Ernita Nurliani
05031281419091
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan pasca panen merupakan upaya strategis dalam rangka
mendukung peningkatan produksi hasil panen. Buah-buahan mempunyai sifat
fisik yang berbeda. Perbedaan tingkat kematangan juga menyebabkan perbedaan
sifat fisik. Kerusakan yang terjadi pada buah-buahan yang telah dipanen,
disebabkan karena organ panenan tersebut masih melakukan proses metabolisme
dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam buah tersebut.
Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah
tersebut sudah terpisah dari pohonnya ataupun telah dicabut sehingga
mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah. Sedangkan tingkat kerusakan buah
dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan ke luar jaringan yang terjadi melalui
lentisel yang tersebar di permukaaan buah. Menghambat proses tersebut tentunya
secara teoritis dapat pula dilakukan sehingga dapat memperlambat laju perusakan
(Mutiarawati, 2007).
Kerusakan produk buah-buahan dapat disebabkan oleh tingginya laju
respirasi dan suhu penyimpanan serta penanganan pasca panen yang kurang baik.
Selama penyimpanan, hasil pertanian masih melakukan respirasi yakni proses
penguraian zat pati atau gula dengan mengambil oksigen dan menghasilkan
karbondioksida, air serta energi (Fransiska et. al., 2013).
Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk
digunakan pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti
oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Substrat
yang paling banyak diperlukan tanaman untuk proses respirasi dalam jaringan
tanaman adalah karbohidrat dan asam-asam organik bila dibandingkan dengan
lemak dan protein (Paramita, 2010).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh luka/memar
dan ukuran terhadap laju respirasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respirasi
Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme
hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004),
respirasi merupakan proses pernafasan dan metabolisme dengan menggunakan O 2
dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak
yang akan menghasilkan CO2, air, dan sejumlah energi dengan persamaan sebagai
berikut.
C6H12O6 + 6O2
atau
(development),
karbondioksida
ketuaan
dikeluarkan
(maturation),
selama
pemasakan
tingkat
perkembangan
(ripening),
kebusukan
(senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju respirasi per unit
berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan kemudian
terus menerus menurun dengan bertambahnya umur (Thahir et al., 2010).
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor
internal. Faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya
kerusakan mekanik, ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang dapat
mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis komoditi
(klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya, akan
menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah dan sayuran
(Nurjanah, 2009).
Buah Non-Klimaterik
Apel (Malus domestica Borkh.)
Jeruk Bali (Citrus paradisi)
Lemon (Citrus lemonia)
Lychee (Litchi chinenses)
Orange (Citrus cinensis)
Nenas (Ananas comosus)
Tenggara dan beberapa daerah di Eropa dan Amerika. Kandungan gizi dalam 100
gram belimbing adalah energy 35,00 kal, 7,70 gram karbohidrat, vitamin A 18,00
RE; vitamin B1 0,03 miligram,33,00 mg vitamin C. Selain itu, buah ini kaya akan
serat dan zat antioksidan (Alwiyah, 2011).
2.3.5 Pepaya
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae
yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar
Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah
tropis maupun sub tropis. Di daerah-daerah basah dan kering atau di daerahdaerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan
buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi (Prihatman, 2010).
2.3.6 Jeruk
Tanaman jeruk dikenal dengan nama latin Citrus sinensis L. Tumbuhan ini
merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis. Buah
jeruk manis mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, banyak mengandung vitamin
C untuk mencegah penyakit sariawan dan menambah selera makan. Selain
vitamin C, buah jeruk mengandung vitamin dan mineral lainnya yang berguna
untuk kesehatan. Bila kita memakan jeruk manis setiap hari, maka tubuh akan
sehat (Pracaya, 2010).
2.4 Kentang
Kentang merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman
berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki
batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau kemerahan atau
berwarna ungu. Umbinya berawal dari cabang samping yang masuk ke dalam
tanah, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan karbohidrat sehingga bentuknya
membengkak. Umbi ini dapat mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk
cabang yang baru. Sayuran kentang biasanya dapat tumbuh baik pada lingkungan
dengan suhu yang rendah seperti pada daerah pegunungan. Kentang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat (Aini, 2012).
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 10 Oktober 2016
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB di Laboraturium Kimia Hasil
Pertanian (KHP), Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: 1) Beaker Glass, 2)
Buret, 3) Erlenmeyer, 4) Neraca Analitik, 5) Pipet Tetes, 6) Statis, 7) Toples.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1) HCL, 2) indikator
pp, 3) NaOH, 4) Mangga, 5) Pisang, 6) Belimbing, 7) Pepaya, 8) Apel, 9) Jeruk,
10) Kentang.
3.3 Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum kali ini adalah:
1. Masing-masing sampel dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan.
2. Setelah sampel kering kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik.
3. Memarkan buah apel dengan membantingkannya ke lantai. Kemudian sayat
buah belimbing dengan menggunakan pisau.
4. Masukkan buah apel, belimbing dan buah lainnya ke dalam toples.
5. Sebanyak 25 mL larutan NaOH dimasukkan ke toples tersebut menggunakan
erlenmeyer diamkan selama 2 jam.
6. Kemudian larutan NaOH yang ada dalam toples dikeluarkan dan ditetesi
indikator pp sebanyak 3 tetes.
7. Setelah ditetesi indikator pp, larutan NaOH dititrasi menggunakan HCL (N
HCL 0,05).
BAB 4
Pengamatan
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Ml HCl
1
130
2 jam
8.8
370
2 jam
4.3
130
2 jam
10.3
130
2 jam
7.4
80
2 jam
3.4
970
2 jam
2.6
8
5
100
2 jam
1.1
400
2 jam
1.7
110
2 jam
5.6
110
2 jam
5.2
100
2 jam
1.2
920
2 jam
0
Pengamatan
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Berat buah (g)
Lama inkubasi
ml HCl
Lama inkubasi
ml HCL
1
30
2 jam
9.3
80
2 jam
8.3
330
2 jam
6.9
2 jam
8.9
5
21.67
2 jam
6.7
110
2 jam
6.4
330
2 jam
4.5
4.2 Pembahasan
Bahan pangan selepas panen masih memiliki kemampuan untuk
melangsungkan kehidupan seperti buah dan sayur, proses kehidupannya terus
berlangsung sampai terjadi kebusukan. Proses tersebut adalah respirasi, yang
merupakan salah satu proses biologis. Pada proses ini oksigen di udara diserap
untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dengan
diikuti pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk air dan gas karbondioksida.
Semua hasil-hasil pertanian masih melakukan proses ini setelah panen dan proses
metabolisme lain. Bahan-bahan yang masih melakukan proses-proses seperti itu
dikelompokkan sebagai benda yang masih hidup selepas di panen. Proses
metabolisme yang terus berlangsung selepas panen mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan, baik secara fisik, kimia maupun biologis yang mengarah ke
tanda-tanda kerusakan. Apabila dibiarkan dan akibat proses yang tidak terkontrol
serta penanganan yang kurang serius, metabolisme itu akan menyebabkan
rusaknya bahan pangan yang mengarah ke kebusukan dan peningkatan jumlah
mikroba sehingga produk tersebut menjadi rusak, baik kuantitatif maupun
kualitatif yang pada akhirnya menyebabkan kehilangan harapan untuk bisa
menyiapkan dan menyimpan pangan dalam waktu yang lama. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan kerusaakan pada bahan pangan ini, salah satunya adalah
peningkatan laju respirasi. Memar/luka dan ukuran buah dapat mempengaruhi laju
respirasi dari buah. Untuk itulah praktikan melaksanakan praktikum kali ini, guna
mengetahui pengaruh luka/memar dan ukuran terhadap laju respirasi.
Praktikum pertama yaitu pengaruh luka/memar terhadap laju respirasi.
Adapun sampel yang disiapkan yaitu buah pisang, apel, belimbing, pepaya, jeruk
dan mangga. Keenam sampel ini diberikan perlakukan yang berbeda. Belimbing
dan pepaya diberikan perlakuan dengan cara diberikan sayatan sehingga
memberikan luka pada jaringan buah. Buah mangga dan apel diberikan perlakuan
dengan cara membantingkan buah ke lantai, sehingga buah mengalami memar.
Sedangkan buah pisang dan jeruk dibiarkan dalam keadaan baik. Pengamatan
dilakukan selama 5 hari. Dari hasil pengamatan yang didapatkan, diketahui bahwa
buah yang diberikan perlakuan dengan sayatan memiliki laju repirasi yang
tertinggi diantara buah lainnya. Laju respirasi yang tinggi ini dapat diketahui dari
banyaknya gas CO2 yang dikeluarkan oleh buah dan terikat oleh NaOH 0,05 N.
Perlakuan pemberian luka pada buah pepaya dan belimbing dapat meningkatkan
produksi hormon etilen akibat dari rusaknya jaringan buah. Luka pada buah akan
meningkatkan tekanan pada biosintesis etilen (wounded ethylene) dan kematangan
buah akan semakin cepat. Produksi etilen sangat erat hubungannya dengan laju
respirasi. Etilen mempunyai pengaruh yang tidak diinginkan pada kualitas dari
buah-buahan segar. Etilen merupakan suatu gas yang dalam kehidupan tanaman
dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam pertumbuhan. Etilen dapat
meningkatkan permeabilitas membran sel dan membran partikel sub-seluler,
sehingga membuat substrat lebih mudah dicapai oleh enzimnya. Hal ini
menyebabkan kematangan pada buah akan dan terus berlanjut hingga buah
mengalami kebusukan. Buah pepaya pada hari ke-5 penyimpanan menunjukkan
kebusukan. Jaringan dari buah pepaya diketahui menjadi lembek dan berlendir,
serta telah ditumbuhi oleh jamur. Hal ini merupakan efek dari laju respirasi yang
tinggi, sehingga membuat pepaya mengalami kebusukan. Buah mangga dan apel
yang diberikan perlakuan dimemarkan juga menunjukkan laju respirasi yang
tinggi, walaupun laju respirasinya lebih rendah dari buah yang diberi perlakuan
luka. Mememarkan buah dapat memecahkan sel tanaman, sehingga enzim yang
tadinya terperangkap di dalam vakuola keluar dan berinteraksi dengan substrat
yang terdapat di sitoplasma sel tmbuhan. Bertemunya substrat dan enzim ini akan
mempercepat dalam pemasaakan buah. Selanjutnya yaitu buah pisaang dan jeruk
yang disimpan dalam keadaan baik. Buah pisang laju respirasinya lebih tinggi
dibandingkan dengan buah jeruk. Hal ini dikarenakan buah pisang merupakan
buah klimaterik, sedangan jeruk merupakan buah non-klimaterik. Pada buah
pisang setelah lima hari penyimpanan terdapat bintik-bintik coklat pada kulitnya.
Hal ini dikarenakan produksi gas etilen dapat meningkatkan aktivitas enzim
katalase, perokdiase dan amilase pada buah. Enzim ini apabila bereaksi dengan
oksigen akan menimbulkan warna ataupun bintik coklat pada buah.
Praktikum kedua yaitu pengaruh ukuran terhadap laju respirasi. Pada
percobaan kali ini sampel yang digunakan adalah kentang dengan berbagai ukuran
(besaar, sedang, kecil). Berdasarkan hasil yang didapatkan, kentang besar
memiliki laju respirasi tertinggi, diikuti oleh kentang kecil dan kentang sedang.
Seharusnya, semakin besar ukuran suatu buah / sayuran, semakin tinggi pula laju
respirasi. Hal ini desebabkan karena, semakin besar buah/sayur maka luas
permukaan dari buah/sayur tersebut. Semakin besar luas permukaan kentang,
maka semakin besar pula kesempatan kentang untuk terpapar gas oksigen.
Oksigen akan meningkatkan aktivitas dari etilen, sehingga mempercepat proses
metabolisme yang ditandai dengan banyaknya CO2 yang dihasilkan. Akan tetapi
laju respirasi dari kentang berbagai ukuran ini tidak terlalu tinggi dibandingkan
dengan laju respirasi dari buah. Buah-buahan laju respirasinya lebih tinggi
dikarenakan kandungan enzim pemecah karbohidrat yang lebih kompleks
(banyak) dibandingkan dengan enzim yang terdapat pada sayur-sayuran.
BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Proses metabolisme yang terus berlangsung selepas panen mengakibatkan
terjadinya perubahan-perubahan, baik secara fisik, kimia maupun biologis
yang mengarah ke tanda-tanda kerusakan.
2. Laju respirasi yang tinggi ini dapat diketahui dari banyaknya gas CO 2 yang
dikeluarkan oleh buah dan terikat oleh NaOH 0,05 N.
3. Perlakuan pemberian luka pada buah pepaya dan belimbing dapat
meningkatkan produksi hormon etilen akibat dari rusaknya jaringan buah.
Luka pada buah akan meningkatkan tekanan pada biosintesis etilen (wounded
ethylene) dan kematangan buah akan semakin cepat.
4. Mememarkan buah dapat memecahkan sel tanaman, sehingga enzim yang
tadinya terperangkap di dalam vakuola keluar dan berinteraksi dengan substrat
yang terdapat di sitoplasma sel tumbuhan.
5. Semakin besar luas permukaan kentang, maka semakin besar pula kesempatan
kentang untuk terpapar gas oksigen. Oksigen akan meningkatkan aktivitas dari
etilen, sehingga mempercepat proses metabolisme yang ditandai dengan
banyaknya CO2 yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA