutama pada pasien DM/
hipertensi, farmasis perlu merekomendasi
dan mendorong pasien untuk melakukan
skrining/identifikasi gangguan ginjal serta
merekomendasikan pasien mengunjungi
dokter nefrologis.
Edukasi pasien mengenai pentingnya
periksa rutin tahunan beberapa penanda
fungsi ginjal termasuk kadar kreatinin,
ureum, dan asam urat serum serta
albumin urin (kecuali sudah dilakukan
dokter). Hasil pemeriksaan selanjutnya
dapat dikonsultasikan kepada dokter
nefrologis untuk memastikan fungsi ginjal
pasien. Hubungan yang dekat antara
farmasis dan pasien memungkinkan
pasien mengikuti rekomendasi yang
diberikan kepada pasien.
Pada tahap pencegahan GGK
beberapa bukti klinis menunjukkan
kolaborasi dokter layanan primer dengan
farmasis memperbaiki pengendalian
TD dibandingkan dengan dokter yang
bekerja tanpa rekan farmasis. Peran
farmasis utama adalah rekomendasi
intensifikasi terapi dan memperbaiki
ketaatan pasien. Farmasis dapat
merekomendasikan pasien DM dengan/
tanpa hipertensi yang menunjukkan
tanda mikroalbuminuria untuk
mendapatkan golongan ACEI atau ARB,
walaupun pasien sudah mendapatkan
terapi insulin intensif. Pemberian
golongan ACEI dan ARB harus mencapai
dosis yang dapat menekan secara
maksimal ekskresi albumin urin untuk
memperlambat perkembangan GGK.
Pemberian golongan obat tersebut perlu
disertai monitoring kadar kalium dan
meminimalkan asupan kalium.
PERANAN FARMASIS DALAM
PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN
OBAT

Ginjal merupakan organ vital dalam


proses eliminasi, dalam kondisi GGK
kemampuan eliminasi berkurang secara
drastis. Pemahaman farmakokinetika
seorang farmasis akan mempermudah
usahanya dalam pemilihan obat. Jika
dua obat dengan indikasi dan efektivitas
yang hampir sama pada pasien GGK,
farmasis dapat membantu pemilihan
obat berdasarkan rute eliminasinya
dengan menghindari yang ekstensif
eliminasi di ginjal atau alternatif lain
dengan mengurangi dosis atau frekuensi
pemberian. Eliminasi obat melalui
ginjal memerlukan penyesuaian dosis.
Beberapa penelitian farmasi klinik
menemukan sejumlah besar obat-obat
yang memerlukan penyesuaian dosis tidak
dilakukan penyesuaian (pengurangan)
dosis pada pasien GGK.
Pasien GGK menggunakan banyak
sekali jenis obat, yang kadang-kadang
tidak ditanggung atau dibayar sebagian
saja oleh asuransi. Biaya obat yang mahal
menimbulkan permasalahan pembiayaan
terapi pasien. Dalam hal ini, farmasis
dapat memberikan konseling untuk solusi
obat yang sejenis dengan harga obat yang
terjangkau pasien. Farmasis juga dapat
memberikan informasi kepada pasien
dalam menggunakan peresepan obat-obat
GGK yang umumnya banyak sekali jenis
dan jumlahnya, misalnya pemisahan
waktu minum obat satu dengan yang lain,
waktu minum obat, aturan sebelum atau
sesudah makan.
STRATEGI UNTUK KOLABORASI
Sesuai dengan panduan WHOFIP , pendidikan kefarmasian harus
menghasilkan luaran sebagai berikut:
kemampuan melakukan layanan
kefarmasian yang berpusat pada pasien
(patient-centred care) dan layanan berpusat
pada populasi (population-centred care);
sistem manajemen sumber daya (human,
medical, informational and technological)
dan sistem penggunaan obat; kesehatan
publik untuk menjamin efektivitas,
kualitas kesehatan, pencegahan, dan
pengembangan kebijakan publik.
Perubahan pendidikan tidak hanya pada
perubahan kurikulum secara ekstensif
tetapi juga pada komitmen untuk
menghasilkan farmasis berkualitas.(8) Ilmu
farmasis sangat luas, penguasaan ilmu
kefarmasian secara untuk keseluruhan

ilmu klinis relatif sulit, farmasis harus


menjadi professional yang siap latih di
tempat kerja.
Keterbukaan antar anggota
tim kesehatan sangat penting untuk
komunikasi dan kolaborasi. Seorang
farmasis baru dapat terlibat dalam
keterbukaan dan diskusi antar tim
kesehatan bila ia memiliki keterampilan
berkomunikasi dengan terminologi
medis dan pengetahuan kefarmasian
yang memadai untuk dibagikan kepada
anggota tim lainnya. Penggunaan
terminologi medis bersifat wajib, karena
tenaga profesional kesehatan saling
komunikasi menggunakan istilah yang
tepat benar. Secara khusus farmasis
(klinis) dapat membagikan pengetahuan
obat terutama terkait dengan
farmakoterapi (dosis, ADR, DI), evidence
based medicine, farmakoekonomi, dan
farmakokinetika. Selain itu mahasiswa
di masa kuliah perlu memperkaya
kemampuan berkomunikasi, berinteraksi
sedini mungkin dengan sesama mahasiswa
kesehatan lainnya, dan terlibat dalam
layanan kefarmasian sedini mungkin.
Farmasis sebagai bagian dari tim
tenaga kesehatan mempunyai peran
penting dalam kasus gagal ginjal kronis
(GGK). Kolaborasi farmasis dalam
tim kesehatan untuk mendukung
pengendalian diabetes dan/atau hipertensi
yang lebih optimal yang selanjutnya
dapat mencegah dan menghambat laju
perkembangan GGK. Peran farmasis
terutama dalam hal konseling terapi yang
intensif untuk memaksimalkan ketaatan
dan meminimalkan clinical inertia dengan
harapan mencapai target terapi sesuai
standar. Farmasis perlu menyiapkan diri
untuk melakukan kolaborasi sejak masa
kuliah dan membangun kesiapan mental
untuk berkolaborasi. Kolaborasi bertujuan
untuk layangan dan kepentingan
pasien yang lebih optimal. Selain
kompetensi masing-masing profesional
kesehatan diperlukan keterbukaan
untuk berkomunikasi dan kolaborasi
multidisipliner.n

H Fakultas Farmasi Universitas Sanata


Dharma/ ritasuhadi@usd.ac.id

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

49

TOPIK KHUSUS
Seorang pasien komplain ke dokter spesialis syaraf karena
diberi obat epilepsi, padahal dia tidak merasa menderita
epilepsi. Usut punya usut, ternyata ketika dia menebus obat di
apotek, apotekernya menjelaskan bahwa obat tersebut adalah
obat anti kejang. Setelah dikonfirmasi lagi, ternyata dokter
memang meresepkan gabapentin untuk pasien tersebut, tetapi
bukan sebagai anti kejang, namun sebagai analgesik untuk
nyeri neuropatik. Seorang Apoteker lain menilai telah terjadi
drug-related problem, ketika menjumpai bahwa pasien yang
kadar gula darahnya normal dan tidak ada riwayat diabetes
mendapatkan obat metformin. Padahal metformin dalam
kasus pasien tersebut ditujukan untuk terapi polycystic ovarian
syndrome (PCOS) yang dideritanya.

Oleh : Prof. Dr. Zullies Ikawati. *

al-hal semacam ini


mungkin terjadi jika
Apoteker tidak mengetahui
adanya penggunaan
obat off-label. Sebuah Seminar yang
membahas tentang Penggunaan
Obat secara Off-label yang
diselenggarakan oleh Pusat Informasi
Obat Gadjah Mada (PIOGAMA)
pada bulan November 2014 yang
lalu mengindikasikan bahwa banyak
sejawat apoteker atau calon apoteker
yang tidak mengetahui fenomena
penggunaan obat off-label. Salah
satu yang ditanya menyatakan bahwa
penggunaan obat off-label adalah
penggunaan obat yang tidak ada
labelnya. Memprihatinkan bukan?
Penggunaan obat seperti di atas
adalah contoh-contoh penggunaan
off-label. Penggunaan obat off-label
merupakan fenomena yang cukup
banyak dijumpai. Sebuah studi di
Jerman misalnya, melaporkan bahwa
penggunaan obat secara off-label
pada anak-anak dan dewasa mencapai
40,2% dari penggunaan obat (Knopf,
et al, 2013). Begitu pula dari tempattempat lain, penggunaan off-label
berkisar dari 21 47 %. Penggunaan

50

Penggunaan Obat O
Tantangan untuk A
off-label bukanlah suatu hal yang
ilegal, tetapi perlu mendapat perhatian,
karena berisiko terhadap adanya
bahaya pada pasien, terutama jika
tidak didukung oleh clinical evidence
yang memadai. Apoteker sangat perlu
mengetahuinya agar bisa memberikan
informasi yang tepat kepada pasien,
atau bahkan menjadi tempat bertanya
bagi sejawat tenaga kesehatan lain
mengingat kompetensi apoteker untuk
menyediakan informasi obat.
Apa pengertian penggunaan obat
Off-label ?
Penggunaan obat off-label adalah
penggunaan obat di luar indikasi
yang disetujui oleh lembaga yang
berwenang, yaitu misalnya Badan
POM di Indonesia atau Food and
Drug Administration (FDA) di

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Amerika. Obat yang dimaksud di sini


adalah obat yang sudah terdaftar dan
beredar di pasaran, bukan obat yang
sedang dalam penelitian. Dan yang
dimaksud label di sini adalah package
insert yang berisi summary of product
characteristic yang selalu menyertai
setiap obat. Dalam label tersebut akan
tertulis indikasi obat tersebut beserta
aneka informasi lainnya. Indikasi yang
tertulis dalam label tersebut diperoleh
dari uji klinik yang khusus untuk
menguji obat tersebut, dan suatu
industri farmasi dapat mengajukan
persetujuan dari FDA atau badan
berwenang di masing-masing negara
sebelum memasarkannya kepada
masyarakat.
Bisa terjadi, suatu obatsudah
memiliki bukti-bukti klinis untuk
indikasi tertentu, tetapi tidak

TOPIK KHUSUS
dikatakan juga sebagai penggunaan
obat off-label. Sebagai contoh, pernah
dijumpai peresepan kaptopril tablet
yang diminta untuk digerus untuk
pemakaian secara sublingual.

at Off-label:
k Apoteker
dimintakan approval oleh produsennya
kepada lembaga berwenang karena
berbagai alasan. Salah satu yang sering
menjadi alasan adalah biaya yang
besar untuk suatu uji klinik dan proses
approval, apalagi untuk suatu indikasi
baru dari obat yang sudah terdaftar
dan beredar. Sehingga kerap terjadi
perluasan indikasi tersebut tidak
dimintakan persetujuan, toh obatnya
sudah beredar di pasaran
Selain terhadap indikasi,
penggunaan off-label juga sebenarnya
bisa terjadi terhadap beberapa
parameter lain, yaitu dosis, sub
populasi pengguna, cara pemberian,
dll. Dengan definisi yang lebih ketat,
maka penggunaan obat untuk suatu
indikasi yang sudah sesuai label,
tetapi jika digunakan dengan rute
pemberian yang tidak sesuai, dapat

Mengapa obat digunakan secara


off-label?
Satu macam obatdapat memiliki
lebih darisatu macam indikasi atau
tujuan penggunaan obat. Jika ada
lebih dari satu indikasi, maka semua
indikasi tersebut harus diujikan secara
klinik dan dimintakan persetujuan
pada FDA atau lembaga berwenang
lain di setiap negara. Suatu uji klinik
yang umumnya berbiaya besar itu
biasanya ditujukan hanya untuk
satu macam indikasi pada keadaan
penyakit tertentu pula. Selain itu,
uji klinik jarang sekali menggunakan
pasien dengan kondisi khusus seperti
anak-anak, ibu hamil menyusui,
pasien lanjut usia, dll, karena
alasan etika. Karena itu, jika dokter
meresepkan obat-obatuntuk indikasiindikasi yang belum disetujui oleh
badan berwenang, atau digunakan
pada populasi khusus yang tidak
tercakup dalam uji kliniknya, maka
itu termasuk penggunaan obat offlabel.
Seperlima dari semua obat yang
diresepkan di Amerika adalah bersifat
off-label. Dan pada obat-obat untuk
gangguan psikiatrik, penggunaan
obat off-label meningkat sampai
31%. Contohnyarisperidon,
yang diindikasikan sebagai obat
antipsikotik untuk pengobatan
penyakit skizoprenia/sakit jiwa,
banyak digunakan untuk mengatasi
gangguan hiperaktivitas dan
gangguan pemusatan perhatian
pada anak-anak walaupun belum ada
persetujuan dari FDA untuk indikasi
tersebut. Selain itu, uji klinik biasanya
tidak dilakukan terhadap anak-anak,
sehingga diduga 50-75% dari semua
obat yang diresepkan oleh dokter
anak di AS adalah berupa penggunaan

off-label, karena memang indikasinya


untuk penggunaan pada anak-anak
belum mendapat persetujuan FDA.
Mengapa dokter meresepkan
obat off-label?
Ada beberapa kemungkinan
alasan dokter meresepkan obat secara
off-label. Yang pertama, bisa jadi
obat-obat yang tersedia untuk indikasi
yang dimaksudkan tidak memberikan
efek yang diinginkan, sehingga dokter
mencoba obat yang belum disetujui
indikasinya. Beberapa alasannya antara
lain adalah adanya dugaan bahwa obat
dari golongan yang sama memiliki
efek yang sama (walaupun belum
disetujui indikasinya), penggunaan
obat bisa diperluas untuk penyakit lain
yang lebih ringan dari indikasi yang
disetujui, atau obat dapat diperluas
penggunaannya untuk penyakit
tertentu yang kondisinya masih
mirip (misalnya montelukast untuk
asma digunakan untuk Penyakit paru
obstruksi kronis), dll. Yang kedua,
kondisi pasien merupakan kondisi
khusus atau pasien mnderita penyakit
yang jarang, sehingga masih sedikit
obat-obat on-label yang tersedia
karena masih sedikit uji klinik yang
menggunakan pasien dengan kondisi
khusus tersebut.
Penggunaan obat off-label
semacam itu banyak dijumpai pada
pengobatan kanker. Sebuah studi
tahun 1991 menemukan bahwa
sepertiga dari semua pemberian obat
untuk pasien kanker adalah off-label,
dan lebih dari setengah pasien kanker
menerima sedikitnya satu obat dengan
indikasi off-label. Sebuah survei pada
tahun 1997 terhadap sebanyak 200
dokter kanker oleh American Enterprise
Institute dan American Cancer Society
menemukan bahwa 60% dari mereka
meresepkan obat off-label. Hal ini
karena umumnya uji klinik untuk
obat kanker dilakukan pada satu jenis
kanker tertentu, sehingga indikasi yang
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

51

TOPIK KHUSUS
disetujui adalah hanya untuk jenis
kanker tertentu. Tetapi kenyataannya,
dokter sering mencoba obat kanker
tersebut untuk jenis kanker yang lain
yang belum disetujui penggunaannya.
Maka ini termasuk juga penggunaan
obat off-label. Sebuah studi di India
mengenai penggunaan obat off-label
pada pengobatan kanker menjumpai
bahwa sebagian obat kanker digunakan
secara off-label, seperti paclitaxel yang
disetujui untuk terapi kanker ovarium
dan payudara, digunakan pula untuk
berbagai kanker lain seperti paru-paru,
lambung, nasofaring, dll (Gota dan
Patial, 2011).
Apa saja contoh penggunaan
obat off-label ?
Penggunaan obat off-label sendiri
ada dua jenis. Yang pertama, obat
disetujui untuk mengobati penyakit
tertentu, tapi kemudian digunakan
untuk penyakit yang sama sekali
berbeda. Misalnya amitriptilin
yang disetujui sebagai anti depresi,
digunakan untuk mengatasi nyeri
neuropatik. Yang kedua, obat

No Nama Obat

disetujui untuk pengobatan penyakit


tertentu, namunkemudian diresepkan
untuk keadaan yang masih terkait,
tetapi di luar spesifikasi yang disetujui.
Contohnya adalah Viagra (sildenafil),
yang diindikasikan untuk mengatasi
disfungsi ereksi pada pria, tetapi
digunakan untuk mengatasi gangguan
seksual pada wanita. Contoh-contoh
lain tersaji dalam tabel berikut:.
Dan masih banyak lagi, yang
mungkin pada satu negara dengan
negara lain terdapat jenis-jenis
penggunaan obat off-label yang
berbeda. Beberapa golongan obat
populer yang sering dipakai off-label
antara lain adalah obat-obat jantung,
antidepresan, antikonvulsan, anti
asma, anti alergi, dll. Yang perlu
diperhatikan, suatu obat yang semula
digunakan off-label, bisa jadi suatu saat
akan didaftarkan oleh produsennya
untuk mendapatkan persetujuan
indikasi baru, dengan demikian ia
menjadi on-label. Sebagai contoh,
semula Viagra (berisi sildenafil 50
mg) digunakan secara off-label untuk
pengatasan hipertensi paru, namun
belakangan produsennya, yaitu Pfizer,

Penggunaan on-label

1 Siproheptadin
Antihistamin, anti alergi
2 Ketotifen
Antihistamin, anti alergi
3. Pizotifen
migrain

Metformin
Diabetes melitus type 2

4. Misoprostol
Sitoprotektif lambung
antidepresan
5. Amitriptilin
antikonvulsan
6. Gabapentin
7. Metoklopramid Anti emetik
8. Celecoxib
Antiinflaamasi
Antidepresan gol SSRI
9. Sertralin
52

