Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Sedimentologi

merupakan

ilmu

yang

mempelajari

sedimen

atau

endapan

(Wadell,1932). Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari
proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, transportasi
oleh air, es , angin, dll, dan pada akhirnya terendapkan.
Sedimentologi dapat pula dikatakan sebagai

cabang ilmu dari geologi

(earthscience/geoscience) yang mempelajari proses-proses pembentukan, transportasi dan


pengendapan material yang terakumulasi sedimen di lingkungan darat dan laut hingga
membentuk batuan sedimen. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat proses
pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi
dan seterusnya terendapkan . Batuan sedimen adalah salah satu dari kelompok utama batuan
yang terbentuk melalui tiga cara utama,yaitu pelapukan batuan,pengendapan karena aktivitas
biogenic dan pengendapan dari larutan. Batuan sedimen dapat juga dikatakan merupakan batuan
hasil rombakan batuan lainnya yang terbentuk setelah melalui pelapukan, erosi, transportasi,
deposisi dan litifikasi atau istilah yang demikian itu disebut sebagai sedimentasi. Sedimentasi
sendiri adalah segala proses pelapukan, erosi, transportasi, deposisi, dan litifikasi dalam
pembentukan batuan sedimen. Batuan sedimen sendiri bisa berasal dari batuan beku, batuan
metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri.

Pada bab-bab selajutnya akan dibahas aspek-aspek mengenai batuan sedimen seperti
Pelapukan, transport sedimen, tekstur batuan sedimen, struktur batuan sedimen, klasifikasi
batuan sedimen, facies serta lingkungan pengendapan batuan sedimen.

BAB 1
PELAPUKAN
Pada dasarnya batuan sedimen berasal dari rombakan (erosi daratan) yang mengalami
transportasi dan akhirnya terendapkan di suatu tempat. Proses pembentukan batuan sedimen
dimulai dengan proses pelapukan terhadapan batuan asal. Pelapukan dapat dikatakan sebagai
proses penghancuran massa batuan, baik secara fisika,kimiawi maupun biologis. Batuan yang
tersingkap akan bersentuhan dengan atmosfera dan air, sehingga akan berada dalam lingkungan
kimiawi dan fisik yang rumit. Apabila batuan itu adalah batuan kristalin (batuan beku dan
metamorf) yang sebelumnya terbentuk didalam keadaan suhu dan tekanan yang tinggi, maka
pada saat tersingkap batuan tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan tekanan dan suhu permukaan
yang rendah, dipengaruhi pula oleh air dan O2 dari udara dan kegiatan organism. Air yang telah
bersenmyawa dengan udara dari atmosfer akan memasuki rekahan-rekahan dan ruang-ruang
yang tersedia di dalam batuan. Kehadirannya akan mengubah mineral-mineral yang membentuk
batuan tersebut dengan cara bersenyawa secara kimiawi. Air juga dapat menghancurkan batuan,
batuan dengan cara mengembang pada saat memebeku didalam ruang-ruang pada batuan.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada batuan-batuan itu yang disebakan karena pengaruh
atmosfera, hydrosfera dan organisma

Gambar 1.1 Proses Pelapukan 1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelapukan


Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya pelapukan batuan, yaitu sebagai
berikut:
(1) Keadaan struktur batuan
Struktur batuan adalah sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki oleh batuan. Sifat
fisik batuan, misalnya warna batuan, sedangkan sifat kimia batuan adalah unsurunsur kimia yang terkandung dalam batuan tersebut. Kedua sifat inilah yang
menyebabkan perbedaan daya tahan batuan terhadap pelapukan. Batuan yang
mudah lapuk misalnya batu lempeng (batuan sedimen), sedangkan batuan yang
susah lapuk misalnya batuan beku.
(2) Keadaan topografi
Topografi muka bumi juga ikut mempengaruhi proses terjadinya pelapukan batuan.
Batuan yang berada pada lereng yang curam, cenderung akan mudah melapuk
dibandingkan dengan batuan yang berada di tempat yang landai. Pada lereng yang
curam, batuan akan dengan sangat mudah terkikis atau akan mudah terlapukkan
karena langsung bersentuhan dengan cuaca sekitar. Tetapi pada lereng yang landai
atau rata, batuan akan terselimuti oleh berbagai endapan, sehingga akan
memperlambat proses pelapukan dari batuan tersebut.
(3) Cuaca dan iklim
Unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi proses pelapukan adalah suhu udara,
curah hujan, sinar matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang memiliki iklim
lembab dan panas, batuan akan cepat mengalami proses pelapukan. Pergantian
temperatur antara siang yang panas dan malam yang dingin akan semakin
mempercepat pelapukan, apabila dibandingkan dengan daerah yang memiliki iklim
dingin.
(4) Keadaan vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan juga akan mempengaruhi proses pelapukan, sebab
akar-akar tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah batuan. Apabila akar
tersebut semakin membesar, maka kekuatannya akan semakin besar pula dalam
menerobos batuan. Selain itu, serasah dedaunan yang gugur juga akan membantu
mempercepat batuan melapuk. Sebab, serasah batuan mengandung zat asam arang
dan humus yang dapat merusak kekuatan batuan.
Jenis Jenis Pelapukan

Dilihat dari prosesnya, pelapukan dapat terbagi menjadi dua jenis yaitu :
(1)Pelapukam Mekanis
Pelapukan mekanis (fisik) atau disintegrasi merupakam pelapukan dimana
batuan akan mengalami penghancuran tanpa menimbulkan perubahan terhadap sifatsifat kimiawinya (susunannya).

Gambar 1.2 Proses Pelapukan Mekanis

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelapukan mekanik, yaitu sebagai berikut.
(a) Akibat perbedaan temperatur
Batuan akan mengalami proses pemuaian apabila panas dan sekaligus
pengerutan pada waktu dingin. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka
lambat laun batuan akan mengelupas, terbelah, dan pecah menjadi bongkah-bongkah
kecil.
(b) Akibat erosi di daerah pegunungan.
Air yang membeku di sela-sela batuan volumenya akan membesar,
sehingga air akan menjadi sebuah tenaga tekanan yang merusak struktur batuan.
(c) Akibat kegiatan makhluk hidup seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Akar tumbuhan akan merusak struktur batuan, begitu juga dengan hewan
yang selalu membawa butir-butir batuan dari dalam tanah ke permukaan. Selain
makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan, manusia juga memberikan andil dalam
terjadinya pelapukan mekanis (fisik). Dengan pengetahuannya, batuan sebesar kapal
dapat dihancurkan dalam sekejap dengan menggunakan dinamit.

(d) Akibat perubahan air garam menjadi kristal


Jika air tanah mengandung garam, maka pada siang hari airnya menguap
dan garam akan mengkristal. Kristal garam ini tajam sekali dan dapat merusak
batuan pegunungan sekitarnya, terutama batuan karang.
(2) Pelapukan kimiawi
Pelapukan kimiawi, yaitu proses pelapukan massa batuan yang disertai
dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk tersebut. Pelapukan ini terjadi
dengan bantuan air, dan dibantu dengan suhu yang tinggi. Proses yang terjadi dalam
pelapukan kimiawi ini disebut dekomposisi.Terdapat empat proses yang termasuk
pada pelapukan kimia, yaitu sebagai berikut.
(a) Hidrasi, yaitu proses batuan yang mengikat batuan di atas permukaan saja.
(b) Hidrolisa
Yaitu proses penguraian air (H2O) atas unsur-unsurnya menjadi ion-ion
positif dan negatif. Jenis proses pelapukan ini terkait dengan pembentukan tanah liat.
(c) Oksidasi, yaitu proses pengkaratan besi.
Batuan yang mengalami proses oksidasi umumnya akan berwarna
kecoklatan, sebab kandungan besi dalam batuan mengalami pengkaratan. Proses
pengkaratan ini berlangsung sangat lama, tetapi pasti batuan akan mengalami
pelapukan.
(d) Karbonasi
Yaitu pelapukan batuan oleh karbondioksida (CO2). Gas ini terkandung
pada air hujan ketika masih menjadi uap air. Jenis batuan yang mudah mengalami
karbonasi adalah batuan kapur. Reaksi antara CO2 dengan batuan kapur akan
menyebabkan batuan menjadi rusak. Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air
dan suhu yang tinggi. Air yang banyak mengandung CO2 (Zat asam arang) dapat
dengan mudah melarutkan batu kapur (CaCO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan
dan dapat menimbulkan gejala karst. Proses pelapukan batuan secara kimiawi di
daerah karst disebut kartifikasi.

Hasil dari pelapukan-pelapukan tersebut selanjutnya akan mengalami transportasi


yang dilakukan oleh agen-agen transpotasi melalui beberapa cara yang akan memindahkan
material sedimen hasil pelapukan menuju lingkungan pengendapan yang ada.

BAB 2
TRANSPORT SEDIMEN
Material sedimen yang terbentuk dari hasil pelapukan selanjutnya mengalami
pengangkutan dan pengendapan melalui proses transportasi sedimen. Proses transportasi yang
membawa material dipengaruhi oleh pergerakan agen transportasinya, antara lain angin, air atau
masa aliran. Tipe dan kecepatan dari media transportasi serta jumlah dari ukuran material yang
dibawa akan menentukan asal muasal sedimen yang telah terakumulasi.

Gambar 2.1 Mekanisme Transport Sedimen

Mekanisme transport sedimen dapat terjadi dalam dua garis besar, yaitu Mass
Wasting dan Fluid Dynamics. Berikut penjelasan mengenai kedua mekanisme tersebut :
1. Mass Wasting

Sedimen bergerak akibat adanya proses gravity driven (gaya dorong beban
yang menimbulkan interaksi antar sedimen).
Akibat dari proses ini batuan yang dihasilkan bisanya memiliki butiran yang
menyudut dan bertekstur kasar, karena biasanya proses mass wasting ini terjadi dalam jalak yang
pendek ataushort distance. Gravity flow yang menyebabkan proses ini biasanya disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti : pelapukan, hujan, dan proses tektonik (gempa bumi). Mass
wasting dapat juga diartikan sebagai mass movement atau pergerakan massa. Beberapa contoh
dari mass wasting ini ialah : landslides, mudslides, slump dan creep.

2. Fluid Dynamics
Fluid dinamycs atau dinamika fluida berhubungan dengan dua macam arus, yaitu arus
Sedimen bergerak akibat adanya gaya dalam air atau fluida.
laminar (laminar flow) dan arus turbulen (turbulent flow).

Gambar 2.2 Arus Laminar

Merupakan aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan-lapisan (laminar)


membentuk garis-garsi alir yang tidak berpotongan satu sama lain. Arus ini cenderung memiliki
kecepatan arus yang relatif rendah dan arah arus yang relatif lurus.

Gambar 2.3 Arus Turbulen

Merupakan aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak
stabil dengan kecepatan berfluktasi yang saling interaksi. Akibat dari hal tersebut makan garis
aliran antar partikel fluidanya menjadi saling berpotongan. Arus ini memiliki kecepatan arus
yang ralatif tinggi.
Arus Laminar dan Turbulent ini ditentukan oleh suatu bilangan yang disebut
sebagai bilangan Reynold (Reynold number).
Reynolds Number

Re = geometry of flow (e.g., water depth)


V = flow velocity
r = fluid density
m = dynamic viscosity

Dari hasil bilangan Reynolds tersebut dapat dilihat apakah arus yang ada
merupakan arus laminar atau turbulen, suatu arus dikatan sebagai arus laminar apabila arus
tersebut memiliki nilai bilanga Reynolds atau Re ~ 500-2000, dan dapat dikatakan sebagai arus
turbulen jika arus tersebut memiliki Re >> 2000.
Dalam dinamika fluida Ada dua kelompok cara pengangkutan sedimen dari
batuan induknya ke tempat pengendapannya, yakni supensi (suspendedload) dan bedload
transport. Berikut ini penjelasan mengenai dua cara pengangkutan sedimen tersebut.

Gambar 2.4 Suspended dan Bed Load

a) Suspended Load
Sedimen layang (suspensi) adalah material yang terbawa arus dengan cara
melayang-layang dalam air, transpor butiran dasar yang tersuspensi oleh gaya
gravitasi yang diimbangi gaya angkat yang terjadi pada turbulensi aliran.
Itu berarti butiran dasar terangkat ke atas lebih besar atau kecil tapi pada
akhirnya akan mengendap dan kembali ke dasar sungai. Cirilain dari jenis ini
adalah butir sedimen yang diangkut tidak pernah menyentuh dasar aliran.proses
suspensi ini sangat dipengaruhi oleh besar butir dan bentuk butir dari partikel
yang terbawa. Disamping itu kecepatan arus dan sifat arus juga sangat
berpengaruh terhadap proses suspense dan besar butir yang mengalami suspensi.

b) Bed Load
9

Dapat diartikan sebagau transpor dari butiran sedimen secara menggelinding


(rolling), menggeser(sliding)

dan melompat (saltation) yang terjadi di dasar

saluran.

Gambar 2.3 Gaya pada sedimen

Gambar 2.4 Pergerakan Sedimen

Bed load dapat juga disebabkan karena adanya arus traksi, Arus traksi adalah arus
suatu media yang membawa sedimen didasarnya. Pada umumnya gravitasi lebih
berpengaruh dari pada yang lainya seperti angin atau pasang-surut air laut.
Sedimen yang dihasilkan oleh arus traksi ini umumnya berupa pasir yang
berstruktur silang siur, dengan sifat-sifat:

Pemilahan baik
Tidak mengandung masa dasar

10

Ada perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah
(coarsening upward) tetapi bukan perlapisan bersusun (graded bedding).

Gambar 2.5 fining upward dan coarsening upward

Seluruh cara transportasi ini penting karena akan mempengaruhi besar butir. Setiap
lingkungan pengendapan mempunyai cirri mekanisme fluida tersendiri yang menyebabkan cara
transportasi tersendiri yang akhirnya memberikan hasil populasi besar butit tersendiri pula.

BAB 3
TEKSTUR BATUAN SEDIMEN
Tekstur adalah sifat-sifat butiran atau hubungan antara butir dari batuan. Pada
hakikatnya setiap batuan terdiri dari butiran. Sifat-sifat dari setiap butiran ini penting bagi

11

penentu sifat-sifat fisik maupun penentu proses terjadinya batuan tersebut, baik untuk
mendeskripsi elemen-elemen batuan sedimen maupun untuk meneliti sedimentasi (interpretasi
mekanisme dan lingkungan pengendapannya). Dengan mempelajari tekstur batuan sedimen,
dapat diketahui hal-hal sebagai berikut :
1. Tipe lingkungan mana bataun tersebut berasal (lingkungan tempat batuan tersebut
mengalami pelapukan)
2. Agen yang mengangkutnya
3. Tempat sedimen diendapkan, dan
4. Proses litifikasi, yang menyebabkan terbentuknya batuan.
Menurut Tucker (1985) unsur tekstur batuan sedimen mencakup :
1. Ukuran butir (Grain size) dan distribusinya
2. Morfologi dan corak permukaan butirnya
3. Fabric semennya, serta
4. Warna
Sedangkan menurut Boggs (1922) tekstur sedimen mencakup tiga sifat yang
mendasar, yaitu:
1. Ukuran butir (Grain size)
2. Bentuk butir (grain shape) yang meliputi bentuk, kebundaran, dan tekstur
permukaan atau mikrorelief
3. fabrik (fabric yang) yang meliputi grain packing dan orientasinya.
William, et al (1985) menyebutkan bahwa individual partikel yang menyusun batuan
sedimen pada umumnya ada dua jenis, yaitu :

1. Seluruh partikel detrital (sebagian besar terrigenous).


Komponen detrital dibagi lagi berdasarkan ukuran

partikelnya

yaitu

kerikil(pebble) , kerakal(cobble), bongkah(boulder), yang secara kolektif disebut


berangkal (gravel); pasir(sand); lanau(silt) dan lempung atau lumpur(clay).
2. Nondetrital (termasuk dalam katergori ini material yang terbentuk oleh presipitasi
kimiawi atau bikomiawi).
Komponen nondetrital hanya terbatas dari kristalisasi atau rekristalisasi dari
larutan pada temperature dan tekanan permukaan atau dekat permukaan.

12

Berdasarkan atas adanya perbedaan pengendapan butirannya, dimana yang satu


diendapkan secara mekanis, sedangkan yang lainnya diendaplan secara presipitasi kimiawi atau
rekritalisasi, maka tekstur batuan sedimen dibagai menjadi dua, yaitu :
1. Tekstur Kalstik
2. Tekstur Nonklastik
Berikut penjelasan mengenai kedua tekstur tersebut:
1. Tekstur Klastik
Tekstur klastik menurut Pettijohn (1954) didefinisikan sebagai aspek geometris dari
partikel komponen suatu batuan, termasuk ukuran, bentuk, dan aturan susunan. Didalam sedimen
klastik dikenal adanya dua unsur tekstur yang penting, yaitu :
a. Butir
Butir (grain) adalah partikel-partikel discrete yang menyusun batuan. Memiliki sifat
klastik berarti pecahan-pecahan, atau pernah lepas.
b. Matriks atau masa dasar, dan semen
Matriks adalah semacam butir (klastik), tetapi sangat halus dan terdapat diantara
butiran sebagai masa dasar. Sedangkan semen adalah bukan butir, tetapi material
pemgisi rongga antar butiran, biasanya amorf atau kristalin.
Berikut ini penjelasan mengenai unsur-unsur pembentuk tekstur klastik:
1.1 Ukuran Butir
Partikel sedimen memiliki ukuran berkisar dari clay hingga boulders, dimana
terminologinya didasrkan pada standar 1 mm, dengan rasio konstan 2 antar interval
kelasnya. Pengaju pertama ukuran butir ini adalah Udden (1898) yang kemudian
dimodifikasi oleh Wentworth (1934) yang keduanya memakai skala mm, sedangkan skal Phi
() diajukan oleh Krumbein (1934). Skala ukuran butir Phi () adalah logaritma negative
dasar 2 dari ukuran butir dalam mm, misalnya mm sama dengan 2log 0,5 = 1.
Skala Udden-Wentworth berkisar dari < 1/256 mm (0,0039mm) hingga > 256
mm, dan diabagi lagi dalam empat kategori utama ukuran (clay, silt, sand dan gravel).
Beberapa kategori utama ini ukurannya dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian seperti
terlihat pada tabel berikut

13

Gambar 3.1 Tabel Ukuran Butir

1.2 Bentuk Butir(kebundaran dan kebolaan)


Bentuk butir umumnya dapat diukur berdasarkan proporsi antar sumbu panajng,
lebar dan tebal.
Kebundaran didefinisikan sebagai ada tidaknya sudut-sudut tajam dalam suatu
butiran klastik. Powers (1953) menggunakan metode visual untuk penentuan bentuk butir.
Dimana metode ini dilakukan dengan cara membandingkan suatu butiran yang teramati
dengan suatu komparator butir, istilah-istilah kebudaran ini adalah sebagai berikut :
Very angular (sangat menyudut)
Angular (menyudut)
Subangular (menyudut tanggung)
Subrounded (membundar tanggung)
Rounded (membundar)
Well rounded (membundar baik)

14

Gambar 3.2 Kebundaran Butiran Sedimen

Pada umumnya, sedimen-sedimen yang terangkut jauh, atau sangat jauh, akan
memiliki derajat kebundaran yang lebih bundar, dibandingkan dengan yang diangkut pada
jarak yang lebih pendek.

Gambar 3.3 Hubungan Jarak dengan kebundaran butiran sedimen

Kebolaan partikel didefinisikan sebagai derajat kedekatan suatu partikel untuk


menghampiri bentuk bola (Wadel,1932). Istilah-istilah seperti bola (sphere), cakram (disk),
papan(blade) dan batang (roller) biasa dipakai untuk menemakan tipe-tipe dasar dari bentuk
butir.
1.3 Kemas (fabric)

15

Kemas dipakai untuuk menyatakan adanyan aturan bersama butir partikel


sedimen, yang mencakup packing (susunan) dan orientasi butirannya. Packing adalah
densitas atau pola jarak butiran mineral pada batuan, sedangkan ada tidaknya orientasi
butiran dapat terbentuk pada waktu pengendapan, ,misalnya adanya kesejajaran sumbu
panjang kerakal. Suatu sedimen dinamakan mempunyai kemas tertutup apabila butir atau
fragmen kontak satu terhadap yang lainnya tidak ada masa dasar(matriks) yang membatasi,
sedangkan dikatakan mempunyai kemas terbuka apabila butirannya terpisah satu dengan
yang lainnya oleh masa dasar (matriks).
1.4 Pemilahan
Pemilahan merupakan derajat penyebaran bentuk ukuran butir suatu sedimen.
Untuk keperluan di lapangan pengkelompokan pemilahan umumnya dipakai metode visual
yaitu dengan membandingkannya terhadapa suatu standar pemilahan (komparator).

Gambar 3.4 Skala Pemilahan Sedimen

2. Tekstur Nonklastik
Tekstur nonklastik yang tipikal adalah tekstur kristalin, yaitu tekstur dimana batuan
terdiri dari agregat kristalin yang tumbuh saling bertumpuan (interlocking). Tekstur demikian
juga dikatakan sebagai crystalline granular atau saccharoidal. Ukuran butir Kristal dapat sama
dalam seluruh batuan, dapat pula tidak berukuran sama. Bila kontak anatara individu-individu
Kristal teratur, maka dinamakan mozaik, sedangkan bila pada keadaan dimana butiran Kristal
terdapat diantara masad dasar (matriks) mikrokristalin, maka dinamakan tekstur mortar.

16

Tekstur kristalin dari suatu batuan sedimen disebabkan oleh beberapa sebab, yaitu :
oleh presipitasi larutan dan oleh pertumbuhan sekunder dari butiran-butiran dentritis, butiranbutiran lepas dari komponen sedimen tumbuh, sehingga saling bertumpangan dengan butiran
disekitarnya dan membentuk tekstur mozaik.

BAB 4
STRUKTUR SEDIMEN
Struktur sedimen adalah kelainan dari bidang perlapisan yang normal (parallel atau
horizontal) . Kelainan-kelainan itu disebabkan karena proses sedimentasi, ataupun sesudah
sedimentasi (Koesoemadinata, 1981).
Struktur sedimen dapat juga dikatakan sebagai suatu fenomena atau kenampakan
struktur tertentu pada batuan sedimen yang merefleksikan proses, mekanisme, dan kondisi

17

tertentu pada saat pengendapan maupun setelah pengendapan. Penetuan struktur sedimen sangat
berguna didalam menentukan lapisan atas (top) dan lapisan bawah (bottom)dari suatu lapisan, ara
arus purba (paleocurrent) dan interpretasi lingkungan pengendapan.
Berdasarkan waktu terbentuknya, struktur sedimen dapat terbagi menjadi dua
(Gore,2004). Antara lain :
1. Struktur Sedimen Primer
Yakni struktur yang terbentuk selama proses pengendapan berlangsung atau tidak
lama setelah pengendapan sedimen tersebut. Contoh contoh struktur sedimen primer antara
lain:

Parallel lamination, yaitu pola kelurusan butiran, mineral, fosil, dan material lainnya

dengan ketebalan < 1cm.


Ripple mark, yaitu jejak gelembur gelombang, yang merefleksikan kondisi arus pada
saat pengendapan batuan tersebut.

Gambar 4.1 Ripple Mark

Dune and Sand Wave, yaitu struktur sedimen berbentuk gumuk pasir yang juga dapat
merefleksikan kondisi arus pada saat itu.

18

Gambar 4.2 Dune Sand Wave

Cross Stratification, yaitu struktur berbentuk silang siur yang membentuk sudut
terhadap bidang perlapisan.

Gambar 4.3 Cross Stratification

Nodules, struktur nodul ini disebut juga konkresi. Umumnya terbentuk pada sedimen
setelah pengendapan. Terdapan dalam bentuk tampalan-tampalan dari sementasi
sedimen tertentu. Mineral mineral pembentuk nodul biasanya berbutir halus dari
kalsit, dolomit, siderit, pirit, kuarsa, dan anhidrit.

19

Gambar 4.4 Nodules

Lenticular, yaitu lensa-lensa pasir di dalam lapisan batulempung.

Gambar 4.5 Leticular

Flaser, yaitu lensa-lensa lempung di dalam lapisan batupasir.

Gambar 4.5 Leticular

20

2. Struktur Sedimen Sekunder


Yakni struktur sedimen yang terbentuk setelah sedimentasi berlangsung (terbentuk
batuan sedimen). Struktur sedimen sekunder contohnya adalah :
a. Struktur Erosional (terbentuk karena proses erosi oleh arus atau material yang
terbawa arus): flute cast, groove cast, prod marks, dll.

Gambar 4.6 Flute cast

b. Struktur Deformasi (terbentuk oleh adanya gaya), contohnya : Slump structure,


convolute sand dike, load cast, dll.

Gambar 4.7 Slump Stucture

21

c. Struktur Biogenik (terbentuk oleh aktivitas hewan-hewan, contohnya ; trace


fossil, bioturbation, dll

Gambar 4.8 Tracefossil

Struktur sedimen berbeda-beda dan banyak terdapat di berbagai jenis litologi.


Struktur sedimen terbentuk melalui proses fisika dan kimia, selama dan setelah proses
pengendapan, serta juga karena proses biogenic. Sehingga dikenali beberapa kategori stuktur
sedimen (Tucker, 1982), antara lain :
a. Struktur Sedimen Erosional -> Sekunder
Merupakan stuktur sedimen yang terbentuk karena erosi oleh arus air atau oleh
material yang terbawa arus. Struktur sedimen kelompok ini antar lain;
- Sole mark : Flute Mark, Groove Mark, Tool Mark
- Scour mark : Channels, yang terdapat dibawah permukaan suatu lapisan.
b. Struktur Sedimen Pengendapan -> Primer
Berbeda dengan struktur sedimen erosional yang berada di bawah lapisan,
struktur sedimen pengendapan terdapat dibagian atas permukaan lapisan. Struktur
sedimen pengendapan antara lain ; Perlapisan (stratification) : Lapisan (bedding),
laminasi, perlapisan sialng siur (cross-stratification), gelembur (ripple), dan
retakan lempung (mudcrack).
Khusus pada batugamping terdapat beberapa struktur seperti cavity

dan

stroomatcolite yang terbentuk melalui sementasi selam proses pengendapan dan


pelarutan (Tucker, 1982).
c. Stuktur Sedimen Biogenik -> Sekunder
22

Struktur sedimen biogenik merupakan struktur yang terbentuk akibat aktivitas


organisme yang berinteraksi dengan sedimen. Organisme dapat berupa hewan
yang berjalan atau menggali pada sedimen tertentu, dapat berupa akar tanaman
yang mempenetrasi sedimen, atau dapat berupa koloni bakteri yang terperangkap
dan terikat pada sedimen sehingga membentuk struktur perlapisan tertentu.

BAB 5
KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN
Klasifikasi adalah suatu usah untuk menggolongkan objek dalam kelas-kelas atau
kategori terhadap mana suatu nama dapat diberikan, sehingga kelas-kelas dan kategori tersebut
dapat mewakili pemerian yang diwakili dengan baik.
Raymond (2002)

telah membagi batuan sedimen menjadi 3 kelompok besar,

berdasarkan proposi material-material penyusunnya. Ketiga kelompok itu adalah :


1. Kelompok S (kelompok batuan Silisiklastik),
2. Kelompok P (kelompok batuan Presipitat), dan
3. Kelompok A (kelompok batuan Alokhem)

23

Gambar 5.1 diagram segitiga yang


memperlihatan batuan menjadi 3 kelompok
utama

1. Kelompok S (kelompok batuan Silisiklastik)


Batuan sedimen silisiklastik merupaka batuan yang terbentuk dari fragmen-fragmen
batuan yang lain atau batuan asli. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf atau
sedimen. Fragmentasi bataun asal tersebut dimulai darai pelapukan mekanis (disintegrasi)
maupun secara kimiawi (dekomposisi), kemudian tererosi dan tertransportasi menuju
suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mulai
mengalami diagenesa, yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada
temperature rendah didalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi terjadi (W.T.
Huang, 1962).
Batuan silisiklastik berdasarkan besar butirnya dikelompokan menjadi kelompuk
mudrock, batupasir, dan konglomerat atau breksi. Fragmen rombakan bisa jadi terdiri dari
fragmen batuan tetapi pada umumnya tersusun atas minerak oaling stabil dan feksoar,
sedangkan butiran yang berukuran halus akan menjadi batulanau, batulempung, maupun
sebagai matriks dalam batupasir, breksi dan konglomerat.

24

Tabel 5.1 Klasifikasi batuan sedimen kelompok S menurut South


Carolina Geological Survey, 2005

2. Kelompok P (kelompok batuan Presipitat)


Presipitat kimiawi dan biokimiawi adalah sedimen atau batuan yang bertekstur
kristalin, umumnya berbutir halus afanitik. Sedimen atau batuan sedimen ini dihasilkan
oleh reaksi kimia anorgani (prisipita kimiawi), atau dari reaksi kimia karena kehidupan
tumbuh-tumbuhan atau binatang (presipitat biokimiawi). Presipitat ini membentuk
seluruh batuan, atau menyemen butiran-butiran menjadi suatu batuan.
Pada kedua kasus diatas, presipitat ditafsirkan sebagai suatu autigenik: oleh karena
batuan ini terbentu in-situ, dan biasanya akan terkristalisasi.
Comtoh dari batuan presipitat ialah terdiri dari batugamping, batudolo, rijang,
evaporit, dan batuan-batuan lain yang penyusun utamanya material presipitat.
3. Kelompok A (kelompok batuan Alokhem)
Kelompok Alokhem dapat diartikan sebagai fragmen-fragmen yang berasla dari
presipitat kimiawi atau biokimiawi yang telah terbentuk lebih dahulu. Meliputi: frgamenfragmen fosil, ooid-ooid, material material organi, dan fragmen-fragmen bataun asal
presipitat kimiawi dan biokimiawi.
Batuan keli=ompok ini sangat banyak ditemukan dalam beberapa bataun gamping
dan rijang (chert), material yang berasal dari cekungan pengendapan (bukan berasal dari
luar cekungan). Materilanya berbeda dengan fragmen-fragmen silisiklastik yang berasal
dari suatu provenans.

25

BAB 6
LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN FACIES
SEDIMEN
Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses
fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988).
Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu
tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu
jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses
26

tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan
pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen
statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan
elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan
air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia
dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas,
kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan
perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan
maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.
Fasies

merupakan

bagian

yang

sangat

penting

dalam

mempelajari

ilmu

sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa dalam mempelajari lingkungan pengendapan


sangat penting untuk memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan sedimentasi
(sedimentary environment) dengan lingkungan facies (facies environment). Lingkungan
sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi
menghasilkan tubuh batuan yang dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang spesifik.
Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang dibedakan oleh litologi, struktur dan
karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda
oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat bahwa fasies merupakan ciri
dari suatu satuan batuan sedimen. Ciri-ciri ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti
ukuran tubuh sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta kandungan biologi
dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed
medium sandstone facies). Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada
kepentingannya:

Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuan
Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan
Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan
Secara garis besar lingkunga pengendapan dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Lingkungan pengendapan daratan


Kumpulan dari berbagai lingkungan pengendapan yang ada di darat.

27

Gambar 6.1 Lingkungan pengendapan sedimen di darat.

A. Kipas Aluvial (Alluvial fan)


Endapan menyerupai kipas yang terbentuk di kaki gunung. Alluvial fan umum berada di
daerah kering sampai semi-kering dimana curah hujan jarang tetapi deras, dan laju erosi
besar. Endapan alluvial fan khas akan kuarsa, pasir dan gravel bersorting buruk.

Gambar 6.2 Aluvial fan, western US

B. Lingkungan Fluvial (Fluvial Environments)


Mencakup braided river, sungai bermeander, dan jeram. Saluran-saluran sungai, ambang
sungai, tanggul, dan dataran-dataran banjir adalah bagian dari lingkungan fluvial.

28

Endapan di saluran-saluran sungai terdiri dari kuarsa, gravel dengan kebundaran baik,
dan pasir. Ambang sungai terbentuk dari gravel atau pasir, tanggul-tanggul terbuat dari
pasir berbutir halus ataupun lanau. Sementara, dataran-dataran banjir ditutupi oleh
lempung dan lanau.

Gambar 4.3 Sungai tipe Meander

C. Lacustrine environments (danau)


Mempunyai karakteristik yang bermacam-macam; besar atau kecil, dangkal atau dalam;
diisi oleh sedimen evaporit, karbonatan, atau terrigeneous. Sedimen berbutir halus dan
bahan organic yang mengendap pada beberapa danau menghasilkan serpih berlapis yang
mengandung minyak.
D. Gurun (Aeolian or aolian environments)
Biasanya berupa daerah luas dengan bukit-bukit dari endapan pasir. Endapan pasir
mempunyai sorting yang baik, kebundaran yang baik, cross-bedded tanpa adanya asosiasi
dengan gravel atau lempung.
E. Rawa (Paludal environments)
Air yang diam dengan tumbuhan hidup didalamnya. Terdapat endapan batu bara.

29

2. Lingkungan pengendapan transisi


Lingkungan pengendapan transisi adalah semua lingkungan pengendapan yang berada
atau dekat pada daerah peralihan darat dengan laut.

Gambar 6.4 Lingkungan Pengendapan Transisi

A. Delta
Endapan berbentuk kipas, terbentuk ketika sungai mengaliri badan air yang diam seperti
laut atau danau. Pasir adalah endapan yang paling umum ditemui.

30

Gambar 6.5 Lingkungan pengendapan delta

B. Pantai dan barrier islands


Didominasi oleh pasir dengan fauna marine. Barrier islands terpisah dari pulau utama
oleh lagoon. Umumnya berasosiasi dengan endapan tidal flat.

Gambar 6.6 Lingkungan pengendapan pantai

C. Lagoons
Badan dari air yang menuju darat dari barrier islands. Lagoons dilindungi dari
gelombang laut yang merusak oleh barrier islands dan mengandung sediment berbutir
lebih halus dibandingkan dengan yang ada di pantai (biasanya lanau dan lumpur).
Lagoons juga hadir di balik reef atau berada di pusat atoll.
D. Tidal flats:
Membatasi lagoons, secara periodik mengalami pasang surut (biasanya 2 kali sehari),
mempunyai relief yang rendah, dipotong oleh saluran yang bermeander. Terdiri dari
lapisan-lapisan lempung, lanau, pasir halus. Stromatolit dapat hadir jika kondisi
memungkinkan.

31

Gambar 5. Lingkungan pengendapan pasang surut

3. Lingkungan pengendapan laut


Lingkungan pengendapan laut adalah semua lingkungan pengendapan yang berada
di laut atau samudera.
A. Reefs
Tahan terhadap gelombang, strukturnya terbentuk dari kerangka berbahan calcareous dari
organisme seperti koral dan beberapa jenis alga. Kebanyakan reef zaman resen berada
pada laut yang hangat, dangkal, jernih, laut tropis, dengan koordinat antara garis lintang
30oN dan 30oS. Cahaya matahari diperlukan untuk pertumbuhan reef.

32

Gambar 6.7 Lingkungan pengendapan terumbu karang

B. Continental shelf
Terletak pada tepi kontinen, relative datar (slope < 0.1o), dangkal (kedalaman kurang dari
200 m), lebarnya mampu mencapai beberapa ratus meter. Continental shelf ditutupi oleh
pasir, lumpur, dan lanau.
C. Continental slope dan continental rise
Terletak pada dasar laut dari continental shelf. Continental slope adalah bagian paling
curam pada tepi kontinen. Continental slope melewati dasar laut menuju continental rise,
yang punya kemiringan yang lebih landai. Continental rise adalah pusat pengendapan
sedimen yang tebal akibat dari arus turbidity.

D. Abyssal plain
Merupakan lantai dasar samudera. Pada dasarnya datar dan dilapisi oleh very finegrained sediment, tersusun terutama oleh lempung dan sel-sel organisme mikroskopis
seperti foraminifera, radiolarians, dan diatom.

33

Gamab 6.7 Lingkungan Pengendapan Laut

DAFTAR PUSTAKA
Syafri, Ildrem. 2002. Modul Petrologi. Pusat pendidikan dan pelatihan Geologi.
Nichols, Gary . 2009. Sedimnetology and stratigraphy:second edition.Willey-blackwell

Publication
Materi Kuliah Sedimntologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran.

34

Anda mungkin juga menyukai