Anda di halaman 1dari 15

TERAPI ANTI-VENOM

Anti racun adalah antidot spesifik untuk menangkal racun ular. Penentuan
managemen dari racun ular pada korban ditentukan oleh anti-racun yang tepat.
10.1 Apa itu anti-racun
Penangan racun ular pertma kali di perkenalkan oleh Albert Calmette di
Institut Pasteur di Saigon pada 1890 (Bon and Goyffon 1996). Antivenom adalah
imunoglobulin [biasanya pepsin refined F(ab) pecahan dari seluruh bagian IgG] berasal dari pemurnian plasma kuda, keledai atau kambing yang telah diberi
racun oleh satu species ular atau lebih. Anti racun yang spesifik dapat
membuktikan bahwa antiracun dapat bertahan melawan racun ular pada pasien
yang telah tergigit dan oleh karena itu dapat diperkirakan apabila spesifik
antibody tersebut dapat menetralisasi racun ular tertentu atau mungkin racun yang
berasal dari jenis yang sama (paraspecific neutralization). Sedangkan monovalent
(monospesifik) hanya dapat menetralisir dari satu jenis ular. Polyvalent
(polyspesifik) dapat menetralisir racun yang berasl dari spesies ular yang berbedabeda, biasanya dapat digunakan pada spesies terpenting berdasar dari pandangan
kedokteran dan geografik area tertentu.
Sebagai contoh, perusahaan antivenom di India polyvalent serum anti
racun ular telah dikembangkan di kuda menggunkan racun dari empat jenis ular
yang paling berracun di india (Indian cobra, Naja naja; Indian krait, Bungarus
caeruleus; Russells viper, Daboia russelii; saw-scaled viper, Echis carinatus),
oleh karena itu validitas dari konsep the big four meningkatkan usaha untuk
penemuan racun ular yang yang juga penting pada pada area tertentu [contoh: H.
hypnale di barat daya India (Joseph et al., 2007); Trimeresurus malabaricus di
selatan India; Echis carinatus sochureki di Rajasthan (Kochar et al., 2007)].
Antibodi yang dikembangkan untuk racun ular satu species mungkin
terdapat aktifitas sifat penetralan bersilang terhadap ular jenis lain, biasanya yang
berhubungan dekat, hal ini dikenal sebagai paraspesifik aktivitas, sebagai contoh
produsen Haffkine yang menghasilkan polyvalent anti racun ular serum

menyatakan bahsa anti racun ular tersebut dapat menetralisir racun dari spesies
Trimeresurus.
Baru-baru ini Thai Red Cross Society memulai untuk pembuatan dua jenis
polyvalent anti racun ular yang dapat melawan racun neurotoksik dari species
Elapidae (Naja kaouthia, O. hannah, Bungarus candidus, B. fasciatus) dan
haematotoxic

dari

species

Viperidae

(Daboia

siamensis,

Calloselasma

rhodostoma, Cryptelytrops-Trimeresurus-albolabris).
10.2 Indikasi Penanganan Racun Ular
Anti racun ular hanya dapat diberikan pada pasien yang mana
keuntungannya lebih besar dari pada resikonya. Hal ini dikarenakan anti racun
ular tergolong realtif mahal dan suplay yang terbatas, sehingga tidak dapat
digunakan bebas. Adanya resiko dari reaksi tubuh juga dapat di gunakan sebagai
pertimbangan.
10.3 Penggunaan Racun ular yang Tidak layak
Dalam sebagian belahan dunia, penggunaan dosis standar terkecil di
berikan kepada setiap pasien yang mengaku mengalami gigitan ular, terlepas
pasien tersebut mengalami gejala atau tanda keracunan. Terkadang komunitas
lokal sangat ketakutan pada gigitan ular sehingga mereka meminta dokter untuk
memberikan anti racun ular kepada pasien yang mengaku mengalami gigitan ular.
Pada prakteknya sebaiknya tidak digunakan pada pasien dimana tidak
begitu memerlukan penangan untuk penggunaan anti racun ular, dimana mereka
dapat menyia-nyiakan jumlah stok dari antiracun ular.
Indikasi penggunaan anti racun ular [ bukti level O, E]. Anti racun ular
sangat di anjurkan pada perawatan pasien bila pasien tersebut telah terbukti
mengalami gigitan ular dan timbul minimal satu atau lebih gejala antara lain:
Keracunan sistemik

Kelainan Haemostatik : perdarahan sistemik secara tiba-tiba (klinis),


coagulopathy (20WBCT atau tes laboratoris untuk pengecekan waktu
prothrombin) atau Thrombositopenia

(<100 x 109/litre or 100 000/cu mm)

(Laboratoris). Tanda Neurotoksik seperti ptosis, ophtalmoplegia luar, paralysis dll


(klinis), hasil abnormal dari ECG

Kerusakan Ginjal Akut (renal failure) seperti oliguaria/anuiria (klinis),


peningkatan creatinine/urea pada darah (laboratoris).

Haemoglobin-/myoglobin-uria: urin berwarna coklat gelap (klinis), bukti lain


adanya intravaskular haemolisis atau rhabdomyolysis menyeluruh (sakit pada
otot, hyperkalaemia) (klinis, laboratoris).

Keracunan Lokal

Pembengkakan lokal yang mengenai lebih dari sebgian area yang tergigit
(munculnya dari

tourniquet)

dalam 48 jam setelah gigitan, pembengkakan

setelah gigitan pada ruas (ibu jari dan terutama pada jari).

Munculnya perluasan pembengkakan yang cepat( sebagai contoh, bagian luar


dari pergelangan tangan atau pergelangan kaki dalam beberapa jam setelah
gigitan pada bagian kaki atau tangan).

Timbulnya pembesaran pada area lympho nodi pada area gigitan.

10.4 Seberapa Lama Anti Racun Ular Dapat Bekerja Secara Efektif Pasca Gigitan
Ular
Perawatan anti racun ular sebaiknya segera di berikan segera setlah
diindikasikan, hal itu dapat mengembalikan racun sistemik meskipun bertahan
selama beberapa hari atau, pada kasus kelainan haemostatik, selama dua minggu
atau lebih. Oleh karena itu antiracun ular sebaiknya di berikan selama terdapat
tanda dari kemunculan koagulopahty. Antiracun ular dapat mencegah perluasan
dari nekrosis lokal, tetapi terdapat bukti klinis dimana keefektifan dari racun ular
ditangani segera dalam beberapa jam setelah gigitan (Warrell et al., 1976; Tilbury
1982) [level of evidence T, O, E].
10.5 Reaksi Antiracun Ular
Proporsi dari pasien biasanya lebih dari 10%, perkembangan dari reaksi
terhadap antiracun berbeda beda ada cepat ( kurang dari beberapa jam) atau
lambat ( lima hari atau lebih) setelah pemberian anti racun ular. Resiko dari reaksi

tergantung dari dosis pemberian, kecuali pada kasus langka dimana terdapat
sensitization (IgE-mediated tipe 1 hipersensitivitas) karena tepapar oleh serum
hewan lain sebgai contoh equine antiracun, tetanus-immune globulin atau rabiesimmune globulin.
1. Reaksi anafilaktik cepat: biasanya terjadi dalam 10-180 menit setelah
pemberian antiracun ular, pasien mulai merasa gatal dan muncul uticaria,
batuk kering, panas, mual, muntah, ganguan lambung, diare, takikardi.
Minoritas dari pasien mungkin berkembang menjadi anakfilaktik parah
yang mengancam nyawa seperti hipotensi, bronkospasme, dan angiooedem. Pada banyak kasus reaksi tersebut bukan murni alergi. Hal ini
bukan karena reaksi IgE-mediated tipe I hipersensitivitas oleh karena
protein dari kuda atau kambing, hal ini dibuktikan tidak terdapatnya IgE
spesifik pada tes kulit dan RAST (Radioallergosabsorbent test).
Komplemen aktivasi dari IgG beragregasi atau residual dari pemecahan
atau stimulasi langsung oleh sel mast atau basophils oleh protein antiracun
ular dimana menyerupai reaksi mekanisme tersebut.
2. Reaksi Pyrogenik (endotoksin): biasanya berkembang 1-2 jam setelah
perawatan. Gejalanya termasuk menggigil (rigors), demam, vasodilatasi
dan penurunan tekanan darah. Demam hingga kejang dapat terjadi pada
anak anak. Reaksi ini menyebabkan kontaminasi dari pyrogen selama
proses pembuatan. Hal ini yang paling sering terjadi.
3. Reaksi Lambat (Serum Sickness Type): perkembangan nya sekitar 1-12
hari setelah perawatan. Gejala klinis termasuk demam, mual, muntah,
limpadenopati, pembengkakan periarticular, mononeuritis multiplex,
proteinuriadengan immune compleks nephritis dan kadang terdapat
encephalopati. Pasien yang dapat bertahan segera terhadap reaksi dan
penanganan dengan antihistamin dan kortikosteroid kemungkinan kecil
mengalami reaksi lambat.

Prediksi Dari Reaksi Antiracun Racun


Kulit dan konjungtiva hipersensitivitas tes akan memunculkan IgE
mediated tipe I hipersensitivitas dari kuda ataupun kambing. Sementara itu, sejak
ditemukan nya hasil mayoritas dari reaksi cepat (anafilaktik) ataupun reaksi
lambat (serum sickness type) dari komplemen aktivasi lebih banyak dari pada Ig
E mediated tipe 1 hipersensitivitas, test tersebut tidak dapat diprediksi, sejak
mereka menunda perawatan dan mengalami sensitising, test ini tidak dapat
digunakan.
Kontraindikasi dari Antiracun : Prophylaxis Terhadap Pasien Dengan
Resiko Tinggi
Tidak ada kontraindikasi absolut terhadap perawatan antiracun, tetapi
pasien yang memiliki reaksi terhadap serum dari kuda ataupun kambing
sebelumnya (seperti perawatan anti tetanus serum, anti rabies serum, equine
serum atau equine atau ovine antiracun) dan mereka yang memiliki riwayat
penyakit atopic (terutama astma parah) yang memungkinkan mengalami resiko
reaksi yang parah dan sebaiknya diberi antiracun jika timbul gejala keracunan
sistemik.
Penggunaan dari profilaksis apapun dapat membuktikan keefektifan pada
percobaan klinis, pada pasien dengan resiko tingi sebaiknya di perlukan perawatan
pendahuluan secara empiris dengan menggunakan injeksi subkutan dengan
epinephrine

(adrenaline),

intravena

antihistamin

(dobel

anti-H1,

seperti

promethazine atau chlorphenamine, dan anti-H2, seperti cimetidine or ranitidine)


dan kortikosteroid. Pada pasien asma, profilaksis menggunakan inhalasi
adrenergic 2 agonis seperti salbutamol dapat mencegah bronchospasme.
Pencegahan Reaksi Terhadap Antiracun
Pada review sistematik di lapangan terhadap perawatan gigitan ular,
Nuchpraryoon dan Garner (2000) menyimpulkan bahwa profilaksis rutin
adrenalin terhadap anti racun diketahui meningkatkan kerugian event, berdasar
pada percobaan (Premawardhena et al.,1999) dan anti histamine muncul dan tidak

terdapat keuntungan apapun, dan lagi berdasar pada percobaan (Fan et al., 1999)
sejak saat itu tersedia data lebih banyak.
1. Obat-obatan Profikaksis (Adrenalin, Antihistamin, Anti H 1 blocker,
Kortikosteroid )
Adrenalin (epinefrin) adalah perawatan yang paling efektif pada
anafilaktik
permeabilitas

respon,

dengan

kapiler.

cara

Sementara

mengurangi
itu,

resiko

bronkospame
dari

adrenalin

dan
itu

menyebabkan kekurangan ketertarikan pada profilaksis (Rusznak dan


Peebles, 2002) Premawardena er a,.(1999) menggunakan premedikasi
dengan subkutan adrenalin pada 105 korban gigitan ular dan ditemukan
43% hingga 11% dari insidensi akut reaksi dibandingkan dengan placebo.
Tidak ada kerugian dari penggunaan adrenalin pada studi ini. Sementara
itu kejadian fatal (Dassanayake et al., 2002) meningkatkan kemungkinan
terjadinya perdarahan intracranial (lebih dikenal sebagai komplikasi
sistemik keracunan akibat gigitan viper dan ular australian elapid),
hipertensi dan aritmia jika adrenalin profilaksis digunakan rutin terutama
pada anak-anak, ibu hamil, dan pasien dengan penyakit jantung.
Gawarmna et al.,(2004) melakukan pengujian pararel pre-antiracun yang
di masukkan dalam placebo, hydrocortison dan hydrocortison dengan
chlorphenamine pada 52 pasien. Reaksinya terjadi pengurangan pada
kelompok satu 80% dan pada kelompok dua 52% yang merupakan grup
premedikasi yang mana hasilnya tidak menunjukan statistik yang
signifikan dan studi dibawah tekanan. Penelitian kontrol plasebo terkontrol
pada 101 pasien di Brazil oleh fan et al., (1999) menunjukan bahwa
perawatan pendahuluan dengan intramuskular promethazine tidak
memiliki efek yang significant (68%) dari reaksi anafilaktik terhadap
antiracun. Penelitian selama 10 tahun dengan berbagai variasi perawatan
pendahuluan di Papua New Guinea (Williams et al., 2007) menjelaskan
keragaman dan kurangnya standarisasi dari perawatan korban gigitan ular
pada negara berkembang dimana sebagian besar gigitan ular beracun
muncul dan membutuhkan kemanjuran dari beberapa profilaksis, sama

dengan penelitian yang dilakukan oleh Caron et al.,(2009) di Ekuador.


Hasil terbaru menunjukan perbedaan prawatan pendahuluan dari 1007
orang Sri Lanka dengan menggunakan promehazine, hydrocortisone, dan
adrenalin dosis rendah, baik sendirian maupun komninasi (de Silva et al.,
2008). Satu satunya statistik signifikan penurunan dari keseluruhan reaksi
berbahaya secara cepat (77%) ditemukan pada promethazine sendiri
ataupun di kombinasi dimana 33% penurunan di pruritus, utikaria, oedema
wajah, dan broncho spasme telah ditemukan.
2. Kecepatan dan Pengenceran setelah Pemberian Antiracun melalui
Intravena
Pemeriksaan aktivitas invitro anti komplementer dari beberapa
antiracun terkemuka menunjukan Sutherland (1977) dan yang lain untuk
melakukan pengenceran dari pemberian anti racun yang akan di gunakan
(Reid, 1980; WHO, 1981). Sementara itu dari hasil percobaan menunjukan
progres dimana kejadian klinis belum pernah muncul, percobaan ini
membuktikan strategi ini mengurangi resiko dari reaksi. Pada penelitian
random oleh Malasit et al. (1986) menemukan bahwa tidak terdapat
perbedaan kecepatan atau keparahan reaksi pada pasien yang diberi
antiracun yang telah di encerkan setelah 30 menit dibandingkan dengan
mereka yang menggunakan injeksi intravena 10 menit setelah di lakukan.
Di Ekuador, Caron et al., (2009) menemukan dengan hasil yang nyata
penurunan insidensi reaksi pada grup pasien perawatan pendahuluan
dengan menggunakan intravena hydrocortisone dan diphenydramine dan
yang tanpa profilaksis dan mereka yang diberi injeksi intravena setiap 10
menit sekali.
Gejala awal dari reaksi: pemberian anti racun sementara harus ditunda.
Pemberian epinefrine (adrenaline)(0,1% campuran, 1 dalam 1000, 1mg/ml) adalah
perawatan yang efektif untuk reaksi anafilaktik dan pyrogenik terhadap antiracun.
Sejak tidak ada obat profilaksis yang terpercaya untuk mengurangi insidensi dan
keparahan reaksi antiracun secara efektif, obat ini tidak dapat digunakan kecuali

pada pasien dengan resiko kematian yang tinggi. Semua pasien harus dipantau
secara hati-hati selama dua jam awal setelah pemberian antiracun dan sebaiknya
diberi epinephrine/adrenaline ketika di temua tanda tanda awal reaksi.
Perawatan Terhadap Reaksi Antiracun
Anakfilaktik Cepat Dan

Reaksi Antiracun Pyrogenic: epinephrine

(adrenaline) diberikan secara intramuskular (hingga bagian atas paha) dalam dosis
awal dari 0.5 mg untuk dewasa dan 0.01 mm/kg berat badan untuk anak anak.
Reaksi cepat anafilaktik dapat mengancam nyawa karena dapat berubah sangat
cepat, epinephrie (adrenaline) sebaiknya segera diberikan ketika muncul tanda
awal dari reaksi, meskipun itu hanya beberapa bercak dari utikaria dan pasien
mulai merasa gatal, takikardi atau pasien merasa gelisah. Dosis tersebut dapat
diulang selama 5-10 menit apabila kondisi pasien terus memburuk.
Perawatan tambahan : setelah pemberian epinephrine (adrenaline),
antihistamine anti-H1 bloker seperti chlorphenamine maleate ( dewasa 10mg, anak
anak 0.2 mg/kg berat badan secara injeksi intravena setelah beberapa menit)
sebaiknya di berikan dengan injeksi intravena hydrocortisone (dewasa 100mg,
anak anak 2mg/kg berat badan). Kortikosteroid tidak dapat bekerja secara
beberapa jam tetapi dapat mencegah rekurensi dari anafilaktik [level of evidence0]. Dalam reaksi pyrogenic pasien harus tenang secara psikis dan dibantu dengan
antipiretik (sebagai contoh parasetamol secara peroral ). Cairan intravena
sebaiknya diberikan secara tepat untuk hypovolaemia.
Perawatan Pada Reaksi Lambat (Serum Sickness):

reaksi lambat

(serum sickness) dapat merespon setelah 5 hari dari oral antihistamin. Pasien yang
gagal merespon selama 24-48 jam seharusnya diberikan prednisolone pada hari ke
5. Dosisnya chlophenamine dewasa 2mg 6jam sekali, anak anak 0.25 mg/kg berat
badan perhari. Prednisolone dewasa 5 mg 6jam sekali, anak anak 0.7 mg/kg berat
badan dosis dipisah selama 5-7 hari
10.6 Pemilihan, Penyimpandan dan Dayatahan dari Antiracun

Antiracun sebaiknya di berikan jika terdapat spesifikasi dan parasepesifik


neutralisasi termasuk didalam nya diketahui species apa atau yang diduga
bertanggung jawab dalam pristiwa gigitan ular tersebut. Cairan antiracun dapat
berubah opaque seharusnya tidak digunakan karena terdapat endapan dari protein
yang mengindikasikan adanya aktivitas dan peningkatan dari resiko reaksi.
Untuk mempertahankan potensi selama jeda waktu hingga masa
kadaluarsa seperti lyophilized antiracun (daya tahan 5 tahun) sebaiknya disimpan
pada suhu dibawah 25 oC dan cairan antiracun (daya tahan 2-3 tahun) sebaiknya di
simpan pada suhu 2-8 oC dan tidak boleh beku. Idealnya, antiracun seharusnya
digunakan sebelum masa kadaluarsa datang tetapi apabila terbukti penyimpanan
secara layak masih dapat digunakan setelah beberapa bulan atau bahkan beberapa
tahun setelah masa kadaluarsa (WHO, 1981; OLeary et al.,2009). Pada pasien
dengan keracunan parah obat yang baru saja kadaluarasa masih dapat digunakan
apabila tidak terdapat alternatif lain. [level of evidence E].
Jika species ular yang menggigit diketahui, idealnya perawatan nya
sebaiknya menggunakan anti racun yang monovalent (monospesifik) dengan
begitu dapat lebih murah dan mungkin termasuk pemberian dosisnya lebih rendah
daripada antiracun yang polyvalent (polyspesifik). Imunisasi dari kuda dan domba
dengan racun dari beberapa spesies ular yang berhubungan (contoh Viperidae)
mungkin dapat menciptakan antibodi respon yang umum dengan antigen,
menciptakan hasil antiracun polyvalent yang kurang lebih mirip dengan antiracun
monovalent (WHO, 2010).
Antiracun polyvalent lebih banyak dipilih di beberapa negara karena
kesulitan saat mengidentifikasi jenis ular yang bertanggung jawab dalam gigitan
tersebut dan antiracun ini memiliki keefektifan yang mirip dengan antiracun
monovalent.
10.7 Pemberian dari Antiracun

Ephinephrine (Adrenaline) sebaiknya digunakan dengan persiapan


terlebih dahulu sebeleum diberikan.

Antiracun seharusnya diberikan secara intravena dimanpun yang


memungkinkan.
Antiracun tipe pembekuan kering (Lyophilized) biasanya tersusun dalam

10ml aquadest steril untuk injeksi per-ampul. Jika protein dari pembekuan kering
ini susah untuk di larutkan, maka dilakukan denaturasi dengan teknik inadequat
pembekuan kering (WHO, 2010).
Dua metode pemberian antiracun yang direkomendasikan
1. Injeksi push Intravena : Antiracun tipe pembekuan kering ini atau
cairan antiracun murni di berikan dengan injeksi intravena secara perlahan
(tidak lebih dari 2ml/ menit). Metode ini memiliki keuntungan untuk
dokter, perawat atau pemberi antiracun harus terus menjaga pasien selama
beberapa waktu untuk mencegah reaksi yang mungkin timbul. Hal ini juga
menguntungkan

karena

menghemat

penggunaan

cairan

intravena,

pemberian set, cannulae dll.


2. Infus Intravena: Antiracun tipe pembekuan kering atau cairan antiracun
murni di cairkan dalam 5-10ml cairan isotonic per kg berat badan (i.e.
250-500 ml cairan isotonik saline atau 5% dextrose pada kasus pasien
dewasa) dan diinfus dengan konstan selama kurang lebih 1 jam
Pasien harus selalu di observasi selama kurang lebih satu jam setelah
pemberian antiracun secara intravena. Dengan demikian apabila timbul
adanya reaksi anafilaktik dapat segera terdeteksi dan dilakukan pertolongan
dengan epinephrine (adrenaline).
Pemberian

antiracun

secara

lokal

pada

area

gigitan

tidak

direkomendasikan: meskipun cara ini terkesan rasional tetapi sebaiknya tidak


dilakukan karena akan menyebabkan pasien merasa sangat sakit, dan mungkin
meingkatkan tekanan intracompartmental dan tidak selalu dirasa efektif.
Inkesi Intramuskular anti racun: antiracun adalah molekul yang besar
pecahan dari (F(ab)2 atau terkadang IgG secara keseluruhan yang mana setelah
dilakukan injeksi intramuskular, akan mengalami penyerapan secara perlahan
melalui kelenjar limfatik. Bioavailabilitinya rendah, terutama setelah injeksi

intragluteal, dan kandungan antiracun dalam aliran darah tidak pernah mencapai
level maksimal dibanding dengan pemberian secara intravena. Kerugian yang lain,
adalah rasa sakit setelah dilakukan injeksi antiracun volume besar dan
meningkatkan resiko haematom pada pasien dengan kelainan haemostatik.
Situasi yang dapat dilalukan injeksi antiracun melalui intra muskular antara
lain:
1. Pada area perawatan pertama, sebelum pasien secara nyata terkena racun
dan dinaikan dalam ambulans, selama perjalanan menuju rumahsakit
yang mungkin membutuhkan beberapa jam (Win-Aung et al., 1996)
2. Pada petualangan didaerah terpencil dimana sangat jauh dari area medis.
3. Dimana akses intravena tidak mungkin dilakukan.
Antiracun tidak boleh diberikan melalui jalur intra muskular apa bila
bisa dilakukan melalui jalur intravena
Antiracun tidak boleh diinjeksikan melalui regio gluteal (bagaian atas
quadran terluar dari pantat) karena absorbsiny akan lambat dan tidak
dapat terpercaya dan selalu akan membahayakan nervus terdekatnya ketika
diinjeksikan oleh operator yang kurang terlatih.
Meskipun resiko reaksi dari antiracun lebih rendah apabila melalui
pemberian intramuskular daripada intravena, tetapi epinephrine (adrenaline) harus
selalu tersedia. Apabila ada keadaan yang tidak seharusnya maka pemberian dosis
dari anti racun harus dipicah antara jumlah bagian anterolateral teratas dari setiap
bagian. Maksimal 5-10 ml dapat di berikan kepada setiap bagian dengan
menggunakan injeksi intramuskular yang dalam dan disertau pemijatan untuk
mempermudah penyerapan. Pendarahan lokal dan pembentukan haematom
merupakan masalah dari pasien dengan kelainan pembekuan darah. Penemuan
yang cukup dari masa otot yang terkandung volume antiracun dalam jumlah besar
pada anak anak juga sulit di temukan.

10.8 Dosis dari anti racun Table 1 dan Annex 2


Produsen yang sesuai rekomendasi biasanya melakukan sesuai pengujian
terhadap racun dan antiracun di inkubasi in vitro sebelum dilakukan injeksi untuk
dilakukan pengetesan pada hewan. Hal ini tidak mencerminkan dosis yang
dibutuhkan untuk menyembuhkan pasien manusia. Dosis yang di rekomendasikan
adalah sesusai dengan jumlah antiracun yang dibutuhkan untuk menetralisir racun
yang berasal dari racun yang diperah dari ular. Pada percobaan pemilihan dosis
antiracun inisasi biasanya ditentukan secara empiris. Sejak kekuatan netralisasi
dari berbagai macam anti racun ditemukan, hasil dari percobaan klinis mungkin
segera ditinggalkan apabila produsen dapat mengganti kekuatan dari antiracun.
Dosis inisasi yang di anjurkan pada beberapa antiracun di berikan di annex
3 ( klasifikasi melalui negara produsen) dan tabel 1 (melalui spesies ular) untuk
melakuan pemilihan anti racun yang tepat, dapat juga dilihat melalui WHO
venomous snake and antivenoms web-site.
http://apps.who.int/bloodproducts/snakeantivenoms/database/.
Ular menginjeksikan sebagian dosis dari racun pada anak-anak maupun
dewasa. Anak-anak harus diberikan antiracun dengan dosis sama persis dengan
antiracun yang diberikan kepada dewasa. Produsen anti racun, institusi kesehatan
dan organisasi penelitian kedokteran harus mendorong dan mempromosikan hasil
tes klinis dari antri racun yang tepat seperti dengan terapheutic agen lain. Ini
hanya panduan terpercaya untuk penentuan dosis aman dari pemberian antiracun.

Tabel 1 : Petunjuk dosis awal antiracun dari beberapa gigitan melalui


petunjunjuk medis ular penting dalan regio SEARO.

1 Commonwealth Serum Laboratories, Parkville, Australia


2 South African Vaccine Producers, formerly SAIMR, Johannesburg

3 National Guards Hospital, Riyadh, KSA


4 Indian Manufacturers: Bharat Serums & Vaccines, Mumbai; Vins Bioproducts, Hyderabad;
Biologicals E,
Hyderabad
5Queen Saovabha Memorial Institute (Thai Red Cross Society)
6Also the new QSMI Haemato-polyvalent snake antivenom
7Also the new QSMI Neuro-polyvalent snake antivenom

Observasi untuk melihat respon dari anti racun: Apabila dosis adekuat
dan pemberian antiracun sesuai anjuran yang diberikanmaka beberapa respon
dapat di lihat antara lain:
a) Umum: Pasien merasa lebih baik, mual, pusing dan sakit menyeluruh,
sakir dapat hilang secara cepat. Ini mungkin adanya sebagian distribusi
efek placebo.
b) Pendarahan Sistemik Spontan (contoh dari gusi) perdarahan akan berhenti
sendiri setelah 15-30 menit.
c) Penurunan kemampuan koagulasi darah : ini akan kembali nornal setelah
3-9 jam. Perdarahan baru dan sebagian akan sembuh biasanya setelah
beberapa saat.
d) Pasien Shock: Peningkatan tekanan darah selama 30-60 menit dan ada nya
arrhythmias seperti sinus bradycardia mungkin teratasi.
e) Keracunan Neurotoksik setelah gigitan tipe synaptic (gigitan cobra) akan
meningkat setelah 30 menit pemberian antiracun tetapi dapat juga terjadi
setelah lebih dari beberapa jam. Keracunanan presynaptic (kraits dan ular
laut) tidak akan muncul tanda ini
f) Haemolysis dan Rhabdomyolisis aktif mungkin akan berhenti beberapa
jam dan urin kembali menjadi warna normal.
10.9 Rekurensi Keracunan Sistemik
Pada pasien yang keracunan akibat ular tipe viper, setelah respon awal dari
anti racun (berhentinya perdarahan, koagulasi darah normal kembali) tanda dari
keracunan sistemik akan muncul lagi kurang lebih 24-48 jam. Hal ini tergantung
dari:

a) Berlanjutnya absorbsi racun dari area gigitan, kemungkinan dibantu oleh


peningkatan suplai darah untuk mengatasi shock, hypovolaemia dll,
setelah eliminasi dari anti racun (kisaran paruh waktu eliminasi IgG 45
jam; F(ab)2 80-100 jam; Fab 12-18 jam) (Ho et al., 1986; Ho et al., 1990)
b) Distribusi ulang dari racun yang berasal dari jaringan menuju space
vaskular, sebagai hasil dari perawatan antiracun (Riviere et al., 1997).
Rekurensi keracunan neurotoksik setelah perawatan gigitan kobra juga
pernah terjadi.
10.10 Kriteria Pemberian Ulang Dosis Inisasi dari antiracun
Kriteria dari pemberian antiracun [Level of evidence O,E]:
Presistensi atau rekurensi dari ketidak mampuan darah untuk koagulasi
setelah 6 jam atau setelah perdarahan 1-2 jam. Memburuknya tanda neurotoksik
atau kardiovaskular setelah 1-2 jam.
Jika darah tetap tidak mampu untuk koagulasi (setelah pengukuran dengan
20WBCT) enam jam setelah pemberian dosis awal antiracun, dosis yang sama
sebaiknya diberi ulang. Hal ini berdasar dari observasi yang telah dilakukan, jika
anti racun dalam dosis besar (lebih dari cukup untuk menetralisir enzim
procoagulant racun) diberi pada permulaan, waktu yang dibutuhkan oleh hati
untuk untuk mengembalikan koagulan level dari fibrinogen dan faktor penghenti
lain antara 3-9 jam [lecel of evidence E]
Pada pasien yang perdarahan cepat terus berlangsung, dosis dari antivenom
harus diulang selama 1-2jam [level of evidence E]
Pada kasus tanda neurotoksik dan cardiovaskular yang memburuk, dosis
awal dari antiracun harus diberi ulang setelah 1-2jam dan perawatan pendukung
penuh harus diperkirakan [level of evidence E]

Anda mungkin juga menyukai