PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu produksi bergantung kepada faktor genetik dan lingkungan,
diantaranya meliputi peningkatan kemampuan teknis peternakan, yang terdiri dari;
peningkatan kemampuan tatalaksana reproduksi, tatalaksana pemberian pakan, dan
tatalaksana pemeliharaan sehari-hari bagi peternak yang mutlak harus dimiliki. Masalah
penyebab kerugian suatu usaha peternakan sapi perah diakibatkan belum dilaksanakannya
tatalaksana yang baik dalam usaha peternakan sapi perah, sehingga berpengaruh lebih lanjut
terhadap aspek-aspek lainnya, terutama menghambat peningkatan produksi susu. Sebagian
peternak, kenyataannya belum melaksanakan tatalaksana peternakan yang baik atau sesuai
dengan harapan dalam menjalankan usaha peternakannya (Suherman, 2010).
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan
belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak
tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang
salah satunya mencakup aspek pemberian pakan. Untuk mencapai tingkat produksi yang
tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan
ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan
sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.
Kebutuhan susu dalam negeri yang dapat dipasok dari produksi dalam negeri baru
mencapai 45% (360.000 ton) dari total kebutuhan 800.000 ton, sehingga sisanya masih
diimpor dari luar negeri (Australia dan New Zealand, Kompas 2003). Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, maka produksi dalam negeri harus ditingkatkan, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Secara nasional, sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan
rakyat yang ditangani koperasi, sehingga sebagian besar (90%) produksi susu ditangani oleh
koperasi. Peternakan rakyat menurut data tahun 2000, populasi sapi perah sebanyak 354,3
ribu ekor dengan skala kepemilikan 3-4 ekor per KK dan produktivitas rendah sekitar 9-10
liter per ekor per hari. Hal ini disebabkan antara lain kualitas pakan yang belum baik dan
pemeliharaan yang belum optimal. Pemberian pakan yang tepat sangat diperlukan untuk
mencapai tingkat pertumbuhan (Kasim,2011).
Kelangsungan hidup ternak bergantung pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh
ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang dikonsumsi digunakan untuk
pertumbuhan, produksi hidup pokok dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai
dengan karakteristik, sistem dan fungsi saluran ternak. Oleh karena itu dibutuhkan
manajemen pemberian pakan yang baik agar sapi bisa tumbuh dengan baik dan memiliki
produksi yang baik (Kusnadi,2006).
ISI
Pakan sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi ternak
khususnya sapi perah sehingga diperlukan perhatian yang lebih banyak. Semakin baik
ketersediaan dan kualitas pakan yang diberikan, maka akan semakin baik pula hasil produksi
yang akan didapat. Untuk meningkatkan produksi dalam beternak sapi perah maka perlu
diketahui jenis pakan dan bagaimana manajemen pemberiannya, serta kebutuhan nutrien sapi
perah untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (Akramuzzein,2009).
Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik yang diberikan kepada ternak
untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang di perluakan dbagi pertumbuhan,
perkembangan dan reproduksi, agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan
kandungan zat-zat makanan yang diperlukan ternak harus memadai (Suprajitna,2008).
Bahan makanan sapi berupa hijauan dan konsentrat (Sudono, 1999). Sapi perah biasa
mengkonsumsi berbagai jenis hijauan dan sisa-sisa hasil pertanian seperti jerami padi atau
jagung, dedak, maupun hasil ikutan pabrik misalnya bungkil kacang tanah, bungkil kelapa,
ampas tahu, ampas bir, dan ampas kecap. Namun ketersedian pakan masih menjadi masalah
dalam beternak sapi perah. Konsentrat akan meningkatkan kecernaan ransum, meningkatkan
dan menjamin kesinambungan produksi susu dalam jangka panjang. Hijauan merupakan
sumber makanan utama bagi ternak ruminansia untuk dapat hidup, berproduksi dan
berkembangbiak.
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a) sistem penggembalaan (pasture fattening)
b) kereman (dry lot fattening)
c) kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami
padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja.
Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa
rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan
pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan
makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang
berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber
karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta
mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat
sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2
kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per
hari (Djarijah,1996).
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta
menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara
kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi
digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah.
Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna
memperkuat kakinya (Djarijah,1996).
Reaves et al., 1973 menyatakan bahwa manajemen pakan merupakan pengggunaan
secara bijaksana sumberdaya yang dimiliki agar tujuan pemberian pakan tercapai. Terdapat
empat tujuan pemberian pakan termasuk (1) memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien, (2)
palatabel, (3) ekonomis, dan (4) baik untuk kesehatan ternak. Keseluruhan tujuan pemberian
pakan tercermin dari usaha pemenuhan kebutuhan pakan secara kuantitas, kualitas dan
kontinuitas serta teknik pemberian pakan yang digunakan. Kuantitas menjamin banyak
sedikitnya pakan untuk ternak sesuai kebutuhannya, kualitas merupakan baik buruknya
pengaruh pakan terhadap ternak dan kontinuitas menunjukkan kesinambungan ada tidaknya
pakan untuk ternak serta teknik pemberian pakan di lapang.
Pemberian pakan pada sapi perah tidaklah sama namun tergantung pada periode sapi
perahnya, manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi laktasi), manajemen pemberian
pakan sapi perah (sapi dara), dan manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi pedet)
(Utomo,2010).
Manajemen Pemberian Pakan Sapi Perah (SAPI LAKTASI)
Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking
parlorberubah mengarah ke sistem pemberian pakan yang baru. Meskipun metode yang lebih
baru tidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini lebih ekonomis daripada semua
sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa memperhatikan produksi susu. Di samping
itu, ada penghematan tenaga kerja dan fasilitas. Yang paling baik perbaikan pemberian pakan
mengkombinasikan seni dan ilmu pemberian pakan (Muljana,2005).
A. Phase Feeding
Phase Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke dalam periodeperiode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu, konsumsi pakan, dan bobot
badan. Lihat ilustrasi bentuk dan hubungan kurva produksi susu, % lemak susu, konsumsi
BK, dan bobot badan. Didasarkan pada kurva-kurva tersebut, didapatkan 4 fase pemberian
pakan sapi laktasi:
1. Fase 1, laktasi awal (early lactation), 0 70 hari setelah beranak.
Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu
dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu,
sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama fase ini,
penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang penting. Setelah
beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk memenuhi kebutuhan zat-zat
makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun
perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat
menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang
dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total
ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting, secara normal ruminasi dan pencernaan akan
dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan panjangnya 1 atau lebih.
Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk
memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan
penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum
dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan selama fase ini. Tipe
protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi) dan jumlah protein yang
diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode pemberian pakan, dan
produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri)
memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas
50 lb susu.
Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi
puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga
produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu
tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dandisplaced abomasum. Untuk
meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:
minimalkan stress.
2. Fase 2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.
Selama fase ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu puncak
selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat
makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat.
Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK).
Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan (berbasis
BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk
meningkatkan konsumsi pakan:
minimalkan stress,
ketosis.
3. Fase 3, pertengahan laktasi akhir, 140 305 hari setelah beranak.
Fase ini merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama periode ini
produksi susu menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan dengan
mudah dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-berian konsentrat harus
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai mengganti berat badan yang
hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk
mengganti 1 pound jaringan tubuh daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien
mempunyai sapi yang meningkat bobot badannya dekat laktasi akhir daripada selama kering.
4. Fase 4, periode kering, 45 60 hari sebelum beranak.
Fase kering penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat
meminimalkan problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan meningkatkan
produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi makan terpisah dari sapi
laktasi.
Ransum
harus
diformulasikan
untuk
memenuhi
kebutuhannya
yang
spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan yang tidak terganti
pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati 2% BB; konsumsi hijauan
minimal 1% BB; konsumsi konsentrat bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB.
Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan
sapi kering.
Sapi kering jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass hay,
lebih disukai untuk membatasi konsumsi. Level protein 12% cukup untuk periode kering.
Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum
beranak, bertujuan:
mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi
campuran pencerna hijauan dan konsentrat;
perubahan ransum 2 minggu sebelum beranak, dengan menggunakan konsentrat dan jumlah
kecil zat makanan lain yang digunakan dalam ransum laktasi,
Tujuan dari
pemberian pakan sapi yang baru beranak adalah untuk menjaga ketergantungannya terhadap
energi dan protein yang disimpan, sekecil dan sesingkat mungkin. Penolakan makanan
merupakan ancaman yang besar, sangat perlu dicegah.
Challenge feeding membantu sapi mencapai produksi susu puncaknya lebih dini
daripada yang seharusnya, sehingga keuntungan yang dapat diambil adalah, bahwa pada saat
itu, secara fisiologis sapi mampu beradaptasi terhadap produksi susu tinggi.
C. Corral (Group) Feeding (Pemberian pakan (group) di kandang).
Pemberian pakan secara individual pada sapi-sapi laktasi sudah mengarah
kemechanized group feeding. Hal ini dikembangkan untuk kenyamanan dan peng-hematan
tenaga kerja, dibandingkan ke feed efficiency. Saat ini, peternakan dengan beberapa ratus sapi
laktasi adalah biasa, dan beberapa peternakan bahkan me-miliki beberapa ribu ekor. Untuk
merancang program nutrisi sejumlah besar ternak, dapat diadaptasikan terhadap kebutuhan
integrasi ekonomi secara keseluruhan dari operasional, sebagai contoh tenaga kerja, mesinmesin peralatan, dan lain-lain.
Pada peternakan besar (lebih dari 250 sapi perah laktasi), sistem yang biasa digunakan
adalah minimal dibentuk 5 kelompok:
sapi-sapi kering
suplemen dicampur menjadi satu, tidak diberikan terpisah. Beberapa produser yang
menggunakan complete feeds lebih menyukai pemberian hijauan kering, khususnya long
stemmed hay secara terpisah
difasilitasi pemberian pakan secara mekanis, sehingga mengurangi tenaga kerja yang
dibutuhkan
mengeliminasi problem yang dikaitkan dengan konsumsi yang tidak terkontrol dari bahan
pakan tertentu
memungkinkan produser menetapkan rasio serat kasar terhadap proporsi konsentrat dalam
ransum
menyediakan operator dengan gambaran konsumsi pakan harian kelompok, yang kemudian
dapat digunakan memperbaiki manajemen
Di antara kerugian dari pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:
dapat terjadi mismanagement seperti fat cow syndrome dan problem kesehatan seperti
kesulitan melahirkan, reproduksi yang jelek, produksi rendah, konsumsi bahan kering rendah,
dan gangguan metabolik. Dalam berbagai kasus problem-problem tersebut tidak timbul
segera, biasanya muncul beberapa bulan kemudian.
(Anonim, 2010).
dalam
mix,
grain
akan
choice).
maksimal)
mineral
antara
yang
terlalu gemuk.
pemberian pakan,
hijauan kering,dan
program
Kondisi yang
sekretori
umur
3-9
ambing
bulan dan
bulan
tidak
Sapi dara, umur 1 tahun - 2 bulan sebelum beranak pada umur 2 tahun. B
Bila tersedia hijauan kualitas tinggi, dapat menjadi satu satunya
untuk sapi dara umur 1
disediakan free
3.
choice (adlibitum).
dilengkapi
Sapi
bahan pakan
denganmineral
mix yang
kg/hari.
/hari,
kebuntingan 0,8
kg/hari.
tumbuh
dengan cepat pada waktu beranak dan secara kontinyu tumbuh selama laktasi pertama alan
menjadi penghasil susu yang lebih persisten dibandingkan dengan sapi dara yang full-size
pada saat beranak.
Jumlah konsentrat yang diberikan sebelum beranak akan dipengaruhi oleh : kualitas
hijauan,
ukuran dan
konsentrat
1%
dari bobot badan mulai 6 minggu sebelum beranak. Ransum. perlu cukup protein, mineral,
dan
vitamin.
memudahkan
yang
saat
beranak dalam 2 hal, yaitu: (1) ukuran pedet, dan (2) tingkat kegemukan induk.
gemuk akan
menghadapi insiden
yang
kecil
dan
distokia yang
tumbuh
jelek membutuhkan lebih banyak asisten saat beranak dan resiko kematian lebih tinggi.
(Sudono,1990).
Manajemen Pemberian Pakan Sapi Perah (PEDET)
Satu fase yang paling penting dari produksi ternak perah adalah pemberian pakan dan
manajemen pedet. Lebih dari 20% pedet mati sebelum sebelum mencapai umur dewasa.
Dengan manajemen yang baik mortalitas dapat ditekan 3-5%. Banyak pedet mati karena
kesalahan nutrisi, perkandangan dan manajemen yang tidak benar. Dengan pemberian pakan,
manajemen dan sanitasi yang baik (Arizona Dairy) dapat menurunkan mortalitas hingga
hanya 2,7% (1,4% pada waktu lahir dan selama 24 jam pertama, dan 1,3% setelah 24 jam).
Ada 4 bahan pakan yang biasa diberikan pada pedet, yaitu: (a) kolostrum, (b) susu,
(c) milk replacer, dan (d) calf starter
Kolostrum perlu diberikan secepat mungkin setelah kelahiran (idealnya 15 menit atau
dalam jangka waktu 4 jam) untuk proteksi terhadap penyakit. Kolostrum dapat diberikan
langsung dari induk, botol, atau ember. Pemberian kolostrum dini diperlu-kan karena :
1. Pedet yang baru lahir tidak mempunyai antibodi sebagai proteksi terhadap pe-nyakit.
2.
Pemberian pakan dengan susu penuh (susu segar), pedet menerima sejumlah terbatas
susu hingga disapih. Pedet disapih bila telah mengkonsumsi cukup banyak konsentrat.
Metode ini merupakan yang terbaik ditinjau dari pertambahan bobot badan (PBB) dan
menimbulkaan gangguan lambung yang terendah, tetapi susu merupakan makanan yang
mahal.
Milk replacer bervariasi dalam kualitas, pembeli perlu mempelajari labelnya. Yang
terbaik terdiri dari:
-
minimal 20% protein, semua dari produk susu seperti skim milk, butter milkpowder,
casein, milk albumen dll. Bila protein dalam milk replacer berasal dari tumbuhan, perlu
protein lebih dari 22%. Sebagian besar protein dianjurkan dari produk susu.
-
lemak 10-20%
Milk replacer dapat diberikan pada hari ke tiga setelah dilahirkan atau segera setelah susu
dapat dipasarkan. Ikuti cara yang ditetapkan oleh pabrik dalam mencampur milkreplacer.
Metode umum: 1 pound milk replacer ditambah dengan 9 pound air.
Calf starter merupakan campuran butiran yang secara khusus disiapkan untuk pedet. Jagung
dan gandum biasanya merupakan komponen utama dari calf starter.Starter mengandung
sumber protein tinggi plus mineral dan vitamin. Starter haruspalatable supaya pedet dapat
makan sesegera mungkin. Beberapa ada yang ditambah dengan molase supaya terasa manis.
Pedet lebih menyukai bentuk yang kasar daripada yang digiling halus. Calf starter sebaiknya
mengandung 16-18% protein dan 72-75% TDN untuk mencukupi zat-zat makanan esensial
bagi pedet.
Calf grower diberikan bila pedet berumur 6-8 minggu. Level (kandungan) protein
disesuaikan dengan kualitas hijauan.
Hijauan berupa hay kualitas bagus dapat diberikan bila pedet berumur 2 minggu atau umur
5-10 hari. Silage (jagung) atau pastura jangan diberikan sebelum umur 3 bulan karena
kandungan air yang tinggi yang dapat membatasi konsumsi dan pertumbuhan (Sudono,1990).
KESIMPULAN
Keberhasilan produksi sapi perah bergantung pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh
ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang dikonsumsidigunakan untuk
pertumbuhan, produksi hidup pokok dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai
dengan karakteristik, sistem dan fungsi saluran ternak. Manajemen pakan merupakan
pengggunaan secara bijaksana sumberdaya yang dimiliki agar tujuan pemberian pakan
tercapai. Terdapat empat tujuan pemberian pakan termasuk (1) memenuhi kebutuhan ternak
akan nutrien, (2) palatabel, (3) ekonomis, dan (4) baik untuk kesehatan ternak. Keseluruhan
tujuan pemberian pakan tercermin dari usaha pemenuhan kebutuhan pakan secara kuantitas,
kualitas dan kontinuitas serta teknik pemberian pakan yang digunakan. Pemberian pakan
pada sapi perah tidaklah sama namun tergantung pada periode sapi perahnya, manajemen
pemberian pakan sapi perah (sapi laktasi), manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi
dara), dan manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi pedet)
1.
DAFTAR PUSTAKA
Akramuzzein. 2009. Program Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk Tingkat Peternak Dan
Koperasi Menggunakan Microsoft Access. Skripsi Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Anonim, 2010. Master Kuliah Manajemen Ternak Perah FAPET UNPAD.
Bandung.
Anonim, 2010. Master Kuliah Manajemen Ternak Perah FAPET UNPAD. Bandung.
Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius.
Kasim , S.N. dkk . 2011. Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah Di Kabupaten Enrekang. Jurnal
AGRIBISNIS Vol. X (3) .
Kusnadi, Uka dan E. Juarini. 2006. Optimalisasi Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah
Dalam Upaya Peningkatan Produksi Susu Nasional. WARTAZOA Vol. 17 No. 2.
Muljana. 2005 Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Penerbit Aneka Ilmu. Semarang.
Reaves, P. M., E. J. Robert, and M. E. William. 1973. Dairy Cattle: Feeding and Management.
John Wiley and Sons Inc. Canada.
Sudono, A. 1990. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi Pertanian. Direktorat
Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Sudono, A. 1999. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suherman, Dadang. 2010. Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan
Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia Vol. 3, No 1.
Suprajitna. 2008. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Utomo, Budi dan Miranti D P. 2010. Tampilan Produksi Susu Sapi Perah Yang Mendapat
Perbaikan Manajeman Pemeliharaan. Caraka Tani XXV No.1.