Anda di halaman 1dari 6

SISTEM HUKUM PERIZINAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Judul

Buku

: Hukum Perizinan

Lingkungan Hidup
Pengarang

: Dr.Helmi, S.H., M.H.

Penerbit

: Sinar Grafika

Tahun Terbit : Cetakan pertama (Maret


2012), cetakan kedua (Juni 2013)
Halaman
Ukuran

: x + 309 hlm
: 22,7 x 15,3 x 1,4 cm

Harga Buku : Rp. 50.800

Dr. Helmi, S.H., M.H., adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi yang
merupakan lulusan S1 Universitas Jambi serta S2 dan S3 universitas Padjadjaran.
Bertempat tinggal di Jambi serta aktif dalam melakukan kegiatan ilmiah dengan beberapa
publikasi. Publikasi ilmiahnya antara lain adalah Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Perjalanan Menuju Kepastian tahun 2006, Kehutanan Multi Pihak Langkah Menuju
Perubahan tahun 2005 dan masih banyak lainnya.
Sistem hukum perizinan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH) harus diselenggarakan
secara terpadu untuk mewujudkan pembangunan berkeanjutan. Namun dalam dua tahun
berlakunya undang-undang ini ternyata penyelenggaraan izin lingkungan hidup belum
terpadu. Peraturan pelaksana terutama peraturan pemerintah tentang perizinan belum
ada, bahkan terdapat kecenderungan UU ini akan berakhir seperti UU pendahulunya,
menjadi sasaran pelanggaran hukum.
Buku ini mengkaji sistem hukum perizinan secara kritis terutama tentang
pemikiran bahwa lingkungan hidup merupakan konsep utuh dan bukan sektoral. Suatu
pendekatan yang jarang disajikan oleh penulis lain dalam ranah ini. Dalam prolognya
penulis menyatakan bahwa buku ini adalah hasil kajian penulis baik secara teoritis
maupun praktis terhadap berbagai undang-undang tentang lingkungan hidup yang ada di
Indonesia.

Seperti judulnya, isi dari buku ini lebih banyak berkaitan dengan sistem hukum
perizinan yang meliputi sektor lingkungan hidup. Buku beisi lebih dari tiga ratus halaman
ini terbagi atas sembilan bab besar yang membahas topik-topik berbeda terkait judul
buku. Bab-bab tersebut adalah pendahuluan, negara hukum kesejahteraan dan hukum
lingkungan dalam rangka pembangunan berkelanjutan, hakikat perizinan lingkungan
hidup dalam UU-PPLH, sistem perizinan lingkungan hidup dalam UU lingkungan hidup
di Indonesia, pelaksanaan izin lingkungan dan izin usaha atau kegiatan di Indonesia,
penerapan sistem perizinan terpadu bidang lingkungan hidup, upaya mewujudkan
keterpaduan perizinan bidang lingkungan hidup, membangun sistem perizinan terpadu
bidang lingkungan hidup, dan bab penutup.
Bab pertama buku ini mebahas tentang isu hukum tentang perizinan lingkungan.
Dalam UUD 1945 mengamanatkan pemerintah dan seluruh unsur masyarakat wajib
melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, agar lingkungan hidup di Indonesia tetap menjad i sumber
daya dan penunjang hidup bagi rakyat indonesia serta mahluk hidup lainnya. Untuk
melaksanakan amanat konstitusi inilah maka dibentuk perundang-undangan bidang
lingkungan hidup yang mencakup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia.
Sampai tahun 2009, Indonesia memiliki tiga undang-undang bidang lingkungan
hidup, yaitu UU No. 4 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan hidup
yang kemudian dicabut dan berlaku UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Terakhir diberlakukan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), sekaligus mencabut UU sebelumnya.
Undang-undang ini adalah dasar bagi peraturan pelaksananya baik tingkat pusat maupun
di daerah dari semua aspek lingkungan serta landasan untuk menilai dan menyesuaikan
semua peraturan perundang-undangan yang memuat segi lingkungan hidup. (hlm. 1-2)
Dalam kata lain, terdapat dua makna hukum didalamnya yaitu; pertama, UUPPLH merupakan norma hukum lingkungan berarti mencakup semua bidang lingkungan
hidup, termasuk kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Kedua, sistem terpadu,
menegaskan kedudukan UU-PPLH merupakan pondasi bagi pembinaan hukum
lingkungan melalui peraturan perundang-undangan lingkungan nasional. (hlm. 5)
Kemudian buku ini melanjutkan pembahasannya pada konsep negara hukum
kesejahteraan. Di Indonesia urusan mengenai kepentingan umum menyangkut hubungan