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

mendaftarkannya dengan indikasi baru


dan nama baru, yaitu Revatio, yang
berisi sildenafil 20 mg.
Apa risiko meresepkan obat offlabel?
Peresepan obat off-label bukanlah
peresepan ilegal, karena memang tidak
ada aturan yang mengatur peresepan
tersebut. Adalah hak dan otoritas
dokter untuk meresepkan suatu obat.
Tentu diharapkan seorang dokter
meresepkan suatu obat memiliki dasar
yang kuat berupa clinical evidence.
Penggunaan obat secara off-label yang
masih didukung oleh bukti klinis
relatif maih bisa dipertanggungjawabkan efikasi dan keamanannya.
Masalahnya, masih banyak dijumpai
penggunaan obat off-label yang
tidak didukung bukti klinis yang
yang memadai terhadap efikasi dan
keamanannya. Pada sebuah studi
tahun 2006 mengenai penggunaan
obat off-label, peneliti Randall Stafford
dkk melaporkan bahwa penggunaan
obat off-label mencapai 21% dari
peresepan, dan 73% dari penggunaan

Penggunaan off-label
Pemicu nafsu makan
Pemicu nafsu makan
Pemicu nafsu makan
Polycystic ovarian syndrome (PCOS),
penurun berat badan
Induksi kelahiran
Nyeri neuropatik, profilaksis migrain
Nyeri neuropatik, profilaksis migrain
Pelancar produksi ASI
Preventif kanker
Terapi ejakulasi dini pada pria

TOPIK KHUSUS

obat off-label tidak didukung bukti


klinis/ilmiah yang kuat (Radley, et al,
2006).
Dalam kondisi seperti ini,
penggunaan obat off-label menjadi
berisiko terhadap keselamatan pasien,
dan rentan terhadap tuntutan di
pengadilan jika terdapat hal-hal yang
tidak diinginkan terkait dengan
penggunaan obatnya. Karena obat
digunakan di luar indikasi yang tertulis
dalam label obat, maka jika ada efek
yang tidak diinginkan, produsen
tidak bertanggung-jawab terhadap
kejadian tersebut. Dan jika terdapat
penggunaan obat off-label yang tidak
benar, maka tentu akan meningkatkan
biaya kesehatan. Lebih rugi lagi adalah
bahwa obat-obat yang diresepkan

secara off-label umumnya tidak dijamin


oleh asuransi, sehingga pasien harus
membayar sendiri obat yang belum
terjamin efikasi dan keamanannya.
Penutup : Apa pentingnya
Apoteker mengetahui ini?
Bagi sejawat apoteker,
pengetahuan tentang obat-obat offlabel sangat penting untuk memahami
pengobatan seorang pasien. Jika
dijumpai suatu obat yang nampaknya
tidak sesuai indikasi, sebaiknya
tidak serta merta menyatakan bahwa
pengobatan tidak rasional, karena
bisa jadi ada bukti-bukti klinis baru
mengenai penggunaan obat tersebut
yang belum dimintakan persetujuan

dan masih dalam tahap investigational.


Sebuah peraturan di Belanda mengenai
peresepan obat off-label bahkan
menyatakan bahwa peresepan obat
di luar indikasi resmi yang tertera
dalam label hanya diijinkan jika
sudah ada standar atau protokol yang
dikembangkan oleh kelompok dokter
ahli/spesialis untuk bidang tersebut.
Jika protokol belum ada atau masih
dalam proses penyiapan, dokter
harus berkonsultasi dengan apoteker
(Hekster, 2012). Hal ini menunjukkan
bahwa Apoteker justru merupakan
pemegang peran penting dalam
memberi informasi kepada dokter
mengenai suatu obat beserta indikasi
dan efek-efeknya, termasuk obat
off-label, apakah cukup bukti ilmiah
untuk mendukung penggunaannya
pada suatu kondisi tertentu.
Namun demikian, bagaimanapun
peresepan obat merupakan otoritas
sejawat dokter, apakah akan
menggunakan off-label atau onlabel. Untuk itu, apoteker perlu
memperluas wawasan dan selalu
meng-update pengetahuan mengenai
obat-obat baru maupun buktibukti klinis baru yang sangat cepat
perkembangannya. Jika Apoteker
tahu bahwa obat yang disiapkannya
dari resep dokter adalah off-label,
Drs. Ahaditomo, MS, Apt dalam
Seminar tentang Pengobatan offlabel tersebut menyarankan perlunya
dilakukan rekonfirmasi dengan dokter
bahwa obat yang diresepkan adalah
off-label, sehingga Apoteker dapat
menyiapkan obat tersebut tanpa harus
bertanggung-jawab terhadap risiko
yang ditimbulkan oleh pemakaian
obat tersebut. Selain itu, sampaikan
informasi dengan bijak kepada pasien,
agar pasien tidak bingung dengan
tujuan obat yang digunakannya dan
efek terapi apa yang diharapkan.
H Prof. Dr. Zullies Ikawati. *

Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta/


Pengurus PP IAI bidang Humas dan
Komunikasi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

53

info
Teh hijau yang berasal
dari tanaman Camellia
sinensis menjadi salah
satu minuman yang
dikonsumsi secara luas
di dunia, terutama di
Asia. Manfaat teh hijau
bagi kesehatan diduga
erat kaitannya dengan
kandungan catechin yang
terdapat di dalamnya.
Oleh :
Feby Christina, S.Farm., Apt.

ebagai salah satu jenis


Flavanol, catechin yang
paling sering ditemukan
pada ekstrak teh hijau
adalah epigallocatechin gallate (EGCG),
epigallocatechin, epicatechin gallate,
dan epicatechin. Tidak hanya dikenal
sebagai antioksidan kuat, catechin juga
bermanfaat sebagai antiinflamasi dan
antimutagenik dalam berbagai sistem
biologis. Beberapa bukti penelitian
mengindikasikan bahwa teh hijau
dapat mempengaruhi metabolisme
gula dan kepekaan insulin, sehingga
menimbulkan dugaan manfaat
konsumsi teh hijau pada kasus diabetes
mellitus.
Diabetes melitus (DM) merupakan
penyakit metabolik yang berlangsung
kronik dimana penderita tidak bisa
memproduksi insulin dalam jumlah
yang cukup atau tubuh tidak mampu
menggunakan insulin secara efektif
sehingga terjadilah kelebihan gula
di dalam darah dan baru dirasakan
setelah terjadi komplikasi lanjut pada
organ tubuh. Secara epidemiologi,
diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi DM di Indonesia mencapai
21,3 juta.

54

Gambar 1. Teh Hijau

Manfaat Teh Hijau


Pasien DiabetesM
Stres oksidatif berperan dalam
patogenesis DM
Selain tingginya konsentrasi gula
dalam darah, rupanya stres oksidatif
juga memainkan peran penting dalam
patogenesis DM maupun komplikasi
yang akan diakibatkannya. Stres
oksidatif merupakan suatu kondisi
ketidakseimbangan antara radikal bebas
dan kemampuan antioksidan dalam
tubuh untuk mengatasinya.
Jay dkk pada tahun 2006 dan
Bandeira dkk pada tahun 2013 meneliti
mekanisme hiperglikemia yang dapat
menimbulkan radikal bebas yaitu
reactive oxygen dan nitrogen species
(RONS). Meningkatnya RONS
yang dihasilkan di mitokondria
berkontribusi terhadap pembentukan
dan pemeliharaan stres oksidatif,
sehingga menyebabkan resistensi insulin
dan perubahan pada pembuluh darah,
ginjal, saraf, retina dan sel-sel pankreas.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Pasien DM tidak hanya mengalami


peningkatan kadar RONS, namun juga
penurunan kemampuan antioksidan
untuk mengatasi radikal bebas. Hal ini
diduga akibat menurunnya antioksidan
endogen maupun asupan antioksidan
dari luar. Berangkat dari pemahaman
ini, diharapkan penggunaan antioksidan
dapat membantu untuk mengatasi
radikal bebas akibat hiperglikemia.

Teh hijau membantu kontrol


gula darah pada hewan coba
Berbagai penelitian telah dilakukan
pada tahun 2006-2008 terkait efek
teh hijau pada hewan coba yakni
tikus yang mengalami DM. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa secara
signifikan ekstrak teh hijau dapat
menurunkan gula darah puasa, HbA1c
dan insulin pada tikus. Dua penelitian
lain oleh Wu dkk pada tahun 2004
dalam Journal of Agricultural dan Food

info
Chemistry dan European Journal of
Nutrition menunjukkan bahwa ekstrak
teh hijau meningkatkan kemampuan
ambilan glukosa oleh adiposit serta
meningkatkan ikatan spesifik antara
insulin dan reseptor insulin di
jaringan. Selain itu juga meningkatkan
kandungan glucose transporter-4 (GLUT4) yakni protein pembawa glukosa
dalam adiposit yang diisolasi dari tikus.

Penelitian teh hijau berlanjut


pada manusia
Melihat hasil penelitian pada hewan
coba yang membawa titik terang, teh
hijau pun diteliti pada manusia. Suatu
meta analisis yang dilakukan oleh Liu
dkk yang dipublikasikan tahun 2013

Hijau Bagi
esMellitus
dalam The American Journal of Clinical
Nutrition mengevaluasi efek teh hijau
pada kontrol glukosa dan sensitivitas
insulin. Penelitian ini melibatkan 17

randomized control trial (RCT). Total


jumlah subjek yang terlibat dalam
masing-masing penelitian beragam
mulai dari 34 sampai 240 orang dewasa.
Kandungan catechin dalam teh hijau
yang digunakan berada pada rentang
208 1207 mg/dosis (nilai median:
457 mg/dosis). Durasi penelitian pun
bervariasi mulai dari 2 minggu 6
bulan (nilai median: 12 minggu). Dari
17 penelitian tersebut, 15 di antaranya
melibatkan subjek dengan faktor
risiko metabolik, seperti peningkatan
konsentrasi gula darah puasa, obesitas
dan kelebihan berat badan. Dua
penelitian sisanya melibatkan subjek
sehat. Empat dari 17 penelitian
melibatkan subjek yang telah didiagnosa
DM tipe 2.

Teh hijau terbukti menurunkan


konsentrasi gula darah puasa
dan HbA1C pada manusia
Hasil meta analisis ini menunjukkan
bahwa teh hijau dapat menurunkan
konsentrasi gula darah puasa dan HbA1c
secara signifikan. Didapati bahwa gula
darah puasa pada kelompok uji turun
sebesar 0,09 mmol/L atau 1,62 mg/dl.
Sedangkan HbA1c pada kelompok uji
turun sebesar 0,30%. Sementara itu,
pada analisis subgrup yang menggunakan
data yang diambil dari penelitian dengan
kualitas tinggi menunjukkan bahwa teh

hijau dapat menurunkan konsentrasi


insulin puasa. Penurunan konsentrasi
insulin puasa dapat mengindikasikan
perbaikan pada sensitivitas insulin.
Sayangnya, tidak ada perbedaan hasil
yang signifikan terlihat pada parameter
gula darah 2 jam post prandial dan
HOMA-IR (parameter yang mengukur
resistensi insulin) baik pada kelompok uji
dan kontrol. Hal ini diduga akibat sangat
terbatasnya jumlah penelitian yang
tersedia untuk analisis tersebut.
Hal yang menarik lainnya yaitu
didapati bahwa teh hijau dapat
menurunkan konsentrasi gula darah
puasa secara signifikan hanya pada subjek
yang disertai dengan risiko sindrom
metabolik, namun penurunan tersebut
tidak didapati pada subjek sehat. Selain
itu, penurunan konsentrasi gula darah
puasa juga hanya terjadi pada subjek
yang mengonsumsi teh hijau dengan
kadar catechin >457 mg/dosis. Hasil
yang didapatkan ini juga senada dengan
meta analisis lainnya oleh Jing dkk yang
dipublikasikan pada tahun 2009 dalam
Journal of General Internal Medicine.
Jumlah partisipan yang dilibatkan yaitu
324.141 dengan 11.400 kasus DM tipe
2. Penelitian ini mengindikasikan bahwa
pasien yang minum teh hijau 4 cangkir/
hari memiliki risiko DM tipe 2 lebih
rendah 20% dibandingkan dengan yang
minum kurang dari itu atau bahkan
tidak sama sekali.
Sayangnya, hasil analisis
meta-regresi yang dilakukan tidak
menunjukkan hubungan dosisrespons yang signifikan antara teh
hijau dan konsentrasi gula darah
puasa maupun insulin, sehingga sulit
untuk menentukan dosis optimal yang
tepat dalam rangka meningkatkan
kesehatan pasien DM. Oleh karena
itu, masih diperlukan tambahan RCT
dengan durasi yang lebih panjang dan
kualitas tinggi yang didesain khusus
untuk mengevaluasi efek teh hijau
pada kontrol glukosa serta sensitivitas
insulin dalam rangka menguji dan
mengonfirmasi temuan ini. n
Gambar 2. Hubungan antara
hiperglikemia, RONS, dan
resistensi insulin
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

55

KOLOM

Kasus tertukarnya label ampul anestesi


lokal dengan ampul obat anti pembekuan
darah produk salah satu pabrik obat
pada sebuah RS swasta di Jakarta
pada Februari 2015 lalu membuat peran
dan tanggung jawab farmasis dalam
pelayanan kesehatan semakin penting.

Oleh : Dr. Mahdi Jufri MSi

ungsi dan tugas apoteker


dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian
sudah dijelaskan dan diatur
dalam SK Menkes 889 tahun 2011
. SK Menkes ini mengatur tentang
peranan dan tanggung jawab profesi
apoteker baik di fasilitas pelayanan
seperti apotik dan rumah sakit maupun
di fasilitas produksi dan distribusi.
Peraturan ini mengatur tentang
fungsi dan tugas apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian
yaitu dalam hal pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, serta pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat,bahan obat dan
obat tradisional. Ketentuan tentang
peraturan ini berhasil ditelurkan
berkat kerja keras dan dedikasi para
apoteker yang tergabung dalam ikatan
Sarjana farmasi Indonesia (ISFI) dan
kini berganti nama menjadi Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI) sejak 2009 .
Sebagai tindak lanjut dari
Permenkes ini, para apoteker yang

56

Tantangan Profesi Apo te


Masyarakat Ekonomi A SE

Kembalinya saudara kandung pr ofe


tergabung dalam KFN (Komite
Farmasi Nasional) dengan segera
menerbitkan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) yaitu bukti tertulis
yang diberikan oleh Menteri kesehatan
melalui KFN kepada apoteker yang
telah melakukan registrasi tenaga
kesehatan. Selain itu juga juga seorang
apoteker harus memiliki kompetensi
profesi berupa sertifikat kompetensi
yang berguna sebagai tanda pengakuan
terhadap kompetensi seorang apoteker
untuk dapat menjalankan pekerjaan/
praktek profesinya di seluruh
Indonesia setelah dinyatakan lulus uji
kompetensi.
Pemerintah member kewenangan
kepada KFN untuk membuat
pedoman penyelenggaraan uji

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

kompetensi.Sementara pelaksanaan
uji kompetensi itu sendiri dilakukan
oleh organisasi profesi (IAI).Organisasi
profesi (IAI) berperan dalam menilai
besarnya pembobotan Satuan Kredit
Profesi (SKP) yang dilakukan suatu
organisasi profesi di bawah naungan
IAI yang mengikuti kegiatan ilmiah
baik berupa kongres, simposium,
seminar maupun workshop yang
bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi seorang apoteker.
Untuk dapat melaksanakan
praktek kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian baik di
rumah sakit, puskesmas, klinik serta
apotik seorang apoteker juga harus
mengantongi Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) yaitu surat izin

KOLOM

yang diberikan kepada apoteker


penanggungjawab dan apoteker
pendamping agar dapat melaksanakan
praktik kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian tersebut.

Komite ini belumlah mengatur


bagaimana para apoteker dapat eksis
dan survive dalam menjalankan
profesi sesuai dengan Permenkes 899
itu. Komite farmasi nasional (KFN)
sejatinya membuat kebijakan yang
melindungi para apoteker terhadap
tekanan pemilik modal yang kini
dimiliki pemodal raksasa swasta asing
yang bergerak dalam fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut baik berupa RS
International dan juga berbagai
apotik jaringan Internasional (Chain
Pharmacy) maupun pemodal swasta
dalam negeri yang kini mulai tumbuh
bak cendawan di berbagai propinsi di
Indonesia.
Munculnya fenomena ini adalah
adalah hal yang tak dapat dielakkan
karena merupakan konsekuensi mulai
berlakunya perjanjian perdagangan
dan jasa yang bebas di bawah
perjanjian MEA yang khusus mulai
berlaku untuk apoteker pada tahun
2017 nanti. Dengan adanya dampak
globalisasi ini sejatinya KFN perlu
membentuk suatu satuan tugas untuk
meningkatkan mutu dan sekaligus
melindungi hak dan nasib para
apoteker bangsa Indonesia agar dapat
sejajar bersaing dalam melakukan
praktek pelayanan kefarmasian yang
sesuai dengan standard dan aturan
WHO (WHO guide for pharmaceutical
care ).

Namun seiring berjalannya waktu,


sejak ditelurkannya ide melakukan uji
kompetensi apoteker sejak 2007 lalu,
peran dan fungsi apoteker di pelayanan
farmasi belumlah terlalu nyata.
Peraturan ini lebih mengutamakan
kewajiban para apoteker di fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan
misi pelayanan farmasi (pharmaceutical
care) WHO yang didengungkan sejak
awal tahun 1990an.Sayangnya, hak
dan nasib para apoteker di fasilitas
kesehatan tersebut belum ditata
dengan baik.

Kita bisa lihat bagaimana praktek


irrational drug use (penggunaan obat
tidak rasional) atau overprescribing
(pemberian obat berlebihan) di fasilitas
RS dan klinik kesehatan baik milik
pemerintah maupun swasta asing dan
dalam negeri yang merajalela dengan
leluasa tanpa ada aturan dan sanksi
yang jelas.
Kita tahu bahwa ada risiko
bahaya efek samping dan interaksi obat
yang serius bila terus dibiarkannya
praktek-praktek semacam ini, lalu
siapa yang dirugikan baik dari segi

po teker di Era
i A SEAN:

g pr ofesi kesehatan

kesehatan maupun biaya kesehatan?.


Tentulah masyarakat awam yang akan
dirugikan. Mereka tidak paham akan
semua itu. Masyarakat menyerahkan
kepercayaan tersebut kepada para
profesi kesehatan tersebut agar
memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan s tandar profesi dan
aturan yang di susun berdasarkan
kompetensi agar kesehatan masyarakat
dapat terjaga baik dari segi standar
profesi maupun biaya yang terjangkau
masyarakat luas terutama bagi
kalangan berpenghasilan rendah.
Kita patut bersyukur bahwa
mulai tahun ajaran 2012 yang lalu
telah diberlakukan kurikulum baru di
rumpun Fakultas fakultas kesehatan
(Kedokteran, Gigi, Farmasi Kesehatan
masyarakat dan Keperawatan)
dimana kurikulumnya di susun
berdasarkan kompetensi bahwa pasien
perlu ditinjau secara holistik. Kita
juga berharap dengan sedang di
bangunnya RS pendidikan yang baru
di Universitas Indonesia, Depok,
diharaplan akan menghasilkan profesi
kesehatan yang berkualitas lebih baik
demi melayani kesehatan masyarakat
Indonesia sesuai tuntutan standar
internasional (WHO).
Karena dengan terbentuknya
rumah sakit pendidikan tersebut
para mahasiswa baru calon profesi
kesehatan sejak awal sudah saling
mengenal teman teman mereka bahwa
mereka adalah satu team work dalam
menjalankan profesi untuk melayani
kesehatan masyarakat Indonesia.Profesi
apoteker ini ibarat saudara kandung
kesehatan yang selama ini menghilang.
Kita berharap peran para profesi
kesehatan (apoteker) dapat eksis di
masyarakat. Semoga.n
Dr. Mahdi Jufri MSi
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, Depok

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

57

kolom

MEMBANGUN BUDAYA APOTEKER


BERTANGGUNG JAWAB

poteker Indonesia belum


akan berubah menjadi
professional sepanjang
kepribadian setiap
apoteker belum berubah secara nyata.
(1) Perubahan ini sulit, karena
perilaku turun temurun
memahami peraturan
pemerintah Nomor 26/1965
dan melalaikan tanggung jawab
sehingga melahirkan budaya
apoteker dengan kepribadian
pragmatis, melihat hasil dengan
cara praktis bukan upaya
sebagai suatu proses.
(2) Kepribadian pragmatis timbul
karena lambatnya perubahan
kearah lebih baik dibangun oleh
organisasi
(3) Sensitifitas Pemerintah untuk
memperbaiki nasib apoteker
melalui peraturan berjalan
sangat lambat
(4) Peraturan Organisasi (IAI)
yang merujuk kepada
peraturan pemerintah, mampu
mengarahkan dan memperbaiki
kepribadian, menuju budaya
apoteker bertanggung jawab
Perubahan Kepribadian
Sebagai Konsep
Menjadikan budaya sebagai simbol
kemajuan berarti membangun pemikiran
menuju perubahan kepribadian. Tidak
ada jalan pintas untuk mengganti
kepribadian pragmatis dengan
kepribadian idealis, yang ada menata
kembali kepribadian pragmatis menjadi
kepribadian idealis.
Dinamika Peraturan
Pemerintah
Membicarakan masalah apoteker
maka tidak akan lepas membicarakan
historis panjang Peraturan Pemerintah

58

Oleh: Iskani *
yang mengatur kefarmasian yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun
1965, Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2009 dimana masingmasing peraturan ini mempunyai
dinamika sendiri-sendiri, disisi lain
perubahan satu peraturan dengan lainnya
memerlukan waktu lama, perubahan PP
25/1965 ke PP 26/1980 memerlukan
waktu 15 tahun dan perubahan PP
25/1980 ke PP 51/2009 memerlukan
waktu 29 tahun, PP 51/2009 telah
berjalan 5 tahun, total 49 tahun
Pengertian Apotik menurut PP 26
Tahun 1965, Pasal 1, Apotik adalah
suatu tempat tertentu dimana dilakukan
usaha-usaha dalam bidang farmasi
dan pekerjaan kefarmasian, pasal 4,
Pertanggungan jawab teknis terletak
kepada seorang apoteker, jadi pada PP
26/1965 apoteker bertindak sebagai
penanggung jawab teknis dan apotik
merupakan tempat bisnis
Pengertian Apotik menurut PP 25
Tahun 1980, Pasal 1, Apotik adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
obat kepada masyarakat; pasal 2, tempat
pengabdian profesi seorang apoteker yang
telah mengucapkan sumpah jabatan,
melaksanakan peracikan, pencampuran
dan penyerahan obat, jadi apoteker tetap
bertindak sebagai penanggung jawab
teknis dan belum melakukan interaksi
dengan pasien
Dari kedua Peraturan Pemerintah
diatas, apoteker berada dalam keadaan
pasif bekerja dalam ruang tidak
berhadapan dengan pasien (drug
oriented) dan apotek lebih didominasi
pengusaha yang berperan aktif dengan
tujuan bisnis, disinilah mulai apoteker
terjebak dan dililit oleh intervensi
kekuatan pengusaha yang semakin lama
semakin kuat dan apoteker menjadi
sebagai pelengkap, tidak berdaya untuk

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

tampil lebih dominan di apotik karena


kalah bersaing dengan pengusaha apotik
yang lebih terampil walaupun hanya
mengenyam pendidikan dasar, sebagai
akibat apoteker tersingkir dari perannya.
Kondisi ini telah berjalan selama sekitar
40 tahun, waktu yang lama tersebut
sudah cukup untuk merubah kepribadian
luhur menjadi budaya apoteker yang
tergerus idealismenya, yang lebih parah
lagi apoteker sudah hampir-hampir tidak
perduli lagi dengan profesinya
Kepribadian pragmatis inilah yang
dirisaukan oleh tokoh organisasi IAI
dan berupaya mengangkat kembali
apoteker dari fase ketidak-pedulian ke
fase bertanggung jawab karena posisi
apoteker sudah tidak sesuai dengan
kondisi pelayanan langsung oleh
apoteker, sehingga, banyak konsep
pemikiran maupun jorgan-jorgan seperti
No Pharmacist No Services, TATAP
(Tanpa Apoteker Tanpa Pelayanan),
Pemurnian Profesi Apoteker, Tanpa
Pelayan Tidak Ada Pelayanan, Reposisi
Apoteker, Menuju Apoteker Praktik
Perorangan, terlihat para tokoh organisasi
berupaya keras menyampaikan konsep
pemikiran demi mengangkat harkat,
wibawa dan citra apoteker, tetapi belum
terlihat satupun dari konsep-konsep
pemikiran tersebut terlaksana, mungkin
disebabkan konsep pemikiran tersebut
belum direspon baik oleh para apoteker
yang lebih mengedepankan pragmatis
atau kebingungan tidak tahu apa yang
harus dikerjakan atau terganjal dengan
Peraturan pemerinah yang belum tersedia
sebagai pedoman konsep pemikiran ini
Bila melihat para tokoh organisasi
menyampaikan konsep pemikiran untuk
membangun profesi ini dengan format
masa kini, maka berbeda pemikiran para
apoteker yang lebih mengedepankan
konsep hasil kerja atau out come
Bagaimana mendapatkan jasa lebih
baik sebagai apoteker disini terlihat dua
konsep pemikiran yang saling bertolak
belakang, satu sisi membicarakan konsep
pembangunan, sisi lain membicarakan

kolom
penghasilan. Kondisi ini adalah kondisi
wajar karena jasa profesi apoteker ada
yang dibawah UMR (Upah Minimum
Regional)
Perbaikan kepribadian tentu tidak
saja dilakoni oleh organisasi namun tidak
terlepas peran serta apoteker yang harus
melihat, memahami sejarah perjalanan
kefarmasian Indonesia, bahwa budaya
apoteker sekarang ini adalah budaya
masa lalu yang belum siap melakukan
perubahan. Salah satu konsep sederhana
yang disampaikan oleh Bapak H.
Soekaryo , Ketua Majelis Pertimbangan
Etika Apoteker Indonesia PP ISFI,
Kepribadian adalah kunci keberhasilan,
kegagalan apoteker karena apoteker tidak
pernah hadir dan berbuat sesuatu di
tempat kerjanya, dengan kata singkat
tersebut dapatlah diuraikan bahwa harus
ada upaya menata ulang kepribadian
apoteker sebagai langkah awal untuk
membentuk budaya apoteker yang siap
menyesuaikan dengan kondisi perubahan
, dengan tool, peraturan organisasi, dapat
memberikan konsekuen logis bila tidak
dilaksanakan, mengikat apoteker untuk
hadir dan berbuat sesuatu di apotek sesuai
dengan ketentuan praktik kefarmasian
dan sertifikasi.
Peraturan Pemerintah
Nomor 51/2009 dan
Peraturan Organisasi
PP 51 Tahun 2009, pasal 1 ayat
13, Apotik adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker, pasal 39
ayat (1) apoteker wajib memiliki STRA
kemudian pasal 52 ayat (1) apoteker
wajib memiliki SIPA, sudah selaras
dengan kebijakan Pengurus Pusat IAI
menerbitkan Peraturan Organisasi SK
PP IAI Nomor : PO. 005/ PP.IAI /1418
/ VII/2014 Tentang Papan Nama Praktik
Apoteker dimana pada Papan Praktik
tertulis, Praktik Apoteker, nomor STRA,
SIPA, Jam dan hari praktik serta nama
dan alamat apotek yang memperkuat
pasal 39 dan pasal 52. Inilah salah satu
bentuk upaya nyata, membuka jalan
perubahan kepribadian
Keselarasan PO. 005/ PP.IAI /1418 /
VII/2014 akan memperkuat pelaksanaan
sertifikasi pengumpulan 150 SKP bagi
setiap apoteker karena pemasangan
papan praktik harus dijadikan awal
penghitungan pengumpulan nilai SKP 5

tahun ke depan.
Mulai tahun 2015 SKPA tidak
dilaksanakan lagi, dalam kondisi seperti
ini tidak ada pilihan lain bagi apoteker
yaitu harus hadir di apotek, karena pada
akhir 5 tahun kedepan bagi apoteker
yang masih tetap ingin bertindak sebagai
Apoteker Penanggung Jawab wajib
melaksanakan ketentuan sertifikasi
Resiko atau Konsekuensi Logis
tidak boleh praktik pada akhir tahun
ke 5, merupakan sanksi tegas, bila tidak
melaksanakan ketentuan sertifikasi.
Konsekuensi ini menyebabkan apoteker
tidak mempunyai pilihan, harus hadir
di apotek dengan memasang papan
praktik sebagai bentuk komitmen.
Komitmen ini harus menjadi momentum
strategis organisasi untuk mendorong
semangat membangun budaya apoteker
bertanggung jawab.
Peraturan dan Sanksi
Membangun budaya apoteker
bertanggung jawab, tidak akan berhasil
bila menggunakan peraturan tanpa
sanksi, karena peraturan yang ada saat
ini lebih terfokus kepada ketertiban dan
petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan
profesi sedangkan sanksi terhadap tidak
melaksanakan dan melanggar ketentuan
pasal-pasal dalam peraturan tidak
dikenakan sanksi, hal ini sejalan dengan
pemikiran, Bapak Dani Pratomo, Ketua
Umum 2010 2013, yang disampaikan
dalam pertemuan IAI bersama Dirjen
Binfar Alkes, APTFI, KFN di Garden
Permata Hotel Bandung, bahwa Suatu
peraturan tanpa sanksi, peraturan tersebut
tidak akan berjalan
Peraturan Organisasi
Karena peraturan pemerintah untuk
membangun budaya apoteker, mungkin
tidak ada, maka pilihan lain adalah
Peraturan Organisasi harus mengisi
kekosongan ini yang berorientasi kepada
perubahan kepribadian, Peraturan
Organisasi sudah cukup kuat, terbukti
dapat dilaksanakan, asal semua ketua
organisasi mempunyai komitmen yang
sama untuk melaksanakannya
Metoda PICA
Pembangunan budaya apoteker
harus dimulai oleh budaya organisasi
yaitu berorientasi kepada pelaksanaan/
AKSI. Untuk dapat melihat gambaran

dan tindakan yang dilakukan maka


Metoda PICA, Problem, Identification,
Correction, Action. akan memperjelas
sebagai berikut :
1. Problem adalah apoteker termasuk
para ketua organisasi, termasuk apoteker
di pemerintahan yang masih aktif
bertindak sebagai Apoteker Penanggung
Jawab, belum mau sepenuhnya hadir di
apotik,
2. Identification adalah (a) apoteker
belum sepenuhnya hadir di apotik karena
kurang memiliki tanggung jawab profesi
sebagai apoteker, (b) masih ada rasa kuatir
apoteker tidak dapat praktik, (c) apoteker
mempunyai minat mengumpulkan angka
kredit (SKP)
3. Corection adalah (a) mendorong
apoteker berupaya mengumpulkan angka
kredit maksimal , (b) membuat Peraturan
Organisasi sinergis dengan pelaksanaan
sertifikasi,
4. Action/AKSI adalah (a) Semua
pengurus khususnya para pelaksana
kebijakan yaitu para ketua untuk
melaksanakan Peraturan Organisasi
secara konsekuen. (b) Menjadikan
sertifikasi menjadi momentum perubahan
kepribadian
Jalan Perubahan Sudah
Dirintis
Membangun budaya organisasi
yang berorientasi kepada AKSI bagi
para pelaksana kebijakan, pelaksanaan
peraturan organisasi terbukti
memperlihatkan hasil, ada indikasi
apoteker tetap ingin menjadikan profesi
apoteker berubah kearah lebih baik
sepanjang organisasi dapat melihat
kondisi ini sebagai peluang perubahan,
sedangkan kegiatan yang terlihat
berhasil dalam bentuk AKSI adalah (a)
pelaksanaan sertifikasi kompetensi (b)
pelaksanaan seminar-seminar dalam
upaya mengumpulkan nilai SKP (c)
pemasangan papan praktik.
Gambaran diatas merupakan bentuk
AKSI yang sudah dimulai, dan mulai
memperlihatkan harapan, perubahan
lebih baik perlu terus diperkuat, bahwa
apoteker harus merintis jalan lebih dahulu
menuju kearah perubahan kepribadian
untuk mencapai sosio-ekonomi lebih
baik, optimis terwujud. n
*

Drs. Iskani., Apoteker adalah Ketua


PD IAI Aceh
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

59

lensa
Selama tiga hari, 8-10
April 2015 lalu, Ikatan
Apoteker Indonesia kembali
berpartisipasidalam sebuah
eksibisi. Kali ini terlibat
dalam pameran niaga
industri farmasi terkemuka,
Convention on Pharmaceutical
Ingredient Southeast Asia
(CPhI SEA) 2015. Dibuka oleh
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia yang diwakili
oleh Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia,
Dra. Maura Linda Sitanggang,
Apt, PhD. Diselenggarakan
keempat kalinya di Indonesia,
di Jakarta Internasional
Expo Kemayoran, CPhI SEA
merupakan peluang bagi
para pelaku industri farmasi
dan penyedia bahan baku
obat dari seluruh dunia
untuk menjangkau pasar
Asia Tenggara yang sedang
tumbuh pesat.

Resertifikasi, Topik Utama S

ekerjasama dengan PT ISFI


Penerbitan, stand IAI kali
ini masih mengusung topik
resertifikasi dan kampanye
Dagusibu (Dapatkan Gunakan
Simpan Buang) yang merupakan
bagian dari Gerakan Keluarga Sadar
Obat (GKSO).
Selama tiga hari digelar, stand IAI
kembali diserbu oleh para pengunjung
yang kebanyakan adalah apoteker
yang bekerja di industri farmasi. Selain
itu, para mahasiswa tingkat profesi
dari berbagai Perguruan Tinggi di
Jakarta menjadi pengunjung utama
stand. Lebih dari 300 pengunjung

60
60

silih berganti mendatangi booth,


sendiri, berkelompok maupun
berombongan dalam jumlah besar.
Semua pengunjung menanyakan dan
mendiskusikan hal yang sama, yakni
resertifikasi kompetensi apoteker.
Hanya sebagian kecil dari
sejawat apoteker yang sudah benarbenar memahami bagaimana proses
resertifikasi ini dilakukan. Kendati
sebagian diantara mereka masih
mengantongi sertifikat profesi
apoteker, namun masih banyak yang
belum paham benar bagaimana
melakukan resertifikasi profesi
apoteker dengan metode Satuan Kredit

Edisi
Edisi XXII
XXII April
April 2015
2015 -- Juni
Juni 2015
2015

Partisipasi (SKP).
Proses pengumpulan SKP inilah
yang selama 3 hari berturut-turut
diinformasikan dan disikusikan
dengan sejawat apoteker serta para
mahasiswa yang berkunjung. Berbagai
pertanyaan muncul, yang paling utama
adalah apakah bila apoteker di industri
bekerja di bagian marketing, bussiness
development atau regulatory misalnya,
maka bisa dihitung sebagai SKP
kinerja profesional. Sejawat apoteker
yang bekerja di bidang ini mengaku
khawatir, bila ternyata tidak menjadi
bagian dari penghitungan SKP, lalau
bagaimana masa depannya sebagai

ma Stand IAI di Pameran CPhI


apoteker.
Kalau saya bekerja di industri,
tapi bukan sebagai penanggungjawab
dan juga bekerja sebagai
penanggungjawab di apotek, yang
mana yang akan dihitung SKP nya?
Saya harus mendaftar sebagai anggota
di PC IAI tempat saya bekerja di
industri atau apotek? Pertanyaan ini
pun banyak bermunculan selama sesi
tatap muka berlangsung. Berbagai
pertanyaan dan diskusi yang dilakukan
menjadi masukan bagi PP IAI untuk
terus membenahi proses resertifikasi
profesi apoteker dengan metode SKP
ini.ntw
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

61
61

agenda

62

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

berita

Yudicial Review UU
Tenaga Kesehatan
oleh Asisten Apoteker

isosialisasikan UU
ini pada awal Januari
2015 merisaukan
Heru Purwanto,
Guru SMK Farmasi Ditkesad. Ia
lalu mengajukan permohonan uji
materi Undang Undang tersebut ke
Mahkamah Konsitusi. Heru Purwanto
memfokuskan uji materi pada pasal
8 ayat 1 dan pasal 96 UU Tenaga
Kesehatan. Menurut penggugat,
pemberlakuan ke dua pasal tersebut
mengancam puluhan ribu tenaga
kesehatan yang berijazah di bawah
diploma 3. Menurut pasal 8 ayat 1
UU tersebut, tenaga kesehatan yang
berijazah di bawah D3 yang selama
ini melakukan praktek sebagai tenaga
kesehatan hanya diberikan kesempatan

berpraktek sebagai tenaga kesehatan


hingga enam tahun mendatang.
Menurut penafsirannya, puluhan
ribu tenaga kesehatan yang sudah
melakukan praktek selama ini akan
terancam hukuman pidana 5 tahun
penjara, di samping melemahkan
semangat belajar 59.062 pelajar SMK
Farmasi, yang selama ini bayangannya
akan bisa langsung bekerja setelah
menamatkan sekolah.
Sidang Yudisial Review yang
menguji materi UU Tentang tenaga
kesehatan hingga berita ini diturunkan
sudah berlangsung empat kali. Pada
sidang ke 4 hari kamis 16 Maret 2015,
mahkamah konstitusi RI menampilkan
ketua IAI, Nurul falah Edy Pariang
sebagai saksi ahli yang diajukan
Foto: Mahkamah Konstitusi

UU Tenaga Kesehatan nomor


36 tahun 2014 ternyata
meresahkan sebagian
asisten apoteker. Pada UU
tersebut, Asisten Apoteker
yang pendidikannya setara
dengan lulusan SLA tidak
lagi dimasukkan sebagai
Tenaga Kesehatan. UU Tenaga
Kesehatan tersebut juga
mensyaratkan hanya lulusan
D3 ke atas yang disebut tenaga
kesehatan. Asisten Apoteker
hanya disebut sebagai Asisten
Tenaga Kesehatan.

pemerintah.

Dalam sidang tersebut
Nurul Falah menyampaikan
pendapatnya bahwa penyelenggaraan
upaya kesehatan salah satunya
adalah pelayanan kefarmasian harus
dilakukan oleh tenaga kefarmasian
yang bertanggung jawab, yang
memiliki etik dan moral yang tinggi,
keahlian, dan kewenangan yang secara
terus menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan, sertifikasi,
registrasi, perizinan, serta pembinaan,
pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan upaya kesehatan
memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
Untuk memenuhi hak dan
kebutuhan kesehatan setiap individu
dan masyarakat, untuk memeratakan
pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat, dan untuk memberikan
pelindungan serta kepastian hukum
kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima upaya pelayanan
kesehatan, perlu pengaturan mengenai
tenaga kesehatan terkait dengan

Ketua IAI Nurul Falah di depan sidang


Yudicial Review Mahkamah Konstitusi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

63

berita
perencanaan kebutuhan, pengadaan,
pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan mutu
Tenaga Kesehatan terutama ditujukan
untuk meningkatkan kualitas Tenaga
Kesehatan sesuai dengan Kompetensi
yang diharapkan dalam mendukung
penyelenggaraan pelayanan kesehatan
bagi seluruh penduduk Indonesia.
Pembinaan dan pengawasan mutu
Tenaga Kesehatan dilakukan melalui
peningkatan komitmen dan koordinasi
semua pemangku kepentingan dalam
pengembangan Tenaga Kesehatan
serta legislasi yang antara lain meliputi
sertifikasi melalui Uji Kompetensi,
Registrasi, perizinan, dan hak-hak
Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan kewenangan pada
peraturan perundang-undangan,
Pelayanan Kefarmasian telah
mengalami perubahan yang semula
hanya berfokus kepada pengelolaan
Obat (drug oriented) berkembang
menjadi pelayanan komprehensif
meliputi pelayanan Obat dan
pelayanan farmasi klinik yang

64

bertujuan untuk meningkatkan


kualitas hidup pasien, oleh karena
sudah itu seharusnya Pekerjaan
kefarmasian dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.

enaga Kefarmasian harus


memahami dan menyadari
kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses
pelayanan dan mengidentifikasi,
mencegah, serta mengatasi masalah
terkait Obat (drug related problems),
masalah farmakoekonomi, dan farmasi
sosial (socio-pharmacoeconomy).
Untuk menghindari hal tersebut,
Tenaga Kefarmasian harus
menjalankan praktik sesuai standar
pelayanan.
Tenaga Kefarmasian juga harus
mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung penggunaan
Obat yang rasional. Dalam
melakukan praktik tersebut, Tenaga
Kefarmasian juga dituntut untuk

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

melakukan monitoring penggunaan


Obat, melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan segala aktivitas
kegiatannya. Untuk melaksanakan
semua kegiatan itu, diperlukan Standar
Pelayanan Kefarmasian.
Peran Tenaga Kefarmasian
dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku agar dapat melaksanakan
interaksi langsung dengan pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain
adalah pemberian informasi Obat
dan konseling kepada pasien yang
membutuhkan.
Sehubungan dengan Permohonan
Uji Materi terhadap pasal 88 ayat
(1) dan pasal 96 ini Nurul Falah
berpendapat :
1. Tenaga kesehatan lulusan
pendidikan dibawah diploma tiga
yang saat ini masih dalam masa
pendidikan hendaknya dihargai
sebagaimana lulusan sebelumnya
sampai dengan batas waktu 2018
dengan pertimbangan sekolah
menengah farmasi yang ada, tetap
dapat memenuhi janjinya agar
lulusannya tetap menjadi Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK).
2. Sekolah menengah farmasi
mulai penerimaan siswa baru tahun
ajaran 2015, sebaiknya menyampaikan
kepada calon siswanya bahwa setelah
lulus nanti akan menjadi asisten tenaga
kesehatan, sebagaimana diatur dalam
Undang Undang No. 36 tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan.
3.Bagi para lulusan SMK Farmasi
yang pada saat UU Nakes ditetapkan
belum menjadi lulusan diploma
tiga, maka sampai dengan 6 tahun
mendatang, Pemerintah hendaknya
mengupayakan agar semua lulusan
SMK Farmasi yang melakukan
pekerjaan kefarmasian dapat dibuatkan
program melalui pendidikan
maupun penyetaraan sebagaimana
dalam kerangka kualifikasi Nasional
Indonesia sesuai dengan ketentuan.n

kolom

Gaji atas ke-tidak-elok-an


Apoteker, halal atau haram ?
Ketika redaksi majalah
medisina yang sekarang
sedang anda baca ini
menghubungi saya dan
menyampaikan bahwa
laporan utama pada
terbitan edisi kali ini
adalah perihal halal dan
haram, maka terbetik di
hati saya bahwa pada
hakekatnya sebagai
muslim, halal dan haram
itu adalah hukum islam
yang harus dijalankan
sesuai syariat.

akanya ada petuah


dalam agama,sebuah
hadist yang kalau
diterjemahkan adalah
bahwa hukum asalnya ibadah adalah
haram,kecuali, jika dan hanya jika,
apabila ibadah tersebut diperintahkan
Allah Subhana Wa Taala dan
dicontohkan Nabi Muhammad
Salallahu Alaihi Wassalam. Sehingga
kita tidak boleh menambah-nambah
dan kreatif dalam beribadah. Cukup
beribadah sesuai dengan tuntunan
nabi saja.
Sebaliknya dalam hal urusan
dunia, semuanya halal kecuali yang
diharamkan/dilarang oleh Allah
Subhana Wa Taala dan yang di
hindari atau tidak dilakukan oleh
Nabi Muhammad Salalallahu Alaihi
Wassalam.

