Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkopneumonia

adalah

salah

satu

jenis

pneumonia

yang

mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan
di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C,2002:57).
Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) ke- 4 (mengurangi Angka
Kematian Anak) hanya dapat dicapai melalui upaya-upaya intensif yang
fokus pada penyebab utama kematian anak, yaitu:1 pneumonia, diare,
malaria, kekurangan gizi, dan masalah neonatal. Diperkirakan dari 8,8 juta
kematian anak di dunia pada tahun 2008 1,6 juta adalah akibat pneumonia
dan 1,3 juta karena diare. Kematian karena penyakit ini sangat terkait
dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan kurangnya akses perawatan
kesehatan. Lebih dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anak-anak
terjadi di 68 negara berkembang (Depkes RI, 2010).
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian pneumonia sejauh ini
belum merata dan masih tidak terkoordinasi. Hanya 54% anak dengan
pneumonia di negara berkembang yang dilaporkan dibawa ke penyedia
layanan kesehatan yang berkualitas dan hanya 19% anak balita dengan
tanda-tanda klinis pneumonia mendapatkan antibiotik (Depkes RI, 2010).
Hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kematian pada
Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar
disebabkan karena pneumonia 23,6% (Kemenkes RI, 2012)
Broncopneumonia adalah penyakit saluran nafas bagian bawah,
merupakan penyebab kematian utama pada bayi usia di bawah lima tahun
(balita), khususnya di negara-negara berkembang. Pneumonia seolah
menjadi penyakit yang terlupakan, padahal sekitar dua juta balita setiap
tahun meninggal dunia, karena penyakit itu jauh melebihi kematian yang
disebabkan AIDS, malaria dan campak. Dilaporkan, di kawasan Asia Pasifik

diperkirakan sebanyak 860.000 Balita meninggal setiap tahunnya atau


sekitar 98 anak setiap jam. Secara Nasional angka kejadian pneumonia
belum diketahui secara pasti (Wahid, 2013).
Broncopneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap
tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk di Amerika Serikat.
Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap
merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat
(Price & Wilson, 2006).
Munculnya organisme nosokomial yang didapat dari rumah sakit yang
resisten terhadap antibotik, ditemukannya organisme organisme yang baru
(seperti Legionella), bertambahnya jumlah penjamu yang lemah daya tahan
tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spektrum
dan derajat kemungkinan penyebab penyebab pneumonia, dan ini
menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan
yang mencolok (Price & Wilson, 2006).
Penyakit bronkopneumonia dapat menimbulkan tanda serta gejala
umum gangguan pernafasan. Tanda dan gejala pernafasan adalah: batuk,
sputum yang berlebihan atau abnormal, hemoptisis, dispnea dan nyeri
dada. Tanda lain pneumonia yang berat adalah timbulnya sianosis (Price &
Wilson, 2006).
Langkah yang perlu dilakukan adalah kenali anak yang sakit, cari
pertolongan yang diperlukan dan berikan antibiotika yang tepat sesuai
anjuran WHO, yaitu kotrimoksasol atau amoksisilin. Pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindarkan faktor risiko dan melaksanakan pedoman
penatalaksanaan pneumonia dengan tepat dan cepat serta meningkatkan
pemberian imunisasi khususnya DTP, campak, Hib dan pneumokokus
(PCV) (Kartasasmita, 2010).
Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan
pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam
sebulan terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76%
dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah

provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi Jambi


pada angka 0.3%. Sedangkan prevalensi pada anak balita (1-4 tahun)
adalah 1,00% dengan rentang antar provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti
pada bayi, prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali
(13,2%) sedangkan provinsi jambi adalah 0,7% (Depkes RI, 2010).
Data RSUD Raden Mattaher 3 tahun terakhir tentang kejadian
broncopneumonia pada anak cenderung meningkat terutama pada akhir
tahun, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1
Data penderita broncopneumonia yang dirawat di RSUD Raden Mattaher
Jambi periode 2012- 2014 berdasar umur penderita

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah

Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Umur (th)
Umur (th)
Umur (th)
0- 1 1-4 5-14 0- 1 1-4
5-14 0- 1 1- 4 5-14
0
3
1
8
7
0
2
4
0
0
0
0
13
10
0
2
0
0
0
1
1
11
4
1
3
4
0
5
9
0
0
7
1
5
5
2
9
12
1
3
3
3
4
10
3
3
5
1
4
4
0
14
10
4
9
3
2
2
2
3
6
2
0
3
4
1
2
1
0
3
1
2
4
0
1
3
4
0
2
2
2
5
7
1
3
5
0
4
5
0
5
5
3
5
5
2
2
2
1
0
4
0
5
5
4
4
10
0
43
53
12
59
57
14
51
55
14

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penderita kejang


broncopneumonia paling banyak di derita oleh anak usia dibawah 4 tahun.

Broncopneumonia biasanya dianggap sebagai infeksi biasa, tetapi setelah


beberapa hari akan terjadi peningkatan suhu yang ekstrim sampai disertai
kejang. Setelah dibawa ke rumah sakit baru penyakit ini dapat terdeteksi,
biasanya

sudah

dalam

keadaan

yang

cukup

serius.

Karena

broncopneumonia awalnya tidak diikuti dengan batuk.


Munculnya berbagai tanda dan gejala akan menimbulkan munculnya
masalah keperawatan antara lain bersihan jalan nafas, pertukaran gas,
nutrisi, aktifitas, kecemasan, dll. Masalah tersebut harus diatasi oleh
perawat untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut, peran perawat
dengan baik dalam memberikan asuhan keperawatan berperansebagai
pemberi pelayanan, pendidik, pembela pasien, dll.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka perawat perlu memahami dan
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien bronkopneumonia
dengan benar, oleh karena itu maka disusunlah Karya Tulis Ilmiah ini yang
lebih lanjut akan menguraikan pengelolaan dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan bronkopneumonia
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
penelitian adalah : Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada An. A dengan
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pasien bronkopneumonia di ruang
anak RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan dan melakukan Asuhan Keperawatan pada
An. A

dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pasien

bronkopneumonia di ruang anak RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun


2015.
2. Tujuan Khusus

a.

Mampu melakukan pengkajian pada An. A dengan masalah bersihan

b.

jalan nafas tidak efektif pasien bronkopneumonia


Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada

c.

masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pasien bronkopneumonia .


Mampu merumuskan intervensi pada
An. A dengan masalah

d.

bersihan jalan nafas tidak efektif pasien bronkopneumonia.


Mampu melakukan tindakan keperawatan pada
An. A

e.

masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pasien bronkopneumonia .


Mampu melaksanakan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan pada

An. A dengan

dengan

An. A dengan masalah bersihan jalan nafas

tidak efektif pasien bronkopneumonia.

D. Manfaat Penelitian
1.

Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan secara langsung teori yang di dapat dari
perkuliahan dalam menerapkan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan pasien An.A dengan bronkopneumonia. .

2.

Bagi Institusi Pendidikan


Hasil studi kasus ini dapat menambah informasi dan menjadi bahan
bacaan serta masukan bagi mahasiswi Akademi Keperawatan Yayasan
Telanai Bhakti Jambi khususnya pada asuhan keperawatan dengan
bronkopneumonia., sehingga dapat di jadikan sebagai acuan dan
perbandingan untuk pembuatan studi kasus selanjutnya.

3.

Bagi Lahan Praktik


Sebagai bahan masukan untuk membuat suatu kebijakan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pasien dengan Diare terutama pada
anak-anak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Oksigenasi
1. Pengertian
Oksigenasi merupakan terapi oksigen dengan upaya pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
oksigen di atmosfer (lingkungan). Tujuan oksigenasi adalah memberikan
transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya
bernafas dan mengurangi stres pada miokardium (Arif Muttaqin, 2009).
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk
mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel
(Potter and Pery, 2005)
2. Proses Oksigenasi
a.

Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke


dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.Proses ventilasi di
pengaruhi

oleh

beberapa

hal,

yaitu

adanya

perbedaan

tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka


tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah
tempat tekanan udara semakin tinggi. Pengaruh proses ventilasi
selanjutnya adalah complienci dan recoil. Complience merupakan
kemampuan paru untuk mengembang. sedangkan recoil adalah
kemampua CO2 atau kontraksi menyempitnya paru.
b.

Difusi Gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan


kapiler paru dan co2 di kapiler dengan alveoli.Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa paktor, yaiti luasnya permukaan paru, tebal
membran respirasi / permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial( keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan).Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal

ini sebagai mana o2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh karena
tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam
darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
c.

Transfortasi Gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke


jaringan tubuh dan Co2 jaringan tubuh ke kaviler.Transfortasi gas
dapat

dipengaruhi

(kardiak output),
perbandingan

oleh

beberapa factor,

kondisi
sel

pembuluh

darah

dengan

yaitu

darah,
darah

curah

latihan
secara

jantung

(exercise),
keseluruhan

(hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb (Potter and Pery, 2005).


3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi
a.

Saraf

Otonomik

yang

memberikan

rangsangan

simpatis

dan

parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi kemampuan


untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun
parasimpatis.

Ketika

terjadi

rangsangan,

ujung

saraf

dapat

mengeluarkan neurotsransmiter (untuk simpatis dapat mengeluarkan


norodrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk
parasimpatis

mengeluarkan

asetilkolin

yang

berpengaruh

pada

bronkhokonstriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor


adrenergenik dan reseptor kolinergik.
b. Alergi pada Saluran Napas dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernapasan , bulu binatang, serbuk benang
sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain.
c. Perkembangan

anak

dapat

memengaruhi

jumlah

kebutuhan

oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia


perkembangan.
d. Lingkungan dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor
alergi, ketinggian tanah, dan suhu.kondisi tersebut memengaruhi
kemampuan adaptasi.
e. Perilaku yang dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah
perilaku dalam mengkonsumsi makanan (status nutrisi).

B. Konsep Dasar Penyakit


1.

Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang

mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C, 2002).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda
asing( Ngastiyah, 2005).
Bronkopneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya
berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. Penyebabnya
termasuk berbagai agen infeksi, iritan kimia, dan terapi radiasi. Rencana
perawatan ini sesuai dengan pneumonia bakteri dan virus, mis.,
pneumoccocal pneumonia, pneumocystis carinni. haemotilus influenza,
mioplasma. Gram-negatif (Marilynn E. Doenges, 2000).
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh
agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang
mengenai daerah bronkus dan sekitar alveoli.
2. Anatomi dan Fisiologi
Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana
organ-organ pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana
udara mengalir yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian
paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara
dan darah. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari Hidung yang
menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk
kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang
menyalurkan air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam
hidung,

Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar

teanggorokan sampai persambungannya dengan esophagus pada


ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya di belakang hidung (naso

farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx (farinx


laryngeal) (Evelyn C.Pearce, 2002).
Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari Larynx (Tenggorokan)
terletak di depan bagian terendah pharnyx yang memisahkan dari
kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya, Trachea (Batang
tenggorokan ) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan dari
larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat
ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Bronchus yang terbentuk
dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebralis torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak
simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai
makna klinis yang penting.Tabung endotrachea terletak sedemikian rupa
sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam
cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, makap tidak dapat
masuk kedalam paru-paru akan kolaps (atelektasis).Tapi arah bronchus
kanan yang hampir vertical maka lebih mudah memasukkan kateter
untuk melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda asing yang
terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan ke
arahnya vertikal. Cabang utma bronchus kanan dan kiri bercabangcabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus.
Percabangan ini terusmenerus sampai cabang terkecil yang dinamakan
bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil
yang tidak mengandung alveolus.Bronchiolus terminal kurang lebih
bergaris tengah 1 mm.bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah, semua saluran udara dibawah bronchiolus terminalis disebut
saluran pengantar udara karena fungsi utamanya dalah sebagai
pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru.Diluar bronchiolus

terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru,


tempat pertukaran gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang
kadang- kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal
dari dinding mereka.Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh
alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paruparu. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak
dalam rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh
mediastinum central yang mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh
darah besar.Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan
dasar.Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh
limfe memasuuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar
paru.Paru kanan lebih daripada kiri,paru kanan dibagi menjadi tiga lobus
dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronchusnya. Paru
kanan

dibagi

menjadi

10

segmen

sedangkan

paru

dibagi

10

segmen.Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2


buah segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru
kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen
pada lobus superior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi
belahanbelahan yang bernama lobules. Didalam lobolus, bronkhiolus ini
bercabang-

cabang

banyak

sekali,

cabang

ini

disebut

duktus

alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya


antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga dada di bungkus oleh selaput
tipis yang bernama selaput pleura. Pleura dibagi menjadi dua :1.) pleura
visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru.2.) pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga
dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang
disebut kavum pleura.Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum
(hampa udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru dan

dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura


lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolpas paru
kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau udara atau
cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau
kolaps (Evelyn C.Pearce, 2002).

Gambar 2.1 : Saluran Pernafasan

3. Etiologi
Secara

umum

individu

yang

terserang

bronchopneumonia

diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh


terhadap virulensi organisme pathogen. Orang yang normal dan sehat
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan
yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan
silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral
setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia, antara lain :
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
b. Virus : Legionella pneumonia

c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans


d. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam
paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi
pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora
normal yang terdapat dalam mulut dank arena adanya pneumocystis
crania, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002).
Etiologi Pneumonia pada bayi baru lahir, seringkali terjadi karena
aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram
negatif seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus.
Pada Bayi, pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu
Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory
Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P.
aeruginosa,

Klebsiella,

S.

pneumoniae,

S.

aureus,

Chlamydia.

Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus,


yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu:
S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus
aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia
disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan
berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma
(Kartasasmita, 2010).
4. Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus
influenza atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran
pernafasan dengan gambaran

Infeksi saluran nafas bagian bawah

menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan


suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli. Ekspansi kuman melaui
pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran pencernaan dam

menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal


dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi
dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Ngastiyah, 2005).
5. Penatalaksanaan
Menurut Arief Mansjoer (2002) bahwa penatalaksanaan Infeksi
saluran nafas bagian bawah atau Bronchopneumonia yaitu dengan terapi
Oksigen 1-2 liter per menit, jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai
makan eksternal bertahap melaui selang nasogastrik dengan feeding
drip, jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transport muskusilier, koreksi gangguan
keseimbangan asam basa elektrolit.
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2005)
dibagi dua yaitu penataksanaan, medis & keperawatan.
Penatalaksanaan

medis

Pengobatan

diberikan

berdasarkan

etiologi dan uji resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan
pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan : Penisilin
ditambah

dengan

Cloramfenikol

atau

diberikan

antibiotik

yang

mempunyai spektrum luas seperti Ampisilin pengobatan ini diteruskan


sampai bebas demam 4 5 hari. pemberian oksigen dan cairan
intervensi, karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis
metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan
koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri. pasien pneumonia
ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit .
Penatalaksanaan Keperawatan yang dilakukan adalah menjaga
kelancaran pernafasan klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea
dan sianosis karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam
bronkus atau paru. Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir
tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O 2 perlu
dibantu dengan memberikan O2 2 l/menit secara rumat. Kebutuhan

Istirahat klien Pneumonia karena klien payah, suhu tubuhnya tinggi,


sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan
klien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara
tepat, usahakan keadaan tenang dan nyaman agar klien dapat istirahat
sebaik-baiknya.

Kebutuhan

nutrisi

dan

cairan

penderita

bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang


kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan
cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa
5%

dan

NaCl

0,9%

Mengontrol

suhu

tubuh

karena

penderita

bronkoneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia. Untuk


ini maka harus dikontrol suhu tiap jam, melakukan kompres serta obatobatan satu jam setelah dikompres dicek kembali apakah suhu telah
turun.
6. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah
(2005) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) yaitu: Empiema,
otitis media akut, atelektasis, emfisema, meningitis, efusi pleura, abses
paru, pneumothoraks, gagal napas dan sepsis.

C. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa.
Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar, sering terjadi pada bayi
dan anak. Banyak terjadi pada bayi di bawah 3 tahun, kematian banyak
terjadi pada bayi kurang 2 bulan (Wahid, 2013).

Keluhan utama Klien adalah sesak nafas, didahului oleh infeksi


saluran pernafasan atas selarna beberapa hari, kemudian mendadak
timbul panas tinggi, sakit kepala/dada (anak besar) kadang-kadang pada
anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi addomen dan kaku
kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun. Anak biasanya
dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun
apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
Riwayat medis lalu berhubungan dengan anak sering menderita
penyakit saluran pernafasan seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu 3-14 hari, sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat klinis klien.
Riwayat

kesehatan

keluarga

dimana

tempat

tinggal

dan

lingkungan dengan sanitasi buruk berisiko Iebih besar. Riwayat imunisasi


seperti IPD dan HIB. Riwayat tumbuh kembang, prenatal : dan Ante
Natal Care. Riwayat Ketuban Pecah Dini, Aspirasi mekonium, asfiksia
dan riwayat terkena ISPA.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan diare berdasarkan pedoman rencana
asuhan keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000) yaitu :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan
penerimaan oksigen.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
Alveoli

d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas sehari- hari

3. Perencanaan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
Hasil yang diharapkan adalah

mengidentifikasi / menunjukan

perilaku mencapai bersihan jalan nafas paten dengan bunyi nafas


bersih, tidak ada dispenia.
Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada dengan
melakukan Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada
dan cairan paru.
Auskultasi area paru, catat area penurunan atau / tak ada aliran
udara dan bunyi nafas adventius krekels atau mengi, yaitu dengan
melakukan penurunan aliran udara pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi nafas bronchial ( normal padabronkus) dapat juga terjadi
pada area konsolidasi.
Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif
sementara posisi duduk tinggi. Melakukan nafas dalam memudahkan
ekspansi maksimum paru- paru / jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk
mempertahankan

jalan

nafas

pasien.

Penekanan

menurunkan

ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas


lebih dalam dan lebih kuat.

Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi),


tawarkan air hangat daripada dingin. Dengan memberikan cairan
(khususnya hangat) akan memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
Lakukan penghisapan sesuai indikasi agar merangsang batuk
atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak
mampu melakukan, karena batuk tidak efektif atau perubahan tingkat
kesadaran.

Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran,

bronkodilator, analgesic. Berguna untuk menurunkan spasme bronkus


dengan mobilisasi secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki
batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan
secara hati- hati, karena dapat menurukan upaya batuk / menekan
pernafasan.
.
b. Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

perubahan

membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen


darah, gangguan pengiriman oksigen.
Hasil yang diharapkan adalah perbaikan ventilasi dan oksigen
jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala
distress pernafasan. Kriteria hasil adalah berpartisipasi pada tindakan
untuk memaksimalkan oksigenasi
Kaji frekuensi / kedalaman dan kemudahan bernafas dengan
melakukan manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

Observasi

warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis


perifer atau sirkulasi sentral, sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik.
Awasi frekuensi jantung / irama karena Takikardia biasanya ada
karena demam/ dehidrasi tetapi juga dapat merupakan respon

terhadap hipoksemia. Pertahankan istirahat tidur, dengan mendorong


penggunaan tehnik relaksasi dan aktifitas senggang. Upaya ini
dilakukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen dan memudahkan
penyembuhan infeksi.
Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi,
nafas dalam dan batuk efektif

tindakan ini mengingatkan inspirasi

maksimal, meningkatkan pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.


Selanjutnya kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah /
perasaan. Jawab pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering
sesuai indikasi. Hal ini berguna untuk manifestasi masalah psikologi.
Berikan

terapi

oksigen

dengan

benar,

yang

betujuan

mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan


metode yang memberikan pengiriman dengan tepat dalam toleransi
pasien

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam


Alveoli
Hasil yang diharapkan adalah pola nafas tidak efektif dengan
frekuensi dan kedalaman rentang normal dan paru bersih dengan
partisipasi dalam aktifitas/ perilaku peningkatan fungsi paru.
Perencanaan

keperawatan

yaitu

dengan

kaji

frekuensi,

kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan,


termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal. Auskultasi bunyi
nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius seperti krekels atau
mengi. Bunyi nafas menurun / tidak ada jika jalan nafas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil
(atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas.

Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turu


dari

tempat

memungkinkan

tidur

dan

ekspansi

ambulasi
paru

dini,

dan

dengan

Duduk

memudahkan

tinggi

pernafasan.

Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatakan pengisian udara


segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
Observasi pola batuk dan karakteristik sekret, Kongesti alveolar
mengakibatkan

batuk

kering/

iritasi.

Sputum

berdarah

dapat

diakibatkan oleh kerusakan jaringan ( infark paru) atau anti koagulan


berlebihan.
Berikan oksigen tambahan berguna untuk memaksimalkan
bernafas dan menurunkan kerja nafas. Berikan humidifier tambahan,
misalnya nebulizer dengan memberikan kelembaban pada membrane
mukosa dan membantu pengenceran secret untuk memudahkan
pembersihan.
d. Diagnosa keperawatan : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan

dengan kehilangan cairan

berlebihan, penurunan

masukan oral.
Hasil yang diharapkan adalah

keseimbangan cairan dengan

kriteria hasil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian


kapiler cepat, tanda vital stabil.
Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh, dengan
peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan
melalui evaporasi. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa
yaitu dengan memeriksa indikator langsung keadekuatan volume
cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena
nafas mulut dan oksigen tambahan.
Tekankan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi
individual

dengan

memenuhi

kebutuhan

dasar

cairan,

untuk

menurunkan resiko dehidrasi. Beri obat sesuai indikasi, misalnya

antipiretik, antiemetic, yang berguna menurunkan kehilangan cairan.


Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan, karena dasarnya
penurunan masukan / banyak kehilangan. Penggunaan parenteral
dapat memperbaiki / mencegah kekurangan.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktivitas hidup sehari- hari yang bertujuan untuk meningkatan toleransi
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil yaitu tidak ada dispneau,
kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Kaji respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan
setelah

aktifitas.

Hal

tersebut

dilakukan

dengan

menetapkan

kebutuhan / kemampuan pasien dan memudahkan dalam pemilihan


intervensi.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat. Hal ini berguna untuk menurunkan stress dan
rangsangan berlebih.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Dimana
istirahat atau tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan

kebutuhan

metabolik,

menghemat

energy

untuk

penyembuhan. Pembatasan aktivitas dengan respon individual pasien


terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di kursi.
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan, yang berguna untuk
menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

BAB III
STUDI KASUS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari selasa tanggal 4 Agustus 2015 jam
10.00 WIB di ruang anak RSUD Raden Mattaher Jambi dengan metode
observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan dan catatan medik pasien.
Menanyakan identitas Klien/Keluarga dilakukan pada tanggal 4
Agustus 2015 jam 10.00 WIB di ruang anak RSUD Raden Mattaher Jambi.
Nama klien adalah An.A, masuk tanggal 3 Agustus 2015 jam 02.00 WIB
dirawat diruang anak kelas III. A dengan nomor register 795458 dengan
diagnosa Bronkopneumonia. An.A berumur 5 bulan dengan berat badan

kg pada saat dirawat dengan nama orang tua Tn.W, agama Islam,
pekerjaan swasta, usia 24 tahun, alamat Jerambah bolong Ds. Mekar Jaya
RT.07 Ma. Jambi.
Keluhan utama (Chief Complain), adalah panas tinggi yang disertai
dengan batuk. Pada saat pengkajian ibu klien mengatakan anaknya batuk
yang diikuti dengan demam tinggi, susah tidur dan rewel.

Klien masuk

rumah sakit dalam keadaan sesak nafas dan telah berlangsung sejak 3 hari
yang lalu. Klien juga mengalami batuk yang disertai dengan demam yang
terjadi dengan tiba-tiba. Ibu juga mengkatakan batuk anaknya berdahak
tetapi tidak ada darah, dahak sulit dikeluarkan. Demam yang terjadi tidak
disertai dengan kejang dan tidak sampai terjadi penurunan kesadaran.
Pada riwayat kehamilan ibu mengatakan ANC 8 kali ke klinik bidan,
selama kehamilan ibu tidak menjalani diet, tidak ada penyakit infeksi dan
tidak ada keluhan lainya. Ibu mengatakan bersalin pada usia kehamilan 39
minggu, berat lahir bayinya 2500 gram dalam keadaan normal dan bayi
segera menangis.

Ibu mengatakan tidak ada perawatan khusus setelah persalinan


karena tidak ada masalah selama proses persalinan. Keadaan bayi normal
dengan tidak adanya cyanosis, suhu tubuh normal dan reflek menelan dan
menghisap baik. Pemberian imunisasi belum lengkap karena klien masih
berumur 5 bulan.
Hasil Pemeriksaan fisik klien diperoleh tinggi badan 55 cm, berat
badan 4 kg, lingkar kepala 40 cm. Keadaan umum klien lemah, gelisah,
rewel, kesadaran composmentis, suhu 38,60C, nadi 124 x/I dan pernafasan
60 x/i.
Struktur kepala tampak normal (simetris, tidak ada kotoran dan tidak
ada lesi), keadaan mata baik, schelera bersih tidak ada peradangan tetapi
nampak cekung karena kurang tidur yang ditandai dengan wajah tampak
mengatuk. Ibu mengatakan anaknya tidur hanya 3 jam sehari semalam.
Keadaan fisik lainya seperti hidung, telinga, leher dan data tidak terdapat
kelainan atau masih dalam batas normal. Pola nafas klien ireguler dengan
frekuensi 60 kali per menit, kualitas nafas cepat, whezing (-), adanya batuk
dan dahak dan ronki basah (+). Kardiovaskuler tidak dikaji.
Pola Kebiasaan makan dan minum klien sebelum sakit hanya
mendapatkan ASI saja setiap 3 -5 jam per hari atau sebanyak 7 kali sehari,
sedangkan pada saat pengkajian klien masih tetap mendapatkan ASI dan
obat penurun panas.
Sebelum sakit klien biasa BAB 1 2 kali sehari dengan konsistensi
lunak, warna kuning, dan bau khas feses. Sedangkan saat pengkajian klien
BAB 1 kali sejak rawat. Sebelum sakit klien BAK 4-5 x sehari warna kuning
bening, bau pesing khas urine. Sedangkan pada saat pengkajian pasien
klien jarang BAK.
Sebelum sakit klien biasa tidur

selama lebih dari 12 jam. Saat

pengkajian klien tidur hanya 3 4 jam sehari.


Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 4-08-2015 adalah nilai WBC :
18,1 103/mm3 (diatas normal ), RBC : 5,44 106/mm3 ( batas normal ), HGB :

11,8 g/dl (batas normal),HCT : 34,4 % ( batas normal ), PLT : 341 10 3/mm3 (
batas normal ) dan GDS : 71 mg ( batas normal ).
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data subjektif ibu klien mengatakan bahwa
anaknya sesak nafas. Data objektifnya berupa nafas cepat dan dangkal,
adanya batuk produktif, ronki, takikardi maka diagnosa yang tampak sesuai
keadaan klien adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
inflamasi trakeobonkial,

pembentukan edema, peningkatan produksi

sputum.
Diagnosa selanjutnya berdasarkan pengkajian data subjektif ibu
mengatakan anaknya sulit tidur. Data objektif berupa sesak nafas, batuk
tampak gelisah, rewel dan badan terasa hangat. Maka diagnosa yang
ditegakkan selanjutnya adalah gangguan pola istirahat yang berhubungan
demam.
Ibu mengatakan cemas melihat keadaan anaknya yang ditandai
dengan ibu sering bertanya tentang penyakit dan cara perawatan anaknya.
Maka diagnosa yang ditegakkan adalah kurang pengetahuan orang tua
tentang perawatan penyakit anaknya.
C. Intervensi
Intervensi untuk diagnosa keperawatan pada An.A dengan masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan

intervensi

keperawatan pada An.A adalah

hasil yang

diharapkan adalah bersihan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas,
frekuensi pernafasan normal (30-40 x/menit pada bayi), tidak sesak dan
tidak sianosis, batuk spontan.
D. Implementasi
Kegiatan yang

dilakukan pada An.A

sesuai dengan diagnosa

keperawatan pada kasus bronkopneumonia yaitu langsung dilaksanakan

selama 3 hari dimulai pada hari Selasa tanggal 4-8-2015 jam 10.00 WIB
kegiatan yang dilakukan adalah mengobservasi fungsi pernafasan seperti
bunyi nafas, frekuensi dan mencatat rasio inspirasi/ekspirasi. Mengatur
posisi klien semi fowler dan tetap memberikan ASI serta meneruskan terapi
dokter.
Kegiatan yang dilakukan pada An.A hari kedua tanggal 5-8-2015
jam 11.00 WIB adalah mengkaji perkembangan klien, sesak nafas
berkurang, mengobservasi batuk, mengatur posisi dengan meninggikan
posisi kepala baik ditempat tidur maupun sewaktu digendong. Tetap
memberikan ASI.
Kegiatan yang

dilakukan pada tanggal 6-8-2015 jam 11.00 WIB

adalah mengobservasi tanda-tanda vital, suhu badan dan frekuensi


pernafasan
E. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari untuk
mengatasi masalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
inflamasi trakeobonkial,

pembentukan edema, peningkatan produksi

sputum yaitu pada hari pertama tanggal 4 Agustus 2015 adalah pengkajian
data subjek yaitu ibu klien mengatakan anaknya sesak nafas, dahak sulit
dikeluarkan dan demam, yang ditandai dengan keadaan umum lemah,
ekspresi wajah tampak mengatuk, rewel, susah bernafas, ronki (+), RR 60
x/i, suhu 38,5oC. Masalah yang dihadapi adalah bersihan nafas tidak efektif.
Perencanaan keperawatan meliputi mengukur tanda-tanda vital, mengatur
poisis, memberikan O2 sesuai kebutuhan, menganjurkan tetap memberikan
ASI, mengistirahatkan klien dan meneruskan terapi sesuai pesanan.
Pada tanggal 5 Agustus 2015 didapatkan data subjektif berupa ibu
klien mengatakan anaknya sesak nafas berkurang yang ditandai dengan
keadaan umum masih lemah, ekspresi wajah tampak mengatuk, rewel,
ronki (+).RR 50 x/i, suhu 37,5 oC. masalah yang dihadapi masih tetap sama
yaitu bersihan nafas tidak efektif. Perencanaan keperawatan meliputi

mengukur tanda-tanda vital, memberikan O2 sesuai kebutuhan, tetap


memberikan ASI, mengistirahatkan klien dan.
Pada tanggal 6 Agustus 2015 diperoleh data subjektif berupa ibu klien
mengatakan anaknya sudah tidak sesak yang ditandai dengan keadaan
tenang, rewel berkurang, sudah bisa tidur nyenyak, ronki (+).RR 40 x/i, suhu
37,5oC. masalah masih tetap ada yaitu bersihan nafas tidak efektif.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengukur tanda-tanda vital,
tetap memberikan ASI dan melanjutkan terapi.

BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian yang

dilakukan pada An. D tanggal 4-8-2015

diperoleh data sebagai berikut : ibu klien mengatakan sejak tadi malam
anaknya mencret 5 kali, muntah 3 kali, konsistensi feces cair dan berlendir,
muka pucat, mata tampak cekung, gembung ada, tubuh terasa panas, suhu
38,4 0 C, nadi 100 kali permenit, respirasi 24 kali permenit, keadaan umum
sedang, anak rewel, distensi abdomen positif, bising usus meningkat 15 kali
per menit.
Data

tersebut

sesuai

dengan

teori

Ngastiyah

(2005)

yang

mengatakan bahwa gejala dari diare adalah cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, timbul diare,
tinja cair disertai lendir ataupun darah, warna tinja makin lama berubah
kehijau hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah
sekitanya timbul lecet karena sering defekasi, muntah, berat badan
menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun menjadi cekung, mulut
tampak kering.
Data yang

penulis tidak temukan yang

ada pada teori menurut

Ngastiyah (2005) yaitu tinja disertai darah, anus lecet, ubun-ubun cekung,
dan mulut tampak kering. Hal tersebut tidak ditemukan karena pada saat
pengkajian An.A mencret hanya 5 kali sehari semalam, anak masih mau
makan walau kurang dari porsi biasanya, anus tidak lecet, turgor kulit baik,
keadaan umum sedang, hal ini menunjukkan anak pada tingkat dehidrasi
ringan.
Adapun gejala dari kurang volume cairan menurut Ngastiyah (2005)
yaitu : Kesadaran baik, Nadi normal, Pernafasan biasa, Anus tidak lecet,
Ubun ubun tidak cekung, mata tidak cekung, frekwensi BAB cair 3 5
kali/hari

Walaupun anak masih dengan dehidrasi ringan, bila tidak segera


diatasi dapat memperburuk keadaan anak tersebut dan menyebabkan
timbulnya komplikasi lain. Pada penderita dengan dehidrasi ringan
dianjurkan untuk diberikan cairan secukupnya untuk mencegah terjadinya
kehilangan cairan yang berlebihan dengan cara memberikan oralit sebagai
tindakan pertama, bila tidak ada perubahan segera mencari pertolongan ke
pelayanan kesehatan yang ada.
.
2. Intervensi
Pada perencanaan penulis membahas tentang prioritas diagnosa
yang

terdapat pada An. D dengan masalah kekurangan volume cairan,

risiko tinggi terhadap Kehilangan banyak cairan melalui rute normal (diare
berat, muntah).Diagnosa ini merupakan prioritas utama karena masalah
klien BAB lebih kurang 5 kali sehari semalam dan turgor kulit masih baik
dan klien mau makan walau kurang dari porsi yang disediakan. Untuk itu
perencanaannya adalah mengobservasi tanda-tanda vital, anjurkan pada
ibu untuk memberi minum yang

banyak, kaji status hidrasi, ubun-ubun,

mata, dan turgor kulit, timbang berat badan, beri obat sesuai terapi, An.A di
istirahatkan.
3. Implementasi
Pada umumnya implementasi yang
sesuai dengan rencana yang

akan dilakukan pada An.A

ada, dimana An.A

dan keluarga mau

berpartisipasi dan menerima intervensi keperawatan yang diberikan.


Di dalam pelaksanaan tidak ada hambatan yang

ditemui,

pelaksanaan dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada dan situasi klien
seperti mengukur tanda-tanda vital, memberi penjelasan kepada keluarga
tentang penyakit diare, memberikan obat oral, mengobservasi kondisi klien,
mengobservasi frekuensi dan konsistensi faeces, menganjurkan ibu untuk
memberikan anak banyak minum, mengobservasi daerah perineal,
mengobservasi peristaltik usus dan distensi abdomen

4. Evaluasi
Diagnosa yang diutamakan pada An.A, yang menderita diare adalah
kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap kehilangan banyak cairan
melalui rute normal (diare berat, muntah), pada hari pertama tanggal 4-82015 ada resiko dehidrasi atau kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare dapat dihindari. Pada tanggal 6-8-2015 klien tidak mencret
lagi, klien tidak muntah lagi, suhu sudah normal, distensi abdomen negatif,
bising usus 12 kali permenit, anak tidak rewel lagi, keadaan umum sedang,
BAB hanya 1 kali sehari, turgor kulit baik, bibir tampak lembab, porsi yang
disajikan dihabiskan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada An.A di bangsal
anak RSU Abdul Manaf Kota Jambi dengan masalah defisit volume cairan
pada penderita diare, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa An.A yang
menderita diare yaitu buang air besar 5 kali sehari semalam dengan
konsistensi encer dan berlendir, muntah lebih dari 3 kali, rewel, gelisah,
keadaan umum sedang, gembung merupakan gejala awal yang apabila tidak
segera ditangani dengan baik maka tidak menutup kemungkinan terjadinya
turgor kulit jelek, ubun-ubun cekung, kesadaran menurun, keadaan umum
yang lemah, mukosa mulut kering dan seterusnya.
B.

Saran
1.

RSUD Raden Mattaher Jambi


RSUD Raden Mattaher Jambi

khususnya

bangsal An.A

diharapkan dapat melengkapi sarana yang menunjang demi kelancaran


proses tindakan keperawatan. Seperti penambahan peralatan medis
untuk mengukur suhu, jumlah tenaga yang masih kurang yaitu 1 perawat
masih melayani lebih dari 5 pasien sementara dalam pelaksanaan setiap
ship sore dan malam lebih banyak lagi
2.

Bagi Institusi
Laporan

kasus

ini

berguna

bagi

mahasiswa

untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khususnya kemampuan


dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
masalah defisit volume cairan pada penderita diare.

dengan dengan

Anda mungkin juga menyukai