antara negara dengan warga negara. Indonesia sebagai negara hukum adalah negara yang
menempatkan kekuasaan hukum sebagai dasar kekuasaannya dan penyelenggaraannya
harus berdasarkan hukum tersebut. Sedangkan hukum lingkungan adalah hukum yang
mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan mahluk hidup lainnya yang
apabila dilanggar akan dapat dikenakan sanksi. Maka hukum lingkungan diperlukan
sebagai alat pergaulan sosial dalam masalah lingkungan yang mengandung manfaat
sebagai pengatur interaksi manusia dengan lingkungan supaya tercapai ketertiban dan
keteraturan. (hlm. 34-42)
Hal ini kemudian sejalan dengan tujuan pembentukan sistem perizinan yang
terpadu bidang lingkungan hidup, hukum lingkungan yang dijiwai oleh prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dapat mewujudkan cita nasional. Cita-cita dimaksud, yakni
masyarakat yang adil dan makmur.
Pada bab selanjutnya, buku ini mengaitkan konsep sistem perizinan berbasis UUPPLH dalam wujudnya sebagai payung pengelolaan lingkungan hidup. Untuk dapat
selaras dengan UU-PPLH, UU sektoral harus memenuhi beberapa kondisi yaitu harus
tunduk pada UU-PPLH, tida boleh bertentangan dengan UU-PPLH, dan segala tindakan
termasuk perizinan harus berdasarkan UU-PPLH. Dalam bab ini juga membahas tentang
konsep dan ruang lingkup lingkungan hidup dalam berbagai undang-undang tentang
lingkungan hidup terdahulu. (hlm. 81-95)
Bab keempat buku ini kemudian membahas tentang sistem perizinan lingkungan
hidup dalam masing-masing undang-undang lingkungan hidup di Indonesia. mulai dari
UU No. 4 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan, UU No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masing-masing UU memiliki impresi
tersendiri tentang sistem perizinan lingkungan hidup tersebut.
Misalnya pada UU No. 4 tahun 1982, hanya memuat tentang ketentuan dasar
prinsip-prinsip hukum lingkungan modern. Ketentuan-ketentuan didalamnya tidak
memberikan ketegasan mengenai sistem perizinan bidang lingkungan hidup dalam
UULH. Berbeda dengan UU No. 23 tahun 1997 yang menyempurnakan perkembangan
undang-undang terdahulu. Dalam undang-undang ini terdapat kesadaran dan komitmen
pengelolaan lingkungan hidup selain memperhitungkan dan memperhatikan kebutuhan
antar generasi sekarang dan generasi mendatang. Walaupun dalam UU ini tidak
disebutkan yang dimaksud dengan izin lingkungan hidup namun dari beberapa pasal

didalamnya terdapat penegasan bahwa izin harus dilakukan secara terpadu sebagai suatu
sistem.
Walaupun dalam UU No.23 Tahun 1997 sudah setidaknya memuat ketentuan
tentang perizinan, masih terdapat inkonsistensi antara konsep lingkungan hidup dengan
pengaturan perizinan sehingga muncullah UU No. 32 tahun 2009 untuk menyempurnakan
aturan tersebut. Dalam UU ini sudah jelas bahwa izin merupakan instrumen pengendalian
dalam perlindungan dan pengelolaan hidup di Indonesia. untuk lebih jelas, perizinan
dalam undang-undang ini telah di tempatkan dalam bab pengendalian bagian kedua,
yakni pencegahan. Pencegahan disini maksudnya adalah agar tidak terjadi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (hlm.142-165)
Kemudian terdapat pula pembahasan tentang realisasi pelaksanaan perizinan di
Indonesia yang dituangkan dalam bab berikutnya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia
wajib memiliki izin lingkungan yang merupakan persyaratan untuk memperoleh izin
usaha atau kegiatan. Terkait dengan izin ini, UU-PPLH seharusnya telah mengamanatkan
kepada PP tentang Izin Lingkungan. Pada tahun 2010, Kementerian Lingkungan Hidup
menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang izin lingkungan seperti diamanatkan
UU-PPLH namun hingga tahun 2012, rancangan tersebut masih belum disahkan.
(hlm.194-195)
Penyelenggaraan izin lingkungan merupakan upaya pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Pengelolaan sumber daya lingkungan hidup memperhitungkan kemampuan daya
tampung dan daya dukung lingkungan hidup itu sendiri. Namun disisi lain,
penyelenggaraan izin lingkungan justru dianggap mempersulit aktivitas investasi di
Indonesia. izin lingkungan merupakan hambatan bagi pengusaha untuk melakukan
aktivitas. Sementara bagi beberapa instansi pemerintah, izin lingkungan dianggap
penyelenggaraaan kewenangan untuk mendapatkan pemasukan pendapatan bagi
keuangan negara, sehingga pemberlakuan UU-PPLH memunculkan perselisihan
antarlembaga di pemerintahan. Pelaksanaan izin itu sendiri mencakup bidang-bidang
seperti kehutanan, perkebunan, pertambangan atau energi dan sumber daya mineral,
minyak dan gas bumi, panas bumi serta mineral dan batu bara. (hlm.199-200)
Buku ini kemudian membahas tentang sinkronisasi peraturan perundangundangan sistem perizinan bidang lingkungan hidup di Indonesia. berlakunya UU-PPLH
yang menghendaki perizinan terpadu bidang lingkungan hidup, menimbulkan implikasi
hukum bagi sistem perizinan di Indonesia. implikasi utama adalah semua peraturan

perundang-undangan bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan dengan UUPPLH sebagai norma hukum payung atau pedoman.
Salah satu kegagalan Indonesia dalam mengaktualisasikan pembangunan
berkelanjutan adalah ketidakmampuan para pengambil kebijakan untuk mengintegrasikan
ketiga pilar pembangunan berkelanjutan dengan pemerintahan yang baik (good
governance) kedalam proses pengambilan keputusan kebijakan negara. Dalam
kenyataannya masih banyak terdapat ketidaksinkronan pengaturan antara berbagai sektor
lingkungan hidup, sehingga sistem perizinan bidang lingkungan juga mendapat
dampaknya. Perizinan pada masing-masing sektor,yakni kehutanan, perkebunan, dan
pertambangan diatur oleh UU tersendiri. UU lingkungan hidup tidak mampu
menyelesaikan secara holistik dan kalah kuat dengan UU sektoral. (hlm.260-261)
Kelebihan dan Kelemahan Buku
1. Kelebihan
Buku ini memakai sudut pandang yang baru dalam menelaah peraturan
perundang-undangan terutama terkait bidang lingkungan hidup. Sangat mendetail dan
merinci masing-masing aspek perizinan dari masing-masing undang-undang tentang
lingkungan hidup dengan memusat pada perizinannya. Pembahasannya hingga kesektor
realistis dan penerapan sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan rujukan bagi
mahasiswa, dosen, maupun umum. Banyaknya daftar pustaka juga sangat menunjang
keakuratan isi buku dan menambah wawasan pembaca.
2. Kelemahan
Penggunaan bahasa yang baku dan berputar-putarnya pembahasan dalam buku ini
mungkin dapat membuat pembaca yang menginginkan bacaan ringan dengan poin-poin
jelas mengalami kesulitan untuk menikmati.

Kritik Isi, Bahasa, Tampilan dan Harga Buku

Isi dari buku ini telah memenuhi ekspektasi dari sebuah buku yang bermutu dan
berkualitas dari pembahasan suatu perundang-undangan karena penulis mengupas tuntas
baik dari segi teoritis maupun praktis.
Namun terdapat beberapa kekurangan seperti tidak terarahnya pembahasan dalam
beberapa bab. Untuk pembaca yang menginginkan kesimpulan yang jelas dari
pembahasan, akan mengalami kesulitan untuk menikmati buku ini. Sehingga diharapkan
untuk memoles akhir dari tiap bab agar keseluruhan pembahasan dapat dipahami.
Tampilan buku ini memuaskan jika dilihat dari desain grafisnya yang walaupun
tidak stand-out, tetap memperlihatkan secara gamblang tentang isi dari buku. Dan harga
untuk buku ini juga sesuai dengan isi buku dan kualitas percetakannya. Kertas dan tinta
yang digunakan standar dan memuaskan.
Judul yang digunakan juga kurang-lebih telah mencakup konsep yang ingin
dibawakan oleh penulis bagi pembaca walaupun mungkin akan lebih baik memberikan
sub-judul tentang pembangunan berkelanjutan yang dikaitkan dengan judul dalam setiap
pembahasan dalam buku ini.
Secara keseluruhan buku ini baik dan bermanfaat bagi kalangan-kalangan yang
ditujukan, berkualitas baik dan memiliki harga yang sesuai dengan apa yang ditawarkan
di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai