Anda di halaman 1dari 19

ASAL USUL SUKU TORAJA

Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan
suku pendatang. Menurut kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini
masih dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun
pada sebuah pulau Lebukan.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka
datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar
danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan
inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis.
Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang
yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di
gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap
merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim
federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5 (lima) daerah yang terdiri atas :
1. M a k a l e

2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masingmasing oleh seorang bangsawan yang bernama PUANG. Daerah Rantepao
dipimpin bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan .dae rah Toraja
Barat dipimpin bangsawan bernama MA'DIKA.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat
ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang
dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh PARENGI dan
MA'DIKA. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak
akan dapat menjadi PUANG,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja
Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan PARENGI atau
MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah
Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang
terjadi di Makale.

Kepercayaan.
Di Tana Toraja dikenal pembagian kasta seperti yang terdapat didalam
agama Hindu-Bali. Maka mungkin karena itulah sebabnya kepercayaan
asli suku Toraja yaitu ALUKTA ditetapkan pemerintah menjadi salah satu
sekte dalam agama Hindu Bali. Kasta atau kelas ini dibagi menjadi 4
(empat) :
1. Kasta Tana' Bulaan

2. Kasta Tana' Bassi1.

3. Kasta TanaKarurung

4. Kasta Tana' Kua-kua

Adat Istiadat.

Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan


upacara dikenal 2 ( dua ) macam pembagian yaitu:

Upacara kedukaan disebut Rambu Solok.


Upacara ini meiiputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu :
a. Rapasan
b. Barata Kendek
c. Todi Balang
d. Todi Rondon.
e. Todi Sangoloi
f. Di Silli
g. Todi Tanaan.

Upacara kegembiraan disebut Rambu Tuka.


Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu
a. Tananan Bua

b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
Karena

mayoritas

penduduk

suku

Toraja

masih

memegang

teguh

kepercayaan nenek moyangnya (60 %) maka adat istiadat yang ada sejak
dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok
pangkal dari upacara adat Rambu Tuka dan Rambu Solok. Dua pokok
inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan
dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan
jenazah

yang

biasanya

diikuti

dengan

adu

ayam,

adu

kerbau,

penyembelihan kerbau dan penyembelihan babi dengan jumlah besar.


Upacara ini termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau
dikubur sudah di simpan lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung
batu. Akan hal tempat kuburan ini, suku Toraja mempunyai tempat yang
khusus., Kebiasaan mengubur mayat di batu sampai kini tetap dilakukan
meskipun sudah banyak yang beragama Katholik, Kristen. Hanya yang
sudah beragama Islam mengubur mayatnya dalam tanah sebagaimana
lazimnya. Seluruh upacara dalam rangkaian penguburan mayat ini
memerlukan biaya yang besar. Itu ditanggung oleh yang bersangkutan
disamping

sumbangan-sumbangan.

Besar

kecilnya

upacara

mencerminkan tingkat kekayaan suatu keluarga. Kriterianya diukur dari


jumlah babi dan kerbau yang dipotong disamping lamanya upacara. Untuk
kaum bangsawan upacara itu sampai sebulan dan hewan yang dipotong
mencapai ratusan. Belum lagi biaya (lainnya) yang banyak, sekalipun
dirasakan berat tetapi lambat laun dari masalah adat telah berubah
menjadi masalah martabat.

Rumah Adat Suku Toraja mengalami perkembangan terus sampai kepada


rumah yang dikenal sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan
ruangan, pemakaian bahan, bentuk, sampai cara membangun. Sampai
pada keadaannya yang sekarang rumah adat suku Toraja berhenti dalam
proses perkembangan. Sekalipun begitu, sejak asalnya rumah adat ini
sudah punya ciri yang khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh lingkungan
hidup dan adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah adat
suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk
atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas.
Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu
rumah adat suku
Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.
1. Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa semacam pondok
yang diberi nama Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang disangga
dangan dua tiang + dinding tebing (gambar 1).
2. Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut
pondok pipit karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya rumah
ini dibuat atas 4 pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai tiang. Hal
pemindahan tempat ini mungkin disebabkan adanya gangguan binatang
buas (gambar 2) .
3. Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian tiang
buatan. Bentuk ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup dan 1 tiang

buatan. Mungkin ini disebabkan oleh sukarnya mencari 4 buah pohon


yang berdekatan. Bentuk ini disebut Re'neba Longtongapa (gambar 3).
4. Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan
tiang buatan. Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi
(paliku), ini bentuk pertama terjadinya lumbung. (gambar 4) .
5. Perkembangan ke~5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi
dengan tiang yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan
dikolong rumah itu. tiang-tiang dibuat sedemikian ru pa sehingga cukup
aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang dalam posisi vertikal tetapi
merupakan susunan batang yang disusun secara horisontal (gambar 5).
6. Lama sesudah itu terjadi perobahan yang agak banyak. Perubahan itu
sudah meliputi atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini tiangtiang kembali dipasang vertikal tetapi dengan jumlah yang tertentu. Atap
mulai memakai bambu dan bentuknya mulai berexpansi ke depan
(menjorok). Tetapi garis teratas dari atap masih datar. Dinding yang dibuat
dari papan mulai diukir begitu juga tiang penyangga. Bentuk ini dikenal
dengan nama Banua Mellao Langi, (Gambar 6).
7. Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong Tedon
(Gambar 7). Perkembangan ini terdapat pada Lantai yang mengalami
perobahan sesuai fungsinya.
8. Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan tangga
yang berada di bagian depan (gambar 8).
9. Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan
permainan lantai (gambar 9)
10. Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk perkembangan
kesembilan ini. Perubahan ini lebih untuk menyempurnakan fungsi lantai
(ruang). (gambar 10).
11. Berikutnya adalah perobahan lantai yang menjadi datar dan ruang
hanya dibagi dua.
Setelah periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan
adat, tetapi lebih banyak karena persoalan kebutuhan
akan ruang dan konstruksi. Bagitu juga dalam penggunaan materi mulai
dipakainya bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap, paku, dan
sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan
puncak perkembangan dari rumah adat Toraja.
( berikut adalah contoh-contoh) RUMAH ADAT.
( contoh 1)

Nama Tempat : Garampak


Kampung : Marinding
D e s a : Kandora
Kecamatan : Mengkendek
1. Gambaran Umum.
Di kampung ini terdapat 3 rumah adat, 2 lurnbung dan 1 rumah tinggal
biasa. Ketiga rumah adat itu yang satu merupakan rumah lama dan
ditinggali oleh penghuninya, yang satu dalam rekonstruksi dan yang
sebuah lagi dalam taraf pembangunan. Dalam peninjauan ini lebih
dikhususkan pada rumah yang dikonstruksi yang menurut keterangan,
dibuat kira-kira 100 tahun yang lalu.
2. Tata Letak.
Semua rumah mnghadap ke Utara, karena ada kepercayaan bahwa Utara
merupakan lambang kehidupan. Sedang arah Selatan darimana timbul
kehidupan (kelahiran) merupakan tujuan kemana setiap insan akan pergi
(kenatian). Letak lumbung di karnpung ini tidak dapat tepat di depan
rumah, lebih tepatnya agak disamping.
3. Perencanaan.
Direncanakan oleh tukang-tukang dan keluarga yang akan menempati
rumah dengan dibantu beberapa tukang ukir. Cara pelaksanaan dengan
sistim gotong-royong rakyat setempat.
a. Pembagian ruangan.
Ruangan rumah dibagi atas tiga bagian, dengan urutan dari Utara ke
Selatan.
Ruang I : SALI, teimpat duduk, ruang tamu, entrance, dapur, termpat tidur
anak,
Ruang II : INAN TENGA (SALI TENGA) , tempat tidur orang tua, ruang
makan.
Ruang III: SUMBUNG, tempat tidur orang tua (nenek) dan orang-orang
terhormat.
b. Ruangan-ruangan terletak dibagian atas rumah (panggung). Sedang
dibagian bawah (kolong) dengan tiang-tiang merupakan kandang kerbau.
Kandang babi terbuat terpisah dari rumah adat.
c. Fasilitas kamar mandi dan WC tidak ada, begitu juga dengan tempat
cuci. Untuk keperluan ini penghuni harus pergi ke sungai terdekat.
d. Tangga masuk pada rumah adat ini banyak nengalami perubahan mulai
letak di depan di kolong, sampai di samping. Pada rumah adat di desa ini
tangganya berada di depan.

4. Struktur.
Struktur rumah terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait
mengkait sehingga menjadi kesatuan yang kaku dan berdiri diatas tiangtiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam
sebagai tumpuan tiang.
Konstruksi bangunan ini adalah tahan gempa & angin dalam arti kata
tidak runtuh. Sebab seluruh bagian merupakan satu kesatuan yang
diletakkan diatas batu begitu saja.
Untuk bangunan yang ditinjau ini tiangnya 9 buah termasuk Tulak Somba.
Selebihnya adalah tiang pembantu yang dihubungkan dengan kasta-kasta
( menggambarkan struktur sosial Tana Toraja) Adapun stratifikasi sosial
Tana Toraja yang berhubungan dengan rumah adat ialah :
- Tana Bulaan ( bulaan = emas ) jumlah tiang rumah 29 buah
- Tana Besi Jumlah tiang rumah 27 buah
- Tana Karuru ( Karuru = ijuk ) jumlah tiang rumah 25 buah
- Tana Kua-Kua ( Kua = tebu ) jumlah tiang rumah 23 buah.
5. Konstruksi.
a. materi bangunan.
hampir keseluruhan menggunakan bahan kayu. dimulai dari balok tiang,
papan untuk dinding dan lantai. Untuk alas runah (pondasi) digunakan
batu.
Jenis kayu yang digunakan tergantung dari persediaan. Jenis itu umumnya
kayu Bunga, kayu Buangin (cemara) , kayu Kalapi/ Nangka, Cendana, kayu
Beringin.
b. cara penyambungan
Untuk atap menggunakan sistim ikat (dengan rotan) dan jepit. Untuk
balok-balokbanyak menggunakan sistim pen.
c. Atap.
Bahan dari bambu yang dibelah dan dirangkai menjadi bidang-bidang.
Pengikat menggunakan rotan dan diantara lapisan bambu diberi ijuk.
Untuk hubungan dipakai bambu belah-belah.
d. Dinding.
Menggunakan bahan papan yang biasa.nya penyelesaiannya diukir
dibagian luarnya.
e. Tiang.
Dari balok yang raasih berupa pohon yang hanya diperhalus sedikit, lalu
ditaruh begitu saja diatas batu.
f. Penyelesaian.
Untuk ukir-ukiran dicat yang dipakai ialah tanah merah + tuak, arang +
cuka + air.
g. Lantai.
Dari papan, balok kecil yang dipasang saling bersilangan ditambah
anyaman kayu.

h. Cara pembuatan.
Untuk mengukur kedataran (rata) dipakai perkiraan sejajar permukaan air.
Untuk mengukur arah tegak dipergunakan pertolongan tali.
6. Kandang babi.
Bangunan sederhana dengan konstruksi bambu.
7. Lumbung.
Konstruksi sama dengan rumah, tapi strukturnya berbeda dan lebih
sederhana. Jumlah tiang lebih sedikit dan tidak memakai tulak somba.
Tiang biasanya berjumlah 4 atau 6 buah.
8. Ornamen/Hiasan bangunan.
Ornamen (hiasan bangunan) yang terdapat pada rumah-rumah adat
sebagian besar mempunyai arti. Arti ini biasanya berhubungan dengan
adat istiadat yang masih diipertahankan. Disamping itu ada pula yang
hanya merupakan hiasan saja, misalnya :
Sumbang dan Katombe yang merupakan sirip-sirip kayu berukir pada tiaptiap sudut rumah adat.
Ornamen (hiasan) ini dibagi dalam beberapa macam ornamen, masingmasing ialah :
a. Ornamen binatang
Kerbau, sebagai binatang yang sering disembelih dalam upacara-upacara,
bagian- bagian badannya banyak dipergunakan untuk ornamen. Misalnya
tanduk, kepala ( tiruannya). Selain itu motif kerbau juga ada dalam ukiran
di dinding papan rumah adat. Kepala kerbau ( tiruan dari kayu ) biasanya
dipasang pada ujung-ujung balok lantai bagian depan (pata sere).
Tanduk kerbau disusun pada tiang yang utama (tulak- sonba) artinya
menyatakan jumlah generasi yang pernah tinggal di rumah adat itu.
Ayam jantan, sebagai lambang Kasta Tana Bulaan (kasatria) diukirkan
pada bagian depan/belakang rumah, juga dipintu-pintu.
Babi, sebagai lambang binatang sajian.
b. Ornamen Senjata.
Keris dan pedang, diukirkan sebagai lambang Kasta Tana Bulaan
(kasatria).
c. Ornamen Tumbuh-tumbuhan.
Daun Sirih, bunga, diukirkan pada tiang utama tulak somba, rinding
(dinding), langit-langit lumbung sebagai ruang tamu, juga di pintu-pintu.
Ornamen ukiran kayunya menggunakan kayu URU. Ornamen ini diukir
dulu baru dipasang di tempat. Penyelesaian ukiran biasanya dengan zat
pewarna yang dibikin dari tanah +tuak atau arang + cuka + air.
( contoh 2)
Nama desa: Sarira
Kecamatan: Makale
Kabupaten: Tana Toraja

Pembahasan Umum :
Di desa ini, seperti juga kebanyakan di tempat lain di Tana Toraja, banyak
menggunakan kayu URU. Adapun alasannya antara lain : relatif tahan
lama, mudah didapat di tempat tersebut, cukup mudah untuk diukir.
Di desa ini terdapat rumah adat yang dalam proses penggantian atap dari
atap bambu menjadi atap seng.Penggantian ini disebabkan atap yang
lama sudah busuk (rusak) atau bocor. Penggunaan materi seng adalah
gejala masuknya hasil teknologi modern yang terlihat nyata. Dengan
materi ini pula bersamaan masuknya beberapa alat modern pada rumah
adat itu. Misalnya mulainya penggunaan paku dan sebagainya. Begitu
juga dengan sendirinya konstruksi atap mengalami perubahan yang cukup
banyak, sekalipun tidak prinsipil. Banyak alasan tentang penggunaan
materi seng ini yang pada dasarnya bersifat praktis, seperti :
- lebih cepat dalam pembangunannya
- lebih murah, karena menggunakan jumlah kayu lebih sedikit (ekonomis)
Disamping alasan-alasan praktis itu sebenarnya tidak disadari akibat yang
timbul karenanya. Salah satu efek negatifnya ialah expresi tradisionilnya
hilang. Sebab atap yang merupakan hampir setengah bagian bangunan,
mempunyai permukaan bidang yang cukup besar. Kalau ditinjau dari segi
kekuatan bambulah yang lebih kuat. Karena bambu dapat tahan kira2
sarapai 40 tahun. Relatif cukup lama dibandingkan seng, sebab dalam
prakteknya bambu ini ditumbuhi tumbuh2-an yang melindungi dari sinar
matahari atau hujan.
( contoh 3)
Nama tempat :halaman Teuru
Kampung :Berurung
Desa :Sesean Mataallo
Kecamatan :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
1. Pembahasan Umum.
Menurut keterangan penduduk setempat rumah-rumah adat di kampung
ini sudah berusia kira-kira 50 tahun. Ada rumah yang sudah diganti
atapnya sekalipun menggantinya dengan bambu juga. Tetapi satu hal
yang menyolok dikampung ini ialah dibangunnya dapur disamping rumah
adat yang berbentuk model rumah Bugis. Bangunan induk mulai dibuat
jendela-jendela kaca untuk mendapatkan sinar lebih banyak. Satu lagi
efek tak menguntungkan terhadap kepribadian rumah adat Tana Toraja.
Tiap rumah di kampung ini ditinggali oleh satu keluarga. Urutannya
dimulai dibagian Timur untuk Bapak & Ibu berikutnya mengikuti
ketinggian tanah adalah rumah-rumah untuk anak.
Seperti di tempat lain di Toraja, di desa inipun lumbung merupakan
lambang kekayaan. Semakin banyak jumlah lumbung semakin kaya
penghuninya.
(contoh 4)
Nama Kampung : Tondok batu

Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Kampung Tondon Batu terletak di desa Tondon yang lokasinya berada di
bagian Timur Kota Rantepao. Kampung ini merupakan kelompok rumahrumah adat yang tidak besar, karena di sini hanya terdapat 4 tongkonan
(rumah adat).
Sekalipun begitu satu keistimewaan rumah adat di kampung ini ialah
adanya rumah adat yang berumur kira-kira 200 tahun dan sudah berganti
atap sampai 3 kali. Dalam waktu yang sekian lama rumah adat itu masih
berdiri dengan baik, artinya masih berfungsi sebagai tempat tinggal,
Disamping itu di kampung ini terlihat adanya pengaruh bentuk runah
Bugis. Juga mengenai bentuk lumbung-lumhung disini umumnya
mempunyai panjang tiang yang lain, yang lebih panjang. Jadi secara
tampak, lumbung-lumbung itu terlihat lebih tinggi daripada yang
umumnya ada.
( contoh 5)
Nama kampung : Kondok
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sangalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Pembahasan Umum
Kampung Kondok letaknya tidak begitu jauh, masih di Kecamatan
Sanggalangi juga Kampung ini sebenarnya tidak begitu besar karena
jumlah penghuninya hany 4 keluarga. Dalam peninjauan ke kampung ini
lebih ditekankan kepada penelitian konstruksinya, Sebab kebetulan
sedang ada penggantian atap & lantai. Biasanya dalam penggantian atap
ini selain lantai diikuti juga dengan penggantian dinding (ukiran). Hanya
tiang-tiang yang utama yang tetap tidak diganti.
Dalam peninjauan ke kampung ini sempat ditanyakan sekitar harga
rumah. Sekalipun patokannya bukan uang, tapi jika dikalkulasikan
harganya cukup mahal juga. Seperti misalnya:
- penggergajian kayu upahnya 3 (tiga) kerbau
- mendirikan upahnya 4 (empat) kerbau
- mengukir 1 (satu) kerbau
- finishing 100 (seratus) babi.
Harga-harga ini belum termasuk harga dari pembelian kayu sendiri, yang
dinilai cukup mahal. Tetapi biasanya untuk kayu ini mereka ambil dari
kebun sendiri.
(contoh 7)
Nama Kampung Kampung Kecamatan Kabupaten
Pembahasan Umum.
Nama kampung : Marante
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja

Kampung Marante terletak di bagian Utara dari Kabupaten Tana Toraja.


Letak Kampung ini agak masuk kira-kira 50 meter dari jalan raya.
Merupakan satu kelompok rumah adat Toraja yang cukup besar. Dibagian
belakang kelompok ini terdapat kelompok kecil yang merupakan
perkembangan dari kelompok kampung Marante.
Di dalam kelompok rumah-rumah adat di kampung ini terdapat juga
2(dua) rumah model Bugis yang letaknya terselip diantaranya. Kedua
rumah Bugis ini rupanya dibangun paling belakangan dengan
pertimbangan hal yang lebih fungsionil. Dilihat dari segi kesehatan rumah
Bugis ini lebih baik, karena banyak mempunyai lubang untuk jendela.
Sehingga memungkinkan adanya sinar masuk dan ventilasi udara.
Seperti di tempat lain di kampung Marante inipun letak lumbung
berhadapan dengan rumah-rumah adat. Jadi biasanya jumlah rumah sama
dengan jumlah lumbung.
Adapun jumlah rumah ada : 7 (tujuh) buah, jumlah lumbung : 9
(sembilan), jumlah rumah Bugis 2 (dua), jumlah kandang babi : 7 (tujuh)
buah, jumlah dapur : 5(lima). Jumlah dapur ini yang 2 masing-masing
menempel pada rumah Bugis sedang yang 3 menempel pada rumah adat.
Kandang babi umumnya terletak dibagian belakang dari rumah adat.
(Contoh 8)
Nama Kampung :Palawa
Nama Desa :Pangli Palawa :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
Pembahasan Umum
Letak Kampung ini berada disebelah Utara kota Rentepao, Lokasi
perkampungannya cukup jauh dari jalan raya, kalaupun ada jalan masuk
jalan itu sempit dan jelek sekali keadaannya. Pada jalan ini banyak
terdapat rumah adat yang dibangun sendiri-sendiri, artinya bukan
merupakan satu kelompok. Rumah-rumah ini umumnya dibangun pada
waktu belakangan, hal ini terlihat atapnya yang banyak menggunakan
seng dan bermoncong tinggi.
Keadaan medan mendekati perkampungan ini agak naik, pada dataran
yang tertinggi berkumpullah rumah-rumah adatnya. Seperti semua rumah
adat, disinipun menghadap arah Utara. Berhadapan dengan lumbunglumbung dimana padi disimpan atau sebagai ruang tamu. Hal berhadapan
ini menurut keterangan ialah perlambang antara lumbung dan rumah adat
sebagai suami dan isteri.
Rumah-rumah adat disini rata-rata masih menggunakan atap bambu.
Sekalipun usianya sudah 7 turunan dan mengalami penggantian atap,
keadaan rumah adat disini umumnya masih baik. Jumlah rumah adat
adalah 9 dan jumlah lumbung 11. Dari junlah ini ada yang bermoncong
lebih tinggi, ini merupakan ciri dari rumah adat yang sudah diganti
atapnya.
Perkampungan ini cukup bersih menurut ukuran kampong-kampung di
Tana Toraja. Karena hal ini mungkin perkampungan ini jadi sering
didatangi wisatawan. Akibatnya dari hal itu timbul pedagang-pedagang
yang menjual barang souvenir, umumnya mereka penduduk setempat.

Nama Tempat: Kete.


Nama kampung : Bonoran
Nama Desa : Tikun'na Malenong
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Pembahasan Umum
Perkampungan Ke'te letaknya relatif dekat dengan kota Rantepao.
Perkampungan ini adalah yang paling terkenal dari sekian banyak
perkampungan lain yang dibuka untuk wisatawan. Sekalipun bukan
merupakan perkampungan yang besar tapi Ke'te nempunyai
keistimewaan. Sebab disini terdapat juga kuburan Batu (gunung batu)
yang merupakan batas sebelah dari perkampungan ini. Kuburan ini
sekaligus manjadi obyek wisata karena kebetulan letaknya cukup dekat.
Batas disebelah Utara ialah sawah yang banyak digenangi air, mungkin
merangkap sebagai tempat pembuangan air hujan. Keistimewan lain,
diperkampungan ini sudah ada air leiding yang belum tercatat dari mana
asalnya. Begitu juga riol - riol di depan rumah yang mungkin dimaksudkan
untuk saluran air hujan. Itulah sebabnya mungkin Ke'te keadaannya relatif
lebih baik dibandingkan perkampungan yang lain di Tana Toraja. Tanah
yang becek atau genangan air tidak kita jumpai disini. Kesannya
kehidupan diperkampungan ini lebih sehat.
Jumlah rumah adat disini ada 8 (delapan) disaimping terdapat 14 lumbung
yang bentuk atau bahannya bermam- macam, Diperkampungan ini juga
terdapat lumbung yang dibuat dari bambu baik itu tiang, dinding, sampai
atapnya. Menurut keterangan bentuk ini adalah yang pertama kali
diciptakan. Disamping itu terdapat bentuk rumah yang meniru rumah
bugis meskipun atapnya memakai bambu.Bentuk-bentuk rumah ini
biasanya sudah dilengkapi dengan kamar mandi dan WC,bahkan tempat
cuci. Karena sudah menjadi tempat yang sering dikunjungi wisatawan di
Ke'te dibangun bentuk asal rumah adat suku Toraja (Lantang Talumio dan
Pandoko Dena).
Bentuk asal ini dibuat untuk memberikan penerangan tentang asal usul
rumah adat Toraja.Perkampungan Ke'te adalah contoh suasana
perkampungan yang disesuaikan dengan keinginan wisatawan.Sehingga
ada beberapa ciri yang terpaksa dikorbankan, padahal ciri itu merupakan
kepribadian rumah adat.
Sebagaimana diterangkan diatas, di Ke'te ini terdapat lumbung yang
keseluruhan konstruksinya menggunakan materi bambu. Ini adalah
bentuk pertama lumbung setelah mengalami pemisahan dari rumah
induk: (Tongkonan). Adapun urutannya secara teliti adalah sebagai
berikut:
1. P a l i k u lumbung yang terletak dibawah rumah adat.
2. Lumbung Bambu terpisah dari rumah adat menggunakan 4 tiang.
3. Lumbung kayu terpisah, bertiang 4 dan tak diukir.
4. Lumbung kayu terpisah, bertiang 4 dan mulai diukir.
5. Lumbung kayu terpisah, bertiang 6 dan merupakan lumbung yang
umum dibikin baik yang diukir ataupun yang tidak diukir.
6. Lumbung kayu terpisah, bertiang antara 8 sampai dengan 12,

merupakan
lumbung-lumbung yang mengikuti perkembangan.
KESIMPULAN.
RUMAH ADAT DAN LUMBUNG.,
Tata Letak.
-Kelompok rumah adat/perkampungan biasanya terletak diluar kota,
terpencil dari keramaian umum seperti di lereng gunung.
-Arah rumah adat selalu berhadapan dengan lumbung padi, sebab
keduanya melambangkan suami dan isteri.
-Rumah adat selalu menghadap arah Utara dan Lumbung arah Selatan.
Hal ini berhubungan dengan adat suku Toraja yang mempertimbangkan
arah Utara sebagai kehidupan dan arah Selatan sebagai Lambang
Kematian.
-Kelompok rumah adat biasanya berjumlah antara 10 - 15 pasang rumah
adat +lumbung. ,
Struktur
-Secara keseluruhan rumah adat atau lumbung merupakan suatu
kesatuan struktur. Maksudnya antara bagian tiang dinding dan atap
merupakan satu kesatuan konstruksi, oleh karenanya bangunan ini tahan
gempa dalam arti kata tidak runtuh, tetapi hanya mengalami pergeseran
perletakkan.
Hubungan elemen-elemennya menggunakan sistim pengikat, tusuk,
coak,dan sebagainya. Materi umumnya memakai jenis kayu URU dan
bambu, sebab bahan-bahan ini mudah didapat di daerah itu.
Konstruksi pondasi hanya merupakan tempat perletakan yang tidak diikat
dan alas yang dipakai ialah batu alam. Perletakan ini hanya berfungsi
untuk mencegah turunnya bangunan karena lembeknya tanah.
Tiang tiang mencapai kekakuan dengan bantuan tiang pembantu dan
ditusuk oleh balok balok horisontal ( Patolok)
Lantai merupakan bagian yanmg memakai sistim balok induk dan balok
anak. penutupnya adalah bambu yang dipecah. Dan dipasang melintang
terhadap balok anak.
Perletakan elemen lantai ini dengan memperhitungkan kemungkinan
adanya gangguan dari arah kolong.
Dinding mempergunakan sistim hubungan papan dalam arah vertikal
yang dijepit oleh papan papan horisontal. Dinding ini diukir dengan
maksudperlambangan dan dekorasi.
Rangka atap tidak memakai sistim kuda kuda. Untuk mencapai
bentuknyayang menjulang ialah dengan menyambung nok ( kandang
pemiring) dengan pangoton dan paramak. Sambungan ini menggunakan
sistim ikat (berfungsi batang tarik) dimana ikatan itu memakai rotan.
Sambungan nok menusuk balok vertikal ( katorok yang ditahan balok
horisontal ( lemba-lemba)). lemba lemba ini menahan gerakan vertikal
dengan berpegang kepada sepasang tengkek longa yang berposisi miring

vertikal. Dan akhirnya noknya ( kadang pemiring) yang menahan semua


beban didukung oleh kolom besar ( tulak somba)
Penutup atap yang menggunakan bambu dapat berumur relatif lebih lama
dibandingkan atap atau seng atau sirap, tetapi konsekwensinya berat dan
mahal. Penutup atap dari seng/ sirap umumnya dipakai pada rumah adat
yang dibangun belakangan.
Bentuk
Bentuk atap yang khas dari rumah adat Toraja terjadi secara tidak
langsung dipengaruhi oleh bentuk tanduk kerbau yang menjadi binatang
kebanggan suku Toraja. Juga oleh bentuk kapal nenek moyangnya yang
terdampar waktu datang pertama kali kesana.
Ekspresi bentuk yang menggunakan atap bambu lebih natural dari pada
yang menggunakan seng atau sirap.
Bentuk atap mula mula agak datar noknya dan bagian ujungnya tidak
begitu menjulang. Bentuk yang dibuat belakangan umumnya mempunyai
ujung yang menjulang tinggi dan ramping.

FASILITAS:
Kamar mandi WC tidak terdapat dalam rumah adat . Dalam
perkembangan terakhir kedua unsur itu mulai memasuki kelompok rumah
adat, sekalipun dalam bentuk terpisah tetapi agak mengganggu
kepribadian rumah adat.
Saluran saluran.
Fasilitas berupa saluran baik berupa saluran air bersih atau air kotor/
hujan tidak ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya genangan air tanah
menjadi becek serta udara menjadi lembab.
Dapur, terdapat asalnya didalam rumah adat yang berfungsi sebagai
pemanas ruangan karena hawa yang dingin. penempatan ini kurang baik
apalagi dengan tidak adanya sistim ventilasi yang baik, hal mana
tentunya mengganggu kesehatan penghuni.
Gudang untuk menyimpan alatkehidupan berada dirongga atap.
Organisasi ruangan.
Fungsi ruangan umumnya berganda. Organisasinya masih amat
sederhana dan antara ruangan dengan ruangan lain tidak disekat secara
tegas. Satu satunya cara membedakan fungsi ruangan adalah dengan
permainan tinggi rendahnya lantai.
Permainan ini berhubungan erat dengan stratifikasi sosial masyarakat
Toraja.

Dikutip dari ;Laporan Kuliah Kerja Toraja 1975


Mahasiswa : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Ilmu
Sosial Universitas Indonesia .
( Agus Adhi, Agus Mulia, Budiono Busyaeri, Saptono,Diniari,Alm.Wahyu
Sardono ( Dono warkop),Hedi Nursalin Silaban,Listyo Sumantri, Siti
Joko,Julizar Amran Abdi,Adhika Bhayangkari, Ronald Londam Tambun, Budi
Adelar Sukada, Haryono,, Djoko Suryono, Andy Widjaja, Sugianto
Lohanda,Azrar Hadi, Robert Lawang, Seniwono Hanifa, Prof . Dipl. Ing
Suwondo BS, Prof Valerine, SH, Ir. Yan Ciptadi .Peserta tamu: alm. ibu
Wancin Suwondo dan Maruto Suwondo)
Lihat
:http://cetak.kompas.com/read/2011/01/22/03282716/tongkonan.simpul.p
eradaban.toraja
Ahli Toraja, Stanislaus Sandarupa:
http://cetak.kompas.com/read/2011/02/21/03510635/juru.kunci.budaya.to
raja
Diposkan oleh Saptono Istiawandi 10.32

Anda mungkin juga menyukai