Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan
suku pendatang. Menurut kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini
masih dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun
pada sebuah pulau Lebukan.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka
datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar
danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan
inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis.
Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang
yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di
gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap
merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim
federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5 (lima) daerah yang terdiri atas :
1. M a k a l e
2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masingmasing oleh seorang bangsawan yang bernama PUANG. Daerah Rantepao
dipimpin bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan .dae rah Toraja
Barat dipimpin bangsawan bernama MA'DIKA.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat
ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang
dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh PARENGI dan
MA'DIKA. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak
akan dapat menjadi PUANG,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja
Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan PARENGI atau
MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah
Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang
terjadi di Makale.
Kepercayaan.
Di Tana Toraja dikenal pembagian kasta seperti yang terdapat didalam
agama Hindu-Bali. Maka mungkin karena itulah sebabnya kepercayaan
asli suku Toraja yaitu ALUKTA ditetapkan pemerintah menjadi salah satu
sekte dalam agama Hindu Bali. Kasta atau kelas ini dibagi menjadi 4
(empat) :
1. Kasta Tana' Bulaan
3. Kasta TanaKarurung
Adat Istiadat.
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
Karena
mayoritas
penduduk
suku
Toraja
masih
memegang
teguh
kepercayaan nenek moyangnya (60 %) maka adat istiadat yang ada sejak
dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok
pangkal dari upacara adat Rambu Tuka dan Rambu Solok. Dua pokok
inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan
dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan
jenazah
yang
biasanya
diikuti
dengan
adu
ayam,
adu
kerbau,
sumbangan-sumbangan.
Besar
kecilnya
upacara
4. Struktur.
Struktur rumah terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait
mengkait sehingga menjadi kesatuan yang kaku dan berdiri diatas tiangtiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam
sebagai tumpuan tiang.
Konstruksi bangunan ini adalah tahan gempa & angin dalam arti kata
tidak runtuh. Sebab seluruh bagian merupakan satu kesatuan yang
diletakkan diatas batu begitu saja.
Untuk bangunan yang ditinjau ini tiangnya 9 buah termasuk Tulak Somba.
Selebihnya adalah tiang pembantu yang dihubungkan dengan kasta-kasta
( menggambarkan struktur sosial Tana Toraja) Adapun stratifikasi sosial
Tana Toraja yang berhubungan dengan rumah adat ialah :
- Tana Bulaan ( bulaan = emas ) jumlah tiang rumah 29 buah
- Tana Besi Jumlah tiang rumah 27 buah
- Tana Karuru ( Karuru = ijuk ) jumlah tiang rumah 25 buah
- Tana Kua-Kua ( Kua = tebu ) jumlah tiang rumah 23 buah.
5. Konstruksi.
a. materi bangunan.
hampir keseluruhan menggunakan bahan kayu. dimulai dari balok tiang,
papan untuk dinding dan lantai. Untuk alas runah (pondasi) digunakan
batu.
Jenis kayu yang digunakan tergantung dari persediaan. Jenis itu umumnya
kayu Bunga, kayu Buangin (cemara) , kayu Kalapi/ Nangka, Cendana, kayu
Beringin.
b. cara penyambungan
Untuk atap menggunakan sistim ikat (dengan rotan) dan jepit. Untuk
balok-balokbanyak menggunakan sistim pen.
c. Atap.
Bahan dari bambu yang dibelah dan dirangkai menjadi bidang-bidang.
Pengikat menggunakan rotan dan diantara lapisan bambu diberi ijuk.
Untuk hubungan dipakai bambu belah-belah.
d. Dinding.
Menggunakan bahan papan yang biasa.nya penyelesaiannya diukir
dibagian luarnya.
e. Tiang.
Dari balok yang raasih berupa pohon yang hanya diperhalus sedikit, lalu
ditaruh begitu saja diatas batu.
f. Penyelesaian.
Untuk ukir-ukiran dicat yang dipakai ialah tanah merah + tuak, arang +
cuka + air.
g. Lantai.
Dari papan, balok kecil yang dipasang saling bersilangan ditambah
anyaman kayu.
h. Cara pembuatan.
Untuk mengukur kedataran (rata) dipakai perkiraan sejajar permukaan air.
Untuk mengukur arah tegak dipergunakan pertolongan tali.
6. Kandang babi.
Bangunan sederhana dengan konstruksi bambu.
7. Lumbung.
Konstruksi sama dengan rumah, tapi strukturnya berbeda dan lebih
sederhana. Jumlah tiang lebih sedikit dan tidak memakai tulak somba.
Tiang biasanya berjumlah 4 atau 6 buah.
8. Ornamen/Hiasan bangunan.
Ornamen (hiasan bangunan) yang terdapat pada rumah-rumah adat
sebagian besar mempunyai arti. Arti ini biasanya berhubungan dengan
adat istiadat yang masih diipertahankan. Disamping itu ada pula yang
hanya merupakan hiasan saja, misalnya :
Sumbang dan Katombe yang merupakan sirip-sirip kayu berukir pada tiaptiap sudut rumah adat.
Ornamen (hiasan) ini dibagi dalam beberapa macam ornamen, masingmasing ialah :
a. Ornamen binatang
Kerbau, sebagai binatang yang sering disembelih dalam upacara-upacara,
bagian- bagian badannya banyak dipergunakan untuk ornamen. Misalnya
tanduk, kepala ( tiruannya). Selain itu motif kerbau juga ada dalam ukiran
di dinding papan rumah adat. Kepala kerbau ( tiruan dari kayu ) biasanya
dipasang pada ujung-ujung balok lantai bagian depan (pata sere).
Tanduk kerbau disusun pada tiang yang utama (tulak- sonba) artinya
menyatakan jumlah generasi yang pernah tinggal di rumah adat itu.
Ayam jantan, sebagai lambang Kasta Tana Bulaan (kasatria) diukirkan
pada bagian depan/belakang rumah, juga dipintu-pintu.
Babi, sebagai lambang binatang sajian.
b. Ornamen Senjata.
Keris dan pedang, diukirkan sebagai lambang Kasta Tana Bulaan
(kasatria).
c. Ornamen Tumbuh-tumbuhan.
Daun Sirih, bunga, diukirkan pada tiang utama tulak somba, rinding
(dinding), langit-langit lumbung sebagai ruang tamu, juga di pintu-pintu.
Ornamen ukiran kayunya menggunakan kayu URU. Ornamen ini diukir
dulu baru dipasang di tempat. Penyelesaian ukiran biasanya dengan zat
pewarna yang dibikin dari tanah +tuak atau arang + cuka + air.
( contoh 2)
Nama desa: Sarira
Kecamatan: Makale
Kabupaten: Tana Toraja
Pembahasan Umum :
Di desa ini, seperti juga kebanyakan di tempat lain di Tana Toraja, banyak
menggunakan kayu URU. Adapun alasannya antara lain : relatif tahan
lama, mudah didapat di tempat tersebut, cukup mudah untuk diukir.
Di desa ini terdapat rumah adat yang dalam proses penggantian atap dari
atap bambu menjadi atap seng.Penggantian ini disebabkan atap yang
lama sudah busuk (rusak) atau bocor. Penggunaan materi seng adalah
gejala masuknya hasil teknologi modern yang terlihat nyata. Dengan
materi ini pula bersamaan masuknya beberapa alat modern pada rumah
adat itu. Misalnya mulainya penggunaan paku dan sebagainya. Begitu
juga dengan sendirinya konstruksi atap mengalami perubahan yang cukup
banyak, sekalipun tidak prinsipil. Banyak alasan tentang penggunaan
materi seng ini yang pada dasarnya bersifat praktis, seperti :
- lebih cepat dalam pembangunannya
- lebih murah, karena menggunakan jumlah kayu lebih sedikit (ekonomis)
Disamping alasan-alasan praktis itu sebenarnya tidak disadari akibat yang
timbul karenanya. Salah satu efek negatifnya ialah expresi tradisionilnya
hilang. Sebab atap yang merupakan hampir setengah bagian bangunan,
mempunyai permukaan bidang yang cukup besar. Kalau ditinjau dari segi
kekuatan bambulah yang lebih kuat. Karena bambu dapat tahan kira2
sarapai 40 tahun. Relatif cukup lama dibandingkan seng, sebab dalam
prakteknya bambu ini ditumbuhi tumbuh2-an yang melindungi dari sinar
matahari atau hujan.
( contoh 3)
Nama tempat :halaman Teuru
Kampung :Berurung
Desa :Sesean Mataallo
Kecamatan :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
1. Pembahasan Umum.
Menurut keterangan penduduk setempat rumah-rumah adat di kampung
ini sudah berusia kira-kira 50 tahun. Ada rumah yang sudah diganti
atapnya sekalipun menggantinya dengan bambu juga. Tetapi satu hal
yang menyolok dikampung ini ialah dibangunnya dapur disamping rumah
adat yang berbentuk model rumah Bugis. Bangunan induk mulai dibuat
jendela-jendela kaca untuk mendapatkan sinar lebih banyak. Satu lagi
efek tak menguntungkan terhadap kepribadian rumah adat Tana Toraja.
Tiap rumah di kampung ini ditinggali oleh satu keluarga. Urutannya
dimulai dibagian Timur untuk Bapak & Ibu berikutnya mengikuti
ketinggian tanah adalah rumah-rumah untuk anak.
Seperti di tempat lain di Toraja, di desa inipun lumbung merupakan
lambang kekayaan. Semakin banyak jumlah lumbung semakin kaya
penghuninya.
(contoh 4)
Nama Kampung : Tondok batu
Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Kampung Tondon Batu terletak di desa Tondon yang lokasinya berada di
bagian Timur Kota Rantepao. Kampung ini merupakan kelompok rumahrumah adat yang tidak besar, karena di sini hanya terdapat 4 tongkonan
(rumah adat).
Sekalipun begitu satu keistimewaan rumah adat di kampung ini ialah
adanya rumah adat yang berumur kira-kira 200 tahun dan sudah berganti
atap sampai 3 kali. Dalam waktu yang sekian lama rumah adat itu masih
berdiri dengan baik, artinya masih berfungsi sebagai tempat tinggal,
Disamping itu di kampung ini terlihat adanya pengaruh bentuk runah
Bugis. Juga mengenai bentuk lumbung-lumhung disini umumnya
mempunyai panjang tiang yang lain, yang lebih panjang. Jadi secara
tampak, lumbung-lumbung itu terlihat lebih tinggi daripada yang
umumnya ada.
( contoh 5)
Nama kampung : Kondok
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sangalangi
Kabupaten : Tana Toraja
Pembahasan Umum
Kampung Kondok letaknya tidak begitu jauh, masih di Kecamatan
Sanggalangi juga Kampung ini sebenarnya tidak begitu besar karena
jumlah penghuninya hany 4 keluarga. Dalam peninjauan ke kampung ini
lebih ditekankan kepada penelitian konstruksinya, Sebab kebetulan
sedang ada penggantian atap & lantai. Biasanya dalam penggantian atap
ini selain lantai diikuti juga dengan penggantian dinding (ukiran). Hanya
tiang-tiang yang utama yang tetap tidak diganti.
Dalam peninjauan ke kampung ini sempat ditanyakan sekitar harga
rumah. Sekalipun patokannya bukan uang, tapi jika dikalkulasikan
harganya cukup mahal juga. Seperti misalnya:
- penggergajian kayu upahnya 3 (tiga) kerbau
- mendirikan upahnya 4 (empat) kerbau
- mengukir 1 (satu) kerbau
- finishing 100 (seratus) babi.
Harga-harga ini belum termasuk harga dari pembelian kayu sendiri, yang
dinilai cukup mahal. Tetapi biasanya untuk kayu ini mereka ambil dari
kebun sendiri.
(contoh 7)
Nama Kampung Kampung Kecamatan Kabupaten
Pembahasan Umum.
Nama kampung : Marante
Nama Desa : Tondon
Kecamatan : Sanggalangi
Kabupaten : Tana Toraja
merupakan
lumbung-lumbung yang mengikuti perkembangan.
KESIMPULAN.
RUMAH ADAT DAN LUMBUNG.,
Tata Letak.
-Kelompok rumah adat/perkampungan biasanya terletak diluar kota,
terpencil dari keramaian umum seperti di lereng gunung.
-Arah rumah adat selalu berhadapan dengan lumbung padi, sebab
keduanya melambangkan suami dan isteri.
-Rumah adat selalu menghadap arah Utara dan Lumbung arah Selatan.
Hal ini berhubungan dengan adat suku Toraja yang mempertimbangkan
arah Utara sebagai kehidupan dan arah Selatan sebagai Lambang
Kematian.
-Kelompok rumah adat biasanya berjumlah antara 10 - 15 pasang rumah
adat +lumbung. ,
Struktur
-Secara keseluruhan rumah adat atau lumbung merupakan suatu
kesatuan struktur. Maksudnya antara bagian tiang dinding dan atap
merupakan satu kesatuan konstruksi, oleh karenanya bangunan ini tahan
gempa dalam arti kata tidak runtuh, tetapi hanya mengalami pergeseran
perletakkan.
Hubungan elemen-elemennya menggunakan sistim pengikat, tusuk,
coak,dan sebagainya. Materi umumnya memakai jenis kayu URU dan
bambu, sebab bahan-bahan ini mudah didapat di daerah itu.
Konstruksi pondasi hanya merupakan tempat perletakan yang tidak diikat
dan alas yang dipakai ialah batu alam. Perletakan ini hanya berfungsi
untuk mencegah turunnya bangunan karena lembeknya tanah.
Tiang tiang mencapai kekakuan dengan bantuan tiang pembantu dan
ditusuk oleh balok balok horisontal ( Patolok)
Lantai merupakan bagian yanmg memakai sistim balok induk dan balok
anak. penutupnya adalah bambu yang dipecah. Dan dipasang melintang
terhadap balok anak.
Perletakan elemen lantai ini dengan memperhitungkan kemungkinan
adanya gangguan dari arah kolong.
Dinding mempergunakan sistim hubungan papan dalam arah vertikal
yang dijepit oleh papan papan horisontal. Dinding ini diukir dengan
maksudperlambangan dan dekorasi.
Rangka atap tidak memakai sistim kuda kuda. Untuk mencapai
bentuknyayang menjulang ialah dengan menyambung nok ( kandang
pemiring) dengan pangoton dan paramak. Sambungan ini menggunakan
sistim ikat (berfungsi batang tarik) dimana ikatan itu memakai rotan.
Sambungan nok menusuk balok vertikal ( katorok yang ditahan balok
horisontal ( lemba-lemba)). lemba lemba ini menahan gerakan vertikal
dengan berpegang kepada sepasang tengkek longa yang berposisi miring
FASILITAS:
Kamar mandi WC tidak terdapat dalam rumah adat . Dalam
perkembangan terakhir kedua unsur itu mulai memasuki kelompok rumah
adat, sekalipun dalam bentuk terpisah tetapi agak mengganggu
kepribadian rumah adat.
Saluran saluran.
Fasilitas berupa saluran baik berupa saluran air bersih atau air kotor/
hujan tidak ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya genangan air tanah
menjadi becek serta udara menjadi lembab.
Dapur, terdapat asalnya didalam rumah adat yang berfungsi sebagai
pemanas ruangan karena hawa yang dingin. penempatan ini kurang baik
apalagi dengan tidak adanya sistim ventilasi yang baik, hal mana
tentunya mengganggu kesehatan penghuni.
Gudang untuk menyimpan alatkehidupan berada dirongga atap.
Organisasi ruangan.
Fungsi ruangan umumnya berganda. Organisasinya masih amat
sederhana dan antara ruangan dengan ruangan lain tidak disekat secara
tegas. Satu satunya cara membedakan fungsi ruangan adalah dengan
permainan tinggi rendahnya lantai.
Permainan ini berhubungan erat dengan stratifikasi sosial masyarakat
Toraja.