Pengertian Waris
Pengertian Waris
Pengertian Waris
Waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang
berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta
benda. Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan
sebagai hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang
ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari
peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.
Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak
kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih
hidup. Seperti yang disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris
adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajibankewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan
beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu
perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang
meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi
syarat dan rukun dalam mewarisi. Selain kata waris tersebut, kita juga
menemukan istilah lain yang berhubungan dengan warisan, diantaranya
adalah:
1. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima
warisan.
2. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang
meninggal) baik secara hakiki maupun hukum karena adanya penetapan
pengadilan.
3. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris
yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi
hutang dan menunaikan wasiat.
4. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
5. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang,
menunaikan wasiat.
Harta warisan biasa disebut dengan harta pusaka yaitu harta milik
pewaris sendiri, tidak bercampur sedikitpun dengan milik orang lain, yang
ditinggalkan mati (meninggal dunia) oleh pewaris.
Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (selanjutnya disebut
KHI) dijelaskan bahwa harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan
oleh pewaris baik berupa harta benda miliknya atau hak-hak nya (KHI,
1991:73)
E. ASHABAH
Menurut bahasa, kata ashabah adalah bentuk jama dari kata
aashib, seperti kata thalabah adalah bentuk jama dari kata thaalib, (kata
ashabah) yang berarti anak-anak laki-laki seorang dan kerabatnya dari
ayahnya.
Sedang yang dimaksud dalam kajian faraidh di sini ialah orang-orang
yang mendapat alokasi sisa dari harta warisan setelah ashabul furudh
(orang-orang yang berhak mendapat bagian) mengambil bagiannya masingmasing. Jika ternyata harta warisan itu tidak tersisa sedikitpun, maka
orang-orang yang terkategori ashabah itu tidak mendapat bagian
sedikitpun, kecuali yang menjadi ashabah itu adalah anak laki-laki, maka
sama sekali ia tidak pernah terhalang. (Pengertian ini dikutip dari Fiqh
Sunnah III: 437).
Segenap orang yang termasuk ashabah berhak juga mendapatkan
harta warisan seluruhnya, bila tidak didapati seorangpun dari ashabul
furudh.
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw bersabda, Serahkanlah
bagian-bagian itu kepada yang berhak, kemudian sisanya untuk laki-laki
yang lebih utama (lebih dekat kepada si mayyit).
"Dan
saudara
laki-laki
itu
menjadi
ahli
waris
pusaka
saudara
Hak
ketuanan
itu
milik
bagi
orang
memerdekakannya.
Sabda Beliau saw lagi: Hak ketuanan itu adalah daging seperti daging
senasab.
Orang laki-laki atau perempuan yang memerdekakan budak tidak
boleh menjadi ahli waris, kecuali apabila yang bekas budak itu tidak
meninggalkan orang yang termasuk ashabah nasabiyah:
Dari Abdullah bin Syaddad dari puteri Hamzah, ia berkata,
Bekas budakku telah meninggal dunia dan ia meninggalkan seorang
puteri, maka Rasulullah saw membagi harta peninggalannya kepada kami
dan kepada puterinya, yaitu Beliau menetapkan separuh untukku dan
separuhnya (lagi) untuk dia. (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 2210, Ibnu
Majah II: 913 no: 2734 dan Mustadrak Hakim IV: 66).
b. Adapun ashabah nasabiyah ada tiga kelompok:
1. 'Ashabah bi an-nafsi, yaitu orang-orang yang menjadi ashabah
dengan dirinya sendiri. Mereka semua laki-laki dan harus berurutan
dalam kedudukannya, yaitu : anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
laki-laki dan terus kebawah, bapak, kakek (bapak dari bapak) dan
terus
keatas,
saudara
laki-laki
sekandung,
saudara
laki-laki
Ahi waris yang tergolong mahjub atau dapat terhalang itu adalah :
1.
2.
3.
4.
(Dzaw al-Furud)
Bagian
2/3
Untuk
1. Dua
atau
lebih
perempuan
2. Dua atau lebih
perempuan
dari
Dalam keadaan
anak Tidak mempunyai anak laki-laki
Tidak ada anak pr/lk kandung
cucu Atau cucu laki-laki
anak Tidak punya saudara kandung
laki-laki
Tidak mempunyai anak atau saudari
3. Dua atau lebih saudari kandung atau cucu kandung atau
kandung
saudara laki-laki sebapak
4. Dua atau lebih saudari
1/3
1/3
sisa
1/6
sebapak
1. Ibu kandung
Tidak ada anak kandung atau 2 saudara
2. Dua atau lebih saudari Tidak mempunyai anak atau saudara
seibu
kandung
1. Ibu kandung
1. Bapak kandung
2. Ibu kandung
3. Kakek
kandung
bapak
4. Nenek
kandung
Ada
bapak,
(gharawain)
Ada anak/cucu
isteri
dari
atau
anak
suami
laki-laki
kandung
dari Ada anak/cucu/2 saudari//lebih
dari
1/4
1/8
sebapak
1. Seorang anak perempuan Tidak punya anak laki-laki
2. Seorang cucu perempuan Tidak punya anak
dari laki-laki
Tidak ada anak/cucu dari anak laki-laki
3. Suami/duda
Tidak punya saudara laki-laki
4. Seorang
saudari
Tidak punya anak kandung perempuan
kandung
atau cucu perempuan atau saudara
5. Seorang
saudari
kandung
sebapak
1. Suami/duda
Ada anak atau cucu dari anak laki
2. Isteri/janda
Tidak ada anak/cucu dari anak laki-laki
1. Isteri/janda
2. Harta warisan 650 gram emas,-. Ahli waris; duda, dua anak perempuan dan
seorang cucu perempuan. Bagian mereka masing-masing adalah :
Jawab :
a. Duda : 1/4 = 3/12 k =3/13 x 650 gram = 150 gram emas
b. 2 anak perempuan : 2/3 = 8/12 p = 13= 8/13 x 650 gram = 400 gram
emas
c. Ibu : 1/6 = 2/12 t = 2/13 x 650 gram = 100 gram emas