Anda di halaman 1dari 15

1

Evaluasi Status Psikologis Pasien


Faktor personal dan pikologis pasien sangat signifikan dalam menentukan
kesuksesan perawatan prostodontik dibandingkan dengan kondisi fisik pasien.
Sebelum memulai rencana perawatan definitif, sangat penting untuk menilai sikap
pasien terhadap kesehatan rongga mulut serta perawatan giginya. Di akhir
wawancara dan pemeriksaan, dokter gigi harus membuat opini karena ekspektasi
pasien dapat berpengaruh terhadap prognosis perawatan. Setiap individu memiliki
sikap yang berbeda mengenai opini tersebut, yang jika dievaluasi dapat
memperkirakan jenis perawatan prostodontik yang akan dilakukan. Sistem
pengklasifikasian jenis pasien kedokteran gigi dapat membantu dokter gigi dalam
mengantisipasi respon pasien. Salah satu klasifikasi membagi pasien kedokteran
gigi dalam empat tipe: filosofis (philosophic), emosional (emotional), perfeksionis
(exacting), dan tak acuh (indifferent).
1. Pasien filosofis bersifat rasional dan tenang. Mereka menyadari pentingnya
kesehatan

ronggamulut.

Mereka

tidak

mengharapkan

kesempurnaan,

melainkan keseimbangan dalam tingkat estetik, kenyamanan, dan efisiensi


pada gigi tiruannya.
2. Pasien emosional bersifat tegang, mudah marah, dan tidak rasional. Riwayat
kesehatan giginya menunjukkan ketidakpedulian dan ketakutan terhadap
dokter

gigi.

Mereka

pesimis

terhadap

kemampuan

mereka

untuk

menggunakan alat protesa dengan baik. Mereka cenderung curiga terhadap


kemampuan dan maksud dokter gigi. Mereka berlebihan dalam menjelaskan
gejala dan permasalahan.

3. Pasien perfeksionis bersifat perfeksionis dan menginginkan kesempurnaan


yang tidak realistis dari hasil perawatan. Pasien ini tidak dapat menerima
perubahan pada tingkat kebersihan mulut dan kebiasaan makannya. Mereka
menginginkan efisiensi pengunyahan yang sama seperti mengunyah dengan
gigi aslinya. Mereka bersifat kritis terhadap detail terkecil dari estetik,
adaptasi, dan fungsi. Mereka kritis terhadap dokter gigi sebelumnya, dan
seringkali meminta perjanjian tertulis.
4. Pasien tak acuhtidak terlalu memperhatikan penampilan dan kesehatan rongga
mulutnya. Mereka memiliki ronggamulut yang tidak terawat dan tidak sehat.
Mereka menunjukkan ketidaksabaran dalam beradaptasi dengan protesa, dan
akan sering melepasnya dengan berbagai alasan. Mereka tidak memberikan
pendapat atau saran selama pemeriksaan dan perawatan sehingga seringkali
membuat dokter gigi percaya bahwa perawatannya akan mudah. Setelah
protesa selesai,mereka akan menunjukkan sikap tidak kooperatif dan menjadi
pasien yang sulit.

Pengalaman pasien yang lalu dengan dokter gigi dan perawatannya seperti
yang telah diketahui pada wawancara awal, akan menyediakan beberapa petunjuk
yang baik mengenai sikap dan motivasi pasien. Pemeriksaan dokter gigi mengenai
faktor-faktor ini harus dicatat, karena harus dipertimbangkan dalam menentukan
rencana perawatan dan prognosis.

Evaluasi Prioritas Ekonomi Pasien

Sangat penting bagi dokter gigi untuk mendiskusikan prioritas dan


keterbatasan ekonomi pasien. Keterbatasan ekonomi pasien secara praktis harus
dipertimbangkan dalam faktor-faktor yang terlibat dalam rencana perawatan.

Indeks Diagnostik Prostodontik (Prosthodontic Diagnostic Index / PDI)


American College of Prosthodontists (ACP) telah mengembangkan sistem
klasifikasi untuk edentulous sebagian berdasarkan temuan diagnostik. Sistem
klasifikasi ini mirip dengan sistem klasifikasi untuk edentulous lengkap yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh ACP. Pedoman ini bertujuan untuk membantu
klinisi dalam menentukan perawatan yang tepat untuk pasiennya. Empat kategori
endetulous parsial dibagi dari Kelas I hingga Kelas IV, dengan Kelas I
menunjukkan kondisi klinis yang sederhana dan Kelas IV menunjukkan kondisi
klinis yang kompleks. Setiap kelas dibedakan dengan kriteria diagnostik yang
spesifik. Sistem ini dibuat untuk digunakan oleh klinisi untuk menentukan
diagnosis dan perawatan terhadap pasien edentulous sebagian. Keuntungan
potensial sistem ini antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Meningkatkan konsistensi intraoperator


Meningkatkan komunikasi profesional
Memastikan penggantian yang sepadan dengan kesulitan perawatan
Meningkatkan konsistensi diagnostik
Menyederhanakan perawatan jika akan mengkonsul pasien.
Ketika meninjau kriteria untuk menentukan klasifikasi pasien yang

berhubungan dengan klasifikasi PDI untuk pasien edentulous sebagian, terdapat


empat kriteria spesifik untuk jenis pasien ini, yaitu lokasi dan perluasan daerah
tidak bergigi, kondisi gigi penyangga, oklusi, dan karakteristik linggir alveolar.

Informasi dasar tersedia untuk klinisi, namun detail spesifik dan foto kllinis yang
lebih lanjut terdapat dalam literatur ilmiah seperti yang digambarkan oleh
McGarry et al.:
1. Kriteria 1: Lokasi dan perluasan daerah edentulous dibedakan menjadi empat
tingkat, yaitu daerah edentulous ideal atau kompromis minimal (satu rahang),
daerah edentulous kompromis sedang (kedua rahang), daerah edentulous
kompromis substansial, dan daerah edentulous kompromis parah.
2. Kriteria 2: Kondisi gigi penyangga digambarkan sebagai gigi penyangga ideal
atau kompromis minimal, gigi penyangga kompromis sedang, gigi penyangga
kompromis substansial, dan gigi penyangga kompromis parah.
3. Kriteria 3: Oklusi termasuk dalam kriteria oklusi ideal atau kompromis
minimal, oklusi kompromis sedang (beberapa penyesuaian tambahan dengan
relasi molar kelas I klasifikasi Angle), oklusi kompromis substansial
(perbaikan oklusi dengan relasi molar kelas II klasifikasi Angle), dan oklusi
kompromis parah (penyesuaian oklusi dan dimensi vertikal oklusi dengan
relasi molar kelas II divisi 2 dan Kelas III klasifikasi Angle).
4. Kriteria 4: Klasifikasi linggir alveolar mengikuti klasifikasi yang biasa
digunakan untuk mengelompokkan berbagai daerah edentulous yang akan
digantikan pada pasien edentulous parsial.
Tabel 2.2 Sistem klasifikasi ACP untuk daerah edentulous lengkap. Dicetak
dengan seizin Classification System for Partial Edentulism, Journal of
Prosthodontics Vol. 11, no. 3, 2002; 181-193.
Sistem Klasifikasi ACP Untuk Daerah Edentulous Lengkap
Kelas I
Kelas ini ditandai dengan tahap daerah edentulous yang dapat dirawat dengan baik
menggunakan gigi tiruan lengkap dengan teknik prostodontik konvensional. Berikut

empat kriteria diagnostiknya:


1. Tinggi tulang alveolar 21 mm diukur dari mandibula paling rendah dalam
bidang vertikal pada radiografi panoramik
2. Morfologi linggir alveolar resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal
pada landasan gigi tiruan; maksila tipe A
3. Lokasi perlekatan otot konduktif terhadap stabilitas dan retensi landasan gigi
tiruan; mandibula tipe A atau B
4. Hubungan maksilo-mandibular Kelas I

Kelas II
Kelas ini ditandai dengan degradasi fisik anatomi pendukung gigi tiruan. Kelas ini
juga memiliki karakteristik munculnya penyakit sistemik dini, manajemen spesifik
pasien, dan pertimbangan pola hidup.
1. Tinggi tulang alveolar 16-20 mm diukur dari mandibula paling rendah dalam
bidang vertikal pada radiografi panoramik
2. Morfologi linggir alveolar resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal
pada landasan gigi tiruan; maksila tipe A atau B
3. Lokasi perlekatan otot memiliki berpengaruh yang terbatas terhadap stabilitas
dan retensi landasan gigi tiruan; mandibula tipe A atau B
4. Hubungan maksilomandibular Kelas I
5. Modifikasi minor, pertimbangan psikososial, penyakit sistemik ringan dengan
manifestasi oral

Kelas III
Kelas ini ditandai dengan perlunya prosedur perbaikan secara bedah pada jaringan
pendukung untuk memungkinkan fungsi struktur prostetik yang adekuat. Faktor
tambahan memiliki peran yang signifikan dalam hasil perawatan.

1. Tinggi tulang alveolar 11-15 mm diukur dari mandibula paling rendah dalam
bidang vertikal pada radiografi panoramik
2. Morfologi linggir alveolar dengan pengaruh yang minimal terhadap resistensi
pergerakan horizontal dan vertikal landasan gigi tiruan; maksila tipe C
3. Lokasi perlekatan otot dengan pengaruh sedang terhadap stabilitas dan retensi
landasan gigi tiruan; mandibula tipe C
4. Relasi maksilomandibular Kelas I, II, atau III
5. Kondisi yang membutuhkan bedah preprostetik
1) Prosedur jaringan lunak minor
2) Prosedur jaringan keras minor, termasuk alveoloplasty
3) Penempatan implant sederhana; tanpa membutuhkan augmentasi
4) Ekstraksi lebih dari 1 gigi yang mengarah pada daerah edentulous lengkap
untuk penempatan gigi tiruan immediate
5) Jarak antar rahang yang terbatas (18-20 mm)
6. Pertimbangan psikososial sedang dan/atau manifestasi oral sedang dari penyakit
sistemik atau kondisi seperti xerostomia
7. Gejala TMD
8. Lidah besar (tanpa menyebabkan ruang interdental) dengan atau tanpa
hiperaktivitas
9. Refleks muntah hiperaktif

Kelas IV
Kelas ini menunjukkan kondisi tidak bergigi yang paling lemah. Rekonstruksi bedah
hampir selalu diindikasikan tapi tidak selalu dapat dilakukan karena kesehatan
pasien, pilihan, riwayat gigi sebelumnya, dan pertimbangan finansial. Jika perbaikan
bedah bukan pilihan, teknik prostodontik yang bersifat khusus harus digunakan
untuk mencapai hasil yang adekuat.
1. Ketinggian vertikal tulang yang tersisa < 10mm diukur pada ketinggian vertikal
paling rendah dari mandibula pada foto panoramik
2. Hubungan maksilomandibular kelas I, II, atau III

3. Linggir yang tersisa tidak resisten terhadap pergerakan horizontal atau vertikal;
Maksila tipe D
4. Lokasi perlekatan otot yang dapat diharapkan memiliki pengaruh yang penting
terhadap stabilitas dan retensi landasan gigi tiruan; mandibula tipe D atau E
a. Kondisi umum membutuhkan bedah preprostetik
b. Penempatan complex implant, diperlukan augmentasi
c. Perbaikan secara bedah pada kelainan dentofasial diperlukan
d. Augmentasi jaringan keras diperlukan
e. Perbaikan jaringan lunak secara umum diperlukan, antara lain perluasan
vestibulum dengan atau tanpa graft jaringan lunak
5. Riwayat parestesi atau disestesi
6. Ruang antarlengkung yang tidak memadai sehingga memerlukan perbaikan secara
bedah
7. Defek maksilofasial bawaan atau kongenital
8. Manifestasi oral yang parah dari keadaan atau penyakit sistemik, misalnya akibat
perawatan onkologi
9. Ataksia maksilomandibular (inkordinasi)
10. Hiperaktivitas lidah yang kemungkinan berhubungan dengan posisi lidah yang
mundur dan/atau karena morfologi
11. Refleks muntah yang berlebihan ditangani dengan obat
12. Pasien refraktori: pasien yang memberikan keluhan kronis saat terapi, yang
kemudian mengalami kesulitan mencapai harapan mereka mengenai perawatan
meskipun ketelitian atau frekuensi perawatan sudah terpenuhi

13. Kondisi psikososial yang membutuhkan intervensi ahli

Tabel 2.3 Daftar lembar kerja yang digunakan untuk menetukan klasifikasi.
Dicetak ulang dari Classification System for Partial Edentulism, Journal of
Prosthodontics Vol. 11, no. 3; 2002; 181-193.
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Lokasi
dan
Perluasan Area
Edentulous
Ideal atau kompromis minimal satu
lengkung
Kompromis sedang kedua lengkung
Kompromis substansial > 3 gigi
Kompromis parah prognosis
meragukan
Defek maksilofasial bawaan atau
kongenital
Kondisi gigi penyangga
Ideal atau kompromis minimal
Kompromis sedang 1-2 sextan
Kompromis substansial > 3 gigi 3
sextan
Kompromis parah 4 atau lebih
sextan
Oklusi
Ideal atau kompromis minimal
Kompromis sedang terapi ajuvan
lokal
Kompromis substansial > 3 gigi
skema oklusi
Kompromis parah - perubahan
dimensi vertikal oklusi
Linggir residual
Tidak bergigi kelas I
Tidak bergigi kelas II
Tidak bergigi kelas III
Tidak bergigi kelas IV
Kondisi khusus

Manifestasi oral yang parah dari


penyakit sistemik
Diskinesia
dan/atau
ataksia
maksilomandibular
Pasien refraktori
Catatan. Kriteria diagnostik individu dievaluasi dan kotak yang sesuai ditandai.
Temuan yang paling banyak menentukan klasifikasi akhir.
Pedoman penggunaan lembar kerja
1. Setiap kriteria dari kelas yang lebih kompleks menempatkan pasien ke kelas
yang lebih kompleks.
2. Pertimbangan prosedur perawatan di kemudian hari tidak mempengaruhi
level diagnostik.
3. Perawatan preprostetik awal dan/atau terapi tambahan dapat mengubah level
klasifikasi awal.
4. Jika ada masalah/kesulitan estetik, klasifikasi meningkat satu level dalam
kompleksitas pada pasien kelas I dan II.
5. Jika terdapat gejala TMD, klasifikasi meningkat satu level dalam
kompleksitas pada pasien kelas I dan II.
6. Pada situasi di mana pasien edentulous pada mandibula, tapi maksilanya
edentulus sebagian atau masih bergigi, kelas IV

Pilihan Perawatan Prostodontik


Semua informasi penting dari wawancara, pemeriksaan rongga mulut,
pemeriksaan radiograf, dan evaluasi cetakan diagnostik, sekarang dapat
dihubungkan untuk menentukan diagnosis bagi pasien edentulus sebagian. Ketika

10

masalah dan kebutuhan pasien dianalisa, dokter gigi dapat mulai menjawab lima
pertanyaan dasar yang telah dijelaskan pada awal bab. Jawaban dari pertanyaan
tersebut terangkum pada rencana perawatan. Pertanyaan pertama adalah, Jenis
perawatan prostodontik apakah yang paling tepat untuk kebutuhan pasien ketika
semua faktor-faktor yang berhubungan dan berbagai sudut pandang telah
dipertimbangkan? Faktor-faktor tersebut, antara lain:
1. Kesehatan sistemik dan rongga mulut pasien. Pasien yang sehat dapat
memiliki keadaan mulut yang sehat, dan kombinasi ini akan menghasilkan
perawatan yang sukses. Namun, perawatan yang rumit atau berisiko tidak
diindikasikan bagi pasien dengan masalah kesehatan yang kronis.
2. Usia pasien. Usia pasien yang lebih tua bisa saja penting jika faktor usia ini
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental pasien dan status ekonomi.
3. Pertimbangan fisiologis dan mekanis.
4. Harapan pasien, nilai dan perhatian untuk perawatan kesehatan rongga mulut
mereka. Keinginan pasien untuk mempertahankan atau mencabut gigi harus
dipertimbangkan karena akan mempengaruhi rencana perawatan akhir.
5. Status psikologis pasien.
6. Status ekonomi dan prioritas pasien. Faktor finansial, manfaat, dan
keterbatasan asuransi gigi berpengaruh pada pilihan perawatan yang
memungkinkan bagi pasien.

Kombinasi Gigi Tiruan Cekat dan Lepasan

11

Kondisi tertentu membutuhkan kombinasi gigi tiruan cekat dan lepasan.


Sebagai contoh, kehilangan gigi anterior dengan kehilangan tulang alveolar yang
minimal sebaiknya diganti dengan GTC (Gigi Tiruan Cekat) sekalipun gigi
posterior diganti dnegan GTSL (gigi tiruan sebagian lepasan) untuk beberapa
alasan di baawah ini:
1. GTC mencegah ungkitan yang tidak menguntungkan pada saat
penggantian gigi tiruan ketika gigi tiruan menempel pada GTSL di anterior
garis fulkrum.
2. Pasien akan lebih mungkin melepas GTSL saat malam hari untuk
mengistirahatkan jaringan, dan estetika tidak terganggu.
3. Estetika tidak akan menjadi pertimbangan jika GTSL posterior diganti atau
diperbaiki.
GTC sebaiknya digunakan sebagai splinting untuk mengisolasi gigi posterior
yang menjadi gigi penyangga paling akhir untuk GTSL. Gigi premolar kedua
rahang bawah yang tersisa seringkali sebelumnya kehilangan premolar pertama.
Pada situasi klinis ini, premolar kedua rawan untuk teerjadi daya ungkit yang
tidak menguntungkan saat diletakan distal-extention GTSL. Premolar kedua
rahang bawah dapat berfungsi dengan baik sebagai gigi gigi penyangga GTSL
saat dilakukan splinting ke gigi kaninus dengan GTC.
Jika hanya dua kaninus yang tersisa dalam satu rahang, cross-arch
stabilization yaitu bar (tangkai) buatan diantara restorasi cor yang ditempatkan
pada kaninus dapat digunakan untuk menghasilkan dukungan dan retensi untuk

12

GTSL. Bar menghasilkan distribusi daya yang menguntungkan dan membagi


menjadi dua daya diantara dua gigi yang dilakukan splinting

GTSL (Gigi Tiruan Sebagian Lepasan)


GTSL merupakan pilihan restorasi untuk kondisi di bawah ini:
1. Jika tidak terdapat gigi posterior yang menjadi gigi penyangga paling
akhir sehingga dibutuhkan perpanjangan landasan ke arah distal sebagai
support protesa.
2. Jika edentulous space terlalu luas atau terlalu melengkung untuk dapat
direstorasi dengan GTC dengan sukses.
3. Jika membutuhkan penggantian jaringan keras dan lunak dengan landasan
gigi tiruan resin akrilik untuk merestorasi kontur jaringan normal dan
dukugan bibir.
4. Jika splinting cross-arch yang diberikan GTSL dapat membantu
memperkuat dan melindungi gigi dengan jaringan periodontal yang
lemah.
5. Jika gigi yang potensial sebagai gigi penyangga belum erupsi secara
penuh, sehingga tidak memungkinkan diwarat dengan GTC. Situasi ini
sering terjadi pada pasien muda.
6. Jika hanya tersisa gigi anterior dengan membran periodontal yang lemah
yang dapat digunakan untuk menempatkan cangkolan protesa. Desain
khusus untuk adaptaasi seperti gigi tiruan sebagian the swing-lock atau
overdenture sebagian lepasan dapat digunakan untuk mengurasi tekanan

13

pada gigi gigi penyangga yang lemah. Berkembangnya kondisi pasien


menuju overdenture atau gigi tiruan lengkap dapat ditunda.
7. Jika dapat diantisipasi bila gigi lain hilang setelah protesa selesai dibuat.
Gigi tiruan tambahan dapat ditambahkan pada GTSL yang telah didesain
dengan mempertimbangkan kejadiaan tidak terduga. Gigi yang didukung
dengan GTSL dapat pula diberikan perubahan berupa perpanjangan ke
distal dengan menambahkan gigi tiruan dan landasan gigi tiruan yang
tepat.
8. Jika terdapat perbedaan biaya yang signifikan antara perawatan dengan
GTSL dan GTC yang ekstensif untuk pasien dengan keuangan terbatas.
Dokter

gigi

sebaiknya

mempertimbangkan

keuntungan

GTSL

saat

memikirkan pemilihan perawatan antara GTC atau GTSL. Pada saat memilih
perawatan GTSL atau GTL (Gigi Tiruan Lengkap) untuk pasien, dokter gigi
sebaiknya mengingat beberapa poin di bawah ini:
1. Gigi yang ada akan mempertahankan tulang alveolar. Ekstraksi gigi yang
terlalu dini pada pasien muda dapat memperepat perusakan dan resorpsi
tulang terlalu dini.
2. GTSL rahang bawah secara keseluruhan lebih stabil dan fungsional
dibanding GTL mandibular, sehingga pasien lebih mudah belajar
memasang dan memakainya. Sehingga, kapanpun memungkinkan
sarankan pasien untuk menjaga gigi mandibula yang strategis untuk
mendukung GTSL atau overdenture.

14

Keuntungan GTSL
1. GTSL dapat menggantikan jaringan pendukung yang hilang akibat
kehilangan gigi. Kontur normal, penampilan, dan dukungan fasial dapat
digantikan dengan material resin akrilik pada landasan gigi tiruan dimana
tulang alveolar telah hilang.
2. GTSL dapat menggunakan area jaringan lunak di mulut untuk dukungan
sebagai pengganti menggunakan gigi, sehingga GTSL dapat berfungsi
dengan baik saat gigi saja tidak dapat mendukung GTC.
3. GTSL dapat membantu pasien untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut
hingga level yang dapat diterima.Penggunaan GTSL memungkinkan
pasien untuk membersihkan protesa dan gigi asli yang masih ada karena
protesa tersebut dapat dilepas.
4. GTSL dapat didesain sebagai splinting dan menstabilkan gigi gigi
penyangga yang lemah sehingga dapat mencegah terjadinya kegoyangan,
drifting, dan ekstrusi gigi. Penggunaan GTSL dapat menghindari masalah
masalah seperti biaya restorasi cor dan splint tersolder yang tidak
higienis.
5. GTSL didesain untuk mendistribusikan tekanan mastikasi ke banyak area
dukungan dan memperbanyak gigi gigi penyangga untuk mencegah
kelebihan beban jika hanya pada dua atau tiga gigi.

15

Kombinasi GTL (Gigi Tiruan Lengkap) dan GTSL (Gigi Tiruan Sebagian
Lepasan)
Rahang atas dan bawah sering direstorasi dengan jenis protesa yang berbeda
karena indikasi untuk masing-masing perawatan rahang dapat berbeda. Sebagai
contoh, situasi klinis yang sering ditemui adalah penggunaan Gigi Tiruan
Lengkap pada rahang atas dan beroklusi dengan GTSL pada rahang bawah.
Kombinasi protesa ini biasanya berjalan sukses, memberikan dukungan GTSL
mandibula yang tepat sepanjang masa proteesa. GTL rahang bawah yang
berlawanan dengan gigi asli rahang atas lebih ditoleransi dengan baik. Gigi rahang
atas pasien dengan dukungan yang baik akan lebih banyak menahan tekanan ke
gigi tiruan rahang bawah dibanding yang dapat ditahan oleh linggir mandibula
yang edentulous, sehingga jaringan yang berada dibawah gigi tiruan

rahang

bawah mengalami trauma secara konstan. Konsekuensi dari hal tersebut adalah
luka yang berlanjut dan percepatan resorpsi linggir rahang bawah. Situasi tersebut
menekan pentingnya mempertahankan beberapa gigi rahang bawah (untuk GTSL
atau overdenture) untuk membantu bertahan dari tekanan pengunyahan.

Anda mungkin juga menyukai