Anda di halaman 1dari 20

PORTOFOLIO

SEORANG PEREMPUAN 49 TAHUN DENGAN


HIPERTENSI EMERGENSI

Disusun oleh :
dr. Azka Putra Rakhmatullah
Pembimbing :
dr. Hj. Nadiya Fachruddin

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PAMEUNGPEUK
KABUPATEN GARUT
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan kasus portofolio dalam rangka melengkapi tugas Program
Internship Dokter Indonesia dapat terselesaikan dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan

dan

kesalahan.

Penulis

mengharapkan

saran

dan

kritik

untuk

menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapa tmenjadi informasi yang
bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Pameungpeuk, April 2016

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN
Nama
Judul kasus

: dr. Azka Putra Rakhmatullah


: Seorang Perempuan 49 Tahun Dengan Hipertensi Emergensi

Pembimbing : dr. Hj. Nadiya Fachruddin

Pameungpeuk, April 2016


Pembimbing,
dr. Hj. Nadiya Fachruddin

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar..................................................................................................................1
Halaman Pengesahan........................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................................3
Laporan Kasus...................................................................................................................4
Tinjauan Pustaka................................................................................................................9
Lampiran .........................................................................................................................21
Daftar Pustaka.................................................................................................................22

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Bangsal
Masuk Rumah Sakit
Keluar Rumah Sakit

: Ny. L
: 49 tahun
: Perempuan
: Pameungpeuk
: Islam
: IGD
: Selasa, 21 Maret 2016 pukul 20.03 WIB
: Rabu, 22 Maret 2016

B. DATA DASAR
Anamnesis ( Alloanamnesis)
2

Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 Maret 2016 pukul 20.03 WIB di IGD
RS Pameungpeuk dan alloanamnesis dengan suami pasien.
1. Keluhan Utama : Nyeri kepala hebat
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat dirasakan + 1 jam yang lalu. Pasien
mengatakan bahwa nyerinya dirasakan diseluruh kepala seperti di tekan. Pasien
juga mengatakan nyeri pada bagian belakang leher tidak menjalar ke bagian
pundak dan tangan. Pasien juga merasakan perasaan mual dan muntah. Muntah
tidak menyebur. Keluhan nyeri belakang leher, mual dan muntah dirasakan
setelah pasien merasakan nyeri kepala hebat. Pasien juga mengeluhkan
pandangannya menjadi buram. Keluhan lemah badan (-), pingsan (-), penurunan
kesadaran (-), kejang (-), nyeri dada (-), Nyeri ulu hati (-), sesak (-) Demam (-),
BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit hipertensi (+) tidak terkontrol
Riwayat alergi disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat kejang disangkal
Riwayat minum alkohol disangkal
Riwayat merokok (+)
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (+) ibu pasien
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama suami pasien, pekerjaan sehari hari sebagai ibu rumah tangga.
Biaya pengobatan atas tanggungan JKN.
Kesan: sosial ekonomi kurang
D. PEMERIKSAAN FISIK ( 21 Maret 2016)
Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital
Nadi
: 89x/menit
Respirasi
: 24x/menit
Suhu
: 36,00 C
Tekanan Darah
: 230/120
Sp.O2 tanpa O2
: 94-96%
Berat badan
: 50 kg
Kepala

: normosefali, rambut hitam distribusi merata tidak


mudah dicabut
3

Mata
Telinga
Hidung
Tenggorok
Mulut
Leher
Thoraks
Jantung

:pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera


ikterik -/- refleks cahaya +/+, visus ODS 1/60
: normotia, deformitas -/: deformitas (-), septum deviasi (-), sekret ()
: faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
: mukosa bibir lembab, sianosis (-), lidah kotor ()
: trakea lurus ditengah, KGB tidak teraba membesar
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Paru

: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen

Inspeksi
Palpasi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis teraba di sela iga V
garis midklavikula kiri
: batas jantung kanan dan kiri normal
: bunyi jantung I II reguler,
murmur (-), gallop (-)
: pergerakan dada simetris dalam
keadaan statis dan dinamis.
pernafasan Kussmaul (-)
: fokal vremitus di kedua hemitoraks
sama
: sonor
: suara nafas vesikuler, ronki -/-,
wheezing -/: datar
:supel, nyeri tekan (-) di seluruh
lapangan

Ekstremitas
Neurologis

abdomen, hepar dan lien

tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
: akral hangat, sianosis -/-, edema -/-, CRT < 2 detik
: Cranial nervus III,IV, VI, VII, XI, XII t.a.k.
Refleks fisiologis +/+, patologis -/Motorik
5

Brudzinski I,II,III (-)


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG tanggal 21 maret 2016

Intepretasi:
Heart rate : 83x
Irama: sinus rhythm
Gel P : normal
4

PR interval : normal
QRS Kompleks : normal
ST segmen : normal
Gelombang T : normal
Kesimpulan: ekg dalam batas normal
Laboratorium tanggal 21 Maret 2016
Darah rutin
Hb
: 11,6 g/dL
Eritrosit : 3.690.000 / mmk
Leukosit : 10.200 / mmk
Trombosit : 249.000 / mmk
Ht
: 34,0 vol%
Differential count : 0/0/0/45/51/4
F. RESUME
Pasien seorang perempuan usia 49 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala
hebat dirasakan + 1 jam yang lalu. Pasien mengatakan bahwa nyerinya dirasakan
diseluruh kepala seperti di tekan. Pasien juga mengatakan nyeri pada bagian
belakang leher tidak menjalar ke bagian pundak dan tangan. Pasien juga
merasakan perasaan mual dan muntah menyebur. Keluhan nyeri belakang leher,
mual dan muntah dirasakan setelah pasien merasakan nyeri kepala hebat. Pasien
juga mengeluhkan padangan mata nya menjadi buram. Keluhan lemah badan (-),
pingsan (-), penurunan kesadaran (-), kejang (-), nyeri dada (-), Nyeri ulu hati (-),
sesak (-) Demam (-), BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan. Riwayat Hipertensi
tidak terkontrol.
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Tekanan Darah

: tampak sakit berat


: Compos Mentis

Mata

:pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/refleks cahaya +/+, visus ODS 1/60

: 230/120

G. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Emergensi
H. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Darah lengkap
- EKG
1.

PENATALAKSANAAN
1. Infus RL 1000cc/ 24 jam

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

O2 3 liter/menit nasal kanul


Pasang diuretic catheter
Ranitidin 2x1amp
Captopril 3x50mg
Amlodipine 1x10 mg
Manitol 200-200-200 bila nyeri kepala semakin hebat dan kesadaran menurun
Observasi kesadaran, tanda vital, diuresis
Bila TD tidak turun dalam waktu dua jam pro rujuk untuk perawatan intensif
di ICU

J. FOLLOW UP
Pukul 21.00
S: nyeri kepala (+) mual (+) pandangan buram (+)
O: Kesadaran : CM
TD
: 240/120
Nadi
: 90x/m
Respirasi : 22x/m
Kepala
: tak
Thorax
: tak
Abdomen : tak
Ext
: tak
A: Dx/ Hipertensi emergensi
P: lanjutkan therapi
Pukul 22.00
S: nyeri kepala (+) tidak berkurang, mual (+), pandangan buram (+)
O: kesadaran :CM
TD
:220/120
Nadi
:85x/m
Respirasi :22x/m
Kepala
:tak
Thorax
:tak
Abdomen :tak
Ext
:tak
A: Dx/ Hipertensi emergensi
P: Pro Rujuk untuk perawatan intesif di ICU

TINJAUAN PUSTAKA
2.

HIPERTENSI
3.

Definsi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebih dari 140
mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang
yang tidak sedang makan obat hipertensi (Papdi, 2008). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk
punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga
puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih
memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain
yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report
6

of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and


Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan
derajat 2 (Yogiantoro M, 2006).
4.

Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit
ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di
Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya
populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk
saat ini (Yogiantoro M, 2006). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia
telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case
finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas
dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi
terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang
rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim
Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi
tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Sugiyanto, 2007).

5.

Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling
umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi
(Yogiantoro M, 2006).

6.

Klasifikasi

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali


atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.
Klasifikasi
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)


< 120
120 139
140 159
160

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)


dan < 80
atau 80 89
atau 90 99
atau 100

Sumber: WHO Regional 2005


7.

Patofifiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya
oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu
oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan
penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang
lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,

dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi
dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Menurut Ganong, 2003).
8.

Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan
akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan
sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu:
Sistem Organ
Jantung
Sistem saraf pusat
Ginjal
Mata
Pembuluh darah perifer

9.

Komplikasi Komplikasi Hipertensi


Gagal jantung kongestif
Angina pectoris
Infark miokard
Ensefalopati hipertensif
Gagal ginjal kronis
Retinopati hipertensif
Penyakit pembuluh darah perifer

Terapi

10.

KRISIS HIPERTENSI
11.

Definisi
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular
yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik
yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan
10

komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan


penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa (Asnelia,
2014)
12.

Klasifikasi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan
perioritas pengobatan, sebagai berikut :
1) Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi

akut.

Keterlambatan

pengobatan akanmenyebebabkan

timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu


dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive
care unit atau (ICU).
2) Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan
dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
1) Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110
mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.
2) Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan
kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
3) Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik >
120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema,
peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal
ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan.
Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya
mempunyai TD normal.
4) Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversible bila TD diturunkan. (Abdul Majid, 2004)
13.

Etiologi dan Patofisiologi


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga
karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan
resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat

11

kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.


(Asnelia, 2014)
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi
ensefalopati yaitu :
1) Teori Over Autoregulation Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang
berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan iskemi.
Meningginya permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding
kapiler, udema di otak, petekhie, pendarahan dan mikro infark.
2) Teori Breakthrough of Cerebral Autoregulation bila TD mencapai threshold
tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan edema otak,
petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami


perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg.
Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas
tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan
asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak. (Abdul Majid, 2004)

14.

Diagnosis
1) Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang
penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).


Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem

paru, nyeri dada ).


Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
2) Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring
dan berdiri ) mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan
neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi
krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung,
12

kongestif dan edema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit
jantung koroner.
3) Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
urine : Urinelisa dan kultur urine.
EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
Foto dada : apakah ada edema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),

biopsi renald ( kasus tertentu ).


menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,

CAT Scan.
Bila disangsikan

Feokhromositoma

urine

24

jam

untuk

Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).


4) Faktor presifitasi pada krisis hipertensi Dari anamnese dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dapat dibedakan hipertensi emergensi urgensi dan
faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi. Keadaan-keadaan klinis
yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara lain :
Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial

(tersering).
Hipertensi renovaskular.
Glomerulonefritis akut.
Sindroma withdrawal anti hypertensi.
Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
Renin-secretin tumors.
Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO.

Inhibitors.
Penyakit parenkhim ginjal.
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor,
simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID,

ergot alk.
Luka bakar.
Progresif sistematik sklerosis, SLE.
5) Difrensial diagnosa.
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Ansietas dengan hipertensi labil.
Edema paru dengan payah jantung kiri. (Abdul Majid, 2004)

13

Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:

Sumber gambar : Asnelia, 2014


15.

Pengobatan
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran
maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah
satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
1) Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan
tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading
dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien
dengan hipertensi urgensi.
14

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi


Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25
mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah
90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,
hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan
stenosis pada arteri renal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random
terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22%
(p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap
8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang
sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking
dan memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam
penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup
dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg
secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai
dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian.
Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (2adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit
dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg
kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan
darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang
sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker

yang

memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat
menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan
sehingga berhubungan dengan kejadian stroke. (Asnelia, 2014)
2) Hipertensi Emergensi

15

A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung
pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan
obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di
dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan
dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah
masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10%
selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan
darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan
pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada
hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intrakranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada
hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus dipertahankan
di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah
harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah
tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan >130 mmHg.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti
iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien
dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung
dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah
dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran
darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian
obat-obatan -blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan
pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan
vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan
tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >
120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau
merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury
ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi
yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah
digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan
keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral
dapat menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian
nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.

16

Hyperadrenergic
karena pengaruh

states.

Hipertensi

obat-obatan

seperti

emergensi

dapat

katekolamin,

disebabkan

klonidin

dan

penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat


katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat
menyebabkan over

dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat

mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan


sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti
pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian
sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglionblocking agent). Golongan -blockers dapat diberikan sebagai tambahan
sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang
dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan
kembali klonidin sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan
anti hipertensi yang telah dijelaskan di atas. (Asnelia, 2014)
6. Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%), gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan
segera. (Asnelia, 2014). Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif
survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia
(19%), payah jantung kongestif (13%), cerebrovascular accident (20%),payah jantung
kongestif disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%). Prognose
menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan
penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal. Whitworth melaporkan
dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan
survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati
KWIII dan IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan
dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan kreatinin (Abdul Majid,
2004)

LAMPIRAN

17

Algoritma Hipertensi JNC VIII 2014

DAFTAR PUSTAKA
18

1. Yugiantoro, M. Hipertensi Essensial. Sudoyo. A.W., Bambang S., Idrus., dkk,


editors. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed 4. Jakarta: FK UI; 2007
2. Ganong, W.F., Alih bahasa, Widjajaksusmah, D., Irawati, D., Siagian, M., dkk.
editor Widjajakusumah, D. Buku Ajar : Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC ;
2003
3. Price, S.A., Lorraine, M.W., alih bahasa Braham, U., Huriawati, H., Pita, W., dkk.
editor Huriawati,H., Natalia, S., Pita,W., dkk. Patafisiologi jilid 2 : Konsep Klinis
Proses Proses Penyakit. Jakarta : EGC ; 2005
4. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Cermin Dunia
Kedokteran; 2007; No.157
5. Widjaja, D. Hipertensi dan Stroke. Cermin Dunia Keodokteran; 1994; No. 95
(cdk)

6. A. Aziz Rani dkk, Hipertensi Panduan Pelayanan Medik, PAPDI.


7. Asnelia, D. Hipertensi Krisis. Jurnal Medicinus Vol 27 No. 3, edisi Desember
2014.
8. Abdul Majid, Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan Jurnal Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2004

19

Anda mungkin juga menyukai