Anda di halaman 1dari 7

Peranan Lembaga Keuangan di Indonesia

PERANAN LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA


TERHADAP PENGEMBANGAN KEBERLANGSUNGAN UKM

RATIH KUMALASARI (110210301037)


MAHASISWA FKIP PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER

Abstrak
UKM adalah singkatan dari Usaha Kecil dan Menengah. UKM merupakan salah satu
bagian penting dari perekonomian, suatu negara maupun daerah begitu juga dengan negara
Indonesia, UKM ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat.
UKM ini sendiri juga membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan
baru dan terkadang melalui UKM ini juga banyak tercipta unit-unit tenaga kerja baru yang bisa
mendukung pendapatan rumah tangga. Tetapi, itu semua tidak dapat berjalan dengan
sebagaimana yang diharapkan. Ada saja kendala yang sering dihadapi, seperti kinerja nyata
yang sering dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama kecil dan menengah di Indonesia
yang paling terlihat adalah rendahnya tingkat produktivitas, dan rendahnya kualitas produk.
Peranan Perbankan dan Prekonomian Indonesia adalah menunjang kegiatan UKM,
walaupun porsinya sebagai alternatif pembiayaan masih lebih kecil begitu pula di lembagalembaga keuangan formal. Namun, hal ini menarik untuk dikaji sebab perkembangan perbankan
ternyata searah dengan perkembangan UKM sehingga dapat dinyatakan sebagai salah satu
pilar sistem dalam pertumbuhan dan perkembangan prekonomian di Indonesia.
Kata kunci : UKM, peran lembaga keuangan.
Pendahuluan
Usaha kecil dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbuktiberperan strategis
atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah melanda
Indonesia di tahun 1997. Di sisi lain, sektor usaha kecil dan informal juga telah mampu
memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini.
Kedudukan yang strategis dari sektor usaha kecil dan informal tersebut juga karena sektor ini
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan usaha besar/menengah. Keunggulan-keunggulan
sektor ini antara lain kemampuan menyerap tenaga kerja dan menggunakan sumberdaya lokal,
serta usahanya relatif bersifat fleksibel.

Bukti lain dari peranan strategis sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah(UMKM)
yakni kemampuan sektor ini menjadi pilar utama ekonomi Indonesia. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) 2005, jumlah UMKM mencapai 42,39 juta unit atau sekitar 99,85% dari
total unit usaha di Indonesia dan mampumenyerap lebih kurang 99,45% lapangan kerja dari total
sekitar 76,54 juta pekerja (Krisna Wijaya, Kompas, Senin 22 Agustus 2005, hal 21). Selain itu,
sektor UMKM juga mampu menyediakan sekitar 57% kebutuhan barang dan jasa, 19%
kontribusinya terhadap ekspor serta kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
mencapai 2-4%.
Berbagai peran strategis dimiliki sektor UMKM, namun sektor ini jugadihadapkan
berbagai permasalahan. Kendala dan permasalahan antara lain dari aspek permodalan,
kemampuan manajemen usaha, dan kualitas sumberdaya manusia pengelolanya. Kendala dan
permasalahan usaha kecil dan informal lainnya juga disebabkan karena sulitnya akses terhadap
informasi dan sumberdaya produktif seperti modal dan teknologi, yang berakibat menjadi
terbatasnya kemampuan usaha kecil untuk berkembang.
Mengingat peran strategis UMKM dan masih terbatasnya kemampuan UMKMuntuk
berkembang, maka saat ini pengembangan usaha kecil merupakan salah satu strategi yang
diambil Pemerintah dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka pengembangan usaha
kecil ini diperlukan informasi yang lengkap, mudah dan cepat dapat di "akses", terutama
informasi potensi suatu sektor usaha ekonomi atau komoditas untuk dikembangkan pada suatu
wilayah (Kecamatan) tertentu, faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangannya, serta
prospek pengembangan program kemitraan terpadu untuk sektor usaha atau komoditas tersebut.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia (BI) tidak lagi
secara langsung memberikan bantuan kredit kepada Usaha Kecil, namun tetapmengambil
kebijakan untuk membantu dan mendorong pengembangan usaha kecil melalui Bantuan Teknis
dan Penyediaan Informasi melalui Sistem Informasi Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK),
dimana salah satu subsistem dari SIPUK adalah Sistem Informasi Bisnis (SIB) yang menyajikan
antara lain informasi tentang potensi dan identifikasi peluang investasi.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah
maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya.
Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM
disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha
besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Pemerintah melalui berbagai elemen seperti Departemen Koperasi, Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, Bappenas, BUMN dan juga institusi keuangan baik bank
maupun non bank, melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan UKM agar menjadi tangguh
dan mandiri serta dapat berkembang untuk mewujudkan perekonomian nasional yang kokoh.
Dukungan diwujudkan melalui kebijakan maupun pengadaan fasilitas dan stimulus lain. Selain
itu, banyak dukungan atau bantuan yang diperlukan berkaitan dengan upaya tersebut, misalnya
bentuan berupa pengadaan alat produksi, pengadaan barang fisik lainnya juga diperlukan adanya

sebuah metode, mekanisme dan prosedur yang memadai, tepat guna, dan aplikatif serta
mengarah pada kesesuaian pelaksanaan usaha dan upaya pengembangan dengan kemampuan
masyarakat sebagai elemen pelaku usaha dalam suatu sistem perekonomian yang berbasis
masyarakat, yaitu dalam bentuk UKM.
Langkah pengembangan UKM yang dilakukan oleh pemerintah yang paling utama yaitu
pemerintah harus memberikan fasilitas akses penjaminan dalam penyediaan pembiayaan atau
pinjaman bagi UKM di tingkat nasional yang meliputi : Kredit perbankan, penjaminan lembaga
bukan bank. Modal ventura, pinjaman dari dana pengasihan sebagai laba BUMN, hibah, dan
jenis pembiayaan lain. Namun, masih banyak para pelaku UKM yang belum mengerti untuk
mengikuti cara cara tersebut. Mereka cenderung lebih suka menggunakan caranya sendiri
dalam mengatasi permasalahan dana yang mereka hadapi, seperti memilih pergi ke rentenir,
pengadaian atau bahkan bank liar untuk menutupi masalah permodalan mereka.
Dari segala kendala kendala di atas, maka dirumuskan permasalahan mengenai hal
yang berkaitan dengan UKM, di antaranya adalah : 1). Mengapa para pelaku UKM lebih
memilih untuk mencari kredit di penggadaian atau bank bank liar dibandingkan ke Lembaga
Keuangan?
LANDASAN TEORI
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop
dan UKM), mendefinisikan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UM), sebagai suatu
usaha milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki
kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp 200 juta, dan atau
mempunyai NO atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 miliar dan usaha tersebut
berdiri sendiri. Badan usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih
besar dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha didefinisikan sebagai usaha menengah (UM). Badan usaha dengan nilai asset dan omzet
diatas itu adalah UB.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang,
sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99
orang, dan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 99 orang dikategorikan sebagai UB.
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah:
Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas
merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha
yang tidak sehat.
Pembahasan
Keberadaan UKM sebagai bagian dari seluruh entitas usaha nasional merupakan wujud
nyata kehidupan ekonomi yang beragam di Indonesia. Oleh karena itu, penempatan peran UKM
merupakan salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem perekonomian, namun hingga
kini perkembangannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain.

Dalam pengembangannya, UKM harus menjadi salah satu strategi utama pembangunan nasional
yang pelaksanaannya diwujudkan secara sungguh-sungguh dengan komitmen bersama yang kuat
serta didukung oleh upaya-upaya sistematis dan konseptual secara konsisten dan terus -menerus
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (baik pemerintah, swasta, maupun
masyarakat
di
tingkat
nasional,
regional,
maupun
lokal).
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia,
yaitu:
1.
Definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp
1.000.000.000 (1 milyar) dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, paling banyak Rp 200.000.000,00.
2.
Definisi menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri
kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah
pekerjanya, yaitu:

Industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang.

Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang.

Industri menengah dengan pekerja 20-99 orang.

Industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.


Sejalan dengan perkembangan dalam era globalisasi dan tuntutan dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah, masalah krusial yang juga banyak dikeluhkan belakangan ini oleh
para pelaku bisnis termasuk UKM munculnya berbagai hambatan yang berkaitan dengan
peraturan-peraturan baru, khususnya di daerah. Peraturan-peraturan daerah ini sering kurang atau
bahkan tidak memberikan kesempatan bagi UKM untuk berkembang. Dalam implementasinya,
birokrasi administrasi yang berbelit-belit dan penegakan hukum yang kurang tegas menjadi
tantangan yang terus harus kita atasi ke depan. Berawal dari berbagai masalah, tantangan, dan
hambatan tersebut di atas, maka dalam pengembangan koperasi dan UKM, pemerintah telah
menetapkan arah kebijakannya, yaitu:
1.
Mengembangkan UKM.
2.
Memperkuat Kelembagaan.
3.
Memperluas basis dan kesempatan berusaha.
4.
Mengembankan UKM sebagai produsen, dan
5.
Membangun Koperasi
Dalam pembangunan perekonomian di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai
sektor yang memiliki peranan penting. Hal ini dikarenakan sebagian besar jumlah penduduknya
berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun
modern. UKM juga memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional,
oleh karena itu, selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga
berperan dalam perindustrian hasil-hasil pembangunan.
Usaha kecil dan menengah (UKM) dalam memegang peranan penting tersebut, baik
ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha
rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang
kurang dari Rp 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang
bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total
penjualan tahunan yang berkisar antara Rp 1 Milyar dan Rp 50 Milyar) meliputi hanya 0,14
persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi
99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.
Hambatan yang di alami para pelaku UKM tidak hanya rumitnya peraturan peraturan
baru untuk para pelaku UKM mengembangkan usaha, akan tetapi juga masih banyaknya
permasalahan lain yang dihadapi oleh mereka. Misalnya masalah permodalan, sulitnya akses
pembiayaan, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha,
terbatasnya sarana dan prasarana dan lain lain. Dari beberapa permasalahan permasalahan
yang dihadapi oleh para pelaku UKM, masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang intensif
adalah masalah pada akses permodalan dan pembiayaan. Karena Hal ini merupakan masalah
yang paling utama dalam pengembangan suatu usaha, tidak terkecuali bagi para pelaku UKM.
Para pelaku UKM dapat memperoleh dana pinjaman untuk permodalan usahanya melalui
lembaga keuangan atau bank. Akan tetapi, pengembangan UMKM ini masih menghadapi
kendala terutama dalam mengakses biaya dari sektor perbankan. Kendala UMKM terhadap
kredit perbankan ini bisa ditinjau dari sisi permintaan dan panawaran. Dari sisi permintaan,
UMKM memiliki karakteristik yang cukup unik dimana pada umumnya UMKM tidak memiliki
informasi keuangan yang transparan dan terorganisir yang menyebabkan pemberi kredit
memiliki kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan dan usaha dari
UMKM. Hal tersebut dapat menyebabkan bank kesulitan dalam meminimalisir risiko defaultatas
kredit yang dapat disalurkan kepada UMKM. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian di beberapa
negara, seperti Brazil, Peru, dan sejumlah negara di Afrika Selatan (Cravo, 2010; Falkena dan
Herrero, 2008). Dari sisi penawaran kredit, penelitian yang dilakukan oleh Ali (2008)
menyebutkan bahwa keengganan bank dalam memberikan kredit terhadap UMKM terutama
disebabkan oleh keterbatasan aset yang dapat dijadikan sebagai jaminan (collateral),
ketidakpastian bisnis di masa depan, lemahnya manajemen keuangan, dan kurangnya track
record.
Alasan lainnya adalah para pelaku UKM merasa bahwa persyaratan untuk pengajuan
kredit atau pinjaman di bank sangat rumit, ada persyaratan persyaratan tertentu yang harus
dipenuhi dalam pengajuannya dimana terdapat perbedaan antara pengajuan kredit oleh Debitur
Perorangan dan Debit Perusahaan atau Badan Usaha. Sehingga membuat mereka lebih memilih
untuk mengajukan kredit di bank harian atau penggadaian.
Upaya pemecahan masalah yang dapat dilakukan antara lain :
1. memperkuat Kelembagaan Lembaga Keuangan
Keberadaan lembaga keuangan tersebar di berbagai bidang dengan instansi pembina yang
berbeda-beda mulai dari Bank Indonesia, Departemen atau Dinas Perkoperasian dan sebagainya.

Aspek yang perlu diperhatikan bahwa lembaga keuangan menempatkan faktor kepercayaan
sebagai hal yang utama dalam perekonomian. Jika Bank Indonesia mempunyai Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) sebagai blue print dalam mengembangkan dan memperkuat lembaga
perbankan menjadi industri keuangan yang tangguh, maka pemerintah hendaknya juga
memiliki blue print yang sama dalam pengembangan dan penguatan industri lembaga keuangan.
Kenyataan menunjukkan industri perbankan yang tangguh tidak otomatis mengangkat UKM
menjadi lebih besar, karena sangat sedikit porsi pembiayaan yang disediakan untuk pelaku
UKM.
Bila lembaga keuangan sudah diarahkan untuk menjadi lebih kuat, maka harus dilanjutkan
dengan dukungan yang lain, misalnya banyak lembaga keuangan yang mengandalkan
penerimaannya dari sumber-sumber pihak ketiga yang mayoritas dari perorangan. Untuk
memberi rasa aman dan percaya masyarakat kepada eksistensi lembaga keuangan wajar jika
pemerintah memberikan jaminan atas uang yang telah ditempatkan mesyarakat kepada lembaga
keuangan. Misalnya semacam jaminan atas simpanan yang ditempatkan para nasabah di lembaga
perbankan. Begitu pula dengan kredit yang telah diajukan oleh masyarakat. Prosedur pengajuan
kredit yang dulunya rumit dapat dipermudah agar masyarakat tergiur untuk meminjam uang di
lembaga keuangan tertentu. Kemudian lembaga keuangan hendaknya juga menambah porsi
pembiayaan bagi UKM yang akan mempermudah perkembangannya.
2. Memberikan Himbauan kepada khususnya para pelaku UKM dan umumnya bagi masyarakat
bahwa persyaratan untuk pengajuan kredit atau pinjaman di Bank tidaklah serumit seperti yang
mereka bayangkan. Bank harus mengajukan syarat syarat tertentu kerena Dalam memberikan
pinjaman kepada debiturnya tentu bank akan melaksanakan prinsip kehatian-hatian. Hal ini
memang disyaratkan oleh undang-undang yang mengatur mengenai perbankan di Indonesia,
bahkan di seluruh dunia. Sehingga bank tidak akan serta merta meminjamkan dana kepada
debitur secara sembarangan.
Alasan lain pihak Bank mengajukan beberapa persyaratan untuk setiap pengajuan kredit oleh
seorang debitur adalah dana yang disalurkan bank kepada masyarakat merupakan dana yang
dimiliki oleh masyarakat juga, yang sewaktu waktu bank harus mengembalikannya kepada
nasabahnya beserta bunganya. Sehingga membuat bank harus ekstra hati hati dalam pemberian
kreditnya.
Kesimpulan
Keberadaan UKM sebagai bagian dari seluruh entitas usaha nasional merupakan wujud
nyata kehidupan ekonomi yang beragam di Indonesia. Oleh karena itu, penempatan peran UKM
merupakan salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem perekonomian, namun hingga
kini perkembangannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain.
Hambatan yang di alami para pelaku UKM tidak hanya rumitnya peraturan peraturan
baru untuk para pelaku UKM mengembangkan usaha, akan tetapi juga masih banyaknya
permasalahan lain yang dihadapi oleh mereka. Misalnya masalah permodalan, sulitnya akses

pembiayaan, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha,
terbatasnya sarana dan prasarana dan lain lain. Dari beberapa permasalahan permasalahan
yang dihadapi oleh para pelaku UKM, masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang intensif
adalah masalah pada akses permodalan dan pembiayaan. Karena Hal ini merupakan masalah
yang paling utama dalam pengembangan suatu usaha, tidak terkecuali bagi para pelaku UKM.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan langkah :
1. Memperkuat Kelembagaan Lembaga Keuangan
2. Memberikan Himbauan kepada khususnya para pelaku UKM dan umumnya bagi masyarakat
bahwa persyaratan untuk pengajuan kredit atau pinjaman di Bank tidaklah serumit seperti yang
mereka bayangkan. Bank harus mengajukan syarat syarat tertentu kerena Dalam memberikan
pinjaman kepada debiturnya tentu bank akan melaksanakan prinsip kehatian-hatian. Hal ini
memang disyaratkan oleh undang-undang yang mengatur mengenai perbankan di Indonesia,
bahkan di seluruh dunia. Sehingga bank tidak akan serta merta meminjamkan dana kepada
debitur secara sembarangan.
Daftar Pustaka
Rochadi, S Budi. 2011. Buku Kajian Akademik Pendirian Lembaga Pemerintah. Jakarta : Bank
Indonesia.
Nur Awami, Shofia. 2008. Peranan Lembaga Keuangan Mikro Dan Kontribusi Kredit Terhadap Pendapatan
Kotor Ukm Rumahtangga Setelah Menjadi Kreditur. Artikel dalam Intisari Juni 2008.

http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/kebijakan-pemerintah-terhadap-ukm.html.Di akses
pada : 27 Oktober 2013.
http://cahaya-oktaviani.blogspot.com/2012/04/peran-perbankan-dalam-perekonomian.html. Di
akses pada :27 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai