Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Instrumen kebijakan fiskal bersumber dari penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika
pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat
dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh
dalam kegiatan perekonomian. Masing masing variabel kebijakan
tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak
(tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan
variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan
suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor
sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan,
sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat
sektor ini memiliki hubungan interaksi masing masing dalam
menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Sebagaiman kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi
pasar uang dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu
akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan
memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai
pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya
permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar
barang dan jasa. Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan
tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan

dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan memiliki umpan balik
yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap permintaan
agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran
agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman mengenai telaah artikel mengenai kebijakan fiskal dan
moneter serta bagaimana kita memahami dari suatu kebijakan tersebut
hingga di dapatkan dampak ataupun solusinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)


Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh
pemerintah untuk mem-belanjakan dananya tersebut dalam rangka
melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal
adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan
fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Pada sektor rumah tangga, dimana rumah tangga melakukan pembelian
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan
mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, deviden, bunga, dll dari
perusahaan. kegiatan ekonomi dengan pemerintah adalah rumah tangga
menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan
berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa. Sedangkan dengan dunia
internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar
negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan
rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, dan memberikan
penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden,
sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan
akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa
kepada pemerintah.
Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan
impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri. Pada sektor

pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan rumah tangga


dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk
kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan
Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha.
Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran
belanja yang ada. Pada sektor dunia internasional atau luar negeri, dimana
hubungan dengan rumah tangga adalah dunia internasional menyediakan
barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan untuk hubungan
dengan perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya kepada
bisnis-bisnis perusahaan.
Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung
sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana tingginya tingkat krisis yang
dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi.
Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya
investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta
terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan
untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu
kebijakan dalam mengatasinya. Kebijakan moneter dengan menerapkan
target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem
pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah
bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah
memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa
contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup
efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar
relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open
market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah
dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan
internasional.
Pengaruh krisis ekonomi pada kebijakan fiskal, dimana berdasarkan
AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan

oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah
terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran
untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi
peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan
penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.
Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi
sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak
seimbang.
Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan negara atau pengeluaran
negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan
fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional
mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan
masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan atau menaikkan pajak
agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah
yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak, jelas jika mengubah
tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan
pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum (Alim, 2008).
B. Kebijakan anggaran atau politik anggaran
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) atau Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika
keadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran surplus (surplus budget) atau kebijakan fiskal
kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat


pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang
ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan
tekanan permintaan.
3. Anggaran berimbang (balanced budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan
pengeluaran sama besar dengan pemasu-kan. Tujuan politik anggaran
berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan
disiplin. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempeng-aruhi jalannya
perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan
memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer
pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan
tingkat kesempatan kerja (N)(Farida, 2011).
C. Definisi Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan
ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha
tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya
peningkatan output keseimbangan.
Dengan kata lain, Kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah,
bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol suplai (i) uang, (ii)
ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk mencapai
menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam
suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan
pasokan total uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk
mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti
pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan
pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan,

atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank
yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan
untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian
mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol).
Kebijakan moneter sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk
membuat pengumuman yang kredibel. Jika agen-agen swasta (konsumen
dan perusahaan) percaya bahwa para pembuat kebijakan berkomitmen
untuk menurunkan inflasi, mereka akan mengantisipasi harga di masa
depan lebih rendah daripada yang (bagaimana ekspek-tasi yang terbentuk
adalah hal yang sama sekali berbeda, misalnya membandingkan ekspektasi
rasional dengan ekspektasi adaptif).
Jika seorang karyawan berharap harga akan tinggi di masa depan, ia akan
membuat kontrak upah dengan upah yang tinggi untuk mencocokkan
harga-harga. Oleh karena itu, harapan upah yang lebih rendah tercermin
dalam perilaku penetapan upah antara karyawan dan majikan (upah lebih
rendah karena harga diharapkan lebih rendah) dan karena upah tersebut
sebenarnya lebih rendah tidak ada demand pull inflasi karena karyawan
menerima upah lebih kecil dan tidak ada biaya tekanan inflasi karena
majikan membayar kurang dari upah.
Untuk mencapai tingkat inflasi rendah, pembuat kebijakan harus memiliki
pengumuman kredibel, yaitu agen-agen swasta harus percaya bahwa
pengumuman ini akan mencerminkan kebijakan masa depan yang
sebenarnya. Jika pengumuman tentang target inflasi yang rendah tingkat
dibuat tetapi tidak diyakini oleh agen-agen swasta, penetapan upah akan
mengantisipasi tingkat inflasi yang tinggi dan upah akan semakin tinggi
dan inflasi akan meningkat. Sebuah upah yang tinggi akan meningkatkan
permintaan konsumen (demand pull inflation) dan biaya sebuah
perusahaan (cost push inflation), sehingga inflasi meningkat. Oleh karena
itu, jika pengumuman seorang pembuat kebijakan tentang kebijakan
moneter yang tidak dapat dipercaya, kebijakan tidak akan memiliki efek
yang diinginkan.

Jika pembuat kebijakan percaya bahwa agen-agen swasta mengantisipasi


inflasi yang rendah, mereka memiliki insentif untuk mengadopsi kebijakan
moneter ekspansionis (dimana manfaat marjinal meningkatkan output
ekonomi melampaui biaya marjinal inflasi), namun, dengan asumsi agenagen swasta memiliki ekspektasi rasional, mereka tahu bahwa para
pembuat kebijakan memiliki insentif ini. Oleh karena itu, agen-agen
mengantisipasi inflasi yang rendah, kebijakan ekspansionis akan diadopsi
yang menyebabkan peningkatan inflasi. Akibatnya, agen-agen swasta
mengharapkan inflasi yang tinggi. Antisipasi ini dipenuhi melalui harapan
adaptif (perilaku upah-setting), maka, ada inflasi yang lebih tinggi (tanpa
manfaat produksi meningkat). Oleh karena itu, kecuali pengumuman
kredibel dapat dibuat, kebijakan moneter yang ekspansif akan gagal.
Pengumuman dapat dilakukan kredibel dalam berbagai cara. Salah satunya
adalah untuk mendirikan bank sentral yang independen dengan target
inflasi yang rendah. Oleh karena itu, agen-agen swasta tahu bahwa inflasi
akan rendah karena sudah diatur oleh badan independen. Bank sentral
dapat diberikan insentif untuk memenuhi target (misalnya, anggaran yang
lebih besar, bonus upah untuk kepala bank) untuk meningkatkan reputasi
dan sinyal komitmen yang kuat untuk tujuan kebijakan. Reputasi
merupakan elemen penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Tapi
gagasan reputasi tidak harus bingung dengan komitmen.
Sementara bank sentral mungkin memiliki reputasi baik karena kinerja
yang baik dalam melakukan kebijakan moneter, bank sentral yang sama
tidak mungkin telah memilih bentuk komitmen tertentu (seperti penargetan
rentang tertentu untuk inflasi). Reputasi memainkan peran penting dalam
menentukan berapa pasar tingkat kepercayaan pengumuman yang
bertujuan membuat kebijakan tetapi kedua konsep ini, tidak boleh
berasimilasi (Boediono, 2003).
D. Jenis-Jenis Kebijakan Moneter Menurut Subandi (2014)
Dalam prakteknya, untuk menerapkan semua jenis kebijakan moneter alat
utama yang digunakan adalah memodifikasi jumlah uang primer yang

beredar. Otoritas moneter melakukan hal ini dengan membeli atau menjual
aset keuangan (biasanya kewajiban pemerintah). Ini operasi pasar terbuka
berubah baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk cair kurang dari
uang yang dibeli atau dijual). The multiplier effect perbankan cadangan
fraksional memperkuat dampak dari tindakan. transaksi pasar konstan oleh
otoritas moneter memodifikasi pasokan mata uang dan ini dampak
variabel pasar lain seperti suku bunga jangka pendek dan nilai tukar.
1. Inflasi penargetan
Berdasarkan pendekatan kebijakan target adalah untuk menjaga inflasi,
di bawah sebuah definisi tertentu seperti Indeks Harga Konsumen,
dalam kisaran yang diinginkan. Target inflasi ini dicapai melalui
penyesuaian berkala kepada bank sentral suku bunga target. Tingkat
bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat antar bank di mana
bank meminjamkan kepada satu sama lain semalam untuk keperluan
arus kas. Tergantung pada negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa
disebut uang bunga atau sesuatu yang serupa.
Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu
menggunakan operasi pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target
suku bunga dipertahankan konstan akan bervariasi antara bulan dan
tahun. Target suku bunga biasanya ditinjau secara bulanan atau
kuartalan oleh komite kebijakan. Perubahan target suku bunga dibuat
sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar dalam upaya
untuk memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap
pada jalur untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sebagai
contoh, satu metode sederhana inflation targeting disebut aturan Taylor
menyesuaikan tingkat suku bunga sebagai respon terhadap perubahan
dalam tingkat inflasi dan kesenjangan output. Aturan diusulkan oleh
John B. Taylor dari Universitas Stanford. Penargetan inflasi
pendekatan untuk pendekatan kebijakan moneter ini dipelopori di
Selandia Baru. Hal ini saat ini digunakan di Australia, Brazil, Kanada,
Chile, Kolombia, Republik Ceko, Selandia Baru, Norwegia, Islandia,
Filipina, Polandia, Swedia, Afrika Selatan, Turki, dan Inggris.

2. Harga Penargetan Tingkat


Harga penargetan tingkat mirip dengan inflation targeting kecuali
bahwa pertumbuhan CPI dalam satu tahun atas atau di bawah target
tingkat harga jangka panjang adalah offset pada tahun-tahun berikutnya
sehingga tingkat harga yang ditargetkan tercapai dari waktu ke waktu,
misalnya lima tahun, memberikan kepastian lebih lanjut tentang masa
depan kenaikan harga kepada konsumen. Dalam inflation targeting apa
yang terjadi pada tahun-tahun terakhir segera tidak diperhitungkan atau
disesuaikan dalam tahun berjalan dan masa depan.
3. Agregat Moneter
Pada 1980-an, beberapa negara menggunakan pendekatan yang
didasarkan pada pertumbuhan konstan dalam jumlah uang beredar.
Pendekatan ini disaring untuk memasukkan kelas yang berbeda dari
uang dan kredit. Di Amerika Serikat ini pendekatan kebijakan moneter
dihentikan dengan pemilihan Alan Greenspan sebagai Ketua Fed.
Pendekatan ini juga kadang-kadang disebut monetarisme. Sementara
kebijakan yang paling moneter berfokus pada sinyal harga satu bentuk
atau lain, pendekatan ini difokuskan pada jumlah moneter.
4. Nilai Tukar Tetap
Kebijakan ini didasarkan pada mempertahankan nilai tukar tetap
dengan mata uang asing. Ada berbagai tingkat nilai tukar tetap, yang
dapat peringkat dalam kaitannya dengan cara kaku kurs tetap adalah
dengan bangsa jangkar. Di bawah sistem nilai fiat tetap, pemerintah
daerah atau otoritas moneter menyatakan nilai tukar tetap tetapi tidak
aktif membeli atau menjual mata uang untuk mempertahankan tingkat.
Sebaliknya, tingkat dipaksakan oleh-konvertibilitas tindakan-tindakan
non (misalnya kontrol modal, impor atau lisensi ekspor). Dalam hal ini
ada tingkat pasar gelap tukar dimana perdagangan mata uang pada
pasar atau nilai tidak resmi.

10

Di bawah sistem fixed-konvertibilitas, mata uang dibeli dan dijual oleh


bank sentral atau otoritas moneter setiap hari untuk mencapai nilai tukar
target. Tingkat mungkin target tingkat tetap atau sebuah brand tetap di
mana nilai tukar dapat berfluktuasi sampai otoritas moneter campur tangan
untuk membeli atau menjual yang diperlukan untuk mempertahankan nilai
tukar dalam band. (Dalam kasus ini, nilai tukar tetap dengan tingkat tetap
dapat dilihat sebagai kasus khusus dari kurs tetap dengan band-band di
mana band-band yang diatur ke nol.)
Dalam dolarisasi, mata uang asing (biasanya dolar AS, maka istilah
dolarisasi) digunakan secara bebas sebagai media pertukaran, baik
secara eksklusif atau paralel dengan mata uang lokal. Hal ini dapat terjadi
karena penduduk setempat telah kehilangan iman semua dalam mata uang
lokal, atau mungkin juga kebijakan dari pemerintah (biasanya untuk
mengendalikan inflasi dan impor kebijakan moneter kredibel). Kebijakan
ini sering turun tahta, kebijakan moneter dengan otoritas moneter asing
atau pemerintah sebagai kebijakan moneter, negara harus menyelaraskan
kebijakan moneter untuk mempertahankan nilai tukar. Tingkat dimana
kebijakan moneter lokal menjadi tergantung pada faktor-faktor seperti
mobilitas modal, keterbukaan, saluran kredit dan faktor ekonomi lainnya
(Rosyidin, 2011).
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar menurut Prathama
(2001). Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy. Adalah
suatu kebijakan dalam rangka meng-urangi jumlah uang yang beredar.
Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen
kebijakan moneter (Anonim, 2014), yaitu antara lain:

11

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)


Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah
akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat
berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah
antara lain di antaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank
Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum
terkadang mengalami kekurangan uang, sehingga harus meminjam ke
bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan
3.

tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.


Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar
dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang

beredar, pemerintah menaikkan rasio.


4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah
uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah
uang beredar dan menghimbau agar bank memin-jam uang lebih ke
bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada
perekonomian.
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan
tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk
mempertahankan produksi yang mendekati full employment dan untuk
mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi

12

tidak terjadi. Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk


menyesuaikan antara pendapatan negara yang sedang berkembang rendah
sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta
membelanjai penge-luaran yang lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan
campuran adalah merupakan campuran dari dua kebijakan di atas yang di
lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun
jumlah uang yang beredar secara bersama-sama (Seftarya, 2005).
E. Hubungan antara Kebijakan Fiskal dan Moneter
Sebagaiman kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi
pasar uang dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu
akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan
mempengaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai
pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya
permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar
barang dan jasa.
Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan
kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah
yang di harapkan. Keduanya akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan
akan memberikan umpan balik terhadap permintaan agregat dan upah
harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar
uang serta pasar surat berharga (Nangha, 2001).

13

III. PEMBAHASAN

A. Resume Artikel
Artikel mengenai kebijakan fiskal yang penulis dapatkan dari
liputan6.com menjelaskan mengenai presiden yang mempertahankan
kebijakan desentralisasi fiskal melalui pola belanja transfer daerah yang
lebih besar dari anggaran kementerian/lembaga. Kebijakan ini dinilai dapat
mendorong peningkatan laju perekonomian di daerah serta mengurangi
ketimpangan pembangunan daerah. Ini merupakan pertama kalinya yang
dilakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah. Berdasarkan data yang
dirilis oleh pemerintah pusat pagu anggaran untuk belanja daerah
mencapai 770,2 triliun hal ini jauh lebih besar dari pagu anggaran tahun
sebelumnya yaitu 130,9 triliun Rupiah. Hal ini dimaksudkan agar tingkat
pembangunan di daerah meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi secara
nasionalpun meningkat, terutama daaerah tertinggal. Lewat kebijakan dana
desa ini diharapkan tidak terjadi ketimpangan sehingga tingkat
kesejateraanpun meningkat. Kapasitas SDM desapun harus diperhatikan
dalam perencanaan pembanguan didesa serta pengelolaan dana ditingkat
desa. Hal ini sesuai dengan kebijakan TKKD (Transfer Ke Daerah dan
Desa) ini merupakan perwujudan pemerintah pusat dalam pembanguan
sumber daya dan fasilitas hingga ke tingkat desa, dengan begitu daerah
mampu melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya
terutama masalah sarana/prasarana dan pelayanan mendasar serta
infrastruktur yang mendorong kemajuan daerah tersebut. Dengan begitu
diharapkan terjadingan sinergitas dan harmonisasi serta terjadinya efisiensi
14

APBD kemudian meningkatkan kualitas penyerapan APBD, yang pada


akhirnya menghasilkan ouput kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat
dan tidak adanya penyelewenagan atau penggunaan tak wajar.
Sedangkan artikel kedua mengenai kebijakan moneter, agus marto
beberkan kebijakan moneter ke ratusan bangkir yang kemas oleh
liputan6.com. Artikel ini membahas mengenai ungkapan agus
martowardjojo yang mengungkapkan kebijakan moneter di depan ratusan
banker. Beliau mengungkapkan dari sisi kebijakan moneter , suku bunga
acuan BI (BI rate) diarahkan secara konsisten untuk mengendalikan laju
inflasi sesuai target pemerintah SBY. Stabilnya kebijakan moneter ini akan
menopang kebijakan deficit neraca transaksi berjalan kearah
kesinambungan. Kebijakan nilai tukar rupiah menjadi alat peredam
gejolak perekonomian sehingga perlu didukung penguatan stuktur valas
sehingga membentuk kurs yang lebih efisien. Selain itu pengelolaan
liquiditas harus mencapai target. Penguatan koordianasi makro dan mikro
antara BI dan OJK dapat menjaga agar kestabilan tetap berlangsung.
Dalam hal ini agus juga mengatakan perbankan syariah dapat menjadi
prioritas dan stabilitas keuangan sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Dalam waktu dekat untuk meningkatkan pasar
keuangan syariah BI akan membuat gerakan edukasi syariah. Selain itu BI
terus berkoordinasi dengan pemerintah dalam meningkatkan kuantitas dan
kualitas infrastruktur , manajemen domestic hingga pengendalian deficit
anggaran mencapai 1,7% dari PDB. Hal ini mengedepankan upaya
stabilitas ekonomi dengan subsidi BBM yang masih berjalan (2013).
B. Kaitan Dengan Teori
1. Desentraslisasi Fiskal (Kementerian Keuangan, 2014)
Pada prinsipnya ada tiga variasi desentralisasi fiskal kaitannya dengan
derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan daerah.
a. Pelepasan tanggung jawabyang berada dalam lingkungan
pemerintah pusat ke instansi vertikal kedaerah.

15

b. Berhubungan dengan suatu situasi dimana daerahbertindak


sebagai perwakilan pemerintahuntuk melaksanakan fungsi-fungsi
tertentuatas nama pemerintah
c. Devolusi(pelimpahan) berhubungan dengan suatu situasitetapi
juga kewenanganuntuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan di
daerah.
Menurut Seftarya (2015) Negara mendesentralisasikan tanggung jawab
pengeluaran yang lebih besar dibandingkan dengan sumber-sumber
yang tersedia, maka tingkat pelayanan akan menurun atau daerah akan
menekan pemerintah pusat untuk memperoleh tambahan kucuran dana
yang lebih besar. Dan jika lebih banyak penerimaan dari pada
pengeluaran yang didesentralisasikan, maka mobilisasi dana daerah
dapat menurun dan ketidakseimbangan makro ekonomi dapat terjadi.
Jika kebaikan desentralisasi diikuti dengan peningkatan mobilitas
sumber-sumber dan pengurangan tekanan atas keuangan pusat,
peningkatan akuntabilitas, dan peningkatan ketanggapan dan tanggung
jawab secara umum maka desentralisasi merupakan sesuatu yang
berharga. Padaa wal desentralisasi,umumnya propinsi mengalami
peningkatan pertumbuhan ekonomi, sejalan dengan pertumbuhan
nasional. Tapi kondisi saat ini yang terjadi adalah rata-rata
pertumbuhan ekonomi nasional 5,5 % dan provinsi yg tumbuh dibawa
rata-rata nasional (NAD, Riau, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jateng,
DIY, Kalbar, Kaltim,Babel, NTB, NTT, Maluku).
Pengangguran yang terjadi masih berada di kisaran 7,9 %. Tujuan awal
dilakukannya desentralisasi fiskal adalah mengurangi kesenjangan
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal
imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance). Selain itu
diharapkan meningkatkan peningkatan kualitas pelayanan publik di
daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah.
Dan juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional.
Dengan adanya desentralisasi fiskal tata kelola keuangan transparan
dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke

16

daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil. Tapi,
pertanyaan yang harus dijawab oleh kita adalah apakah desentralisasi
yang didefinisikan sebagai penyerahan kewenangan dari urusan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah(the delegation of authority)
masih didominasi sepenuhnya oleh pemerintah pusat, karena
desentralisasipada hakekatnyajuga bersumber dariinisiatif dan prakarsa
lokal? Seharusnya dalam desentralisasi, ruang berkreasi dan berinovasi
dioptimalkan. Jadi, pemanfaatan sumber daya fokus pada sektor yg
memberi dampak optimal di masing masing daerah (Kompasiana,
2015).
Sebagai sebuah konsekuensi politik, pelaksanaan desentralisasi fiskal
dan otonomi daerah di Indonesia saat ini sudah berada pada kondisi
point no return, sehingga aspek-aspek yang dikedepankan lebih
bersifat penguatan kapasitas serta quality improvement. Dengan
demikian, ke depannya, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah
diharapkan mampu membawa Indonesia menuju kemakmuran yang
inklusif dan berkelanjutan. Segala upaya dan kerja pemerintah tersebut
tentu wajib mendapatkan dukungan sepenuhnya dari segala pihak yang
terkait dan berkepentingan dalam mendukung suksesnya pelaksanaan
desentralisasi fiskal dan otonomi di Indonesia seutuhnya. Tanpa
dukungan seluruh pihak, niscaya pemerintah sendiri tidak akan mampu
melaksanakan secara optimum dan pendulum otonomi justru akan
lebih sering bergerak ke arah dampak yang sifatnya negatif dan
merusak. Koordinasi dan kerelaan untuk saling mendukung dari segala
pihak kemudian menjadi kata kunci yang utama baik di internal
Pemerintahan Pusat maupun antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintahan Daerah.
2. Dampak Desentralisasi Fiskal
Menurut Bahl (2008), terdapat dua manfaat dan empat kelemahan
desentralisasi fiskal.

17

Manfaat desentralisasi fiskal adalah:


1. Efisiensi ekonomis.
Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah
disesuaikan dengan preferensi masyarakat setempat dengan tingkat
akuntabilitas dan kemauan bayar yang tinggi.
2. Peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah.
Pemerintah daerah bisa menarik pajak dengan basis konsumsi dan
aset yang tidak bisa ditarik oleh pemerintah Pusat.
Sedangkan kelemahannya adalah:
1. Lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro.
2. Sulitnya menerapkan kebijakan stabilitas ekonomi.
3. Sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi dengan
pemerataan.
4. Besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah
daripada keuntungan yang didapat.
3. Suku Bunga Acuan/BI Rate (Bi.go.id, 2014)
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau
stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur
Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan
diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia
melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk
mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.Sasaran operasional
kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar
Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga
PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga
deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan
18

mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank


Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke
depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya
Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan
diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Pengaruh suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi dijelaskan oleh
Septian (2013) yaitu :
Menaikkan suku bunga adalah alat utama bank sentral untuk memerangi
inflasi. Dengan membuat biaya pinjaman semakin mahal maka jumlah
uang yang beredar di masyarakat akan berkurang dan aktivitas
perekonomian akan menurun. Kejadian sebaliknya bisa terjadi. Turunnya
suku bunga akan menyebabkan biaya pinjaman menjadi makin murah.
Para investor akan cenderung terdorong untuk melakukan ekspansi bisnis
atau investasi baru, dan para konsumen akan menaikkan pengeluarannya.
Dengan demikian output perekonomian akan meningkat dan lebih banyak
tenaga kerja yang dibutuhkan. Selain itu investasi ke pasar saham juga
akan naik.
Namun demikian, aktivitas perekonomian yang terlalu tinggi akan
menyebabkan meningkatnya inflasi. Makin tinggi tingkat inflasi akan
menyebabkan makin mahalnya harga barang dan jasa. Daya beli uang akan
menurun. Akibat lain dari rendahnya suku bunga adalah turunnya
penjualan bond karena yield yang diberikan relatif akan rendah. Namun
demikian bank sentral tidak akan serta merta menaikkan tingkat suku
bunga. Bank sentral akan melihat apakah keadaan akan lebih baik jika
suku bunga dinaikkan, terutama jika sedang terjadi resesi.Perubahan suku
bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering
disebut jalur nilai tukar.
Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih
antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan
melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk
menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia

19

seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang


lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan
mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan
harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri
menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong
impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak
pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro
melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan
harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan
individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan
mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan
investasi.Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga
mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan
suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada
akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi
dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan
dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh bank Sentral, maka akan
direspon oleh para pelaku pasar dan para penanam modal untuk
memanfaatkan moment tersebut guna meningkatkan produksi dan
menanamkan investasinya.
Seiring dengan itu, akan berdampak juga pada jumlah produksi yang
bertambah dan tenaga kerja yang juga akan semakin bertambah. Akibatnya
ekspor bertambah dan jumlah pengangguran menurun, sehingga devisa
yang masuk ke negara tersebut semakin menguatkan dollar terhadap mata
uang lain. Demikian pula sebaliknya, bila saja suku bunga menurun,
produksi industri akan berkurang karena produsen akan membatasi
kerugian. Apabila jumlah produksi berkurang, maka akan melemahkan
mata uang tersebut.Kenaikan suku bunga sangatlah dikhawatirkan oleh

20

para kreditur dan tingkat penjualan perumahan yang semakin menurun


karena membuat pajak pinjaman modal dan kredit perumahan semakin
meningkat, tanpa didukung dalam kelancaran produksi dan bisnis yang
menunjang, akan berimbas pada kredit macet.
4. Perbankan Syariah dalam Stabilitas Nasional
Perkembangan bank syariah nasional memperlihatkan adanya potensi yang
besar akan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Penduduk yang
mayoritas Islam merupakan modal penting dalam mengembangkan sistem
bank islam di Indonesia. Selain itu, dorongan dari MUI dan DSN yang
menfatwakan bahwa bunga bank konvensional hukumnya haram semakin
menambah potensi perkembangan bank syariah nasional. Meskipun agama
bukan satu-satunya daya tarik pengembangan perbankan syariah. Pada
beberapa negara Islam seperti di Iran, Irak, Pakistan, Bahrain, Turki, dan
Mesir perkembangaan aktifitas perbankan syariah tidak terlalu dipengaruhi
oleh aspek agama.
Disisi lain, peran perbankan sangat vital dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan. Banyaknya bank yang gagal memobilisasi dana msyarakat akan
menguncang kestabilan sistem keuangan suatu negara, Bahkan
memberikan dampak sistemik pada seluruh negara didunia. Seiring
perkembangan zaman, produk-produk perbankan yang semakin beragam
dan tehnologi perbankan yang semakin canggih tidak hanya memberikan
manfaat bagi stabiitas sistem keuangan global. Banyaknya produk-produk
perbankan, dan semakin mudahnya masyarakat mengakses lembaga
perbankan juga member ancaman tersendiri bagi stabilitas sistem
keuangan.
Bahkan dari beberapa pengalaman krisis yang melanda dunia berawal dari
kegagalan perbankan sehingga menciptakan ketidakstabilan sistem
keuangan. Sebagai pendatang yang dinilai baru, sistem perbankan syariah
menawarkan alternative istem perbankan yang tidak membahayakan
kestabilan sistem keuangan. Sistem perbankan syariah yang memiliki
fundamental kuat tanpa bunga, serta perkembangan yang sangat pesat juga

21

memiliki pengaruh terhadap kestabilan sistem keuangan baik secara


domestik mapun internasional. Namun konsep sistem perbankan syariah
yang diimplemenasikan saat ini belum menunjukan adanya perbedaan
yang mencolok dibandingkan sistem perbankan konvesional memeberikan
lampu kuning bagi otoritas moneter.
Selain potensi pengembangan bank syariah yang cukup besar, disisi lain
potensi kegagalan sistem perbankan syariah juga cukup besar di masa
yang akan datang. Tren pergerakan aktifitas perbankan syariah saat ini
masih sama dengan tren pergerakan bank konvesional. Dengan menitik
beratkan pada tujuan profit oriented bukan pada mashalahah oriented. Jika
dilihat dari selisih imbal balik atau fee penghimpunan dana dan penyaluran
dana yang lebih besar, maka bank syariah belum dapat dikatakan lebih
efisien dibandingkan bank konvensional. Selisih yang tinggi antara fee
penyaluran dan penghimpunan dana menggambarkan bahwa banks syariah
masih mengharapkan keuntungan yang besar dari aktifitas mobilisasi dana
masyarakat.
Dengan kondisi sistem keuangan nasional dan global yang masih
berpatokan pada sistem bungan (konvensional) sangat suit bagi bank
syariah untuk dapat memobilisasi dana masyarakat sesuai dengan prinsip
syariah. Landasan utama aktifitas perbankan syariah hanya pada prinsip
bebas riba. namun untuk aktifitas lainnya masih mengikuti pergerakan
perbankan konvensional. Dengan kata lain, alternative sistem perbankan
baru yang ditawarkan oleh bank syairah belum dioptimalisasi sebagai uaya
penguat kestabilan sistem keuangan (Wahyudi, 2012).

22

BAB III
PE N UTU P
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa :
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan tujuan
untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi
Yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga
barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara
pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk
menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih
besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran daari dua
kebijakan bdiatas yang di lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan
pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2014. Ekonomi Makro, kebijakan fiscal, dan moneter.


www.publisher/ekonomimakro/moneter.com. Di akses Pada Tanggal 12
Juni 2016 pukul 15:00 WIB.
Alim, Sahid. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro Kebijakan Moneter

dan

Fiskal. 2008. Sinar Press: Bandung


Boediono. Kebijakan Fisikal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. 2003.
Jakarta: Kompas
Farida, Ai Siti. Sistem Ekonomi Indonesia. 2011. Bandung: Pustaka Setia,
Nanga, M. 2001. Makroekonomi Teori,Masalah Dan Kebijakan, Edisi
Perdana. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Prathama, Dkk. 2001. Teori Ekonomi Makr. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

Rosyidi, Suherman. Pengantar Teori Ekonomi. 2011. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.
Subandi. Sistem Ekonomi Indonesia. 2014. AlfaBeta. Bandung.

Hadi, sasana. https://core.ac.uk/download/files/379/11716728.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai