Disusun oleh :
dr. Azka Putra Rakhmatullah
Pembimbing :
dr. Hj. Nadiya Fachruddin
dan
kesalahan.
Penulis
mengharapkan
saran
dan
kritik
untuk
menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapa tmenjadi informasi yang
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
Judul kasus
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar..................................................................................................................1
Halaman Pengesahan........................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................................3
Laporan Kasus...................................................................................................................4
Tinjauan Pustaka................................................................................................................9
Lampiran .........................................................................................................................21
Daftar Pustaka.................................................................................................................22
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Bangsal
Masuk Rumah Sakit
Keluar Rumah Sakit
: Ny. L
: 49 tahun
: Perempuan
: Pameungpeuk
: Islam
: IGD
: Selasa, 21 Maret 2016 pukul 20.03 WIB
: Rabu, 22 Maret 2016
B. DATA DASAR
Anamnesis ( Alloanamnesis)
2
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 Maret 2016 pukul 20.03 WIB di IGD
RS Pameungpeuk dan alloanamnesis dengan suami pasien.
1. Keluhan Utama : Nyeri kepala hebat
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat dirasakan + 1 jam yang lalu. Pasien
mengatakan bahwa nyerinya dirasakan diseluruh kepala seperti di tekan. Pasien
juga mengatakan nyeri pada bagian belakang leher tidak menjalar ke bagian
pundak dan tangan. Pasien juga merasakan perasaan mual dan muntah. Muntah
tidak menyebur. Keluhan nyeri belakang leher, mual dan muntah dirasakan
setelah pasien merasakan nyeri kepala hebat. Pasien juga mengeluhkan
pandangannya menjadi buram. Keluhan lemah badan (-), pingsan (-), penurunan
kesadaran (-), kejang (-), nyeri dada (-), Nyeri ulu hati (-), sesak (-) Demam (-),
BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit hipertensi (+) tidak terkontrol
Riwayat alergi disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat kejang disangkal
Riwayat minum alkohol disangkal
Riwayat merokok (+)
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (+) ibu pasien
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama suami pasien, pekerjaan sehari hari sebagai ibu rumah tangga.
Biaya pengobatan atas tanggungan JKN.
Kesan: sosial ekonomi kurang
D. PEMERIKSAAN FISIK ( 21 Maret 2016)
Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital
Nadi
: 89x/menit
Respirasi
: 24x/menit
Suhu
: 36,00 C
Tekanan Darah
: 230/120
Sp.O2 tanpa O2
: 94-96%
Berat badan
: 50 kg
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorok
Mulut
Leher
Thoraks
Jantung
Paru
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Ekstremitas
Neurologis
tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
: akral hangat, sianosis -/-, edema -/-, CRT < 2 detik
: Cranial nervus III,IV, VI, VII, XI, XII t.a.k.
Refleks fisiologis +/+, patologis -/Motorik
5
Intepretasi:
Heart rate : 83x
Irama: sinus rhythm
Gel P : normal
4
PR interval : normal
QRS Kompleks : normal
ST segmen : normal
Gelombang T : normal
Kesimpulan: ekg dalam batas normal
Laboratorium tanggal 21 Maret 2016
Darah rutin
Hb
: 11,6 g/dL
Eritrosit : 3.690.000 / mmk
Leukosit : 10.200 / mmk
Trombosit : 249.000 / mmk
Ht
: 34,0 vol%
Differential count : 0/0/0/45/51/4
F. RESUME
Pasien seorang perempuan usia 49 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala
hebat dirasakan + 1 jam yang lalu. Pasien mengatakan bahwa nyerinya dirasakan
diseluruh kepala seperti di tekan. Pasien juga mengatakan nyeri pada bagian
belakang leher tidak menjalar ke bagian pundak dan tangan. Pasien juga
merasakan perasaan mual dan muntah menyebur. Keluhan nyeri belakang leher,
mual dan muntah dirasakan setelah pasien merasakan nyeri kepala hebat. Pasien
juga mengeluhkan padangan mata nya menjadi buram. Keluhan lemah badan (-),
pingsan (-), penurunan kesadaran (-), kejang (-), nyeri dada (-), Nyeri ulu hati (-),
sesak (-) Demam (-), BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan. Riwayat Hipertensi
tidak terkontrol.
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Tekanan Darah
Mata
:pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/refleks cahaya +/+, visus ODS 1/60
: 230/120
G. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Emergensi
H. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Darah lengkap
- EKG
1.
PENATALAKSANAAN
1. Infus RL 1000cc/ 24 jam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
J. FOLLOW UP
Pukul 21.00
S: nyeri kepala (+) mual (+) pandangan buram (+)
O: Kesadaran : CM
TD
: 240/120
Nadi
: 90x/m
Respirasi : 22x/m
Kepala
: tak
Thorax
: tak
Abdomen : tak
Ext
: tak
A: Dx/ Hipertensi emergensi
P: lanjutkan therapi
Pukul 22.00
S: nyeri kepala (+) tidak berkurang, mual (+), pandangan buram (+)
O: kesadaran :CM
TD
:220/120
Nadi
:85x/m
Respirasi :22x/m
Kepala
:tak
Thorax
:tak
Abdomen :tak
Ext
:tak
A: Dx/ Hipertensi emergensi
P: Pro Rujuk untuk perawatan intesif di ICU
TINJAUAN PUSTAKA
2.
HIPERTENSI
3.
Definsi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebih dari 140
mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang
yang tidak sedang makan obat hipertensi (Papdi, 2008). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk
punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga
puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih
memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain
yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report
6
Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit
ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di
Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya
populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk
saat ini (Yogiantoro M, 2006). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia
telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case
finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas
dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi
terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang
rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim
Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi
tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Sugiyanto, 2007).
5.
Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling
umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi
(Yogiantoro M, 2006).
6.
Klasifikasi
Patofifiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya
oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu
oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan
penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang
lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi
dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Menurut Ganong, 2003).
8.
Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan
akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan
sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu:
Sistem Organ
Jantung
Sistem saraf pusat
Ginjal
Mata
Pembuluh darah perifer
9.
Terapi
10.
KRISIS HIPERTENSI
11.
Definisi
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular
yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik
yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan
10
Klasifikasi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan
perioritas pengobatan, sebagai berikut :
1) Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi
akut.
Keterlambatan
pengobatan akanmenyebebabkan
11
14.
Diagnosis
1) Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang
penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).
kongestif dan edema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit
jantung koroner.
3) Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
urine : Urinelisa dan kultur urine.
EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
Foto dada : apakah ada edema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),
CAT Scan.
Bila disangsikan
Feokhromositoma
urine
24
jam
untuk
(tersering).
Hipertensi renovaskular.
Glomerulonefritis akut.
Sindroma withdrawal anti hypertensi.
Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
Renin-secretin tumors.
Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO.
Inhibitors.
Penyakit parenkhim ginjal.
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor,
simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID,
ergot alk.
Luka bakar.
Progresif sistematik sklerosis, SLE.
5) Difrensial diagnosa.
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Ansietas dengan hipertensi labil.
Edema paru dengan payah jantung kiri. (Abdul Majid, 2004)
13
Pengobatan
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran
maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah
satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
1) Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan
tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading
dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien
dengan hipertensi urgensi.
14
yang
memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat
menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan
sehingga berhubungan dengan kejadian stroke. (Asnelia, 2014)
2) Hipertensi Emergensi
15
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung
pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan
obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di
dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan
dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah
masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10%
selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan
darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan
pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada
hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intrakranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada
hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus dipertahankan
di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah
harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah
tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan >130 mmHg.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti
iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien
dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung
dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah
dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran
darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian
obat-obatan -blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan
pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan
vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan
tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >
120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau
merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury
ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi
yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah
digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan
keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral
dapat menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian
nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.
16
Hyperadrenergic
karena pengaruh
states.
Hipertensi
obat-obatan
seperti
emergensi
dapat
katekolamin,
disebabkan
klonidin
dan
LAMPIRAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
19