Sehingga saya tidak akan berbicara


halal dan haram dalam konteks
agama seperti diatas, tetapi lebih ke
pada masalah elok dan tidak elok.
Dimana kedudukan elok dan tidak
elok itu adalah berada dalam tataran
etika, yang lebih tinggi kedudukannya
dibanding hukum pemerintah atau
perundang undangan.
Saya akan mulai tulisan ini dari
perkenalan pertama saya dengan
seorang profesor perguruan tinggi
farmasi negeri, pada pertemuan yang
diadakan oleh Kementrian Kesehatan
dengan tema PP 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Dalam presentasinya saya
mencatat, profesor tersebut berpendapat
tidak setuju dengan adanya PP 51
karena akan membelenggu apoteker,
sehingga menjadikan apoteker seperti
encek-encek pedagang di pasar pagi
mangga dua yang menunggu tokonya
sepanjang hari. Kata kata encek encek
diucapkan oleh profesor tersebut
dengan penekanan mimik wajah yang
saya tidak tahu maksudnya.
Di benak profesor tersebut,
mungkin terbayang bahwa Apoteker
akan menunggu atau menjaga apotek
sepanjang hari, sehingga padanannya
adalah encek encek pedagang di
pasar pagi. Padahal untuk menjadi
apoteker, memahami materi kuliahnya
tidak mudah dan masa pendidikannya
lama, dibandingkan encek encek yang
mungkin otodidak, mudah, murah
karena hanya mengandalkan intuisi
bisnis, nggak pakai sekolah.
Saya juga tidak tahu mengapa,
tiba tiba memakai istilah encek encek,
apakah memang ada literature dan
referensinya ataukah sekedar terlintas
saja. Yang pasti tidak ada yang salah
dengan encek encek di pasar pagi
mangga dua tersebut. Sepanjang encek

Drs. Nurul Falah E. Pariang, Apt.,

encek itu melayani pelanggannya


dengan baik dan praktek dagang nya
bertanggung-jawab, tentu hal itu juga
elok dan mulia.
Bayangkan seorang profesor yang
mendidik Apoteker yang berasal dari
Perguruan Tinggi negeri yang notabene
milik pemerintah bersikap sinis, tidak
loyal, tidak patuh dan tidak taat azas
bahkan melawan terhadap Peraturan
Pemerintah.
Padahal saya yakin penghasilan
hidupnya sebagai profesor, pegawai
negeri tersebut dibayari pemerintah
dengan APBN yang salah satunya
bersumber dari pajak masyarakat
Indonesia, termasuk kita semua yang
membayar pajak.
Saya sampai sekarang masih
tidak bisa memahami logika berpikir
profesor tersebut, bagaimana mungkin
sebagai pegawai negara, mentalnya
seperti bukan abdi negara dan jiwa
korsa ke-negarawan-an nya kosong
melompong, rasanya kurang pantas
menyandang semua predikatnya
tersebut. Lebih pantas disebut pegawai
ngeri daripada pegawai negeri.
Saya menyayangkan profesor
yang kurang paham PP 51 tahun
2009 seperti itu akan terus mendidik
apoteker Indonesia yang salah satu
kompetensinya berdasarkan standar
kompetensi apoteker Indonesia butir
satu, yaitu Apoteker harus mampu
melakukan praktek kefarmasian secara
professional dan etik. Sementara
dia mengabaikan etika dan terkesan
karepe dewe.
Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

65

kolom
Terus terang saya ngeri jika
profesor tersebut adalah representasi
profesor lainnya di bidang farmasi
di tempatnya mengajar, lebih lebih
jika itu merepresentasikan sebagian
profesor-profesor perguruan tinggi
farmasi di seluruh negeri ini. Betapa
tidak, pemerintah telah bekerja keras
secara mendalam bahwa Negara pantas
mengatur pekerjaan kefarmasian yang
merupakan porsi dan kapling profesi
Apoteker di semua area pekerjaan
kefarmasian mulai dari pengadaan,
industri dan distribusi farmasi serta
pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
puskesmas, klinik dan apotek.
Tentu pemerintah mempertimbangkan bahwa obat pada dasarnya adalah
barang kesehatan bukan komoditi biasa,
yang tujuannya adalah memberikan efek
terapi yang maksimal bagi tubuh dengan
tanpa efek samping atau efek lainnya
yang membahayakan bagi tubuh.
Sehingga patut dan pantas bahkan
harus, jika apoteker dalam prakteknya
terutama di pelayanan,bertanggung
jawab secara langsung melakukan
tindakan kefarmasian kepada pasien,
menjamin kualitas obatnya dan
menjelaskan serta menguraikan obat
nya kepada pasien demi keselamatan
pasien sesuai dengan standar pelayanan
di apotek, rumah sakit atau puskesmas.
Lha wong PP 51 bagus sekali je,
lah kok ini anti mainstream, maka
saya sambil mengelus dada, saya
berpikir apakah profesor tersebut
ber madzab bahwa apoteker cukup
sebagai apoteker penanggung jawab
di apotek yang sifatnya hanya modal
ijasah dan nama saja tanpa keahlian
praktek, sebagaimana kecenderungan
yang masih dapat kita lihat sekarang
ini dimana apotekernya hanya
penampakan tanpa wujud kecuali
hanya nama yang tercantum di dalam
ijin apoteknya. Apotekernya jarang
datang ke apotek, jarang melakukan
pelayanan langsung kepada pasien tapi
menuntut agar imbalannya dibuatkan
standard oleh IAI, dan bilamana perlu
menuntut agar imbalannya besar dan
membesar.
Saya mendoakan agar profesor

66

Jangan sampai karena profesor


farmasinya mengajar dengan
cara tidak bertanggung jawab
lalu apoteker didikannya juga
menjadi apoteker yang praktek
tidak bertanggung jawab.
Na udzubillahi mindzaliq.
tersebut pada saatnya kembali
pada jalan yang lurus dan mengerti
bahwa PP 51 tahun 2009 apabila
dijalankan dengan baik akan
memberi manfaat bagi bangsa
Indonesia yang mengkonsumsi
obat,ikut serta meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui praktek
kefarmasian, yang pada saatnya
juga akan meningkatkan harkat dan
martabat apoteker Indonesia.

erus terang kalau profesor


tersebut masih tidak
memahami PP 51 tahun
2009, saya sangat kuatir
terhadap dunia pendidikan apoteker di
Indonesia, yang sudah puluhan tahun
lamanya, namun masih belum nampak
secara kolosal menghasilkan apoteker
yang mampu memiliki kompetensi
untuk praktek kefarmasian secara
bertanggung jawab.
Jika profesor tidak elok seperti
itu tetap mengajar di perguruan
tinggi farmasi, saya menduga, dia
tidak akan peduli terhadap apoteker
hasil didikannya atau lulusannya.
Yang penting mengajar, syukur syukur
SKS nya banyak, sehingga Satuan
Koin Semester yang didapatnya juga
ikut banyak, bila perlu masih usaha
ngobyek kesana kemari menambah
penghasilan.
Dia akan anti terhadap perubahan
dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan Apoteker, karena telah
berada di comfort zone. Kira kira
sikapnya terhadap kurikulum hanya
sebatas di diskusikan dan diperdebatkan
saja, lalu hasilnya dikunci di laci
mejanya, tanpa perlu perubahan. Ketika
mengajar,muatan pembelajarannya

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

tidak sesuai dengan learning outcome


nya, metode pembelajarannya pun
pancet nggak berubah, semuanya
nggak pernah di improve.
Bahkan yang lebih saya kuatirkan
adalah setiap ada gerakan dan program
baru dalam rangka memperbaiki
kualitas lulusan apoteker maka dengan
gagah berani berdiri di barisan paling
depan untuk menentang disertai
dengan semangat membara melebihi
gerakan jihad dan pekikan Allahu
Akbar.
Saya berharap jumlah dan
jenis profesor yang modelnya tidak
elok seperti yang saya ceritakan itu
jumlahnya hanya satu-banyaknya
yaitu dia saja, tok. Dan saya meyakini,
bahwa semua profesor di Perguruan
Tinggi farmasi insya Allah memahami
PP 51 secara utuh, kecuali yang
memang belum terlalu paham.
Kalau ke-tidak-elok-an tadi saya
dramatisir dengan menggunakan
istilah korupsi, tentu korupsi terhadap
muatan pembelajaran mahasiswa
yang tidak sesuai dengan learning
outcome nya adalah bukan termasuk
obyek tangkapan KPK, namun tetap
saja hal itu adalah ke-tidak-elok-an,
akan kah ke-tidak-elok-an seperti itu
diterus teruskan ? Pilihannya tentu kita
serahkan kepada yang bersangkutan.
Jangan sampai karena profesor
farmasinya mengajar dengan cara
tidak bertanggung jawab lalu apoteker
didikannya juga menjadi apoteker
yang praktek tidak bertanggung jawab.
Na udzubillahi mindzaliq.
Dan apabila kita tanya apakah
profesor yang tidak elok dan
anti perubahan dalam rangka
meningkatkan kualitas lulusannya,
gajinya halal ?
Begitu juga apakah apoteker yang
tidak elok yakni yang melakukan
praktek kefarmasian yang tidak
bertanggung jawab, juga gajinya halal ?
Untuk itu,mari kita berdoa
menurut agama dan kepercayaan
masing masing, agar mereka kembali
ke jalan yang lurus, dan gajinya halal
sekaligus toyib.
Wallahu alam bissawab.n

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

67

68

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai