Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat

ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua


pihak. Good Governance atau tata pemerintahan yang baik, merupakan bagian
dari paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup
mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seirining dengan tuntutan era
reformasi. Situasi dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpian nasional masa
depan, yang diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia
mendatang.
Perkembangan situasi nasional dewasa ini, dicirikan dengan tiga fenomena
yang dihadapi, yaitu:
1. Permasalahan yang semakin kompleks (multi-dimensi)
2. Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksireaksi masyarakat)
3. Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti,
situasi ekonomi yang takmudah diprediksi, dan perkembangan
politik yang "up and down".
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara
pemerintah dengan rakyatnya maupun partai politik yang mewakili rakyat dengan
konstituennya, menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami
dengan logika awam masyarakat.

Good Governance yang efektif menuntut adanya koordinasai yang baik dan
integritas, profesional sertaetos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian
penerapan konsep Good Governance dalam penyelenggaraan kekuasaan
pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri.1
Ketika bicara yuridis maka bicara segi-segi hukum, hukum yang baik akan
menuntun kita kearah tujuan negara. Indonesia sebagai negara hukum tentu harus
menjadikan hukum itu sendiri sebagai panglima. Dalam pembuatan suatu produk
hukum, bukan rahasia umum lagii bahwa yang membuat hukum itu adalah para
politisi-politisi. Maka dengan hukum dibuat oleh orang-orang politik maka apakah
masih bisa disebut bahwa hukum sebagai panglima.
B.

RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
- Apa kendala yuridis dalam mewujudakan pemerintahan yang baik?

BAB II

Dr. Sedarmayanti, 2003, Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah, Cetakan
Kesatu, Mandar Maju, Bandung, hlm. 2.

PEMBAHASAN
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang
paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Aspek
governance oleh UNDP dalam Sedarmayanti mendefinisikan sebagai the
exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nations
affair at all levels. Berdasarkan definisi ini, pemerintahan (governance)
mempunyai tiga kaki, yaitu:
1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan yang
memfasilitasi terhadap equity, poverty, and quality of life.
2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi
kebijakan.
3. Administrative goernance adalah sistem implementasi proses kebijakan.
Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu; state
(negara atau pemerintah), private sector (sektor usaha atau dunia usaha), dan
society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masingmasing.2
Arti good dalam Good Governance mengandung dua pengertian sebegai
berikut. Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat,
dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
(nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua,
aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien yang dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian ini, Good Governance berorientasi pada:
2

Ibid, hlm. 4-5.

1. Orientasi ideal, negara yang diarahkan pada tujuan nasional.


2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan
efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional.3
Selanjutnya UNDP menjelaskan karakteristik Good Governance yang saling
memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri, sebagai berikut:
1. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun atas
dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara
konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa
perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia.
3. Transparency. Dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses
lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang
membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dipantau
4. Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani
stakeholders.
5. Consensus orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan
yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang
lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
6. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan sesuai
dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang
tersedia sebaik mungkin.
7. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor
swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembaga
stakeholders.
8. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif
Good Governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke

Ibid, hlm. 6.

depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam


ini.4
Dalam hal ini, maka Good Governance berorientasi pada tujuan nasional
(negara) yang artinya adalah sasaran segala kegiatan suatu bangsa yang
perwujudannya harus diusahakan secara terus menerus. Tujuan nasional atau yang
disebut dengan tujuan negara termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu; (i) perlindungan, (ii) kesejahteraan, (iii) pencerdasan, dan (iv) ikut
melaksanakan ketertiban dunia.5
Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, apabila melihat aspek
governance ada pula asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) dan
asas-asas tersebut diakui di Indonesia secara yuridis formal sehingga belum
memiliki kekuatan hukum formal.
AAUPB secara populer pertama kali disajikan dalam buku Prof. Kuntjoro
Pubopranoto yang berjudul Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan
Peradilan Administrasi Negara yang mengetengahkan 13 asas yaitu:6
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum
material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan
asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas kepastian hukum menghalangi
badan pemerintah untuk menarik kembali suatu keputusan. Dengan kata lain,
asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Jadi demi kepastian hukum, setiap
keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemrintah tidak untuk dicabut
kembali, sampai dibuktikan sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun
aspek yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta
4

Ibid, hlm. 7-8.


Yuda Pandu, Ed, 2014, UUD 1945 & Konstitusi Indonesia, Cetakan Ketiga, Indonesia Legal
Center Publishing, Jakarta, hlm. 51.
6
Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hlm.
85.
5

ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapanketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas.
Asas kepastian hukum memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk
mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki daripadanya.
2. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukum jabatan dan
kelalian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya
kriteria yang jelas megenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaan atau
kealpaan yang dilakukan seorang sehingga memudahkan penerapannya alam
setiap kasus yang ada dan sering dengan persamaan perlakuan serta sejaan
dengan kepastian hukum. Artinya, terhadap pelanggaran atau kealpaan serupa
yang dilakukan orang yang berbeda akan dikenakan sangksi yang sama,
sesuai dengan kriteria yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.7
3. Asas kesamaan
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas ini menghendaki badan
pemerintah mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan)
atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk
menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada
pelaksanaan wewewnang bebas.
4. Asas bertindak cermat
Asas bertindak cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat
dalam melakukan aktivitas penyelengaraan tugas pemerintahan sehingga
tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan
ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti
semua faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan
mempertimbangkan

alasan-alasan

yang

diajukan

oelh

pihal

yang

berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang timbul dari


ketetapan.
7

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 259.

5. Asas motivasi untuk setiap putusan


Asas motivasi untuk keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus
mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan
ketetapan, alasan harus jelas, terang, benar, objektif, dan adil. Alasan sedapat
mungkin tercantum dalam ketetapan shingga yang tidak puas dapat
mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan
hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.
6. Asas jangan mencampur adukan wewenang
Asas tidak mencampur adukan kewenangan, dimana pejabat Tata Usaha
Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk
melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/ mengatur warga negara.
Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negaa tidak menggunakan
wewenang untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam pertauran
yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.
7. Asas permainan yang layak
Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluasluasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk
mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri
dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannnya
putusan administrasi. Asas ini juga menekankan petingnya kejujuran dan
keterbukaan dalam proses penyelengaraan sengketa tata uasaha negara.
Diamping itu, pejabat administrasi harus mematuhi aturan-aturang yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga dituntut
bersikap jujur dan terbuka terhadap segala aspek yang berkaitan dengan hakhak warga negara.8
8. Asas keadilan atau kewajaran
Asas keadilan dan kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara
proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas

Ibid, hlm 268.

kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan


nilai-nilai yang berlaku ditengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan
moral, adat istiadat.9
9. Asas menangapi penghargaan yang wajar
Asas kepercayaan dan menangapi penghargaan yang wajar, asas ini
menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus
menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah
terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali
meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas ini menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan kembali sebagai
akibat dari keputusan yang batal atau asas ini menghendaki jika terjadi
pembatalan atas suatu keputusan, maka yang bersangkutan harus diberi ganti
rugi atau rehabilitas.
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup
Asas perlindungan atas pandagan atau cara hidup pribadi, asas ini
menghendaki pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap
pegawai negeri dan wrga negra. Penerapan asas ini dikatakan dengan sistem
keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi masyarakat.
Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika bertentangan
dengan norma-norma suatu bangsa.
12. Asas kebijaksanaan
Asasn kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan
kebijakasanaan tanpa harus terpaku pada peraturan perundang-undangan
formal.
13. Asas penyelengaraan kepentingan umum
Penyelengaraan kepentingan umum, asas ini menghendaki agar pemerintah
dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum,
yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak.

Ibid, hlm 271.

Mengingat kelemahan asas legalitas, pemerintah dapat bertindak atas dasar


kebijakasanaan untuk menyelenggarakan kepetingan umum. 10

Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum


(rechtbescherming) dan bahkan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan
perlindungan hukum (verhoodge rechtbescherming) bagi warga negara dari
tindakan pemerintah. AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam
peradilan dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukum tidak tertulis
bagi tindakan pemerintah.11 Menurut SF. Marbun, AAUPB memiliki arti penting
dan fungsi berikut:
1. Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan
penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundangundangan yang bersifat samar atau tidak jelas.
2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat
dihunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53
UU No. 5 Tahun 1986.
3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan
membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
4. Selain itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam
merancang undang-undang.12
Pemahaman mengenai AAUPB tidak hanya dapat dilihat dari segi
kebahasaan saja namun juga dari segi sejarahnya, karena asas ini timbul dari
sejarah juga. Dengan bersandar pada kedua konteks ini, AAUPB dapat dipahami
sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara dalam penyelengaraan
pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelengaraan pemerintah

10

Ibid, hlm 277.


Ibid, hlm 251.
12
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, hlm
142-143.
11

menjadi baik, sopan, adil, terhormat, bebeas dari kezaliman, pelanggaran


peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang, dan tindakan sewenang-wenang.13
AAUPB yang telah mendapat pengauna dalam praktek hukum di Belanda,
yaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan,
asas pemberi alasan (motivasi), larangan penyalahgunaan wewenang, dan
larangan bertindak sewenang-wenang.14
Dalam pengambilan keputusan pemerintah harus mempertimbangkan
seluruh kepentingan yang terkain atau mungkin akan terkait dengan keputusan
yang diambilnya itu. Bahkan sering terjadi kepentingan-kepentingan tersebut
bersifat antagonistis antara yang satu dengan yang lain, misalnya kepentingan
umum dan kepentingan individu. Pemerintah harus jeli dan teliti dalam
mempertimbangkan seluruh kepentingan itu jangan sampai yang satu akan
merugikan yang lainnya. Apabila pemerintah dalam memproduksi keputusan
salah dam mempertimbangkan kepentingan tersebut sehingga keputusan yang
dibuat lebih banyak merugikan kepentingan umum, disinilah terjadi perbuatan
penguasa yang sewenang-wenang (willekur).
Dapat dianalisa, perbuatan penguasa yang sewenang-wenang dapat terjadi
apabila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut:15
a. Penguasa yang berbuat secara yuridis memilki kewenangan untuk
berbuat (ada peraturan dasarnya)

13

Ridwan HR, Op.Cit. hlm 259.


Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 2008, hlm 270.
15
Muchsan, Sistem Pengawasaan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan
Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm 15.
14

b. Dalam mempertimbangkan kepentingan yang terkait dalam keputusan


yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang
diperhatikan
c. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian kongkrit bagi pihak tertentu.
Dalam teori hukum administrasi negara, bentuk perwujudan perbuatan yang
sewenang-wenang ini ada lima kelompok, yakni: 16 (1) perbuatan melawan hukum
oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), (2) perbuatan melawan Undangundang (onwetmatig), (3) perbuatan yang tidak tepat (onjuist), (4) perbuatan yang
tidak bermanfaat (ondoelmatig) dan (5) perbuatan yang menyalahgunakan
wewenang (detournement de pouvoir).
Tentang diperbolehkanya Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
menjadi landasan gugatan terhadap keputusan pejabat Tata Usaha Negara, H.D.
van Wijk telah merumuskan hal-hal yang dapat dijadikan dasar pengujian
terhadap tindakan organ pemrintah, yaitu17:
a. Strijd met een algemeen verbindend voorschrift (Beretentangan dengan
peraturan yang mengikat umum atau peraturan perundang-undangan)
b. Detournement de pouvoir (penyalahgunaan wewenang)
c. Het administratieve organ heft bij afweging van de betrokken belangen
niet in redelijkheid tot de beschikking kunnen komen (oragan pemerintah
dalam mempertimbangkan berbagai kepentingan terkait untuk mengambil
keputusan tidak mendasarkan pada alasan yang rasional)
d. Strijd anderzins met enig in het algemeen rechtsbewustzijn levend beginsel
van behoorlijk bestuur (bertentangan dengan apa yang dalam kesadaran
hukum umum merupakan asas-asas yang hidup/berlaku tentang
pemerintahan yang baik)
Pengujian terhadap tindakan pemerintah, khususnya diskresi, dengan
menggunakan peratuaran tertulis kurang memadai karena penggunaan diskresi itu
sendiri yang berkenaan dengan wewenang yang tidak disebutkan secara tegas
16

Ibid, hlm 15.


Ridwan HR, Diksresi dan Tanggung Jawab Pejabat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
di Indonesia, disertasi, Universitas Airlangga Surabaya, 2013, hlm. 181.
17

dalam peraturan perundang-undangan. Maka pengujianya dengan menggunakan


asas-asas umum pemerintahan yang baik terutama asas larangan melampaui
wewenang dan larangan penyaalahgunaan wewenang.18
Kendala yurdis yang terjadi di dalam mewujudkan pemerintahan yang baik
subjek pemerintah sendiri yang tidak melihat point point dalam asas-asas
peraturan pemerintah yang baik sebagaimana telah diatur hal-halnya yang
menyebabkan terjadinya kendala dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

18

Ibid, hlm. 182.

Good Governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid


dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan
interaksi yang konstruktif diantara ketiga domain; negar, sektor swasta, dan
masyarakat. Oleh karena good governance meliputi sistem administrasi negara,
maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan
penyempurnaan pada sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara
secara menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai