JKN Thabrany PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

Jaminanan Kesehatan Nasional Dalam SJSN1

Hasbullah Thabrany2

Pendahuluan
Setelah lebih dari tiga tahun menjadi teka-teki, akhirnya pada tanggal 26 Januari
2004 RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diajukan oleh Presiden kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas dan disiapkan sebagai Uundang-undang
SJSN.

Sesungguhnya

RUU

SJSN

bukan

sekedar

keinginan

Presiden

untuk

mempersiapkan sebuah program kesejahteraan dalam rangka mempersiapkan pemilihan


Presiden, akan tetapi RUU tersebut merupakan amanat Tap MPR tahun 2001 dan
amandemen UUD45 tahun 2002. Pasal 34 ayat 2 UUD45 berbunyi Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
penduduk yang tidak mampu... Sebelum Tap MPR dan Amandemen tersebut memang
telah terbentuk Tim SJSN yang mula-mula dibentuk di bawah Kantor Menko Kesra
kemudian ketika Kantor itu dibubarkan di Jaman Gus Dur menjadi Presiden, tim tersebut
dilaksanakan dibawah koordinasi Sekretaris Wapres. Selanjutnya Presiden melalui
Kepres No 20/2002 (yang kemudian diteruskan dengan Kepres 101/2003) membentuk
Tim SJSN dengan tugas menyusun Konsep, Naskah Akademik, dan RUU SJSN.
Gonjang-ganjing politik memang telah menelurkan berbagai isu yang mengaitkan SJSN
dengan target-target politik baik yang menduga SJSN sebagai kendaraan politik Presiden
maupun Wakil Presiden, karena kebetulan sekretariat Tim SJSN berkantor di Sekretariat
Kantor Wapres. Keberadaan Sekretariat di Kantor Wapres sebetulnya hanya karena
kebetulan yang ditunjuk sebagai Ketua Tim pertama kali adalah Almarhumah Prof.
Yaumil Agus Achir yang kala itu menjabat Deputi Wakil Presiden bidang Kesejahteraan
Rakyat.
1

Disampaikan pada Temu Ilmiah Public Health in the New Millenium, FKMUI, tanggal 18-20 Agustus
2004, Kompleks Bidakara, Jakarta
2
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

Konsep dasar SJSN mengambil prinsip-prinsip universal sistem jaminan sosial


berpola social security yang lazim diperkenalkan oleh Organisasi Buruh Sedunia (ILO)
dalam rangka mewujudkan Konvensi ILO nomor 152. Konsep dasar SJSN adalah
memberikan jaminan dasar kepada seluruh penduduk, yang dimulai dari penjaminan
tenaga kerja di sektor formal dan penduduk miskin kemudian diperluas ke tenaga kerja di
sektor informal. Pentahapan ini mengikuti pola umum yang dilakukan negara-negara
yang lebih maju dari Indonesia dalam bidang pengembangan jaminan sosial dan
merupakan tahapan rasional mengingat mobilisasi dana dari sektor informal sangat sulit
dilakukan. Pendaan dari SJSN bertumpu pada tiga pilar utama yaitu (1) asuransi sosial
dan (2) tabungan wajib (provident fund) bagi peserta yang memiliki penghasilan serta (3)
bantuan sosial (bantuan iuran) bagi penduduk miskin dan kurang mampu.
Program jaminan dikelompokan menjadi 5 (lima) program yaitu jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian. Jaminan hari tua dan jaminan pensiun pada hakikatnya sama-sama old age
benefits, hanya saja mengingat pola JHT sudah dimulai dengan Jamsostek dan Taspen,
maka pola ini dipertahankan. Program JHT membayarkan uang tunai menjelang seorang
tenaga kerja memasuki masa pensiun dengan tujuan memberikan bantuan dana bagi
penyediaan rumah tinggal ataupun modal usaha. Program jaminan pensiun membayarkan
uang pensiun bulanan guna memenuhi kebutuhan dasar hidup (diluar kesehatan yang
dijaminan oleh program jaminan kesehatan). Dengan skenario ini, nantinya baik pegawai
negeri maupun pegawai swasta akan memiliki program jaminan kesehatan dan pensiun
yang sama. Semua program pertanggungan penghasilan selama terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK) dipersiapkan oleh SJSN. Namun demikian, karena keterlambatan
selesainya RUU, UU Nomor 13/2003 tentang Ketenaga Kerjaan telah mewajibkan
pengusaha membayar pesangon apabila terjadi PHK. Untuk menghindari program ganda,
maka program pertanggungan penghasilan selama terkena PHK dikeluarkan dari RUU
SJSN. Sesungguhnya untuk pengusaha, keluarnya program pertanggungan PHK dari
RUU SJSN lebih memberatkan dan menempatkan pengusaha pada situasi ketidakpastian.

