PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan
suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan
pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada
hipotalamus (Sweetman, 2008). Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya
pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh
digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering
ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik
seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi
garam dan air (Hammond and Boyle, 2011).
Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu
tubuh akibat suhu set point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling
umum ketika hal ini terjadi adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan
terapi beberapa obat (Sweetman, 2008). Demam adalah keadaan dimana
suhu tubuh lebih dari 37,5C dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari
suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus. Selama
terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling
tinggi (Dipiro, 2008). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang
eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun
(arthritis,
menyatakan metamizol lebih unggul pada 1,5 jam sampai 6 jam setelah
pemberian obat (Rajeshwari, 1997).
Demikian pula pada penelitian lain yang membandingkan efisiensi
antipiretik intravena infus diklofenak (75 mg), metamizol (2500 mg dan
1000 mg) dan parasetamol (2000 mg dan 1000 mg). Penelitian
2
Kesehatan
Republik
Indonesia
(Depkes
RI)
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
dalam
latar
belakang
masalah
dapat
1.3.
Tujuan Penelitian
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang