Bab 2 - Sistem Kepartaian Dan Pemilu Di Indonesia
Bab 2 - Sistem Kepartaian Dan Pemilu Di Indonesia
Bab 2 - Sistem Kepartaian Dan Pemilu Di Indonesia
adalah merupakan atau berasal dari gabungan orang-orang atau kelompok penguasa.
Sistem ini biasanya menganut sistem kepartaian Dwi Partai. Hal ini bisa kita lihat
misalnya di Inggris, di mana dari sekian partai yang ada tetapi partai yang mendominasi
hanya ada dua, salah satunya adalah Partai Buruh. Namun demikian, Amerika Serikat
tidak dapat dikatakan menganut sistem politik oligarki hanya karena menganut sistem
kepartaian dwi-partai di mana hanya ada dua partai besar yang secara berganti-gantian
berkuasa (memegang mayoritas mutlak di Parlemen) yaitu Partai Republik dan Partai
Demokrat.
Sedangkan sistem politik Demokrasi, yakni sistem politik yang mengakui eksistensi
partai lain dan benar-benar memberikan peluang/kesempatan bagi terbentuknya partaipartai yang baru. Sistem kepartaian yang dianut biasanya adalah Sistem Multi Partai.
Sistem multi partai ini terjadi apabila di parlemen terbentuk koalisi dua atau lebih partaipartai politik
Dalam prakteknya, bentuk kepartaian ini telah menimbulkan berbagai model dengan
penerapannya yang berbeda-beda yang berkaitan dengan sistem pemilunya. Di negaranegara maju, sistem kepartaian ditentukan oleh sistem pemilu yang dianutnya. Hal ini
dapat dilihat pada sistem pemilu distrik yang melahirkan dwi-partai dan sistem pemilu
proporsional yang menentukan terbentuknya sistem multi-partai.
Sistem kepartaian sendiri tidak selalu menunjuk pada jumlah partai politik yang ada.
Misalnya, karena di Amerika Serikat hanya ada dua partai besar yaitu Partai Republik dan
Partai Demokrat, maka negara itu dikatakan mempunyai sistem dwi partai. Sistem
kepartaian menunjuk pada bagaimana mayoritas mutlak di parlemen itu terbentuk.
Sistem Multi-Partai
Zaman Kolonial
Partai politik di Indonesia telah berdiri sejak masa kolonial, di mana pada masa ini
partai politik lahir sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana
itu, semua organisasi apakah yang bertujuan sosial (seperti Budi Utomo dan
Muhammadiyah) atau terang-terangan menganut asas politik/agama (seperti Sarekat
Islam dan Partai Khatolik) atau asas politik sekuler (PNI dan PKI), memainkan peran
penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa itu
menunjukkan keanekaragaman dan pola ini kita hidupkan kembali pada zaman merdeka
dalam bentuk sistem multi-partai.
Pada tahun 1918 pihak Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagai badan
perwakilan, di mana ada beberapa partai dan organisasi yang memanfaatkan
kesempatan untuk bergerak melalui badan ini namun ada pula yang menolak masuk di
dalamnya. Pada awalnya partisipasi organisasi Indonesia sangat terbatas. Dari 38
anggota di samping ketua seorang Belanda, hanya ada 15 orang Indonesia di antaranya
6 anggota Budi Utomo dan Sarekat Islam. Komposisi baru berubah pada tahun 1931
waktu diterimanya prinsip Mayoritas Pribumi, sehingga dari 60 orang anggota ada 30
orang pribumi.
Rezim pemerintah Jepang yang sangat represif bertahan sampai tiga setengah
tahun. Semua sumber daya, baik kekayaan alam maupun tenaga manusia dikerahkan
untuk menunjang perang Asia Timur Raya. Dalam rangka itu pula semua partai
dibubarkan dan setiap kegiatan politik dilarang. Hanya golongan islam yang
diperkenankan membentuk suatu organisasi sosial yang dinamakan Masyumi, di
samping beberapa organisasi baru yang diprakarsai penguasa.