Ispa
Ispa
ANALISIS RESEP
PENYAKIT ISPA
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
SEPTEMBER 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1.............................................................................................................Latar
Belakang ............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1.
ISPA
..
4
2.1.1.
Definisi ISPA ..................................................4
2.1.2.
Faktpr Resiko .............................................................5
2.1.3.
Patogenesis.................................................... 5
2.1.4.
Gejala Klinis ....................................................5
2.2........................................................................................................Penat
alaksanaan .....................................................................................7
2.2.1............................................................................................Peraw
atan dirumah.........................................................................8
2.2.2............................................................................................Pence
gahaan dan Pemberantasan ..................................................11
2.3.
Pengetahuan
..
13
2.3.1.Konsep Pengetahuan ...
2.3.2.Aspek Pengetahuan .
2.3.3.Faktor faktor yang mempengaruhi Pengetahuan .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi
infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan
infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti
bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi
dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi
saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik
karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan
faringitis.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai
mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi
saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi lebih mudah
terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi
saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik
terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan
meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan
sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara.17 Perilaku
masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan,
membuang sampah dan meludah di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi
diri dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan
masker pada saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah.
Menurut
Depkes RI (1996) istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
dan
stalikokus,
pnemokokus,
hemofilus,
bordetella
dan
pemeliharaan
rumah
pun
dapat
mempengaruhi
dengan
bagian-bagian
rumah,
ventilasi
rumah
kedua
dari
pada
dan
ventilasi
aliran
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Rumah
yang sehat juga memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya udara yang masuk kedalam ruangan rumah,
terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan
media/tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit
penyakit. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteribakteri pathogen didalam rumah.luas lantai bangunan rumah sehat harus
cukup, untuk penghuni didalamnya artinya luas lantai bangunan rumah
tersebut
harus
bangunan
disesuaikan
yang
tidak
dengan
sebanding
jumlah
penghuninya.
Luas
dengan
penghuninya
akan
menurunya
kemampuan
menyediakan
lingkungan
peningkatan
jumlah
balita
yang
termasuk
rentan
ISPA
terhadap
pada
pencegahan
merupakan
komponen
strategi
dalam
meningkatnya
tingkat
pendidikan
pada
keluarga
pemahaman
akan
masyarakat
dimana
ventilasi
dapat
memelihara
kondisi
atmosphere
yang
kali
ini
akan
menyebabkan
mukosa
membengkak
dan
merupakan
tanda
bahwa
paru-paru
sedang
berusaha
infeksi
saluran
pernafasan
akut
(ISPA).
batuk
akan
terdapat
mau makan.
Pathogenesis
demam
sitoksin
mengaktifkan daerah preptik hipotalamus, sitokin juga di hasilkan dari selsel ssp (system syaraf pusat) apabila terjadi rangsangan oleh infeksi dan
sitoksin tersebut mungkin bekerja secara langsung pada pusat-pusat
pengatur suhu. Demam yang di timbulkan oleh sitoksin mungkin di
sebabkan oleh pelepasan prostaglandin ke dalam
hipotalamus yang
memegang
telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan cara
menekan telinganya dan bayi biasanya akan menangis dengan keras).
Kadang kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah juga disertai
muntah atau diare. karena bayi yang menderita batuk pilek sering
menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya
OMA dan juga dapat menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu
dikonsul dibagian THT. biasanya bayi dilakukan parasintesis jika setelah
48-72 jam diberikan antibiotika jika keadaan tidak membaik. Parasintesis
bawah
dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang
konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai
dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.
4. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam,
menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia
yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal.
Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemi yang hebat dan
ditumpangi oleh infeksi bakterial.
5. Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit beberapa
hari yang disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering menimbulkan
vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus.
6. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (cruop), yaitu suatu kondisi
serius yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea, dan
stridor inspirasi yang disertai sianosis (Djojodibroto, 2009).
2.6. Penatalaksanaan
Menurut Rasmaliah (2005) penatalaksan ISPA ada tiga:
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
2. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan
tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya.
2.6.1 Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA:
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh,
diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung
yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
2.7. Pengetahuan
2.7.1 Konsep Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sanagat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian Roger
(1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadosi perilaku baru
(berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yakni:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
sama lain. Kemampuan analisis dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
lainnya.
5. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dinamakan sintesis. Dengan
kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada, seperti dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan dan lainnya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria yang ada.
2.7.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
perilaku seseorang. Dalam perilaku seseorang banyak faktor yang memengaruhi,
termasuk juga akan memengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Menurut
Green (1980) perilaku dipengaruhi tiga faktor utama yaitu:
a. Faktor predisposisi (Predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang di anut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berprilaku
kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil, diperlukan
pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan
kehamilan, baik bagi kesehatan ibu itu sendiri maupun janinnya.
Antihistamin
2.8.2.3. KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi oedema subglotis dengan
cara menekan proses inflamasi lokal. Sampai saat ini efektivitas
kortikosteroid masih diperdebatkan, namun hasil suatu studi meta-analisis
menunjukkan bahwa steroid mampu mengurangi gejala dalam 24 jam
serta mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Kortikosteroid
mengatur mekanisme humoral maupun seluler dari respon inflamasi
dengan cara menghambat aktivasi dan infiltrasi eosinofil, basofil dan mast
cell ke tempat inflamasi serta mengurangi produksi dan pelepasan faktorfaktor inflamasi (prostaglandin, leukotrien). Selain itu kortikosteroid juga
bersifat sebagai vasokonstriktor kuat.
Contoh : Deksametason, Prednison.
2.8.2.4. DEKONGESTAN
Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simtomatik pada beberapa
kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang,
sinus serta mukosa tuba eustachius.
Contoh : Pseudoefedrin, Nafazolin.
2.8.2.5. BRONKHODILATOR
Penggunaan klinik bronkhodilator pada infeksi pernapasan bawah
adalah pada kasus bronkhitis kronik yang disertai obstruksi pernapasan.
Contoh : Aminofilin, Salbutamol, Efedrin.
2.8.2.6. MUKOLITIK
Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus
yang kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi
tambahan pada bronkhitis, pneumonia. Pada bronchitis kronik terapi
dengan mukolitik hanya berdampak kecil terhadap reduksi dari
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Resep
Resep yang dianalisa adalah resep ISPA pasien Ny. X yang diterima dan
dilayani oleh Apotek Kimia Farma No. 2 Senen, Jalan Senen Raya No. 66
Jakarta Pusat 10410 pada bulan September 2016, Resep dapat dilihat pada
Gambar berikut:
1. Profil obat
R/ 1
No.
1
2
Profil obat
Nama dagang
Nama generik
Indikasi
Mekanisme kerja
Dosis lazim
Keterangan
Alpara
Parasetamol 500mg, dekstrometorfan HBr 15
mg, klorfeniramin maleat 2 mg,
fenilpropanolamin hidroklorida 125mg
Meredakan influinza yang disertai gejala
demam, pilek, bersin, sakit kepala dan batuk
R/ 2
No.
1
2
3
4
5
Profil Obat
Nama Generik
Nama Dagang
Indikasi
Mekanisme Kerja
Dosis Lazim
Keterangan
Cefixime
Ceptik
Antiinfeksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri
Dewasa 200mg- 400mg/hr
Bentuk Sediaan/
Kapsul 100mg
Potensi,
Bentuk Sediaan lain/
Potensi
Penyimpanan
R/ 3
No.
1
2
3
4
Profil Obat
Nama Generik
Nama Dagang
Indikasi
Mekanisme
Keterangan
dexamethasone
Dexamethason, dexaharsen
Mengatasi gejala inflamasi akut, penyakit alergi,
Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil,
Kerja
Dosis Lazim
Bentuk Sediaan/
Potensi,
Bentuk Sediaan
7
lain/ Potensi
Penyimpanan
R/4
No.
11
2
3
Profil Obat
Nama Generik
Nama Dagang
Indikasi
Keterangan
Ambroxol
Mucopect
Mukolitik penyakit saluran pernafasan akut dan kronis,
Mekanisme Kerja
Dosis Lazim
Bentuk Sediaan/
Potensi,
Tablet 30mg
Sirup 15mg/mL, 30mg/5mL, kapsul 75mg
Bentuk Sediaan
lain/ Potensi
7
Penyimpanan
2. Skrining Resep
A. Skrining Administratif
No
Persyaratan Administratif
Ada
Tidak Ada
1 Nama Dokter
5 Paraf Dokter
6 Nama Pasien
7 Alamat Pasien
8 Umur Pasien
11 Nama Obat
Kesimpulan: Secara administratif resep kurang lengkap karena tidak ada nama dokter
SIP namun dapat dilayani karena dokter praktek di poliklinik.
B. Skrining Farmasetik
Penulisan Bentuk Sediaan Yang Diminta
No.
1
2
Nama Obat
Alpara
Sefixime
Bentuk Sediaan
Kaplet
Tablet
3
Dexamethasone
Tablet
4
Ambroxol
Tablet
Bentuk
Mekanisme
Obat
Interaksi
Rekomendasi
Nama obat
Dosis lazim
.
1.
2.
Dosis resep
Sekali
Sehari
Alpara
Cefixime
1 kaplet
100mg
3.
Dexamethason
0,5 mg
e
4.
Ambroxol
30mg
1x3= 3 kaplet
100mgx2:
200mg
0,5 mg x 3: 1,5 Dewasa: 0,75-9 mg / hari
dalam dosis terbagi setiap 6-12
mg
jam
2 dosis terbagi
Sesuai
No.
1.
2.
3.
4.
Ket.
Kontra Indikasi
-
3. Penyiapan obat
a. Penyiapan Obat
1) Ambil alpara sebanyak 10 tablet masukkan ke dalam klip obat dan beri
etiket warna putih kemudian tandai 3 x sehari 1 tablet.
2) Ambil cefixime sebanyak 10 tablet masukkan ke dalam klip obat dan beri
etiket warna putih kemudian tandai 2 x sehari 1 tablet. Obat harus
dihabiskan
3) Ambil dexamethasone sebanyak 10 tablet masukkan ke dalam klip obat
dan beri etiket warna putih kemudian tandai 3 x sehari 1 tablet.
4) Ambil ambroxol sebanyak 10 tablet masukkan ke dalam klip obat dan beri
etiket warna putih kemudian tandai 3 x sehari 1 tablet.
b. Etiket
c. Pengemasan
Masing- masing obat dikemas pada plastik terpisah dan diberi etiket sesuai
dengan nama obat yang tercamtum pada etikat. Kemasan plastik harus bersih, tidak
berbau dan tertutup sehingga obat tidak keluar/jatuh.
d. Penyerahan obat
Pemberian Informasi Obat
No
1.
Nama Obat
Alpara
2.
Cefixime
3.
Dexamethasone
4.
Ambroxol
Informasi Obat
Aturan Pakai : 3 kali sehari 1 tablet
Cara Penyimpanan : Simpan pada suhu kamar 20C hingga
25C. Telindungi dari kelembaban.
Lama Terapi : 3 hari
Aturan Pakai : 2 kali sehari 1 tablet (habiskan)
Cara Penyimpanan : Simpan pada suhu kamar 20C hingga
25C. Telindungi dari kelembaban.
Lama Terapi : 5 hari
Aturan Pakai : 3 kali sehari 1 tablet
Cara Penyimpanan : Simpan pada suhu kamar 20C hingga
25C. Telindungi dari kelembaban.
Lama Terapi : 3 hari
Aturan Pakai : 3 kali sehari 1 tablet
penicillin V.
Gangguan saluran cerna seperti mual, diare pada pemakaian
Tanda-tanda
alergi/hipersensitivitas,
Steven-Johnson
pada
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis lembar resep ISPA pasien Ny. X yang diterima dan
dilayani oleh Apotek Kimia Farma No. 2 Senen, Jalan Senen Raya No. 66 Jakarta
Pusat 10410 pada bulan September 2016 dapat disimpulkan bahwa:
paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.
Berdasarkan hasil kajian pertimbangan klinis, resep yang diterima rasional
sehingga dapat diproses untuk penyiapan obat dan diserahkan ke pasien,
namun masih ada data yang perlu dilengkapi seperti berat badan pasien dan
yang kurang jelas atau kurang sesuai menurut literatur yang valid.
Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien tidak hanya mengenai
terapi yang sedang diterima tetapi juga mengenai terapi non farmakologi yang
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien serta motivasi untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani terapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. (2006). Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Djuanda, Adhi., et al. (2015). MIMS Petunjuk Konsultasi. (Ed 15). Jakarta:
Infomaster Lisensi
Ikatan Apoteker Indonesia. (2014). Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: ISFI
Penerbitan