Anda di halaman 1dari 5

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/286042363

MINYAK SAWIT: Solusi ingridien bebas asam


lemak trans
Article December 2015

READS

35

1 author:
Purwiyatno Hariyadi
Bogor Agricultural University
164 PUBLICATIONS 235 CITATIONS
SEE PROFILE

All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate,


letting you access and read them immediately.

Available from: Purwiyatno Hariyadi


Retrieved on: 12 August 2016

,1*5,',(1

Minyak

Sawit,

Solusi Ingridien
Bebas Asam
Lemak Trans
Perhatian konsumen terhadap asam
lemak trans (ALTr) dan pengaruhnya
pada kesehatan semakin meningkat
dalam beberapa tahun terakhir.
Bahkan beberapa lembaga dunia
telah merekomendasikan berbagai
prakarsa penurunan konsumsi asam
lemak trans tersebut. Hal ini terkait
dengan penelitian yang menunjukkan
korelasi tingkat konsumsi asam lemak
trans dengan tingkat risiko terkena
beberapa jenis penyakit.

44

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 12/Desember 2015

sam lemak trans (ALTr )


merupakan golongan asam
lemak tidak jenuh yang
berkongurasi dalam bentuk trans
(Gambar 1). Berbagai penelitian
telah menunjukkan bahwa
konsumsi asam lemak trans ini
berkaitan dengan peningkatan
kadar kolesterol LDL (low density
lipoprotein) di dalam darah.
Jumlah LDL yang tinggi dapat
meningkatkan risiko penyakit
jantung.
Asam lemak trans dapat
terbentuk dari proses hidrogenasi
parsial terhadap minyak yang
mengandung asam lemak tidak
jenuh; untuk menghasilkan
partially hydrogenated oil (PHO).
Hidrogenasi adalah proses
penambahan ion hidrogen pada
ikatan tidak jenuh minyak,
sehingga dapat meningkatkan
stabilaitas dan sekaligus
mengubah bentuk dari cair
menjadi padat pada suhu ruang.
PHO secara luas diaplikasikan
pada berbagai produk pangan,
seperti produk bakeri (cookies,

kue, pie, dan cracker); ready to use


frosting; aneka makanan ringan
(snack); makanan goreng, seperti
yang banyak ditemukan pada
restoran siap saji (keripik kentang,
popcorn, dan lain-lain); refrigerated
dough product (seperti biskuit,
cinnamon rolls, dan pizza beku);
shortening nabati; margarin;
dan krimer kopi. PHO adalah
sumber lemak utama untuk
produk-produk bakeri komersial.
Tujuan pemakaian PHO pada
produk-produk tersebut adalah
untuk memperbaiki tekstur dan
memperpanjang umur simpan.
Karena pemakaiannya
yang luas, maka PHO adalah
sumber utama asam lemak
trans pada produk pangan.
Menurunkan asupan PHO dari
produk pangan dapat mencegah
serangan penyakit jantung dan
menurunkan risiko kematian yang
menyertainya.
Karena alasan tersebut diatas,
sejak November 8, 2013 yang lalu,
US FDA FDA telah mengambil
keputusan sementara untuk

Gambar 1. Perbedaan asam lemak dalam bentuk jenuh (stearic acid), asam lemak tidak
jenuh trans (elaidic acid), dan asam lemak tidak jenuh cis (oleic acid).

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 11/Desember 2015

45

Gambar 2. Produksi minyak sawit dunia (Sumber: http://www.agricorner.com/top-ten-palm-oil-producers-2012/)

menarik PHO dari daftar bahan


yang masuk dalam kategori GRAS;
karena dianggap bahwa PHO
merupakan sumber utama asam
lemak trans (ALTr). Keputusan
sementara ini dipublikasikan
secara luasselama sekitar 2 tahun
untuk mendapatkan masukan
masyarakat. Pada bulan Juni
2015, FDA akhirnya menetapkan
melarang penggunaan PHO
pada produk pangan olahan.
Disebutkan secara jelas bahwa
PHO tidak lagi tergolong GRAS
(Generally Recognized as Safe),
sehingga pengunaannya pada
makanan tidak diperkenankan.
Industri diberi waktu 3 tahun
untuk memenuhi peraturan baru
tersebut. Namun demikian, saat
ini industri sudah mulai berusaha
untuk mengganti pemakaian
PHO untuk menurunkan kadar
ALTr dalam produknya. FDA
juga menghimbau konsumen
untuk mengurangi asupan ALTr
dengan cara cermat membaca
label, sehingga dapat mengetahui
produk tersebut mengandung
ALTr atau tidak.

Strategi mengurangi ALTr


Langkah US FDA ini juga
banyak dijadikan rujukan bagi

46

berbagai Negara lainnya. Di


Uni Eropa (UE) misalnya,
keprihatinan mengenai tingginy
asupan ALTr ini juga telah lama
muncul. Pada tanggal 24-25
September 2015 yang baru lalu,
misalnya, UE melakukan diskusi
di Luxemburg yang berjudul
Toward an EU policy limiting the
presence of Trans ay cids in our
diet. Bisa diharapkan bahwa
pendekatan serupa dengan US
FDA akan diambil oleh UE,
sehingga pemakaian PHO akan
semakin terbatasi, dan upaya
mengganti PHO untuk pangan
semakin meningkat.
Mengganti PHO untuk
mengurangi ALTr dalam produk
pangan bukanlah perkara mudah.
terdapat beberapa pendekatan
untuk mengganti PHOuntuk
aplikasi produk pangan.
Pendekatan tersebut antara
lain (1) memodikasi proses
hidrogenasi, (2) memodikasi
genetik (budidaya) bibit penghasil
minyak, (3) memodikasi molekul
triasilgliserol dengan teknik (a)
interesterikasi (b) fraksinasi dan
(c) pencampuran antar berbagai
sumber minyak, (4) atau pun
penggunaan jenis minyak/lemak
yang lain; misalnya lemak hewani

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 12/Desember 2015

atau pun lemak jenuh nabati yang


sesuai.
Salah satu cara potensial
mengganti PHO adalah dengan
menggunakan minyak sawit.
Minyak sawit merupakan
minyak alami yang sangat
kaya triasilgliserol, sehingga
melalui proses fraksinasi dan
pencampuran bisa diperoleh
aneka fraksi minyak sawit dengan
karakteristik sesuai dengan
aplikasi tertenru yang diinginkan.
Hal ini merupakan peluang
bagi Indonesia, sebaga negara
produsen minyak sawit terbesar
di dunia (Gambar 2). Produksi
minyak sawit Indonesia mencapai
22 juta ton atau memenuhi 43,6%
dari total pasar dunia pada 2010
dengan total luas perkebunan
mencapai 7.8 juta hektar.
Secara alami, minyak sawit
tidak mengandung asam lemak
trans. Dengan tujuan mengganti
peranan PHO sebagai ingredien
pengatur tekstur pada produk
pangan, maka peluang sawit
sebagai ingridien bebas ALTr
(trans fat free ingredient) sungguh
sangat besar (Hariyadi, 2006a).
Peluang itu perlu pula disikapi
dan didukung oleh pemerintah;
misalnya melalui kebijakan

pelabelan pangan (Hariyadi,


2006b). Dari segi komposisi,
minyak sawit terdiri dari 49,3%
asam lemak jenuh; 37% asam
lemak tidak jenuh tunggal; 10%
asam lemak tidak jenuh jamak;
serta mengandung 474 hingga 689
mg/kg karotenoid. Minyak sawit
dapat difraksinasi lebih lanjut
menjadi olein dan stearin serta
produk lainnya, sesuai kebutuhan
(Gambar 3). Dengan gambaran
tersebut, maka minyak sawit
memiliki peluang aplikasi sangat
luas, mulai dari pangan, kosmetik,
bahkan hingga energi.
Khususnya untuk aplikasi
bidang pangan, minyak sawit
memiliki banyak potensi
sebagai ingridien pangan yang
kesemuanya bebas asam lemak
trans. Beberapa diantaranya
adalah sebagai ingredient
kaya krotenoid (minyak sawit
merah), ingredienfungsional
kaya tocoferol, tokotrienol, bahan
pengemulsi (campuran mono dan di
acyl glyceride, M-DAG), yang bisa
dibuat dalam bentuk cair, padat
atau pun dalam benatuk bubuk
lemak (fat powder). Mengingat
manfaat dari minyak sawit, sudah
selayaknyalah industri terutama

Gambar 3. Fraksinasi minyak sawit

industri pangan, mengoptimalkan


potensinya. Apalagi ketersediaan
minyak sawit di Indonesia cukup
berlimpah.
Referensi
[FDA] Food and Drug Administration. The
)'$WDNHVVWHSWRUHPRYHDUWLFLDO
trans fats in processed foods http://
www.fda.gov/ NewsEvents/Newsroom/
PressAnnouncements/ ucm451237.
htm. Diunduh pada 19 November
2015.

[CDC] Centers for Disease Control and


Prevention. 2015. Trans Fat: The
Fact. http://www.cdc.gov/nutrition/
downloads/transBfatBnal.pdf Diunduh
pada 19 November 2015.
Hariyadi, P. 2006a. Minyak Sawit: Ingridien Pangan Fungsional. Majalah
FOODREVIEW Indonesia Vol I (2),
2006. Halaman 10-13
Hariyadi, P. 2006b. Pelabelan Asam lemak
Trans. Majalah FOODREVIEW Indonesia Vol I (2), 2006. Halaman 45-47

FOODREVIEW INDONESIA | VOL. X/NO. 11/Desember 2015

47

Anda mungkin juga menyukai