keputusan hukum juga hakim, dengan begitu pada hakikatnya sama dengan
pekerjaan membuat undang-undang, yang memberikan peraturan untuk diikuti.
Perbedaan antara undang-undang dengan keputusan hakim adalah, undangundang mengukuhkan peraturan yang disusun dalam kata-kata umum dan ditujukan kepada siapa saja yang berada dalam keadaan yang diuraikan dalam undang-undang tersebut. Sedangkan keputusan hakim memberika suatu peraturan hukum yang berlaku terhadap para pihak yang berperkara saja, hanya kemudian bisa menjadi sumber hukum bagi pengadilan di kemudian hari yang disebut yurisprudensi. Traktat adalah perjanjian di tingkat kenegaraan. Bersifat mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum bagi warga negara masing-masing negara yang mengikat diri. Oleh sebab itu, traktat juga dapat menjadi sumber hukum. Kebiasaan adalah perbuatan kita sehari-hari yang dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama, yang pada gilirannya menjadi adat kebiasaan yang membudaya. Jadi walaupun tidak ditetapkan secara resmi dan tertulis oleh yang berwenang dan berkuasa di bidangnya, namun kebiasaan sudah menjadi norma masyarakat yang ditaati. Hal ini akan sering tampak pada konvensi kerajaan, misalnya Kerajaan Inggris Raya ataupun Kekeratonan Yogyakarta. Dogma adalah instruksi seseorang yang dianggap ahli atau didaulat ahli oleh kelompok tertentu. Oleh karena menjadi berpengaruh dalam pengambilan keputusan para hakim yang berada di dalam kelompoknya, karena sudah dianggap jadi acuan memutuskan. A. Asas Ius Soli dan Ius Sanguinis Asas Ius Soli dan asas Ius Sanguinis adalah untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Oleh karena itu perlu dijelaskan apa arti kewarganegaraan itu sendiri terlebih dahulu. Warga negara adalahsalah satu syarat untuk berdirinya suatu negara, karena tidak ada negara yang tidak memiliki warga negara sama sekali. Biasanya orang sering mencampuradukkan pengertian antara rakyat, masyarakat, penduduk, dan warga negara, yang walaupun tidak ada pemisahan yang tegas antara rakyat dengan masyarakat, namun perlu pula diberikan pemisahan sebagai berikut : Masyarakat : mereka yang bersama-sama menjadi anggota suatu negara, yang harus dibina dan dilayani oleh administrasi pemerintah setempat. Penduduk : mereka yang menjadi penghuni, dari suatu negara tertentu yang harus diinventarisasi. Warga negara : mereka yang dinyatakan sebagai warga oleh suatu negara tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan negara tersebut. Di dalam wilayah suatu negara ada penduduk yang menjadi penghuni negara tersebut, jadi di dalam penduduk tersebut ada yang merupakan warga negara dan bukan warga negara (orang asing). Dan menurut hukum internasional, tiaptiap negara berhak untuk menetapkan sendiri siapa yang akan menjadi warga negaranya, untuk itu ada asas yang biasanya dipakai dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis. Asas Ius Soli adalah menentukan kewarganegaraan berdasarkan tempat tinggal, dalam arti siapa pun yang dilahirkan dan seterusnya bertempat tinggal di suatu negara, diakui sebagai warga negara dari negara tersebut. Asas Ius Sanguinis adalah menentukan kewarganegaraan berdasarkan pertalian darah, dalam arti di manapun berada seseorang anak kandung (yang sedarah dan seketurunan) dengan warga negara tertentu, maka anak tersebut juga dianggap warga negara yang bersangkutan.
Keseluruhan ini disebabkan warga negara ada yang berdiam di wilayah
negaranya dan ada pula yang berada di luar negeri, karena keperluan dinas, sekolah atau berdagang, dan sebagainya. B. Bipatride dan Apatride di Indonesia Karena adanya kedua asas di atas, maka terjadi (2) kendala yaitu sebagai berikut : 1. Mereka yang mempunyai kewarganegaraan ganda (bipatride), karena negara asal orang tua yang bersangkutan menganut asas ius sanguinis, sedangkan yang bersangkutan tinggal di negara yang menganut asas ius soli. 2. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan (apatride) karena yang bersangkutan dilahirkan di negara yang menganut asas ius sanguinis, sedangkan di negara asal orang tuanya dianut asas ius soli. Di NKRI, untuk menentukan kewarganegaraan seseorang apakah WNI atau WNA dapat dilihat pada Pasal 26 UUD 1945. Dan berdasarkan Pasal 26 Ayat 2 UUD 1945 tersebut, dijabarkan dan dibuatlah UU No.62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI. Walaupun pada awal pembentukannya terjadi juga kendala-kendala sebagaimana yang tersebut di atas, antara orang Cina dengan yang berada di Indonesia. C. Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia Ada beberapa macam hak asasi yang dibedakan sebagai berikut : 1. Hak untuk diperlakukan dengan baik, biasanya dikenal dengan tata krama sesuai budaya yang dianut yang bersangkutan. 2. Hak untuk mengembangkan diri, biasanya dikenal dengan harkat untuk mewujudkan keberadaan. 3. Hak untuk memilih dan dipilih serta terpakai tenaganya dalam pemerintahan, biasanya dikenal dengan demokrasi. 4. Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam penerapan peraturan, biasanya dikenal dengan persamaan di dalam hukum. 5. Hak untuk memiliki, membeli, menjual, memanfaatkan sesuatu, biasanya dikenal dengan persamaan di dalam perlakuan ekonomi. 6. Hak untuk beribadah dan menjalankan syariah agama, biasanya dikenal dengan kebebasan beragama. 7. Hak untuk menuntut ilmu dan melakukan penelitian serta pengembangan pengetahuan, biasa dikenal dengan kebebasan ilmiah. 8. Hak untuk mengeluarkan keterangan pernyataan biasanya dikenal dengan kebebasan berpendapat. Sebenarnya masing-masing negara, bagaimana pun dinilai pihak lain diktator, liberal, komunis, facis, dll, namun tetap ingin disebut sebagai demokrasi untuk, dari, dan oleh rakyat bangsa serta negaranya, hanya kemudian caranya menghargai hak asasi manusia itu sendiri yang berbeda-beda. Negara-negara komunis rata-rata menyatakan bahwa pemerintahan mereka adalah untuk kemakmuran rakyat, dimana segala usaha pertama mereka sebenarnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat banyak (proletar) tetapi karena kemudian rakyat banyak tersebut dihimpun dalam suatu organisasi kepartaian tunggal (buruh, tani, pemuda, dan wanita) akhirnya menjadi dominasi mutlak partai tunggal, dan partai tunggal itu adalah partai komunis. Inggris yang menggelari dirinya sebagai ibunya parlemen, begitu pula halnya Perancis yang menamakan dirinya negara awal demokrasi, dan AS yang menggembar-gemborkan dirinya sebagai polisi pengaman dunia, sebenarnya malahan menjadi penyulut perang. Bahkan AS, dalam kebijaksanaan pemerintahannya berusaha tetap menjaga agar perang tetap saja berlangsung
di belahan bumi mana saja, karena penghasilan tertingginya adalah penjualan
peluru kendali. Bagi negara-negara tersebut di atas, demokrasi disalah artikan sebagai kebebasan mutlak, sehingga kebebasan individu benar-benar dijunjung tinggi, masyarakat boleh menyampaikan protes keras kepada pemerintah, sebagai penampilan hak asasi manusia. Tentu saja NKRI yang memiliki adat ketimuran ini tidak dapat sebagaimana negara-negara yang diuraikan di atas. Sebagai contoh, kita tidak dapat menampilkan bintang-bintang film cantik saling memamerkan tubuh dalam kampanye pemilihan umum, seperti bintang film porno Illona Staller yang berbugil ria dalam kampanye partai Cintanya di Italia. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara peraturan dan kemanusiaan sebagaimana yang keseimbangan sila-sila Pancasila terutama Sila ke-II dengan Sila ke-IV keseimbangan desentralisasi (pendemokrasian di daerah). Bahkan di Indonesia ada syariah yang tidak dapat diganggu gugat, yaitu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan). Sekarang ditambah lagi
dengan poin baru yang harus dihormati oleh pemiliknya yaitu Tanah sehingga istilahnya menjadi SARAT.
Konstitusi Indonesia sendiri menjamin keberadaan hak-hak asasi manusia,
sebagaimana tertera dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1, Pasal 27 Ayat 1 &2, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 28, Pasal 29 Ayat 1, serta pada Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi : Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Hal ini berbeda dengan pernyataan umum hak-hak asasi manusia PBB yang pada Pembukaannya berbunyi : Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dari semua anggota keluarga, adalah dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia. Pasal (1) berbunyi : Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan. Pasal (3) berbunyi : Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan, dan keselamatan seseorang. Pasal (4) berbunyi : Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang. Pasal (5) berbunyi : Tidak seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam...... D. Kesimpulan Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. MPR periode tahun-tahun terakhir ini menyatakan tidak berkehendak mengganti UUD 1945, lalu dikeluarkan Tap MPR tentang Referendum, namun demikian dalam perjalanan waktu anggota-anggota MPR di abad mendatang, sudah pasti berkehendak lain, di mana ratusan ketetapan dapat dibuat sehingga amat riskan jika mengharapkan setiap periode majelis ini menyatakan diri tidak berkehendak kembali. 2. Mempertahankan UUD 1945 mulai dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya harus berangkat dari pemikiran bahwa hal tersebut adalah States Fundamental Norm yang mengubahnya berarti membubarkan negara kesatuan RI yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kendati kecintaan pada negara ini sudah bersemayam dalam lubuk hati bangsa Indonesia. 3. Kecintaan yang murni tidak akan musnah, walaupun mereka yang memilikinya wafat, ia akan muncul pada mereka yang lain, karena cinta adalah rahmat Allah SWT. Ini berlainan dengan manusia itu sendiri, walaupun pada tubuh MPR ada anggota yang dari periode ke periode senantiasa
terpakai (baik karena diangkat maupun karena dipilih) namun bagaimanapun