H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

Esensi SJSN dan AKN


Apa sebenarnya esensi RUU SJSN? Orang-orang yang mau berfikir jernih dan
mempelajari dengan seksama RUU SJSN, dapat menarik kesimpulan bahwa RUU SJSN
sesungguhnya mengusulkan perbaikan dan perluasan sistem jaminan sosial di Indonesia.
Konsep RUU SJSN mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan hari
tua termasuk pensiun, dan jaminan kematian kematian yang labih adil dan merata bagi
semua golongan penduduk. Konsep SJSN merupakan upaya membuat platform yang
sama bagi pegawai negeri, pegawai swasta, dan pekerja di sektor informal dalam
menerima jaminan sosial. RUU SJSN mengatur agar setiap penduduk nantinya memiliki
jaminan hari tua/pensiun, termasuk di kala ia menderita disabilitas ataupun jaminan bagi
ahli waris jika seorang pencari nafkah meninggal dunia. Penjelasan RUU menyatakan
bahwa Presiden mensinkronkan penyelenggaraan jaminan sosial. Saat ini, hanya
pegawai negeri dan kurang dari satu juta pegawai swasta yang memiliki jaminan pensiun.
Apabila RUU SJSN disetujui tahun ini, maka pegawai yang pensiun 15 tahun lagi, akan
menikmati uang pensiun bulanan dan jaminan kesehatan sampai ia meninggal dunia.
Sementara bagi tenaga kerja yang aktif bekerja akan mendapat jaminan kesehatan yang
sama, tanpa memandang status kepegawaiannya apakan ia bekerja pada majikan swasta
ataupun pemerintah. Tenaga kerja atau pensiunan tidak perlu bingung mencari uang
untuk membayar biaya berobat karena sakit kanker, jantung, atau cuci darah, yang kini
tidak dijamin oleh Jamsostek. Penyediaan jaminan yang adil dan merata itulah yang akan
dicapai oleh SJSN.
Esensi kedua dari SJSN adalah mengubah status badan hukum Badan
Penyelenggara yang ada sekarang, PT Taspen, PT ASABRI, PT Askes dan PT Jamsostek,
menjadi badan jaminan sosial yang tidak mencari laba (not for profit). Bukan berarti
merugi, tetapi seluruh nilai tambah harus dikembalikan kepada peserta, bukan ke
pemegang saham (dalam hal ini, pemerintah). Disini, usulan RUU SJSN sama dengan
usulan revisi RUU Jamsostek yang menjadi inisiatif DPR yang dituntut Forum Bipartit.
Hakikatnya RUU SJSN meluruskan kekeliruan pengelolaan jaminan sosial, yang menurut
UU No 2/1992 tentang Asuransi harus dikelola oleh BUMN. Mengapa tidak swasta?
Pengalaman di seluruh dunia membuktikan bahwa swasta gagal menyelenggarakan
jaminan kesehatan yang adil dan merata (equity) karena memang terjadi market failure

H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

yang diakibatkan oleh uniknya kebutuhan pelayanan kesehatan. Hal ini akan dikupas
lebih dalam pada akhir makalah ini.
Esensi ketiga dari SJSN adalah memastikan bahwa dana yang terkumpul dari
iuran dan hasil pengembangannya dikelola HANYA untuk kepentingan peserta (Pasal 1).
Iuran, akumulasi iuran, dan hasil pengembangannya adalah dana titipan peserta dan
bukan penerimaan (revenue) atau aset badan penyelenggara. Ini adalah prinsip Dana
Amanat (Trust Fund, Pasal 41) yang dituntut forum bipartit dan juga sesuai dengan
Revisi UU Jamsostek. Esensi keempat adalah memastikan agar pihak kontributor atau
pengiur atau tripartit (yaitu tenaga kerja, majikan, dan pemerintah) memiliki kendali
kebijakan tertinggi yang diwujudkan dalam bentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional
(Majelis Wali Amanat) yang diwakili masing-masing 5 (lima) orang dan dewan
pengawas dari setiap unsur tripartit tersebut. Dalam penyelenggaraan yang ada sekarang,
pengendalian tripartit ini tidak ada.
Dalam

hal

Jaminan/Asuransi

Kesehatan,

RUU

SJSN

menggariskan

penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi semua penduduk, dan karenanya disebut


Asuransi Kesehatan Nasional (AKN). Rancangan SJSN mempersiapkan jaminan
kesehatan yang sama antara pegawai swasta, pegawai negeri maupun yang bekerja
mandiri beserta anggota keluarganya. Jaminan kesehatan tidak lagi dibatasi sampai anak
kedua atau ketiga, karena pada hakikatnya setiap penduduk Indonesia mempunyai hak
yang sama. Guna mempercepat cakupan kepada seluruh penuduk, RUU memungkinkan
seorang tenaga kerja menjamin orang tuanya dengan menambah iuran sebesar 1% dari
upah/gaji kotornya sebulan. Dengan paket jaminan yang sama (pelayanan medis) untuk
semua orang, RUU SJSN akan sangat memudahkan dokter dan fasilitas kesehatan
memahami berbagai aspek administrasi dan jaminan kesehatan. Hal ini akan menghemat
tenaga dan waktu bagi para dokter dan fasilitas kesehatan lain.
Berbeda dengan sistem askes pegawai negeri saat ini, dalam rancangan RUU
SJSN disebutkan bahwa sistem pelayanan dan pembayaran kepada fasilitas kesehatan
(termasuk dokter keluarga dan dokter spasialis praktek perorangan atau di rumah sakit)
dinegosiasikan di tingkat wilayah antara badan penyelenggara dengan asosiasi fasilitas
kesehatan. Apabila UU SJSN disetujui, nantinya tidak ada lagi SK Menkes atau SKB
Menkes dengan Mendagri yang mengatur tarif RS untuk peserta Askes. Dengan jumlah

