PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instrumen kebijakan fiskal bersumber dari penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika
pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat
dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh
dalam kegiatan perekonomian. Masing masing variabel kebijakan
tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak
(tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan
variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan
suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor
sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan,
sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat
sektor ini memiliki hubungan interaksi masing masing dalam
menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Sebagaiman kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi
pasar uang dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu
akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan
memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai
pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya
permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar
barang dan jasa. Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan
tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan
dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan memiliki umpan balik
yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap permintaan
agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran
agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman mengenai telaah artikel mengenai kebijakan fiskal dan
moneter serta bagaimana kita memahami dari suatu kebijakan tersebut
hingga di dapatkan dampak ataupun solusinya.
oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah
terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran
untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi
peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan
penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.
Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi
sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak
seimbang.
Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan negara atau pengeluaran
negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan
fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional
mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan
masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan atau menaikkan pajak
agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah
yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak, jelas jika mengubah
tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan
pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum (Alim, 2008).
B. Kebijakan anggaran atau politik anggaran
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) atau Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika
keadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran surplus (surplus budget) atau kebijakan fiskal
kontraktif
atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank
yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan
untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian
mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol).
Kebijakan moneter sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk
membuat pengumuman yang kredibel. Jika agen-agen swasta (konsumen
dan perusahaan) percaya bahwa para pembuat kebijakan berkomitmen
untuk menurunkan inflasi, mereka akan mengantisipasi harga di masa
depan lebih rendah daripada yang (bagaimana ekspek-tasi yang terbentuk
adalah hal yang sama sekali berbeda, misalnya membandingkan ekspektasi
rasional dengan ekspektasi adaptif).
Jika seorang karyawan berharap harga akan tinggi di masa depan, ia akan
membuat kontrak upah dengan upah yang tinggi untuk mencocokkan
harga-harga. Oleh karena itu, harapan upah yang lebih rendah tercermin
dalam perilaku penetapan upah antara karyawan dan majikan (upah lebih
rendah karena harga diharapkan lebih rendah) dan karena upah tersebut
sebenarnya lebih rendah tidak ada demand pull inflasi karena karyawan
menerima upah lebih kecil dan tidak ada biaya tekanan inflasi karena
majikan membayar kurang dari upah.
Untuk mencapai tingkat inflasi rendah, pembuat kebijakan harus memiliki
pengumuman kredibel, yaitu agen-agen swasta harus percaya bahwa
pengumuman ini akan mencerminkan kebijakan masa depan yang
sebenarnya. Jika pengumuman tentang target inflasi yang rendah tingkat
dibuat tetapi tidak diyakini oleh agen-agen swasta, penetapan upah akan
mengantisipasi tingkat inflasi yang tinggi dan upah akan semakin tinggi
dan inflasi akan meningkat. Sebuah upah yang tinggi akan meningkatkan
permintaan konsumen (demand pull inflation) dan biaya sebuah
perusahaan (cost push inflation), sehingga inflasi meningkat. Oleh karena
itu, jika pengumuman seorang pembuat kebijakan tentang kebijakan
moneter yang tidak dapat dipercaya, kebijakan tidak akan memiliki efek
yang diinginkan.
beredar. Otoritas moneter melakukan hal ini dengan membeli atau menjual
aset keuangan (biasanya kewajiban pemerintah). Ini operasi pasar terbuka
berubah baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk cair kurang dari
uang yang dibeli atau dijual). The multiplier effect perbankan cadangan
fraksional memperkuat dampak dari tindakan. transaksi pasar konstan oleh
otoritas moneter memodifikasi pasokan mata uang dan ini dampak
variabel pasar lain seperti suku bunga jangka pendek dan nilai tukar.
1. Inflasi penargetan
Berdasarkan pendekatan kebijakan target adalah untuk menjaga inflasi,
di bawah sebuah definisi tertentu seperti Indeks Harga Konsumen,
dalam kisaran yang diinginkan. Target inflasi ini dicapai melalui
penyesuaian berkala kepada bank sentral suku bunga target. Tingkat
bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat antar bank di mana
bank meminjamkan kepada satu sama lain semalam untuk keperluan
arus kas. Tergantung pada negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa
disebut uang bunga atau sesuatu yang serupa.
Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu
menggunakan operasi pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target
suku bunga dipertahankan konstan akan bervariasi antara bulan dan
tahun. Target suku bunga biasanya ditinjau secara bulanan atau
kuartalan oleh komite kebijakan. Perubahan target suku bunga dibuat
sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar dalam upaya
untuk memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap
pada jalur untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sebagai
contoh, satu metode sederhana inflation targeting disebut aturan Taylor
menyesuaikan tingkat suku bunga sebagai respon terhadap perubahan
dalam tingkat inflasi dan kesenjangan output. Aturan diusulkan oleh
John B. Taylor dari Universitas Stanford. Penargetan inflasi
pendekatan untuk pendekatan kebijakan moneter ini dipelopori di
Selandia Baru. Hal ini saat ini digunakan di Australia, Brazil, Kanada,
Chile, Kolombia, Republik Ceko, Selandia Baru, Norwegia, Islandia,
Filipina, Polandia, Swedia, Afrika Selatan, Turki, dan Inggris.
10
11
12
13
III. PEMBAHASAN
A. Resume Artikel
Artikel mengenai kebijakan fiskal yang penulis dapatkan dari
liputan6.com menjelaskan mengenai presiden yang mempertahankan
kebijakan desentralisasi fiskal melalui pola belanja transfer daerah yang
lebih besar dari anggaran kementerian/lembaga. Kebijakan ini dinilai dapat
mendorong peningkatan laju perekonomian di daerah serta mengurangi
ketimpangan pembangunan daerah. Ini merupakan pertama kalinya yang
dilakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah. Berdasarkan data yang
dirilis oleh pemerintah pusat pagu anggaran untuk belanja daerah
mencapai 770,2 triliun hal ini jauh lebih besar dari pagu anggaran tahun
sebelumnya yaitu 130,9 triliun Rupiah. Hal ini dimaksudkan agar tingkat
pembangunan di daerah meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi secara
nasionalpun meningkat, terutama daaerah tertinggal. Lewat kebijakan dana
desa ini diharapkan tidak terjadi ketimpangan sehingga tingkat
kesejateraanpun meningkat. Kapasitas SDM desapun harus diperhatikan
dalam perencanaan pembanguan didesa serta pengelolaan dana ditingkat
desa. Hal ini sesuai dengan kebijakan TKKD (Transfer Ke Daerah dan
Desa) ini merupakan perwujudan pemerintah pusat dalam pembanguan
sumber daya dan fasilitas hingga ke tingkat desa, dengan begitu daerah
mampu melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya
terutama masalah sarana/prasarana dan pelayanan mendasar serta
infrastruktur yang mendorong kemajuan daerah tersebut. Dengan begitu
diharapkan terjadingan sinergitas dan harmonisasi serta terjadinya efisiensi
14
15
16
daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil. Tapi,
pertanyaan yang harus dijawab oleh kita adalah apakah desentralisasi
yang didefinisikan sebagai penyerahan kewenangan dari urusan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah(the delegation of authority)
masih didominasi sepenuhnya oleh pemerintah pusat, karena
desentralisasipada hakekatnyajuga bersumber dariinisiatif dan prakarsa
lokal? Seharusnya dalam desentralisasi, ruang berkreasi dan berinovasi
dioptimalkan. Jadi, pemanfaatan sumber daya fokus pada sektor yg
memberi dampak optimal di masing masing daerah (Kompasiana,
2015).
Sebagai sebuah konsekuensi politik, pelaksanaan desentralisasi fiskal
dan otonomi daerah di Indonesia saat ini sudah berada pada kondisi
point no return, sehingga aspek-aspek yang dikedepankan lebih
bersifat penguatan kapasitas serta quality improvement. Dengan
demikian, ke depannya, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah
diharapkan mampu membawa Indonesia menuju kemakmuran yang
inklusif dan berkelanjutan. Segala upaya dan kerja pemerintah tersebut
tentu wajib mendapatkan dukungan sepenuhnya dari segala pihak yang
terkait dan berkepentingan dalam mendukung suksesnya pelaksanaan
desentralisasi fiskal dan otonomi di Indonesia seutuhnya. Tanpa
dukungan seluruh pihak, niscaya pemerintah sendiri tidak akan mampu
melaksanakan secara optimum dan pendulum otonomi justru akan
lebih sering bergerak ke arah dampak yang sifatnya negatif dan
merusak. Koordinasi dan kerelaan untuk saling mendukung dari segala
pihak kemudian menjadi kata kunci yang utama baik di internal
Pemerintahan Pusat maupun antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintahan Daerah.
2. Dampak Desentralisasi Fiskal
Menurut Bahl (2008), terdapat dua manfaat dan empat kelemahan
desentralisasi fiskal.
17
19
20
21
22
BAB III
PE N UTU P
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa :
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan tujuan
untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi
Yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga
barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara
pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk
menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih
besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran daari dua
kebijakan bdiatas yang di lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan
pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
23
DAFTAR PUSTAKA
dan
Prathama, Dkk. 2001. Teori Ekonomi Makr. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
24