Anda di halaman 1dari 9

Entah apa yang sedang terjadi dengan negara ini.

Dewasa ini banyak sekali kasuskasus di Indonesia yang cukup umum dan sering kita dengar di telinga kita, antara lain kasus
korupsi, tawuran atu kerusuhan, kemiskinan, kriminalitas, dan lain sebagainya. Sadarkah
bahwa fenomena-fenomna di atas menunjukkan adanya suatu landasan yang hilang, bahkan
mungkin sudah tidak berlaku lagi adanya sesuatu sebagai pedoman masyarakat Indonesia
sebagai dasar untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Ya, sesuatu tersebut tidak lain dan
tidak bukan adalah Pancasila, yaitu dasar negara kita (Indonesia), ideologi bangsa kita, dan
hal yang lebih penting Pancasila merupakan pedoman kita dalam berperilaku sebagai warga
negara Indonesia yang baik. Dalam esai ini akan dibahas lebih lanjut tentang Pancasila,
Pendidikan, dan Masa Depan Bangsa Indonesia dengan mengacu pada buku yang berjudul
Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa karangan Asad Said Ali.
Dalam survei yang dilakukan oleh Pusat dan Pengkajian Islam dan Masyarakat
(PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta pada tahun 2007 menunjukkan bahwa dari
1200 jumlah responden yang secara merata berasal dari 33 provinsi di Indonesia mendukung
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengidealkan sistem kenegaraan berdasarkan
Pancasila sebesar 69,6%, NKRI beridealkan seperti negara Islam sebesar 11,5%, dan 3,5%
responden lainnya mengganggap bahwa NKRI ideal jika menggunakan paham-paham
demokrasi seperti negara Barat.
Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia cukup banyak memiliki suku, ras, dan ragam
budaya yang berbeda-beda. Menurut sensus Badan usat Statistik (BPS) yang dilakukan pada
tahun 2010 bahwa di Indonesia terdapat 1.340 suku bangsa dan lebih dari 300 kelompok
etnik. Hal ini dapat disebabkan karena letak geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau
yang dipisahkan oleh lautan, bahkan dalam satu pulau itu sendiri pun masih dipisahkan lagi
dengan adanya letak permukaan atau juga tinggi rendahnya permukaan tersebut itu sendiri
yang mendorong populasi manusia yang terpisah-pisah sehingga membentuk suatu ragam
budaya yang berbeda-beda pula.
Menanggapi tentang jawaban responden mengenai sesuatu yang ideal dan cocok bagi
NKRI akan dibahas dan dikritisi lagi dalam pembahasan ini. Telah kita ketahui bahwa sebesar
69.6% responden berargumentasi bahwa NKRI ideal dengan sistem kenegaraan yang
berlandaskan Pancasila. Namun pada kenyataanya, survei yang dilakukan harian Kompas
tidak mendukung hal tersebut. Dalam survei tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan
masyarakat mengenai Pancasila merosot tajam. Tidak hanya itu saja. Contoh kasus yang
pernah penulis temukan sendiri yaitu penulis pernah menyaksikan suatu acara reality show
1

yang terdapat di salah satu televisi swasta yang ada di Indonesia. Dalam reality show tersebut
sang pembawa acara ingin mengungkap apakah masyarakat Indonesia masih hafal dengan
lima sila yang terkandung dalam Pancasila dengan cara menyanyai orang-orang yang
ditemuinya di jalan tentang sila-sila yang terdapat dalam Pancasila tersebut. Namun sangat
disayangkan bahwa hanya terdapat segelintir orang yang hafal dengan sila-sila tersebut.
Merasa tidak puas dan prihatin mengenai sikap responden yang tidak hafal sila tersebut, sang
pembawa acara memiliki ide untuk pergi ke gedung DPR di Jakarta dengan maksud untuk
melakukan tes terhadap orang-orang di dalamnya yang berstatus sebagai warga negara
Indonesia tentunya. Di dalam gedung tersebut sang pembawa acara menemukan seorang artis
yang dikenalnya yang sekarang menduduki jabatan sebagai anggota DPR. Tanpa berfikir
panjang sang pembawa acara langsung menghampiriartis yang menjadi anggota DPR tersebut
dan dengan akrab menyapa dan segera menyanyai hafal atau tidaknya mengenai sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila. Namun setelah sang pemawa acara bertanya mengenai hafal atau
tidaknya sila-sila dalam Pancasila, anggota DPR tersebut yang tadinya akrab dan ramah
dengan pembawa acara malah langsung berkilah dan mengatakan bahwa dirinya sibuk dan
langsung pergi begitu saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggota DPR pun tidak hafal
dengan sila-sila dalam Pancasila tersebut. Seharusnya wakil masyarakat yang menduduki
jabatan sebagai anggota DPR setidaknya harus hafal dan memahami arti penting Pancasila
dan sila-sila yang terkandung di dalamnya.
Merasa tidak puas dengan fenomena tersebut, sang pembawa acara mencoba
mendatangai salah satu karyawan yang bekerja sebagai cleaning service ketika dia masih
berada di dalam gedung DPR tersebut. Pada awalnya sang pembawa acara tidak yakin bahwa
seorang cleaning service mampu menghafal sila-sila Pancasila. Ia beranggapan bahwa contoh
anggota DPR saja tidak hafal dengan sila-sila Pancasila, apalagi Cuma seorang cleaning
service di hadapannya. Alhasil, percaya tidak percaya seorang cleaning service ternyata
mampu menghafal sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Dengan luwes dan lancar petugas
cleaning service tersebut menyebutkn sila-sila Pancasila dari awal sampai akhir, dari
ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dia pun dapat menghafalnya. Padahal jika
ditinjau lebih lanjut, petugas cleaning service tersebut merupakan seorang bapakbapak yang
berupur sekitar lebih dari 50 tahun.
Jika dianalisis lebih lanjut berati masa kecil dan remaja atau masa-masa ketika
petugas tersebut bersekolah terdapat pada zaman Orde Baru. Tentu saja hal tersebut aat erat
2

kaitannya dengan sistem pembelajaran yang ada di Indonesia pada zaman rezim Orde Baru
antara lain Butir-butir P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Dalam hal ini
ada beberapa hal yang perlu kita sadari bahwa menghafal Pancasila saja tidak cukup untuk
menjadikan kita warga negara Indonesia yang baik.
Kutipan berita :
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Mohammad Nuh mengimbau seluruh masyarakat
untuk tidak terjebak pada formalitas pendidikan Pancasila dengan
hanya menghafal seluruh sila tetapi tidak mengimplementasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
"Jangan

terjebak

pada

formalitas,

harus

fokus

dan

mengimplementasikan value-nya, dan ini terus kita tata," kata Nuh


seusai menghadiri Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin
(1/10/2012).
Sejalan dengan itu, Nuh mengatakan, mata pelajaran terkait
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan akan lebih digalakkan
dalam kurikulum pendidikan nasional baru yang akan diterapkan
pada tahun ajaran 2013-2014, termasuk standar kompetensi
kelulusan (SKL) yang ingin dicapai dari penanaman mata pelajaran
Pancasila.
"Misalnya siswa lulusan SD, apakah hanya sekadar bisa
menghafal semua sila? Tentunya tidak. Makanya sedang kita
formulasikan semuanya," ujar Nuh.
Nuh

juga

menyampaikan,

Pendidikan

Pancasila

harus

ditanamkan di semua jenjang pendidikan karena sebagai ideologi,


Pancasila merupakan tonggak besar untuk memperkokoh nilai
kebangsaan yang membuat setiap warga negara tidak mudah
terombang-ambing.
"Ini bagian dari kerahmatan yang harus kita pertahankan. Nilai
dari Pancasila itu sangat urgen sekali. Di tengah terpaan nilai yang

semakin kuat, internalisasi Pendidikan Pancasila menjadi penting


untuk dilakukan," tandasnya.
Evaluasi dan perombakan kurikulum pendidikan nasional terus
dilakukan oleh tim dari Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) Kemendikbud bersama sejumlah pakar pendidikan
nasional. Rencananya, Pendidikan Pancasila akan lebih ditonjolkan
dan didesain sebagai satu mata pelajaran sendiri. Evaluasi
kurikulum akan segera selesai dilakukan menyusul masuknya
masa uji publik sebelum Februari 2013.
Terkait dengan kutipan artikel di atas bahwa selayaknya Pancasila seharusnya selain
dihafalkan juga diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa
diimplementasikan dengan menanamkan Pendidikan Pancasila sejak dini sesuai dengan
jenjang pendidikan yang ada sehingga dapat menumbuhkan bangsa Indonesia yang memiliki
tujuan dan arah dengan perspektif Pancasila sebagai acuan dan dasar yang harus dianut
sehingga dapat menjadikan bangsa Indonesia itu sebagai bangsa yang maju.
Beralih pada hasil survei yang lain. Sebesar 11,5% responden mengatakan bahwa
NKRI ideal dengan sistem kenegaraan seperti negara-negara islam. Kita tahu bahwa
masyarakat Indonesia memang mayoritas penduduknya beragama Islam. Data yang diambil
dari BPS menunjukkan bahwa sekitar 87,18% penduduk Indonesia beragama Islam, 6,96%
beragma Kristen, 2,91% beragama Katholik, 1,69% beraga Hindu, 0,72% beragama Budha,
dan sisanya yang sebesar 0,56% warga negara Indonesia memiliki keyakinan yang lain.
Tentu dari data tersebut dapat kita lihat bahwa mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam. Jika kita analisis lebih lanjut, adanya semangat Islam yang cukup kuat akan
menimbulkas suatu sikap yang dia bisa terlalu pro dengan Islam itu sendiri, sehingga akan
memicu timbulnya gerakan yang radikal. Contoh gerakan radikal ini antara lain yang sering
sekali kita dengar ketika membaca ulang sejarah-sejarah yang pernah dilalui Indonesia antara
lain adanya pembentukan Darul Islam (DI) dan juga Tentara Islam Indonesia (TII) di berbagai
wilayah di Indonesia.
Berikut ini ringkasan singkat adanya pergerakan DI/TII tersebut di sepanjang catatan
sejarah Indonesia yang pernah dilalui.

1. DI/TII Jawa Barat


Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan
tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi,
setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan
tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya
penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi
Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni
1962, Kartosuwiryo berhasil ditangkap oleh pasukan Siliwangi di
Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo
dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
2. DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan
Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin
oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal,
Brebes

dan

Pekalongan.

Setelah

bergabung

dengan

Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan


pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal
Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini,
Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN)
dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan
oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh.
Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu)
Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan
operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional
dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat
karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/
Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi
kerusuhan-kerusuhan

yang

dilancarkan

oleh

Gerakan

oleh

Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat


dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan
Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
3. DI/TII Aceh
5

Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah,


pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi
daerah

yang

tidak

lancar

menjadi

penyebab

meletusnya

pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin


oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September
1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari
Negara

Islam

Indonesia

dibawah

pimpinan

Kartosuwiryo.

Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombinasi


operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah
tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
4. DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat.
Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu
brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya.
Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak
memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil
kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps
Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat
Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta
para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa
persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar
Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam
Indonesia

dan

menyatakan

sebagai

bagian

dari

DI/TII

Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari


1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
Andi Aziz
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung
jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
6

Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat


bertindak

tegas.

Pada

tanggal

April

1950

dikeluarkan

ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus


melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata
dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan
pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan
ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada
tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu
batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke
Pengadilan

Militer

di

Yogyakarta

untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman


15 tahun penjara.
Dari sejumlah paparan sejarah di atas mengenai DI/TII di atas pada awalnya gerakan
tersebut memiliki langkah yang sangat baik demi mempertahankan NKRI. Mereka
melaksanakan gerakan independen untuk mengusir penjajah yang telah menodai bumi pertiwi
dengan berbagai macam penyksaan, perampasan harta benda, bahkan harga diri. Dari paparan
di atas juga dapat disimpulkan bahwa adanya gerakan DI/TII sangat cukup membantu
pergolakan daerah dalam mengusir penjajah. Namun seiring dengan berjalannya waktu
karena DI/TII merasa cukup kuat mengusir penjajah dengan semangat dan ideologi Islam
yang tertanam, gerakan ini malah menjadi bumerang bagi NKRI sendiri. Dengan serta merta
seiring dengan kemenangannya mengusir penjajah, DI/TII di bawah kepemimpinan
Kartosuwiryo memproklamasikan bahwa Negara Islam Indonesia (NII) telah berdiri pada
tanggal 17 Agustus 1949 tersebut. Gerakan ini semakin kuat dengan bukti bahwa gerakan ini
sudah berkembang di berbagi wilayah yang ada di Indonesia, antara lain Jawa Tengah, Aceh,
dan juga Sulawesi Selatan. Namun dengan seketika gerakan tersebut punah dengan
ditangkapnya Kartosuwiryo dan saat itu pula ia dijatuhi hukuman mati pada tahun 1962.
Hal yang perlu kita sadari dan kita petik dari noda sejarah tersebut antara lain bahwa
kita sebagai warga negara Indonesia tidak selayaknya bersikap terlalu strict terhadap ideologi
dan pandangan yang kita anut. Dalam NKRI, Pancasila sudah ditetapkan sebagai dasar,
falsafah, dan ideologi bangsa Indonesia sebagai pedoman dan batasan dalam berperilaku.
7

Tentu saja Pancasila memiliki cukup banyak pengalaman-pengalaman dari pertama kali dia
lahir sebagai ideologi bangsa, perdebatan-perdebatan panjang dalam sidang BPUPKI tentang
perumusan Pancasila tersebut untuk membentuk suatu Pancasila yang sempurna sehingga
dapat diterima oleh seluruh bangsa Indonesia yang cukup beragam ras, suku, budaya yang
ada. Jangan pernah lupa juga pada saat zaman Orde Baru Pancasila sangat dimanfaatkan
sekali untuk memperkuat kekuasaan oknum tertentu dengan alasan mempertahankan
Pancasila itu sendiri, bahkan sampai pada saat ini, zaman reformasi sebagi tanda runtuhnya
Orde Baru itu sendiri pun kini Pancasila sudah mulai dilupakan oleh bangsa Indonesia itu
sendiri, bangsa yang melopori kelairan ideologi yang tak bisa dituru oleh ideologi bangsa
manapun. Ibaratkanlah Pancasila itu adalah orang yang sangat diharapkan sekali untuk
dilahirkan, maka manusia akan membuat sesempurna mungkin. Setelah lahir ia dimanfaatkan
oleh oknuum tertentu, dan setelah oknum tersebut hilang, ia mulai dilupakan oleh bangsanya
sendiri dengan beberapa alasan karena Pancasila merupakan bekas Orde Baru sehingga pada
zaman reformasi Bangsa Indonesia cukup enggan menerima Pancasila itu kembali. Sungguh
teramat sakit rangkaian sejarah yang dialami oleh Pancasila hingga saat ini.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik sekaligus sebagai generasi penerus bangsa
Indonesia, setidaknya kita perlu memahami arti penting Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Dari situ kita dapat belajar menghargai para founding fathers berdirinya Pancasila sebagai
tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus sebagi pedoman. Cukup banyak jalan yang
dapat ditempuh untuk menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari kita, antarai lain
melahirkan sikap toleransi antarunat beragama, bersikap menghargai pendapat orang lain,
gotong royong, membantu yang lemah, bersikap adil, dan masih banyak lagi contoh yang
lain. Kita sebagai generasi penerus bangsa jangan sampai terlalu larut dalam arus globalisasi.
Bukannya tidak boleh, namun kita juga harus pandai-pandai menyaring suatu hal yang baru
yang kita terima dari luar. Jangan serta merta kita menerima budaya baru yang lebih modern
dan lebih baus merasuki pikiran kita sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
tidak berarti lagi bagi kita. Selain itu kita juga harus dapat membangung karakter bangsa
sehingga tertanam nilai-nilai Pancasila yang kuat sehingga kelak Pancasila tersebut dapat
membimbing kita sebagai generasi penerus bangsa menjadi bangsa yang maju, terbuka, loyal,
dan memiliki toleransi demi jalan kemslahatan berbangsa dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Asad. 2009. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: LP3ES.
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia diakses pada 25 Desember 2012
pukul 11.56 WIB.
http://dinolefty.wordpress.com/2011/02/20/butir-butir-pancasila-p4-pedoman-penghayatandan-pengamalan-pancasila/ diakses pada 25 Desember 2012 pukul 13.06 WIB.
http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/01/10460743/Mendikbud.Jangan.Sekadar.Hafal.Sila
.Pancasila diakses pada 25 Desember 2012 pukul 13.17 WIB.
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=320&wid=0 diakses pada 25 Desember 2012
pukul 18.00 WIB.
http://yofrizal.wordpress.com/2010/06/04/perjuangan-bangsa-indonesia-dalam-memperta
%C2%AChankan-kemerdekaan-dari-ancaman-disintegrasi/ diakses pada 25 Desember
2012 pukul 18.37 WIB.

Anda mungkin juga menyukai