H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

peserta yang semakin besar dan pembayaran yang sama di suatu wilayah, maka peserta
dapat dibebaskan untuk memilih rumah sakit yang disukainyaapabila ia memerlukan
perawatan di rumah sakit. Namun demikian, sebelum ia berobat di rumah sakit, ia harus
mendapatkan pemeriksaan dari dokter keluarganya dulu. Jika diperlukan perawatan
spesialis lebih lanjut, maka dokter keluarganya harus merujuk. Jika tidak diperlukan,
maka peserta harus diberi pemahaman bahwa pemeriksaan ke spesialis tidak ada manfaat
tambahan, kecuali pemborosan uang bersama. Hal ini merupakan peluang besar bagi
fasilitas kesehatan untuk menunjukan kemampuannya memberikan pelayanan yang
memuaskan dan sekaligus meningkatkan efisiensi. Rancangan SJSN juga memungkinkan
rumah sakit beraliansi dengan dokter keluarga untuk mengelola pelayanan termasuk obatobat yang diperlukan di klinik atau rumah sakit sehingga akan memudahkan peserta yang
tidak perlu menebus obat di apotik di luar klinik/rumah sakit.
Yang paling penting barangkali adalah bahwa RUU SJSN secara sepesifik
mengharuskan badan penyelenggara membayar klaim (bersih) paling lambat 15 hari
setelah klaim diajukan. Apabila pembayaran fasilitas kesehatan dilakukan secara kapitasi,
badan penyelenggara harus membayarkannya paling lambat tanggal 5 setiap bulan. Guna
menjamin efisiensi dan optimalnya penyelenggaraan asuransi kesehatan, biaya
administasi atau biaya operasional badan penyelenggara nantinya dibatasi maksimal
hanya 5% dari iuran yang terkumpul. Dalam masa transisi, dimana jumlah peserta belum
memenuhi pool yang besar, tentu dimungkinkan biaya operasional diatas 5%. Dengan
batasan biaya operasional maksium tersebut, maka fasilitas kesehatan akan lebih mudah
memperkirakan besarnya dana yang dapat digunakan untuk membiayai pelayanan yang
diberikannya.

Mengapa Tidak Diserahkan ke Bapel Swasta?


Bapel atau perusahaan asuransi swasta diberikan peluang untuk menjual produk
asuransi kesehatan/JPKM sebagai suplemen atau asuransi tambahan. Tetapi untuk paket
dasar, harus dikelola oleh Badan Nirlaba yang disebut BPJS. Penjelasan berikut akan
memudahkan kita memahami mengapa harus badan pemerintah atau semi pemerintah
yang nirlaba.
Karena sifat unvertainty mengundang usaha asuransi, maka kini banyak pemain
baru. Kolusi antara dokter-rumah sakit dan perusahaan farmasi menyebabkan harga
H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

pelayanan kesehatan terus semakin mahal. Risiko sakit perorangan semakin mahal, maka
demand baru terbentuk; membeli asuransi kesehatan. Bagaimana pentaripan asuransi?
Tidak bisa dilepaskan dari harga harga dokter, rumah sakit, obat, laboratorium, dan alatalat medis lainnya. Bisakan asuransi mendapatkan harga yang pantas (fair)? Sulit!
Meskipun perusahaan asuransi/bapel JPKM dapat memperoleh harga yang lebih murah,
mereka juga punya interes untuk mendapatkan untung. Sementara fasilitas kesehatan
masih tetap memiliki market power yang kuat. Tidak banyak pilihan bagi perusahaan
asuransi, kecuali mengeruk keuntungannya dari pihak pasien/konsumen. Tentu saja
sebagai perantara perusahaan asuransi/bapel JPKM akan mencari untung dari kedua
pihak, pihak peserta/pemegang polis dan pihak fasilitas kesehatan (provider). Maka kini,
seorang pasien/konsumen/peserta mendapatkan pelaku baru yang juga melirik kantong
mereka, yaitu perusahaan asuransi/bapel dengan menawarkan berbagai produk asuransi
kesehatan yang menarik, tetapi belum tentu dibutuhkan peserta.
Akankah konsumen mampu untuk memilih produk asuransi dan harga sesuai
kebutuhanya? Hampir tidak mungkin! Karena disini juga terjadi informasi asimetri.
Konsumen tidak mengetahui tingkat risiko dirinya dan hampir tidak mungkin mengetahui
apakah harga premi yang dibelinya pantas, terlalu murah, atau terlalu mahal. Sementara
penjual (perusahaan asuransi/bapel JPKM) dapat menciptakan produk dan cara
pamasaran yang menggiurkan sampai menakutkan sehingga konsumen, jika ia
mempunyai kemampuan keuangan, memilih untuk membeli. Bagaimana dengan
konsumen yang tidak mampu? Sejauh pasar belum jenuh, asuradur akan memusatkan
pada perhatian kepada pasar yang mampu membeli dan profitable. Karena dalam pasar
asuransi (swasta/sukarela) asuradur akan menetapkan premi atas dasar risiko yang akan
ditanggung (paket jaminan), atau disebut risk-based premium, maka besarnya premi tidak
dapat disesuaikan dengan daya beli seseorang. Maka sudah dapat dipastikan bahwa
penduduk yang miskin atau pekerja ekonomi lemah tidak akan mampu membeli premi.
Oleh karenanya, asuransi kesehatan swasta/sukarela/komersial tidak akan mampu
mencakup seluruh penduduk. Keinginan mencakup seluruh penduduk dengan mekanisme
asuransi kesehatan swasta (apakah itu perusahaan asuransi atau bapel JPKM) hanyalah
sebuah impian belaka. Hal ini dapat dibuktikan di Amerika, yang menghabiskan lebih

H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

dari US$ 5.000 per kapita per tahun, akan tetapi lebih dari 50 juta penduduknya (17%)
tidak memiliki asuransi.
Dengan terbatasnya pasar dan persaingan yang tinggi, volume penjualan tidak
bisa mencapai jumlah yang besar. Persaingan antara asuradur (persuahaan asuransi atau
bapel) akan memaksa asuradur membuat produk spesifik yang juga menyebabkan pool
tidak optimal untuk mencakup berbagai pelayanan. Persaingan menjual produk spesifik
dan volume penjualan untuk masing-masing produk yang relatif kecil menyebabkan
contigency dan profit margin yang relatif besar. Perusahaan asuransi Amerika
menghabiskan rata-rata 12% faktor loading (biaya operasional, laba, dan berbagai biaya
non medis lainnya) (Shalala dan Reinhart, 1999). Bapel JPKM boleh menarik biaya
loading sampai 30%.i Asuradur swasta di Indonesia memiliki rasio klaim yang bervariasi
antara 40-70%, tergantung jenis produknya, sehingga menyebabkan biaya tambahan bagi
konsumen sebesar 30-60%. Dari berbagai skenario dan fakta yang terjadi, sudah dapat
dipastikan bahwa asuransi kesehatan swasta tidak bisa menurunkan biaya pelayanan
kesehatan (meskipun dengan konsep managed care) dan tidak akan mampu mencakup
seluruh penduduk.
Jelaslah ketergantungan pada sistem asuransi kesehatan swasta/komersial
(termasuk disini sistem JPKM yang sekarang berlaku) akan gagal menciptakan cakupan
universal dan mencapai efisiensi makro. Trade off antara risk pooling dan biaya yang
ditanggung konsumen tidak seimbang. Sementara itu, hampir semua negara
menginginkan cakupan universal.

Oleh karenanya, jika kedua komponen tujuan,

universal dan efisensi makro, ingin dicapai; maka rancangan asuransi kesehatan
swasta/komersial akan gagal mencapai tujuan tersebut. Sebaliknya, rancangan asuransi
kesehatan sosial yang terdapat dalam sebuah sistem jaminan sosial, dimanapun di dunia,
akan mampu mencakup seluruh penduduk dengan biaya yang jauh lebih efisien.
Semua negara-negara maju telah meratifikasi konvensi PBB tentang hak asasi
manusia dan Konvensi ILO nomor 152 tentang jaminan sosial serta menempatkan
pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak dasar penduduk (fundamental human right).
Sebagai konsekuensi peletakkan hak dasar ini pemerintah mengusahakan suatu sistem
kesehatan yang mampu mencakup seluruh penduduk (universal) secara adil dan merata
(equity). Negara-negara maju pada umumnya mewujudkan peran serta masyarakat dalam

H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

pembiayaan dan penyediaan kesehatan publik yang diatur oleh suatu undang-undang.
Pembiayaan publik dimaksudkan adalah pembiayaan oleh negara dari dana APBN atau
didanai oleh sistem asuransi kesehatan sosial yang didasarkan oleh undang-undang.
Seringkali sistem asuransi kesehatan sosial ini adalah sebuah sistem jaminan sosial
(social security). Penyelenggara pendanaan publik dapat suatu badan pemerintah dapat
pula badan swasta yang nirlaba. Penyediaan pelayanan kesehatan publik adalah
penyediaan rumah sakit, klinik, pusat kesehatan, dan sebagainya yang disediakan oleh
negara yang dapat diselenggarakan secara otonom (terlepas dari birokrasi pemerintahan)
ataupun tidak otonom.
Dengan menempatkan salah satu atau kedua faktor pendanaan dan atau
penyediaan oleh publik (public not for profit enterprise) memungkinkan terselenggaranya
cakupan universal dan pemerataan yang adil. Penempatan kesehatan sebagai hak asasi
tidak selalu berarti bahwa pemerintah harus menyediakan seluruh pelayanan dengan
cuma-cuma. Di Indonesia, banyak orang mengkhawatirkan penempatan kesehatan
sebagai hak asasi akan menyebabkan beban pemerintah menjadi sangat berat. Pada
hakikatnya, pendanaan maupun penyediaan pelayanan dapat dilakukan oleh pemerintah
bersama swasta yang secara umum dapat dilihat dari gambar-1 .
Gambar-1.
Matriks Pendanaan dan Penyediaan (delivery) Pelayanan Kesehatan
Pendanaan
Penyediaan
Publik
Swasta
Publik
Inggris, Malaysia,
Indonesia dan negara
Hongkong, Australia, dll
berkembang lainnya
Swasta
Kanada, Jerman, Jepang
Amerika
dan Taiwan
* Jepang dan Jerman menyerahkan sebagian besar pembiayaan dan penyediaan
kepada sektor swasta, akan tetapi bersifat sosial (nirlaba) yang diatur oleh
pemerintah, sementara Amerika menyerahkan kepada mekanisme pasar (for profit
dan not for profit).
Apabila pendanaan diserahkan kepada sektor publik, yang bersifat sosial atau
nirlaba, maka terdapat dua pilihan utama yaitu pendanaan dari penerimaan pajak (general
tax revenue) atau APBN seperti yang dilakukan Inggris dan Malaysia dan pendanaan
melalui mekanisme asuransi sosial seperti yang dilakukan Kanada, Taiwan, Jepang,
H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

Jerman, Korea, Muangtai, Filipina, dll. Kanada, Korea, Filipina, Muangtai, Australia dan
Taiwan memberlakukan sistem monopoli Propinsi atau Negara dengan hanya
menggunakan satu badan penyelenggara. Sementara Jerman dan Jepang menggunakan
undang-undang wajib asuransi sosial kesehatan dengan banyak penyelenggara dari pihak
swasta yang nirlaba.
Di Indonesia, pengertian asuransi sosial sangat sering disalah artikan dengan
pengertian derma atau pelayanan cuma-cuma. Sementara penyelenggaraan asuransi sosial
kesehatan yang sudah ada, program JPK PNS/Askes dan program JPK Jamsostek,
diselenggarakan oleh perusahaan publik yang berbentuk badan hukum berorientasi laba
PT (Persero) sehingga menimbulkan conflict of interest. Hal ini menyebabkan semakin
kecaunya pemahaman asuransi sosial. Distorsi pemahaman ini menyebabkan sulitnya
usaha-usaha mengusahakan suatu sistem asuransi sosial yang konsisten. Itulah sebabnya
RUU SJSN meluruskan distorsi ini.
Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah
yang melindungi golongan ekonomi lemah dan yang tidak lemah yang menjamin
keadilan yang merata (equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi
sosial haruslah didasari pada suatu undang-undang dengan pembayaran iuran/premi dan
paket jaminan yang memungkinkan terjadinya pemerataan. Dalam penyelenggaraanya,
pada asuransi sosial mempunyai ciri (a) kepesertaan wajib bagi sekelompok atau seluruh
penduduk, (b) besaran iuran/premi ditetapkan oleh undang-undang/peraturan pemerintah,
umumnya proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c) paketnya ditetapkan sama untuk
semua golongan pendapatan, yang biasanya sesuai dengan kebutuhan medis (Thabrany,
1999)ii. Dengan mekanisme ini, maka dimungkinkan tercapainya keadilan sosial yang
egaliter.
Dari segi pendanaan, asuransi sosial mempunyai keunggulan dalam mencapai
efisiensi makro karena tidak memerlukan biaya perancangan produk, pemasaran, dan
pencapaian skala ekonomi yang optimal. Taiwan misalnya hanya menghabiskan kurang
dari 3% premi untuk biaya administrasi (Depkes Taiwan, 1997)iii. Program Medicare di
Amerika hanya menghabiskan biaya administrasi sebesar 3-4% sementra asuransi
komersial swasta di Amerika menghabiskan rata-rata 12% (Shalala dan Reinhardt,
1999)iv

H Thabrany

Persiapan RS dalam AKN

Asuransi Sosial Kesehatan di Berbagai Negara dan


Berbagai Indikator Makro Kesehatan
Seperti telah disampaikan diatas, negara-negara yang lebih konsisten mencari
cakupan universal dan efisiensi makro (biaya kesehatan nasional yang rendah) tidak
menggantungkan sistemnya pada asuransi kesehatan swasta, baik dalam bentuk
tradisional-indemnitas maupun dalam bentuk managed care (HMO, PPO, maupun POS).
Tentu saja argumen teoritis yang dikemukan diatas tidak cukup meyakinkan tanpa adanya
data empirik. Data empirik yang menyajikan cakupan universal dan efisiensi makro saja,
juga tidak cukup meyakinkan manfaat asuransi sosial kesehatan. Oleh karena itu kita
harus juga melihat indikator outcome (keluaran) secara makro. Tujuan cakupan universal
dan efisiensi saja tidak memadai jika pelayanan yang diberikan tidak cukup berkualitas.
Untuk menentukan pelayanan yang berkualitas, antara lain, kita bisa melihatnya dari
keluaran yaitu status kesehatan. Pengukuran status kesehatan yang lazim digunakan
adalah angka kematian bayi dan umur harapan hidup. Memang kedua indikator ini tidak
hanya dipengaruhi oleh sistem kesehatan, akan tetapi berbagai analisis menunjukkan
bahwa sistem tersebut mempunyai korelasi yang kuat terhadap keluaran status kesehatan.
Dalam Tabel-1 disajikan perbandingan data empirik yang diolah dari karya Anderson dan
Paullier, 1999v.
Tabel 1
Perbandingan model asuransi, cakupan, biaya dan status kesehatan di
berbagai negara maju (dengan data tahun 1996-1997).

Negara

Askes
dominan

Amerika
Australia
Austria
Belanda
Belgia
Ceko

Komers
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial

H Thabrany

%
penddk
dijamin
ASK
33,3
100
99
72
99
100

Biaya RI
per hari
(US$),
1996
1.128
242
109
225
263
75

10

Biaya Kes
per kapita
(US$),
1997
3.925
1.805
1.793
1.838
1.747
904

IMR,
1996
7,8
5,8
5,1
5,2
6,0
6,0

LE,
wnt/pria,
1996
79,4/72,7
81,1/75,2
80,2/73,9
80,4/74,7
81,0/74,3
77,2/70,5

Persiapan RS dalam AKN

Denmark
Finlandia
Inggris
Islandia
Itali
Jepang
Jerman
Kanada
Korea
Luksemberg
Norwegia
Perancis
Portugal
Selandia Baru
Spanyol
Turki
Yunani

Sosial
Sosial
Negara,
NHS
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Nasional
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Nasional
Sosial
Sosial
Sosial

100
100
100

632
168
320

1.848
1.447
1.347

5,2
4,0
6,1

78,0/72,8
80,5/73,0
79,3/74,4

100
100
100
92,2
100

192
339
83
228
489

2.005
1.589
1.741
2.339
2.095

5,5
5,8
3,8
5,0
6,0

80,6/76,2
81,3/74,9
83,6/77,0
79,9/73,6
81,5/75,4

100
100
100
99,5
100
100

110
180
123
284
249
254

587
2.340
1.814
2.051
1.125
1.352

9,0
4,9
4,0
4,9
6,9
7,4

77,4/69,5
80,0/73,0
81,1/75,4
82,0/74,1
78,5/71,2
79,8/74,3

99,8
66
100

343
73
144

1.168
260
974

5,0
42,2
7,3

81,6/74,4
70,5/65,9
80,4/75,1

Catatan: RI= rawat inap, IMR=infant mortality rate, LE=life expectancy.

Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa Amerika yang merupakan satu-satunya
negara maju yang menggantungkan sistem asuransinya pada asuransi komersial
mempunyai kinerja keuangan yang sangat mahal, hampir dua kali biaya termahal di
negara lain, dan lebih dari dua kali dari biaya kesehatan di Jepang dan Jerman yang samasama memiliki banyak badan penyelenggara asuransi kesehatan. Bahkan biaya rawat inap
perhari di Amerika mencapai 5-10 kali lebih mahal dibandingkan negara-negara maju
lainnya yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak jauh berbeda. Jika dilihat
cakupan asuransinya, Amerika masih memiliki 17% penduduk (43 juta jiwa) yang tidak
mempunyai jaminan (uninsured). Sementara indikator makro kesehatan, IMR dan LE,
tidak menjunjukan status yang lebih baik dari banyak negara atau dari tetangganya
Kanada.
Data diatas menunjukkan angka-angka cross sectional yang dapat menunjukkan
bias waktu. Apakah tingginya biaya kesehatan di Amerika konsisten dari waktu ke
waktu? Berbagai literatur ekonomi kesehatan menunjukkan konsistensi tersebut. Tentu
saja, kita tidak bisa membandingkan angka-angka nilai nominal dolar tersebut dengan

H Thabrany

11

Persiapan RS dalam AKN

keadaan di Indonesia. Negara yang kaya memang akan mengeluarkan biaya besar karena
memang biaya hidup tinggi. Suatu ukuran yang dapat memantau beban finansial adalah
besarnya biaya kesehatan dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB).
Perkembangan persentase biaya kesehatan terhadap PDB di enam negara OECD, 19701997 telah dilakukan oleh Ikegami dan Campbell (1999)vi. Hasil penelitian tersebut
disajikan pada Gambar-2.
Penelitian kedua orang tersebut menunjukkan bahwa Amerika secara konsisten
menghabiskan biaya kesehatan sebagai prosentasi terhadap PDB yang terus meningkat
tak terkendali. Dibandingkan dengan Jepang dan Inggris yang memiliki sistem
pembiyaan dan penyediaan kesehatan yang terkendali (bukan managed care) ternyata
Amerika menghabiskan jauh lebih besar, baik dalam nilai nominal dolar maupun dalam
prosentase terhadap PDB. Dari enam negara yang dibandingkan, hanya Amerikalah yang
menggantungkan pembiayaan kesehatan yang dominan kepada mekanisme pasar asuransi
kesehatan komersial/swasta, termasuk berbagai bentuk managed care seperti HMO, PPO,
dan POS.

H Thabrany

12

Persiapan RS dalam AKN

Gambar-2
Perkembangan Biaya Kesehatan (% PDB) di Enam Negara Maju, 1970-1997

16

Amerika
Kanada
Jepang

14

Jerman
Perancis
Inggris

12
10
8
6
4
2
0
1970

1975

1980

1985

1990

1997

Kesimpulan
Pemerintah kini sedang mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
mencakup jaminan kesehatan yang akan berlaku secara nasional dan untuk menjamin
portabilitas, maka penyelenggaraanya haruslah oleh suatu badan yang bersifat nasional.
Sistem ini, yang UU nya sedang dibahas pada tahap akhir saat ini, merupakan solusi
rasional untuk menjamin agar kelak seluruh penduduk memiliki jaminan/asuransi
kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan, terlepas dari ras, agama, kemampuan
ekonomi, dan faktor-faktor lain. SJSN pada hakikatnya akan meluruskan kekeliruan
penyelenggaraan sistem asuransi kesehatan sosial yang selama ini dijalankan dan akan
membentuk platform yang sama bagi semua penduduk. Inilah hakikat dari rumusan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat. SJSN juga sekaligus akan menyediakan kondisi
yang memungkinkan terselenggaranya sistem dokter keluarga.

H Thabrany

13

Persiapan RS dalam AKN

Lampiran. Kutipan pasal-pasal tentang AKN

Bagian Kedua
Program Jaminan Kesehatan
Paragraf 1
Prinsip Program Jaminan Kesehatan
Pasal 10
Program JK merupakan program jaminan kesehatan yang
diselenggarakan secara nasional berdasarkan mekanisme
Asuransi Sosial.
Program JK diselenggarakan berdasarkan prinsip ekuitas.
Paragraf 2
Kepesertaan
Program Jaminan Kesehatan
Pasal 11
Peserta JK adalah Pekerja yang telah membayar Iuran sesuai
dengan Undang-undang ini.
Anggota keluarga Peserta berhak menerima Manfaat Jaminan
Kesehatan.
Setiap Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain
dengan penambahan Iuran.

Pasal 12 ...

H Thabrany

14

Persiapan RS dalam AKN

Pasal 12

Kepesertaan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan sejak seorang


Peserta mengalami pemutusan hubungan kerja atau
mengalami Cacat Total Tetap.
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur hak Peserta atau anggota
keluarganya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Manfaat Program Jaminan
Kesehatan
Pasal 13
Manfaat program JK bersifat pelayanan perseorangan yang
berupa pelayanan kesehatan komprehensif

mencakup

pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif,


termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang
diperlukan.
(2) Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu, Peserta dikenakan
urun biaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Manfaat program JK diberikan pada fasilitas kesehatan
milik pemerintah maupun swasta yang memenuhi syarat
tertentu, yang menjalin kerjasama dengan BPJS.
(2) Dalam

keadaan

darurat,

pelayanan

sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas


yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS.

H Thabrany

15

Persiapan RS dalam AKN

(3) Dalam

(3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas


kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi
kebutuhan

medik

sejumlah

Peserta,

BPJS

wajib

memberikan kompensasi.
(4) Dalam hal Peserta membutuhkan rawat inap di rumah
sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan
berdasarkan kelas standar.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
(1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk
setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
BPJS dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut,
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) BPJS wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan
yang telah diberikan kepada Peserta paling lambat 15
(lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.
(3) BPJS mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem
kendali

mutu

pelayanan

dan

sistem

pembayaran

pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan


efektivitas program JK.

Pasal 16
Daftar dan harga tertinggi obat-obatan serta bahan medis habis
pakai yang dijamin oleh BPJS ditetapkan sesuai dengan

H Thabrany

16

Persiapan RS dalam AKN

peraturan

perundang-undangan

mempertimbangkan

yang

perkembangan

berlaku

dengan

kebutuhan

medik,

ketersediaan, serta efektifitas dan efisiensi obat atau bahan


medis habis pakai.
Pasal 17
Pasal 17
Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin BPJS akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Iuran
Program Jaminan Kesehatan
Pasal 18
Besarnya Iuran adalah persentase tertentu dari Upah atau
Penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang
ditanggung bersama antara Pekerja dan Pemberi Kerja
masing-masing sebesar 50% (lima puluh persen) sampai
dengan batas Upah tertentu.
Batas Upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ditetapkan setiap dua tahun.
Besarnya Iuran yang harus dibayarkan oleh Pemerintah
untuk Penerima Bantuan Sosial ditetapkan secara berkala
dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan biaya
kesehatan.
Batas Upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya
Iuran yang harus dibayarkan oleh Pemerintah untuk

H Thabrany

17

Persiapan RS dalam AKN

Penerima Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud dalam


ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19
(1) Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5
(lima) orang wajib membayar tambahan Iuran sebesar 1%
(satu persen) dari Upah untuk setiap tambahan 1 (satu)
anggota keluarga, yang diambil sepenuhnya dari Upah
Pekerja.
(2) Peserta

(2) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain


yang belum menjadi Peserta program JK dengan
menambah Iuran sebesar 1% (satu persen) dari Upah
untuk tiap orang.

Pasal 20
Peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau
mengalami Cacat Total Tetap dibebaskan dari kewajiban
pembayaran Iuran selama 6 (enam) bulan.
Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Iuran dibayarkan oleh Pemerintah dalam hal
Peserta tersebut masih belum mendapatkan pekerjaan; dan
termasuk kelompok Penerima Bantuan Sosial.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL


Pasal 10
Ayat (1)
H Thabrany

18

Persiapan RS dalam AKN

Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan yang sewaktu-waktu


dapat terjadi, sementara tidak semua warga masyarakat yang
membutuhkannya
memiliki uang untuk membiayainya. Oleh
karenanya program JK diselenggarakan secara nasional dengan
menggunakan mekanisme Asuransi Sosial. Dengan cara tersebut
program JK menjamin terselenggaranya solidaritas sosial dalam
bidang kesehatan, antara yang kaya dengan yang miskin, yang muda
dengan yang tua, dan yang sehat dengan yang sakit.
Ayat (2) ...
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah Peserta mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan mediknya dan tidak
terikat dengan besaran Iuran yang telah dibayarkannya.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak kandung, anak
tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan anggota keluarga lain adalah selain anggota
keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), misalnya orang tua.
Pengikutsertaan anggota keluarga lain (dengan penambahan Iuran)
dimaksudkan untuk memperluas kepesertaan Jaminan Kesehatan
terutama untuk menjangkau para lanjut usia, sehingga kepesertaan
secara nasional dapat lebih cepat dicapai.
Pasal 12
Ayat (1)
Pada prinsipnya kepesertaan JK bersifat permanen. Dengan demikian,
jika seorang Peserta mengalami pemutusan hubungan kerja, maka ia
dan keluarganya tetap dapat menerima Jaminan Kesehatan sampai 6
(enam) bulan berikutnya tanpa mengiur, dengan pertimbangan paling
lambat pada akhir jangka waktu tersebut Peserta sudah mendapatkan
pekerjaan baru dan mengiur untuk masa kepesertaan selanjutnya.
Apabila jangka waktu tersebut terlewati dan Peserta belum mendapat
pekerjaan baru, maka Iuran selanjutnya dibayarkan oleh pemerintah
sebagai Bantuan Sosial apabila Peserta tersebut termasuk kelompok
Penerima Bantuan Sosial. Peserta yang menderita Cacat Total Tetap
tergolong Penerima Bantuan Sosial.
Ayat (2) ...
Ayat (2)
H Thabrany

19

Persiapan RS dalam AKN

Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pelayanan kesehatan komprehensif yang dimaksud dalam ketentuan
ini meliputi penyuluhan kesehatan, imunisasi, keluarga berencana,
rawat jalan, rawat inap dan tindakan medik lainnya termasuk cuci
darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan secara
memadai baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka
menjamin kesinambungan program dan kepuasan Peserta. Luasnya
pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan Peserta yang
dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan urun biaya adalah sejumlah tertentu biaya
yang harus ditanggung Peserta dalam menerima pelayanan tertentu,
diluar Iuran yang telah dibayar Peserta tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat ( 1)
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek (termasuk
dokter keluarga), klinik, laboratorium, apotik dan fasilitas kesehatan
lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila fasilitas
kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) ...
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya
(kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti
asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara
biaya yang dijamin oleh BPJS dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
H Thabrany

20

Persiapan RS dalam AKN

Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang dikembangkan
BPJS, pada hakikatnya BPJS harus membayar fasilitas kesehatan secara
efektif dan efisien dengan besaran yang relatif sama untuk tiap
fasilitas kesehatan di suatu wilayah. Misalnya, BPJS dapat memberikan
bujet tertentu kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk
melayani sejumlah Peserta, atau membayar sejumlah tetap tertentu per
kapita per bulan (kapitasi). Bujet tersebut sudah mencakup jasa medik,
biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan yang
penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit.
Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih leluasa
menggunakan dana seefektif dan seefisien mungkin.
Pasal 16
Penetapan daftar dan plafon harga dimaksudkan untuk menjamin bahwa
yang diberikan kepada Peserta adalah obat-obat dan bahan medis yang
efektif, bermutu, dan efisien.
Pasal 17 ...
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Iuran yang harus dibayarkan oleh Pekerja dan Pemberi Kerja tanpa
mempertimbangkan status perkawinan guna memudahkan
administrasi dan meningkatkan kegotong-royongan .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
H Thabrany

21

Persiapan RS dalam AKN

Besarnya Iuran yang dibayarkan Pemerintah sesuai dengan Iuran bagi


Penerima Bantuan Sosial.

Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta, 1995.

ii

Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter


Indonesia, Jakarta, 1999.

iii

Depkes Taiwan. Public Health in Taiwan, ROC. Taipei, 1997

iv

Shalala, DE dan Reinhardt UE. Interview: Viewing the US Health Care System from
Within: Candid Talk from HHS. Health Affairs 18(3): 47-55, 1999

Anderson, GF. And Paullier, JP. Health Spending, Access, and Outcomes: Trends in
Industrialized Countries. Health Affairs, 18(3):178-192

vi

Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of Muddling
Trhough. Health Affairs 18(3):56-75.

H Thabrany

22

Persiapan RS dalam AKN

Anda mungkin juga menyukai