Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1
Daftar Isi. 2
BAB I. Pendahuluan
Latar belakang 3

BAB II. Pembahasan


Definisi, klasifikasi....................................................................................................4
Jenis cairan dan indikasinya..5

BAB III. Kesimpulan.. 9


Daftar Pustaka

.......................................................................................................... 10

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Resusitasi cairan adalah pemberian cairan adekuat dalam waktu yang cepat pada penderita
gawat akibat kekurangan cairan. Kekurangan cairan pada pasien gawat umumnya akibat
kecelakaan atau kekurangan cairan karena sebab lain. Secara umum, keadaan-keadaan ini
dapat memerlukan pemberian cairan:
-

Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan

cairan tubuh dan komponen darah)


Serangan panas (heat stroke)/(kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah)
Pemberian carian melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui
intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan
dan pemberian makanan. Infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan dan elektrolit, sebagai tindakan pengobatan dan pemberian nutrisi
parenteral. Cairan infuse dapat berupa cairan kristaloid, cairan koloid atau campuran
keduanya.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah guna melengkapi tugas penulisan
pada Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi dan agar pembaca
mampu memahami tentang cairan kristaloid.

BAB II
Tinjauan Pustaka
Ada 3 macam cairan yang perlu diberikan pada penderita yang mengalami kekurangan cairan
mendadak: 1. Kristaloid, 2. Koloid, 3. Whole blood.
Definisi:
1.

Cairan kristaloid merupakan cairan yang mengandung elektrolit dan

dengan air

(aqueous), cairan ini mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan ekstraseluler.
Cairan ini terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat menembus membran kapiler
dengan mudah. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravascular 20-30 menit. Ekspansi
cairan dari ruang intravascular ke interstitial berlangsung selama 30-60 menit sesudah
infus dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. 1
Klasifikasi:
Cairan kristaloid, dibagi menjadi cairan isotonik, hipertonik dan hipotonik.
a. Cairan hipotonik
- Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (<285 mOsmol/L), cairan
ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya. ), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum, maka cairan ditarik dari
dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
-

dituju.
Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula

darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.


- Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
- Contoh: NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.2
b. Cairan isotonik
- osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh
-

darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,

sehingga tekanan darah terus menurun).


Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit

gagal jantung kongestif dan hipertensi.


Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%)2
3

c. Cairan Hipertonik
- Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (>285 mOsmol/L), sehingga
menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Disamping itu memiliki efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi
pembuluh darah paru dan sistemik sehingga mampu menstabilkan tekanan darah,
-

meningkatkan produksi urin.


Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka

bakar, edema perifer.


Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate,
Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.2

Jenis cairan infuse dan indikasi


1. Normal Saline
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan
elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander
berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan
NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan
tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat
digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga
homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu
ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan
elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema
paru.2
4

2. Ringer Laktat (RL)


Laktat pada larutan ini dimetabolisme di hati dan sebagian kecilnya di metabolisme di
ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan
fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2
dan H2O (80% dikatalis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% oleh
enzim piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.
Indikasi:
Cairan ini masih digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstraseluler yang
akut. Contohnya pada dehidrasi berat karena diare murni, demam berdarah dengue.
Pada keadaan syok, dehidrasi, atau DSS pemberian bisa diguyur.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.2
3. Dekstrosa
Indikasi :
Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama
dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar
kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia, diabetes insipidus, sindroma malabsorpsi glukosa
galaktosa, anuria, perdarahan intracranial atau intraspinal.2

4.

Ringer Asetat (RA)


Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di
hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid
isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif
sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi
yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali
dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan
pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Indikasi: Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan
asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat,
sedangkan asetat dimetabolisme di otot sehingga masih dapat diterima oleh pasien
yang mengalami gangguan hati. Ringer Asetat terutama diindikasikan sebagai
pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka
5

bakar/syok

hemoragik;

pengganti

cairan

selama

prosedur

operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada
tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan
komplikasi dehidrasi.
Keunggulan:
-

Pemberian RA sebelum operasi atau durante operasi sesar, dapat mengurangi


resiko hipotermia pada ibu. RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL

pada neonatus
Pada kasus operasi sesar, ada kalanya bayi di lahirkan dapat menjadi asidosis.

RA resiko asidosis laktat pada bayi yang baru lahir, sehingga lebih bagus dari RL.
Ringer Asetat sangat baik mempertahankan suhu tubuh sentral pasien peri

operatif dibandingkan RL pada anestesi isofluran dan sevofluran..


Pada kasus stroke akut, untuk meningkatkan osmoloritas Asering agar menjadi
isotonis dengan cairan tubuh, maka pada Asering dapat ditambahkan MgSO4 20
% sebanyak 5 ml sehingga memperkecil risiko memburuknya edema serebral.3

Tabel I. Komposisi Beberapa Cairan Kristaloid4


Osmolality
Cairan

Na(mEql/l) Cl(mmol/l)
(mOsm/L)
154

Ca

Glukosa Laktat

Asetat

(mmol/) (mmol/l) (mg/dl) (mmol/l) (mmol/l)

NaCl 0,9 %

308

154

Dextrose 5 %

253

D5NS

561

154

154

5000

D5 NS

330

38,5

38,5

5000

Ringer Laktat

273

130

109

D5 RL

273

130

109

5000

28
50

28

Ringer Asetat

273,4

130

109

28

Banyaknya pemberian cairan kristaloid


Kristaloid yang diberikan lewat infuse akan mengisi ruang intravaskular dan interstiel (ruang
ekstra sel), sehingga bila penderita kehilangan cairan 1000 ml, perlu penggantian kristaloid
sebanyak 3-4x jumlah cairan yang hilang (jadi kira-kira 3000 ml).4
2. Koloid
Koloid mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam plasma,
tinggal dalam intravaskular cukup lama (waktu paruh koloid intravaskuler 3-6 jam),
sehingga volume yang diberikan sama dengan volume darah. Kekurangan dari koloid
yaitu mahal.
Koloid mempunyai kelebihan yaitu dapat menggantikan dengan cepat dan dengan volume
cairan yang lebih sedikit, ekspansi volume plasma lebih panjang, dan resiko edema
pheripheral kecil. Secara umum koloid dipergunakan untuk :
- Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (syok hemoragik)
sebelum transfusi tersedia
- Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat, misalnya pada luka bakar.
Beberapa contoh cairan koloid adalah albumin, gelatin solution, dextrans solutions,
HES solutions

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Tubuh dapat mengalami kekurangan cairan apabila terjadi perdarahan dalam jumlah banyak,
dehidrasi, diare, luka bakar, maupun penyebab lainnya sehingga sangat dibutuhkan
pemberian cairan melalui infus, dimana pemberian cairan ini dapat langsung ke intravascular.
Pemberian cairan (terapi cairan) dibagi menjadi 2 yaitu cairan resusitasi dan cairan rumatan.
Terapi resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh. Biasanya bisa
digunakan cairan kristaloid atau cairan koloid. Cairan kristaloid merupakan cairan dengan
berat molekul yang kecil, sehingga dapat menembus membran kapiler dengan mudah, dan
memperbaiki perfusi jaringan. Kristaloid yang paling sering digunakan adalah NS (Normal
Saline), dekstrosa, dan RA/RL. Keuntungan dari penggunakan kristaloid adalah selain lebih
murah, kristaloid juga cenderung kurang menyebabkan reaksi hipersensitivitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. GE Morgan, Jr.MS. Mikhail, M J. Murray. Clinical Anesthesiology, 4th


Edition. McGrawHills: 2005.
2. K Sally, Bate ST. Anastesia on the move. Jakarta: PT Indeks; 2013.
3. Pedoman cairan infuse. Edisi revisi IX. Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2007.
4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis Anastesiologi. Jakarta:
Bagian Anastesiologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2002.

Anda mungkin juga menyukai