PEMBANGUNAN BANGUNAN
GEDUNG NEGARA
Tayangan I
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA
BERDASARKAN :
PENGERTIAN
1.
2.
gedung
negara
yang
diselenggarakan
melalui
tahap
DASAR HUKUM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
K/L KPA
DIPA/
RKA K/L
IMB
Dokumen :
pendanaan, perencanaan,
pembangunan, pendaftaran
PERSYARATAN
BGN
Tata bangunan
TEKNIS
Keandalan bangunan
Memenuhi ketentuan:
GN/RN + KLASIFIKASI, STANDAR LUAS, STANDAR JUMLAH LANTAI, HSBGN (S/NS+GB/PG),KOMPONEN PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN/PERAWATAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA:
A. PERSIAPAN/PRA PEMBANGUNAN/PERAWATAN BANGUNAN
GEDUNG
A.1. PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN;
RPJM YANG DISETUJUI MENTERI KEUANGAN
A.2. PENYUSUNAN RENCANA PENDANAAN;
RD MENDAPAT REKOMENDASI TEKNIS MENTERI PU
A.3 PENYUSUNAN RENCANA PENYEDIAAN DANA.
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN K/L
(DIPA & RKA- K/L)
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
KONSTRUKSI
PASCA KONSTRUKSI
PEMANFAATAN
DALAM RANGKA
PERAWATAN
BANGUNAN,
BANTUAN TEKNIS
BERUPA ANALISIS
TINGKAT
KERUSAKAN
PENGHAPUSAN
PEMBONGKARAN
BGN, BANTUAN
TEKNIS BERUPA
TAKSIRAN HARGA
BONGKARAN
BIAYA
PEKERJAAN
STANDAR
BIAYA
PEKERJAAN
NON-STANDAR
BIAYA
OPERASIONAL
UNSUR PENGGUNA
ANGGARAN
(65%)
BIAYA
OPERASIONAL UNSUR
PENGELOLA
TEKNIS
(35%)
A. Klasifikasi
Bangunan Gedung Negara harus memenuhi klasifikasi
berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi klasifikasi:
1. sederhana;
2. tidak sederhana; dan
3. khusus.
.
B. Standar Luas
Bangunan Gedung Negara harus memenuhi standar luas yang
dikelompokkan menjadi:
1. standar luas ruang gedung kantor;
2. standar luas rumah negara; dan
3. standar luas bangunan gedung negara lainnya.
1. Standar luas ruang gedung kantor
a. Standar luas ruang gedung kantor rata-rata sebesar 10
(sepuluh) meter persegi per personel untuk jumlah dan
struktur
organisasi
maksimal
yang
telah
mendapat
persetujuan menteri yang membidangi pendayagunaan
aparatur negara.
b. Dalam hal kementerian/lembaga yang jumlah personel dan
struktur organisasinya setelah mendapat persetujuan menteri
yang membidangi pendayagunaan aparatur negara tidak
mencapai maksimal, maka standar luas ruang gedung kantor
harus dikonsultasikan kepada Menteri.
c. Ketentuan mengenai standar
tercantum dalam Lampiran III
luas
ruang
gedung
kantor
RUANG UTAMA
LUAS RUANG (m 2)
R. KERJA
R. TAMU
1
R. RAPAT
R. TUNGGU
R.
ISTIRAHAT
KETERANGAN
R. PELAYANAN
JABATAN
R. PENUNJANG JABATAN
JABATAN
R. SEKRET
R. STAF
JML
JML
STAF
R. SIMPAN R. TOILET
CATATAN
10
11
28,00
40,00
40,00
60,00
20,00
15,00
24,00
14,00
6,00
247,00
16,00
14,00
20,00
18,00
10,00
10,00
15,00
10,00
4,00
117,00
16,00
14,00
20,00
18,00
10,00
10,00
15,00
10,00
4,00
117,00
16,00
14,00
20,00
9,00
5,00
7,00
4,40
5,00
3,00
83,40
2 jabatan diperhitungkan
5 Eselon IIA
6 Eselon IIB
14,00
12,00
14,00
12,00
5,00
7,00
4,40
3,00
3,00
74,40
14,00
12,00
10,00
6,00
5,00
5,00
4,40
3,00
3,00
62,40
7 Eselon IIIA
8 Eselon IIIB
12,00
6,00
9 Eselon IV
8,00
12,00
3,00
24,00
3,00
6,00
3,00
8,80
R. Toilet
bersama
2,00
12
berdasarkan jumlah
personel @ 2,2 - 3 m2/
personel, sesuai
2
dengan tingkat jabatan
21,00
18,80
B. RUANG PENUNJANG
JENIS RUANG
LUAS
140 m2
90 m2
40 m2
4 m2/ orang
0,4 m2/ orang
2
2 m / 25 orang
0,8 m2/ orang
KETERANGAN
3
25% X (JUMLAH A + B)
Keterangan:
- Standar luas ruang tersebut diatas merupakan acuan dasar, yang dapat disesuaikan berdasarkan fungsi/sifat tiap eselon/jabatan.
- Luas ruang kerja untuk Satuan Kerja dan Jabatan Fungsional dihitung tersendiri sesuai dengan kebutuhan di luar standar luas tersebut di atas.
- Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, seperti Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,
kebutuhannya dihitung tersendiri, di luar standar luas tersebut di atas.
TIPE
PENGGUNA
KHUSUS
A
B
D
E
Menteri
BANGUNAN
TANAH
400
1000
250
600
120
350
70
200
50
120
36
100
Kete rangan :
1. Untuk :
- Untuk Rumah Jabatan Gubernur disetarakan dengan Rumah Tipe Khusus.
- Untuk Rumah Jabatan Bupati/Walikota disetarakan dengan Rumah Negara Tipe A.
Untuk Rumah Jabatan Gubernur/Bupati/Walikota dapat ditambahkan luas ruang untuk Ruang Tamu
Besar/Pendopo
dihitung sesuai
kebutuhan
dan kewajaran.
2. Sepanjang
tidakyang
bertentangan
dengan
luasan persil
yang ditetapkan dalam RTRW, toleransi kelebihan luas
tanah
yang
diijinkan,
untuk:
- DKI Jakarta
: 20%
- Ibukota Provinsi
: 30%
: 50%
Koefisien/faktor pengali *)
Bangunan 1 lantai
1,000
Bangunan 2 lantai
1,090
Bangunan 3 lantai
1,120
Bangunan 4 lantai
1,135
Bangunan 5 lantai
1,162
Bangunan 6 lantai
1,197
Bangunan 7 lantai
1,236
Bangunan 8 lantai
1,265
GEDUNG NEGARA
TIDAK SEDERHANA
SEDERHANA
3,540,000
2,600,000
RUMAH NEGARA
TIPE A
TIPE B
3,130,000
TIPE C,D,E
2,880,000
2,310,000
SAMPING
BELAKANG
BT; T. 1,50 M
T. 2 M
T. 3 M
1,390,000
1,150,000
1,180,000
SAMPING
BELAKANG
BH; T. 1,50 M
T. 2 M
T. 2,5 M
1,270,000
720,000
750,000
Penetapan HSBGN
1. Harga satuan tertinggi Pembangunan Bangunan Gedung
Negara Provinsi DKI Jakarta ditetapkan secara berkala
oleh Gubernur.
2. Harga satuan tertinggi Pembangunan Bangunan Gedung
Negara di luar Provinsi DKI Jakarta ditetapkan secara
berkala oleh Bupati/Walikota.
3. Penerbitan harga satuan tertinggi Pembangunan Bangunan
Gedung
Negara
dilakukan
secara
periodik
yang
dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan rencana
pendanaan, rencana anggaran kegiatan, dan pelaksanaan
konstruksi Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang
tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Kegiatan (DIPA)
tahun berjalan.
2 DIHITUNG BERDASARKAN
a STANDAR HARGA SATUAN
TERTINGGI BERDASAR
KLASIFIKASI BGN
b
c
KOEFISIEN/FAKTOR
PENGALI JUMLAH LANTAI
BANGUNAN
LUAS BANGUNAN
1 BIAYA PEKERJAAN
PERLENGKAPAN BANGUNAN
MAKSIMAL 150% TOTAL BIAYA
STANDAR
150%
Jenis Pekerjaan
Alat Pengkondisian Udara
Elevator/escalator
Tata suara (Sound System)
Telepon dan PABX
Instalasi IT (Informasi dan Teknologi)
Elektrikal
Sistem Proteksi Kebakaran
Penangkal petir khusus
Instalasi Pengolahan Air Limbah
Interior (termasuk Furniture)
Gas Pembakaran
Gas Medis
Pencegahan Bahaya Rayap
Pondasi dalam
Fasilitas penyandang cacat
Sarana/prasarana lingkungan
Basement (per m2)
Peningkatan mutu
Biaya
10-20% dari X
8-12% dari X
3-6% dari X
3-6% dari X
6-11% dari X
7-12% dari X
7-12% dari X
2-5% dari X
2-4% dari X
15-25% dari X
1-2% dari X
2-4% dari X
1-3% dari X
7-12% dari X
3-8% dari X
3-8% dari X
120% dari Y
15-30% dari Z
BIAYA PEKERJAAN
STANDAR
BIAYA
KONSTRUKSI FISIK
BIAYA PEKERJAAN
NON STANDAR
BIAYA MK/
BIAYA PENGAWASAN
BIAYA
PERENCANAAN
BIAYA
PENGELOLAAN KEGIATAN
BIAYA
PEKERJAAN
STANDAR
BIAYA
PEKERJAAN
NON-STANDAR
BIAYA
OPERASIONAL
UNSUR PENGGUNA
ANGGARAN
(65%)
BIAYA
OPERASIONAL UNSUR
PENGELOLA
TEKNIS
(35%)
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN /
PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG
NEGARA :
B. PEMBANGUNAN/PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG
B.1. PERMINTAAN TENAGA PENGELOLA TEKNIS KEMENTRIAN PU
B.2. PERENCANAAN TEKNIS;
B.3. PELAKSANAAN KONSTRUKSI;
B.4. PENGAWASAN TEKNIS (PENGAWAS/MANAJEMEN
KONSTRUKSI).
C. PASCA PEMBANGUNAN/PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG
C.1. MENDAPATKAN STATUS BMN DARI PENGELOLA BARANG;
C.2. SERTIFIKAT LAIK FUNGSI;
C.3. SEBAGAI BANGUNAN GEDUNG NEGARA.
B. PEMBANGUNAN/PERAWATAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA
B.1. PERMINTAAN TENAGA PENGELOLA TEKNIS
2. PEMBANGUNAN/PERAWATAN BGN/RN
01
02
PENGADAAN KONSULTAN
MK DAN KONSULTAN
PERENCANA
DIPA/RKAK/L
ORG SATKER
PANITIA PBJ
K.MK *)
K.PERENCANA
03
04
05
06
PERENCANAAN
DOK PERENC.
DOK PLLANG
K.PENGWAS *)
KONTRAKTOR
DOK PLKSAN
LAHAN
07
08
09
10
11
12
PELAKSANAAN KONSTRUKSI
06
PEMELIHARAAN
Lanjutan
5.Perencanaan teknis menghasilkan dokumen perencanaan
yang meliputi:
a. gambar rancangan;
b. spesifikasi teknis;
c. volume dan harga satuan pekerjaan;
d. rencana anggaran biaya pelaksanaan konstruksi; dan
e. instruksi kepada peserta
6. Pembangunan Gedung Negara dengan luas lebih besar dari
12.000 m2 dan di atas 8 (delapan) lantai, perencana harus
menyelenggarakan proses Value Engineering.
B. 3. PELAKSANAAN KONSTRUKSI
1. Pelaksanaan konstruksi merupakan tahap perwujudan
dokumen perencanaan kedalam bentuk konstruksi
bangunan gedung yang siap digunakan/dimanfaatkan.
2. Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa
pelaksana konstruksi.
3. Pelaksanaan konstruksi berupa kegiatan:
a. pembangunan bangunan gedung; dan/atau
b. perawatan bangunan gedung.
4. Pelaksanaan konstruksi meliputi:
a. Pelaksanaan konstruksi sampai dengan serah terima
pertama/pre hand over (PHO) pekerjaan konstruksi; dan
b. Pelaksanaan pemeliharaan pekerjaan konstruksi sampai
dengan serah terima kedua/final hand over (FHO)
pekerjaan konstruksi.
B. 4 . PENGAWASAN TEKNIS
Pengawasan
teknis
merupakan
kegiatan
pengendalian
dan
pengawasan tahap perencanaan teknis dan/atau pelaksanaan
konstruksi yang dilakukan melalui kegiatan:
a. pengawasan; atau
b. manajemen konstruksi.
Lanjutan
B.4.1. PENGAWASAN
1. Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Pengawasan tahap pelaksanaan konstruksi sampai
dengan serah terima pertama/pre hand over (PHO)
pekerjaan konstruksi; dan
b. Pengawasan tahap pemeliharaan pekerjaan konstruksi
sampai dengan serah terima kedua/final hand over (FHO)
pekerjaan konstruksi.
2. Pengawasan dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan untuk
pembangunan
Bangunan
Gedung
Negara
klasifikasi
sederhana.
dilakukan
oleh
bagi
penyedia
jasa
pembangunan