Anda di halaman 1dari 15

ARSITEKTUR TRADISIONAL

BUGIS

KELOMPOK 2
TRI FITA ANGGRIANI

F 221 14 032

REZKI ARISANDI

F 211 14 028

WAHYU GUNARTO

F 221 14 030

INDRAWIRAWAN

F 221 14 034

RESKI LAGARENCE

F 221 14 024

MUAMMAR MARUF

F 221 14 018

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS TADULAKO
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,Taufik dan Hinayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

PALU,27 Desember 2015


Penyusun

DAFTAR ISI

Kata pengantar .....................................................................................2


Daftar isi ..............................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan.............................................................................4
1.1
1.2
1.3

Latar Belakang....................................................................4
Tujuan ................................................................................5
Rumusan masalah...............................................................5

BAB 2 Pembahasan..............................................................................6
BAB 3 Penutup...................................................................................14
Kesimpulan................................................................................14
Daftar pustaka............................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat tradisional Sulawesi-Selatan, segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
masyarakat selalu di lakukan bersendikan adat istiadat. Adat istiadat menjadi semacam pedoman
dalam berpikir dan bertindak sesuai pola kehidupan masyarakatnya. Terujud baik dalam tingka laku
secara berinteraksi, termasuk perlakuan dalam tata cara membangun rumah di dalam lingkungan alam
sekitarnya.
Adat istiadat dan kepercayaan adalah warisan nenek moyang yang mengisi inti kebudayaan. Hal
tersebut terpercaya sebagai warisan yang di terima langsung dari sang pengatur tata tertib kosmos
untuk menjadi pengarah jalannya lembaga-lembaga sosial. Oleh sebab itu sebagai upacara, pesta dan
upacara kemasyarakatan yang berdasarkan pada adat istiadat, tetap di adakan untuk menjaga
kesinambungan dan pelestarikan budaya bangsa, termasuk tata cara atau prosesi pembuatan rumah.
Tata cara pembuatan rumah menurut konsep arsitektur tardisional sulawesi selatan, merujuk pada
pesan atau wasiat yang bersumber dari kepercayaan dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat
sulawesi selatan, mulai pemilihan tempat, penentuan arah peletakan rumah bentuk arsitektur, hingga
penyelenggaraan upacara ritual ketika proses membangunnya.
Dalam konteks Arsitektur Tradisonal sebagai eksplorasi konsep bangunan yang pernah
dikembangkan pada lalu untuk dilihat bagaimana perkembangannya pada masa kini di dalam
lingkungan baru yang jauh dari asal tradisinya.
Rumah adalah kebudayaan fisik, yang dalam konteks tradisional merupakan bentuk ungkapan yang
berkaitan erat dengan kepribadian masyarakatnya. Ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi oleh faktor
sosio-kulural dan lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang. Perbedaan wilayah dan latar
budaya akan menyebabkan perbedaan pula dalam ungkapan arsitekturalnya.
Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Bugis dan Makassar merupakan salah satu
bagian tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Bugis dan Makassar.Selain berfungsi
sebagai hiasan, juga dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik rumah.Ragam hias umumnya
memiliki pola dasar yang bersumber dari alam flora dan fauna.

1.2 TUJUAN
1.Untuk mengenalkan arsitektur bugis
2. Menyusun data dan informasi tentang arsitektur tradisional Bugis guna kepentingan
penyebaran informasi, bahan studi, pembinaan, dan pengambilan keputusan di bidang
kebudayaan pada umumnya dalam hal arsitektur tradisional

1.3 RUMUSAN MASALAH


1.
2.
3.
4.
5.

Bagaimana konsep dan filosofi Arsitektur Bugis?


Bagaimana pola organisasi ruang pada rumah adat Bugis ?
Bagaimana struktur konstruksi dari rumah adat Bugis ?
Elemen-elemen apa saja yang terdapat pada rumah adat Bugis?
Ornamen apa saja yang terdapat pada rumah adat Bugis ?

BAB II

PEMBAHASAN

Arsitektur Bugis Dengan Lokasi Sulawesi Selatan


suku bugis terpusat di provinsi sulawesi selatan yang beribukotakan di makassar
terletak diantara 012-8 lintang selatan dan 11648- 11236 bujur timur
Berbatasan :
Utara
provinsi sulawesi barat di teluk bone
Timur
sulawesi tenggara
Sebelah barat dan timur selat makassar dan laut flores.
Luas wilayah sulawesi selatan tercatat
45.519.24 km pemerintahan terbagi menjadi 24 kabupaten, dan 3 kota dengan 296 kecamatan
serta2.946 desa/ atau kelurahan
Kebudayaan dan Arsitektur Bugis
Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi/augi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak
berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar.Huruf yang dipakai adalah aksara lontara/asr lotr, sebuah
sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.
Kampung kuno orang Bugis umumnya terdiri dari sejumlah keluarga, antara 10 sampai 200
rumah.Rumah-rumah tersebut biasanya berderet, menghadap Selatan atau Barat.Jika ada sungai, maka
diusahakan agar rumah-rumah tersebut membelakangi sungai.Pusat dari kampung lama merupakan
suatu tempat keramat (possi tama/posi tm) dengan suatu pohon beringin yang besar, dan kadangkadang dengan satu rumah pemujaan (saukang/sauk).Selain tempat keramat, suatu kampung
umumnya juga memiliki langgar atau masjid.
Pola perkampungan orang Bugis umumnya adalah mengelompok padat dan menyebar.Pola
mengelompok banyak terdapat di dataran rendah, dekat persawahan, pinggir laut, dan danau,
sedangkan pola menyebar banyak terdapat di pegunungan atau perkebunan. Selain itu perkampungan
orang Bugis juga dapat dibedakan berdasarkan tempat pekerjaan, yaitu:
6

1)

Pallaon ruma/ploa rum (kampung petani)

2)

Pakkaja/pkj(kampung nelayan)

3)

Matowa/mtow (kepala kampung)


Selain pembagian berdasarkan tempat pekerjaan di atas, pada kampung Bugis juga terdapat

pasar kampung, kuburan, dan masjid/mushala.


Orang Bugis juga mengenal sistem tingkatan sosial yang sangat berkait dengan arsitektur.
Pelapisan sosial tersebut antara lain adalah: Anak arung/an aru(bangsawan), to maradeka/to mredk
(rakyat biasa), dan ata/at (sahaya).

Rumah adat bugis memiliki konsep kosmogoni dan arti filosofi

Pandangan kosmogoni orang bugis ini dengan apa yang disebut konsep Sulapaq Eppaq Wola Suji
(Segi Empat Belah Ketupat). Konsep Sulapaq Eppaq adalah filsafat tertinggi orang bugis yang
menjadi seluruh wujud kebudayaan dan sosialnya.
Wujud Konsep Sulapaq Eppaq juga dapat dilihat dalam bentuk manusia.

Dunia atas (rakkeang )


Kehidupan diatas alam sadar manusia yang terkait dengan kepercayaan yang
tidak nampak (suci, kebaikan, sugesti, sakral ). Dijadikan sebagai tempat
penyimpanan padi atau hasil pertanian lainnya. Selain itu juga dapat
dimanfaatkan untuk tempat persembuyian anak-anak gadis yang sedang
dipingit

Dunia tengah ( Ale kawa)


Kehidupan di alam saudara manusia, dengan aktivitas keseharian. Ale kawa
atau badan rumah dibagi menjadi 3 bagian

Tata letak
1.
Lontang risaliweng/lot risliew (ruang depan), berfungsi
untuk menerima tamu dan tempat tidur tamu (public)
2.
Lontang ritengngah/lot ritEG (latte ritengngah) atau
ruang tengah, berfungsi untuk tempat tidur kepala keluarga dan anakanak yang belum dewasa, tempat makan private).
3. Lontang rilaleng/lot rilel (latte rilaleng): tempat tidur
anak gadis, dapur, dan kamar mandi.

Dunia bawa (awa bola/ kolong rumah)


Terkait dengan media yang digunakan untuk mencari rezeki,
termasuk alat-alat pertanian, tempat menenun, kandang binatang, dan
tempat bermain bagi anak-anak

Berdasarkan lapisan sosial penghuninya, berdampak pada pola bentuk rumah yang
disimbolkan berbeda-beda, yaitu:
a.
Sao-raja/sao rj (sallasa), adalah rumah besar yang didiami keluarga kaum bangsawan
(Anakarung). Biasanya memiliki tiang dengan alas bertingkat di bagian bawah dan dengan
atap di atasnya (sapana) yang memiliki bubungan bersusun tiga atau lebih,
b.
Sao-piti/sao piti, bentuknya lebih kecil tanpa sapana, dan memiliki bubungan yang bersusun
dua.
c.
Bola/bol, merupakan rumah bagi masyarakat umumnya.
Berdasarkan pola morfologinya, arsitektur Tradisional Bugis dapat dilihat dari beberapa
segi sebagai berikut:
8

Pola Penataan Spatial


Arsitektur rumah Bugis umumnya tidak bersekat-sekat. Bentuk denah yang umum
adalah rumah yang tertutup, tanpa serambi yang terbuka. Tangga depan biasanya di pinggir. Di
depan tangga tersedia tempat air untuk mencuci kaki. Tangga rumah tersebut berada di bawah
atap (Sumintardja, 1981). Selain itu rumah Bugis umumnya memiliki suatu ruang pengantar yang
berupa lantai panggung di depan pintu masuk, yang dinamakan tamping/tpi. Biasanya tempat ini
difungsikan sebagai ruang tunggu bagi para tamu sebelum dipersilakan masuk oleh tuan rumah.
Rumah Bugis juga dapat digolongkan menurut fungsinya (Mattulada dalam
Koentjaraningrat, 1999). Secara spatial vertikal dapat dikelompokkan dalam tiga bagian berikut:
Rakeang/reka, bagian atas rumah di bawah atap, terdiri dari loteng dan atap rumah yang
dipakai untuk menyimpan padi dan lain persediaan pangan serta benda-benda pusaka. Selain itu
karena letaknya agak tertutup sering pula digunakan untuk menenun dan berdandan.
Alo-bola/alo bol (alle bola), terletak antara lantai dan lotengruang dimana orang tinggal
dan dibagi-bagi menjadi ruang-ruang khusus, untuk menerima tamu, tidur, makan,
Awaso/awso, kolong rumah yang terletak di bagian bawah antara lantai dengan tanah
atau bagian bawah lantai panggung yang dipakai untuk menyimpan alat-alat pertanian dan ternak.
Sedangkan penataan spatial secara horisontal, pembagian ruang yang dalam istilah
Bugis disebut lontang/lot (latte/ltE), dapat dikelompokkan dalam tiga bagian sebagai berikut :
Lontang risaliweng/lot risliew (ruang depan), Sifat ruang semi private, berfungsi
sebagai tempat menerima tamu, tempat tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan
benih dan tempat membaringkan mayat sebelum dikebumikan. Ruang ini adalah ruang tempat
berkomunikasi dengan orang luar yang sudah diijinkan untuk masuk. Sebelum memasuki ruang
ini orang luar diterima lebih dahulu di ruang transisi (tamping).
Lontang ritengngah/lot rietG (latte ritengngah/ltE rietG) atau ruang tengah. Sifat
ruang private, berfungsi untuk tempat tidur kepala keluarga dan anak-anak yang belum dewasa,
tempat makan, melahirkan. Pada ruang ini sifat kekeluargaan dan kegiatan informal dalam
keluarga amat menonjol.
Lontang rilaleng/lot rilel (latte rilaleng/ltE rilel), sifat sangat private. Fungsi ruang ini
untuk tempat tidur anak gadis atau nenek/kakek. Anggota keluarga ini dianggap sebagai orang
yang perlu perlindungan dari seluruh keluarga.
Untuk Sao raja/sao rj, ada tambahan dua ruangan lagi:
a.

Lego-lego/elgo elgo.
Ruang tambahan, jika di depan difungsikan sebagai tempat sandaran, tempat duduk tamu sebelum
masuk, tempat menonton ada acara di luar rumah.

b.

Dapureng/dpuer (jonghe/johE)
Biasanya diletakkan di belakang atau samping. Fungsinya untuk memasak dan menyimpan
peralatan masak

SISTEM STRUKTUR DAN KONSTRUKSINYA

Pola Penataan Struktur

Bahan bangunan utama yang banyak digunakan umumnya kayu. Bahan bangunan yang
biasanya digunakan : Kayu Bitti, Ipi, Amar, Cendana, Tippulu, Durian, Nangka, Besi, Lontar,
Kelapa, Batang Enau, Pinang, Ilalang dan Ijuk.
Dinding dari anyaman bambu atau papan.Atap dari daun nipah, sirap atau seng.Sistem
struktur menggunakan rumah panggung dengan menggunakan tiang penyangga dan tidak
menggunakan pondasi.Rumah tradisional yang paling tua, tiang penyangganya langsung ditanam
dalam tanah.Tahap yang paling penting dalam sistem struktur bangunan adalah pembuatan
10

tiang (aliri/aliri). Pembuatan tiang dimulai dengan membuat posi bola/posi bl (tiang pusat
rumah). Bila rumah terdiri dari dua petak maka letak tiang pusat ialah pada baris kedua dari depan
dan baris kedua dari samping kanan. Bila tiga petak atau lebih maka letak tiang pusat adalah baris
ketiga dari depan dan baris kedua dari samping kanan.
Secara terinci ciri-ciri struktur rumah orang Bugis antara lain adalah:
1. Minimal memiliki empat petak atau 25 kolom (lima-lima) untuk sao-raja dan tiga petak atau 16
kolom (untuk bola)
2.

Bentuk kolom adalah bulat untuk bangsawan, segiempat dan segidelapan untuk orang biasa

3. Terdapat pusat rumah yang disebut di Pocci (posi bola) berupa tiang yang paling penting dalam
sebuah rumah, biasanya terbuat dari kayu nangka atau durian; letaknya pada deretan kolom kedua dari
depan, dan kedua dari samping kanan.
4. Tangga diletakkan di depan atau belakang, dengan ciri-ciri:

Dipasang di ale bola atau di lego-lego.

Arahnya ada yang sesuai dengan panjang rumah atau sesuai dengan lebar rumah.

5. Atap berbentuk segitiga sama kaki yang digunakan untuk menutup bagian muka atau bagaian
belakang rumah
. Lantai (dapara/salima) menurut bentuknya bisa rata dan tidak rata. Bahan yang digunakan adalah
papan atau bamboo.
7.

Dinding (renring/rinring) terbuat dari kulit kayu, daun rumbia, atau bambu.

8.

Jendela (tellongeng) jumlahnya tiga untuk rakyat biasa, tujuh untuk bangsawan

9. Pintu (tange sumpang) diyakini jika salah meletakkan dapat tertimpa bencana, sehingga
diletakkan dengan cara sebagai berikut:

Jika lebar rumah sembilan depa, maka pintu diposisikan pada depa ke-8; artinya lebar rumah
selelu ganjil dan pintu diletakan pada angka genap.

Sistem struktur dan konstruksi dibuat dengan sistem knock down (lepas pasang).

11

RAGAM HIAS
12

Ragam hias bangunan arsitektur Bugis umumnya bersumber dari alam sekitar, biasanya berupa flora,
fauna dan tulisan huruf Arab atau kaligrafi.

Ornamen corak tumbuhan


bermotif bunga/tumbuhan
,dan daun yang berarti rezeki
yang tidak putus-putus

Ornamen corak binatang


berupa :
Bentuk kepala kerbau yang
disimbolkan status sosial
bagi pemilikya dan
mengandung nilai-nilai
filosofis yang tinggi.

Bentuk ayam jantan berarti


keuletan dan keberanian
agar kehidupan dalam rumah
senantiasa dalam keadaan
baik dan membawa
keberuntungan

Ornamen corak alam yang


bermotifkan kaligrafi.
Penempatan ragam hias
ornamen terdapat pada
sambulayang/timpalaja,
jendela ajong dan lainlain,penggunaan ragam hias
menentukan tinggi derajat
penghuninya

13

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah Arsitektur Tradisional tentang Adat Tradisional Bugis kami menarik kesimpulan Bahwa
setiap Adat istiadat dan kepercayaan adalah warisan nenek moyang yang mengisi inti kebudayaan.
Hal tersebut terpercaya sebagai warisan yang di terima langsung dari sang pengatur tata tertib kosmos
untuk menjadi pengarah jalannya lembaga-lembaga sosial. Rumah adalah kebudayaan fisik, yang
dalam konteks tradisional merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan erat dengan kepribadian
masyarakatnya. Ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi oleh faktor sosio-kulural dan lingkungan di
mana ia tumbuh dan berkembang.
Sekian dan Terima kasih.

14

DAFTAR PUSTAKA
https://archobynk.wordpress.com/2014/03/06/perkembangan-arsitekturmasyarakat-bugis-makassar/
https://www.google.co.id/#q=lokasi+arsitektur+bugis
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2543/rumah-panggung-kayu
http://ridwanaz.com/umum/seni-budaya/sistem-kepercayaan-masyarakat-bugis/
https://portalbugis.wordpress.com/about-m/manusia-bugis-rantaubudayanya/konsep-kosmogoni-orang-bugis/
(http://ojs.unm.ac.id/index.php/fbangunan/article/viewFile/1342/pdf_5)
(Tradisional (http://ojs.unm.ac.id/index.php/fbangunan/article/viewFile/1342/pdf_5
)

15

Anda mungkin juga menyukai