Anda di halaman 1dari 7

Important word that must write in

1. Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan
membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa
neurologis yang serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien.
2. Definisi ensefalitis : ensefalitis adalah peradangan pada parenkim otak, pada banyak
kasus, enseflitis disebabkan oleh infeksi virus atau reaksi hipersensitifitas terhadap
virus atau benda asing. Apabila munculnya peradangan otak diakibatkan oleh infeksi
bakterial disebut sebagai serebritis. Apabila munculnya peradangan bersama dengan
infeksi pada medula spinalis, disebut dengan ensefalomyelitis, dan apabila disertai
dengan infeksi pada cairan LCS maka disebut Menigoensefalitis (Mifflin, 2007).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme
(Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat
mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan
oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari
ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi
campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
3. Etiologi dan Klasifkasi ensefalitis
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus,
E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab
adalah virus RNA (Virus Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubela, virus
dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
A. Ensefalitis Supuratif Akut : Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli,
Mycobacterium, dan T.Pallidium
B. Ensefalitis virus : RNA (Virus Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubela,
virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan
varicella
1.
C. Ensefalitis Primer
Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok
Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO, Coxsackie dan Arbovirus.
Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan ensefalitis para
infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus

yang sudah dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis


epidemika, Mononukleosis infeksiosa. 23

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis:


1.
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab
Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T.
Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut
(Mansjoer, 2000).
2.
Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever,
campak dan chicken pox/cacar air.
3.
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat
terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik
atau vaksinasi terdahulu.Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta
epidemiologinya ialah:
a.
b.

Infeksi virus yang bersifat endemic


Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,

Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer


encephalitis, Murray valley encephalitis.
Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pascavaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997)
4. Diagosis ensefalitis
5. Trias ensefalitis : kejang, demam, penurunan kesadaran
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.
6. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
1.
Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
2.
Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput
lendir dan menyebar melalui system persarafan.

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa


prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi
mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah
laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala
lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
7. Penatalaksanaan kejang ( algoritma) (Mangunatmadja, 2013)

8. Status epileptikus
SE konvulsivus pada anak adalah kegawatan yang mengancam jiwa dengan risiko
terjadinya gejala sisa neurologis. Risiko ini tergantung dari penyebab dan lamanya
kejang berlangsung. Makin lama kejang berlangsung, makin sulit untuk
menghentikannya. Oleh karenanya, tata laksana kejang toniklonik umum lebih dari 5
menit, adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status epileptikus.8
Penghentian kejang dibagi berdasarkan waktu: 0 5 menit, 5 10 menit, 10 30

menit dan > 30 menit. Pembagian ini untuk membedakan tindakan yang dilakukan,
pemberian obat-obatan dan menilai apakah pasien sudah masuk kedalam SE atau
bahkan sudah menjadi SE refrakter. (Mangunatmadja, 2013)
Penghentian kejang Pembagian waktu penghentian kejang dapat dilihat di bawah
ini:2,5,8,9
0-5 menit :
Longgarkan pakaian pasien, dan miringkan. Letakkan kepala lebih rendah dari
tungkai untuk mencegah aspirasi bila pasien muntah
Yakinkan bahwa aliran udara pernapasan baik, berikan oksigen bila ada.
Pada saat di rumah dapat diberikan diazepam rektal 0,5 mg/kg (berat badan < 10 kg
= 5 mg; sedangkan bila berat badan > 10 kg =10 mg) dosis maksimal adalah 10 mg /
dosis.
Maksimal dapat diberikan 2 kali dengan interval 5 menit
Bila keadaan pasien stabil, pasien dibawa ke rumah sakit terdekat. 5-10 menit
Bila saat tiba di rumah sakit pasien kejang kembali. Dapat diberikan diazepam rektal
1 kali dengan dosis yang sama.
Lakukan pemasangan akses intravena. Pengambilan darah untuk pemeriksaan :
darah rutin, glukosa, dan elektrolit
Bila masih kejang berikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgbb secara intravena (kecepatan 5
mg/menit),
Jika didapatkan hipogikemi, berikan glukosa 25% 2 mL/kg berat badan
10 30 menit
Cenderung menjadi status konvulsifus
Berikan fenitoin 20 mg/kg intravena dengan pengenceran setiap 10 mg fenitoin
diencerkan dengan 1 mL NaCl 0,9 % dan diberikan dengan kecepatan 50 mg/menit.
Dosis maksimal adalah 1000 mg fenitoin.
Bila kejang tidak berhenti diberikan fenobarbital 20 mg/kg intravena bolus
perlahanlahan dengan kecepatan 100 mg/menit. Dosis maksimal yang diberikan
adalah 1000 mg fenobarbital.
Bila kejang masih berlangsung diberikan midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus
perlahan dilanjutkan dengan dosis 0,02 0,06 mg/kg/jam yang diberikan secara drip.
Cairan dibuat dengan cara 15 mg midazolam berupa 3 mL midazolam diencerkan
dengan 12 mL NaCl 0,9 % menjadi 15 mL larutan dan diberikan perdrip dengan
kecepatan 1 mL/jam (1 mg/jam).
> 30 menit
Bila kejang berhenti dengan pemberian fenitoin dan selama perawatan timbul kejang
kembali diberikan fenitoin tambahan dengan dosis 10 mg/ kg intravena dengan
pengenceran. Dosis rumatan fenitoin selanjutnya adalah 5 7 mg/kg intravena dengan
penegnceran diberikan 12 jam kemudian. .

Bila kejang berhenti dengan fenobarbital dan selama perawatan timbul kejang
kembali diberikan fenobarbital tambahan dengan dosis 10 mg/kg intravena secara
bolus langsung. Dosis rumatan fenobarbital adalah 5 7 mg/kg intravena diberikan 12
jam kemudian Bila kejang berhenti dengan midazolam, maka rumatan fenitoin dan
fenobarbital tetap diberikan.
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan seperti analisis gas darah,
elektrolit, gula darah. Dilakukan koreksi terhadap kelainan yang ada dan awasi tandatanda depresi pernapasan.
9. Pilihan dan cara pemberian agent anti kejang (Mangunatmadja, 2013)

10. Antibiotik dan golongan intra vs ekstra cranial


11. SE Refrakter
SE refrakter terjadi bila kejang terus berlangsung walaupun telah diberikan
pengobatan yang adekwat. Pada keadaan ini, jalan napas dipertahankan lancar,
ventilasi terkontrol dengan intubasi, sirkulasi terpasang, dan pasien dipindahkan ke
ruang perawatan intensif. Umumnya kejang masih berlangsung dalam 30 60 menit
pengobatan. Obat yang sering digunakan adalah profopol dan pentobarbital. (Riviello,
2013) (Morton & Pellock, 2012) (Singh, 2009).
Propofol diberikan 35 mg/kg secara bolus perlahan dilanjutkan dengan pemberian
per drip dengan pompa infus 1 15 mg/kg/jam. Cairan obat dibuat dengan
memasukkan propofol 200 mg dalam 20 ml larutan. Larutan ini mengandung propofol
untuk setiap 1 mL =1 0 mg, Obat diberikan secara infus dengan kecepatan 1 mL per
jam. Bila kejang masih berlangsung dapat diberikan pentobarbital 210 mg/kg secara

bolus sampai 20 mg/kg dan dilanjutkan dengan pemberian per drip 0.55 mg/kg/jam.
(Brophy, et al., 2012)
Adapun algoritma tata laksana penghentian kejang sesuai di atas dapat terlihat pada
skema tata laksana penghentian kejang (Lampiran 1 dan 2).10,11 Tata laksana
selanjutnya setelah kejang teratasi adalah menilai skala koma Glasgow, Dolls eye
movement, pola napas, dan reaksi pupil. Hasil kumpulan pemeriksaan ini akan
menentukan tingkat gangguan penurunan kesadaran apakah di tingkat korteks serebri,
midbrain, atau batang otak. Keadaan ini sangat menentukan prognosis pasien. Edema
otak dapat ditata laksana dengan pemberian manitol karena edema yang ada adalah
edema sitotoksik (Mangunatmadja, 2013).
12. Penatalaksanaan
Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
2.
Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a.
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b.
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c.
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama
10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
d.
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
3.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a.
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
b.
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
c.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4.
Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a.
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
b.
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
c.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5.
Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
6.
Penatalaksanaan shock septik
7.
Mengontrol perubahan suhu lingkungan

8.

Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang

mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena
atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat
per oral. (Hassan, 1997)

Anda mungkin juga menyukai