Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis global dapat membuat keadaan perekonomian di berbagai Negara
sangat menghawatirkan dan membuat tingkat perekonomian menerun tajam, yang
mengakibatkan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi terhadap masa depan
suatu Negara yang mengalaminya.
Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari
walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang
terendah. Untuk menangani agar tidak terjadinya krisis global tersebut berbagai
elemen-elemen dari suatu Negara mencoba mencari, dan berusaha menemukan
jalan keluar dari masalah krisis global tersebut.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia
yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga
sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem
campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah
yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi
masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut
prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam
perekonomian pasar.
Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya krisis global Negara Indonesia
melakukan kebijakan-kebijakan yang bertujuan agar kondisi perekonomian
Indonesia pulih kembali.
Kebijakan

yang

dimaksud

adalah

kebijakan fiskal

dan

kebijakan moneter. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling
berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing masing variabel kebijakan

tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax)
dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan sedangkan
kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang dijalankan oleh Bank Sentral
untuk mengawasi jumlah uang yang berada di tangan masyarakat dengan variabel
utamanya yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat
sektor, dimana sektor sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor
perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Keempat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing masing dalam
menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah
dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi
berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam
rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan msalah dalam makalah ini adalah:

Bagaimana kebijakan fiskal dan moneter yang ada di Indonesia ?

Mampukah kebijakan fiskal dan moneter menciptakan stabilitas ekonomi


di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah ingin mengetahui apakah kebijakan fiskal dan
moneter Indonesia mampu menciptakan stabilitas ekonomi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter


2.1.1 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dengan cara menaikkan atau menurunkan pendapatan negara atau belanja negara
dengan tujuan untuk mempengaruhi tingkat pendapatan nasional. Kebijakan fiskal
atau kebijakan anggaran juga diterjemahkan sebagai kebijakan pemerintah yang
berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran negara (APBN), agar mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga diharapkan akan meningkatkan
penciptaan lapangan kerja. Pada dasarnya, kebijakan fiskal atau kebijakan
anggaran dapat dinilai dari dua aspek, yaitu :
a) Aspek kuantitatif, artinya berhubungan dengan jumlah uang yang harus ditarik
dan dibelanjakan.
b) Aspek kualitatif, artinya berhubungan dengan peningkatan jenis-jenis pajak,
pembayaran, dan subsidi.
Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain, dengan
kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian
menuju keadaan yang diinginkannya. Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain
pemerintah

dapat

mempengaruhi

tingkat

pendapatan

nasional,

dapat

mempengaruhi kesempatan kerja, dapat mempengaruhi tinggi rendahnya investasi


nasional, dan dapat mempengaruhi distribusi penghasilan nasional.
2.1.2 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara
untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh
atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga
pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak

sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi


dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan
persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh
dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut
yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan
sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
Dengan kata lain, kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah,
bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol supplay (i) uang, (ii)
ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk mencapai
menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi
Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam
suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan
total uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah
satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang
adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan
mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter
memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan
demikian mempengaruhi tingkat suku bunga untuk mencapai kebijakan gol.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter
Keefektifan (effectiveness) dari suatu kebijakan, apakah itu kebijakan
fiskal ataupun kebijakan moneter biasanya diukur dari seberapa besar dampak
kebijakan tersebut terhadap pendapatan dan tingkat bunga. Secara umumnya,
keefektifan dari kebijakan fiskal dan moneter biasanya dipengaruhi oleh elastisitas

investasi terhadap tingkat bunga (interest elasticity of investment) atau slope


kurva IS dan elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga (interest elasticity
of money demand) atau slope kurva LM.
a.Kebijakan Fiskal Dan Slope Kurva Is
Semakin elastis permintaan investasi terhadap tingkat bunga, maka kurva
IS akan semakin landai (flatter), dan kebijakan moneter akan semakin efektif.
Sebaliknya, kebijakan moneter semakin tidak efektif Hal dapat dijelaskan dengan
menggunakan gambar 9.5. berikut.

Gambar 9.5: Kebijakn Moneter dan Slope Kurva IS


b. Kebijakan Moneter Dan Slope Kurva Is
Gambar 9.5. di atas tampak bahwa kebijakan moneter ekspansl yang
dilakukan melalui penambahan jumlah uang beredar (money supply) dalam
perekonomian telah menyebabkan kurva LM bergeser dari IM 0(Ms0) ke
LM1 (Ms1). Dengan kondisi kurva IS yang landai (elastic), kenaikan jumlah uang
beredar tersebut telah menyebabkan tingkat pendapatan (Y) naik dari Y0 ke Y1,
tetapi tingkat bunga (i) hanya turun sebesar dari i0 ke i1, Sebaliknya pada saat
kurva IS tegak (inelastic), kenaikan jumlah uang beredar tersebut. hanya
menyebabkan tingkat pendapatan naik dari Y0 ke Y2, sementara tingk bunga turun
dari i0 ke 12, dimana Y0Y2 < Y0Y1, Dengan demikian jelas bahwa ketika kurva IS
adalah landai yang berarti permintaan investasi bersifat elastis: terhadap tingkat
bunga, maka pada saat itu kebijakan moneter menjadi semaki efektif.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Pada

dasarnya

instrumen

kebijakan

fiskal

dan

moneter

masih

dipertanyakan apakah layak digunakan sebagai instrumen negara dalam


menstabilkan perekonomian nasional.
Menurut analisa kelompok, kebijakan fiskal dan moneter belum mampu untuk
menciptakan

stabilitas

ekonomi

Indonesia.

Kata

belum

mampu

disini,

mengandung makna bahwa kebijakan fiskal dan moneter bukan berarti tidak
mampu, hanya saja dalam pelaksanaannya belum berjalan secara efektif. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap
perekonomian.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Kebijakan Fiskal di Indonesia dalam 5 tahun Terakhir (2010-2015)
2010
Mengenai pokok kebijakan fiskal, Menkeu menyebutkan, pokok kebijakan
tahun 2010 meliputi kebijakan melanjutkan/meningkatkan seluruh program
kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH, dan lainnya),
melanjutkan stimulus fiskal melalui pembangunan infrastruktur, pertanian, dan
energi serta proyek padat karya.
Ref

http://tugas-cilukba.blogspot.com/2010/04/kerangka-kebijakan-fiskal-

2010.html?m=1
2011
Pemerintah telah menetapkan arah kebijakan fiskal tahun 2011 yang
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat dengan tetap melanjutkan tiga
sasaran utama kebijakannya, yaitu :

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro


growth);

menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro job); dan

meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring


pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor).

Ref : http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/10-08-24,%20NK%20dan
%20RUU%20APBN%202011_BabII_rev1.pdf
2012
Asumsi

makro

tahun

2012

diantaranya

pertumbuhan

ekonomi

diperkirakan dapat mencapai 6,7 %, inflasi diasumsikan sebesar 5,3 %, untuk nilai
tukar sebesar Rp 8.800/US$, Suku bunga SPN 3 Bulan sebesar 6 %, harga minyak
sebesar US$90/barel, sedangkan Lifting Minyak sebesar 950 ribu barel/hari.
Kementerian Keuangan dalam menghadapi kondisi perekonomian global
telah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi krisis melalui penyusunan Crisis
Management protocol (CMP), tersedianya Bond Stabilization Framework (BSF),
Alokasi dana mitigasi krisis APBN 2012, Otoritas kepada pemerintah untuk
menangani krisis (pasal mitigasi krisis UU APBN 2012 pasal 40,41 dan 43), dan
menjaga

cadangan

devisa

serta

melakukan

kerja

sama

internasional

penanggulangan krisis.
Ref : http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/m/edef-konten-view-mobile.asp?
id=2011110209095587126728
2013.
Dari sisi kebijakan fiskal, Pemerintah menetapkan tema arah kebijakan
fiskal tahun 2013 yaitu Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan
melalui Upaya Penyehatan Fiskal. Esensi dari tema tersebut menekankan pada
pentingnya mengupayakan terwujudnya kondisi fiskal yang sehat dalam rangka
mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk mencapai
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan fiskal tahun 2013 juga
tetap diarahkan untuk tetap menjaga kesinambungan fiskal yang ditempuh melalui
4 (empat) hal pokok yaitu
(i) Optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi dan
keberlanjutan dunia usaha;

(ii) Meningkatkan kualitas belanja negara melalui efisiensi belanja yang kurang
produktif dan meningkatkan belanja modal untuk memacu pertumbuhan dan
peningkatan daya saing;
(iii) menjaga defisit anggaran pada batas aman (<3% PDB);
(iv) Menurunkan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang manageable.
Ref : https://nherdiyanto.wordpress.com/2012/05/28/kerangka-ekonomi-makrodan-pokok-pokok-kebijakan-fiskal-tahun-anggaran-2013/
2014
Terdapat tiga bidang utama dalam kebijakan fiskal tahun 2014, yaitu
kebijakan pendapatan negara, kebijakan belanja negara, dan kebijakan
pembiayaan.Kebijakan

pendapatan

negara

dilakukan

untuk

mendorong

optimalisasi pendapatan negara, dengan tetap menjaga iklim investasi dan


keberlanjutan dunia usaha.
Pada sisi belanja, dalam RAPBN tahun 2014 pemerintah berupaya
meningkatkan kualitas belanja negara secara menyeluruh.
pemerintah

dalam

menjamin

kualitas

Berikut upaya

belanja

negara:

Mempertajam alokasi belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur,


penciptaan kesempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan.

Melakukan penghematan

terhadap kegiatan-kegiatan

yang

kurang

produktif, seperti biaya perjalanan dinas, kegiatan rapat kerja,workshop,


seminar, dan kegiatan yang sejenis.

Menyempurnakan kebijakan subsidi, di antaranya dengan mengubah


secara bertahap sistem subsidi, dari subsidi harga menjadi subsidi yang
lebih tepat sasaran.

Memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi. Hal ini dilakukan melalui


penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan
kualitas

serta

kompetensi

sumber

daya

manusia.Menerapkan

sistemrewarddanpunishmentdalam pengalokasian anggaran.


Ref : http://birokrasi.kompasiana.com/2013/11/13/kebijakan-fiskal-tahun-2014postur-rapbn-2014-607562.html
2015
Berkenaan

dengan

berbagai

faktor

yang

berhubungan

dengan

perkembangan ekonomi global dan domestik, pemerintah mengusulkan daftar


asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2015 tumbuh pada kisaran antara 5,5 dan
6,0 persen, arus inflasi antara 3,0 dan 5,0 persen, dan nilai tukar antara Rp11.5
ribu dan Rp12 ribu per dolar AS.
Untuk menangani risiko dan menjaga kesinambungan fiskal, Chatib
mengatakan pemerintah akan mengendalikan defisit dalam batas aman melalui
optimalisasi pendapatan nasional dengan menstabilkan kondisi investasi,
pengelolaan sumber daya alam, dan meningkatkan kualitas pengeluaran negara.
Ref : http://www.fiskal.co.id/berita/fiskal-2/2510/pemerintah-umumkankebijakan-fiskal-2015,-masih-gunakan-pola-pengendalian-defisit
3.2.2 Kebijakan Moneter di Indonesia dalam 5 tahun Terakhir (2010-2015)
2010-2011
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengeluarkan 23 kebijakan
bidang moneter dan perbankan untuk memperkuat stabilitas moneter dan sistem
keuangan

guna

mendukung

pertumbuhan

ekonomi

berkelanjutan

serta

memperkuat ketahanan menghadapi kemungkinan gejolak perekonomian.


"Prioritas kebijakan yang dikeluarkan meliputi lima aspek penting," kata
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution. Lima aspek itu meliputi
kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi
perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan
makroprudensial, dan penguatan fungsi pengawasan.

Kebijakan penguatan stabilitas moneter meliputi dua kebijakan yaitu


penerapan kembali batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri bank
berjangka pendek mulai akhir Januari 2011 dan pencabutan ketentuan
penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik mulai Januari
2011.

Kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan meliputi penerapan


standar

operasi

administrasi

sekuritas

kredit

pemilikan

rumah,

pemberlakuan kewajiban mengumumkan suku bunga dasar kredit secara


luas ke masyarakat mulai 31 Maret 2011, perhitungan aset tertimbang
menurut resiko (ATMR) bagi bank umum yang lebih rendah untuk kredit
ritel usaha mikro dan usaha kecil mulai Januari 2012.

Sementara kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan meliputi


penyempurnaan ketentuan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper
test) mulai awal 2011, peningkatan kepatuhan bank umum mulai
September 2011, perhitungan ATMR bank umum untuk risiko kredit
menggunakan pendekatan standar mulai Januari 2012, penerapan
manajemen risiko pada bank yang berkerja sama pemasaran dengan
perusahaan asuransi berlaku sejak Desember 2010.

Kebijakan penguatan fungsi pengawasan meliputi penyempurnaan sistem


pengawasan bank berdasarkan risiko, penetapan status dan tindak lanjut
pengawasan bank (exit policy) mulai 2011, dan penyempurnaan tingkat
kesehatan bank berdasarkan risiko.

Selain kebijakan dalam lima aspek itu, BI juga memberikan perhatian khusus bagi
beberapa daerah yang mengalami bencana dalam bentuk pemberian perlakuan
khusus bagi kredit di daerah bencana.
Ref : http://m.antaranews.com/berita/239846/bi-keluarkan-23-kebijakan-moneterdan-perbankan-2011
2012
Bank Indonesia (BI) menetapkan lima arah kebijakan pada tahun 2012.
Arah kebijakan tersebut mempertimbangkan pengelolaan ekonomi makro, yang
harus berhadapan dengan risiko global dan permasalahan domestik yang begitu
kompleks. Lima arah kebijakan itu adalah,

pertama mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam rangka


mendorong

kapasitas

perekonomian,

sekaligus

memitigasi

risiko

perlambatan ekonomi global.

Kedua,

meningkatkan

efisiensi

perbankan

untuk

mengoptimalkan

kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan


perbankan.

Ketiga, meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keamanan sistem


pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan
sistem pembayaran dengan luar negeri.

Keempat, memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi


dalam manajemen pencegahan dan penanggulangan krisis.

Kelima, mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan


upaya perluasan akses perbankan kepada masyarakat.

Ref:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/12/09/23382947/BI.Tetapkan.Li
ma.Arah.Kebijakan.Tahun.2012
2013
"Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima
pilar kebijakan," kata Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution

Pertama, kebijakan suku bunga akan ditempuh secara konsisten dengan


perkiraan inflasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang
ditetapkan.

Kedua, kebijakan nilai tukar yang akan diarahkan untuk menjaga


pergerakan rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya.

Ketiga, kebijakan makroprudensial yang diarahkan untuk menjaga


stabilitas sistem keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan
internal maupun eksternal. Keempat, penguatan strategi komunikasi
kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi.

Kebijakan terakhir berupa penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah


dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro. "Khususnya dalam memperkuat
struktur perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan
respons sisi penawaran, serta pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK),"
tutup Darmin.
Ref

http://m.merdeka.com/uang/lima-kebijakan-moneter-bank-sentral-tahun-

ini.html
2014

Di bidang moneter kebijakan diarahkan untuk mengendalikan inflasi


menuju sasaran dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat,
melalui kebijakan suku bunga dan stabilitas nilai tukar sesuai fundamental

Dalam pengawasan moneter BI juga akan terus melakukan pendalaman


pasar uang dan valas untuk meredam ketidakpastian pasar keuangan global
yang masih terjadi hingga saat ini.

BI akan mengarahkan kebijakan untuk memitigasi risiko sistemik di sektor


keuangan Indonesia serta juga mengendalikan kredit dan likuiditas agar
sejalan pengelolaan stabilitas makroekonomi

Untuk kebijakan di bidang sistem pembayaran, kebijakan diarahkan untuk


pengembangan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien
sesuai dengan tujuan BI kedepan untuk mengembangkan less cash sociaty.

Ref:http://m.liputan6.com/bisnis/read/834106/ini-arah-kebijakan-bank-indonesiadi-2014
2015
Bank Indonesia mempersiapkan empat kebijakan moneter dalam jangka
pendek. Kebijakan itu di antaranya adalah stabilitas ekonomi, angka inflasi
menurun, current account defisit (CAD) terkendali, dan antisipasi dari normalisasi
Federal Reserve.
"Dari sisi moneter untuk jangka pendek ini kita masih berfokus pada
stabilitas, angka inflasi turun, CAD terkendali, dan juga antisipasi dari normalisasi
fed-nya," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Jumat (6/2/2015).
Ref:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/06/1532261/Ini.4.Kebijakan
.Moneter.BI.dalam.Jangka.Pendek
3.2.3 Alasan Kebijakan Fiskal dan Moneter Belum Mampu Untuk
Menciptakan Stabilitas Ekonomi
a) Kebijakan fiskal tidak tertuju pada satu tujuan dan saat pelaksanaannya
pemerintah lebih mementingkan kepentingan pribadi
Buktinya :
Ketetapan-ketetapan

kebijakan

fiskal

yang

dikembangkan

seperti

pemotongan pajak atau pengeluaran pemerintah yang dinaikkan seringkali


dilaksanakan sebelum pemilihan supaya menghasilkan indikator-indikator
ekonomi yang menguntungkan. Meskipun demikian, ketetapan kebijakan fiskal
yang dikembangkan cenderung menghasilkan inflasi, dan segera setelah pemilihan
berakhir maka kebijakan fiskal yang dipersingkat harus dilaksanakan. Sebagai
tambahan,

ketetapan

kebijakan

fiskal

yang

dikembangkan

kecenderungan untuk meningkatkan defisit anggaran.

mempunyai

Kebijakan fiskal dibuat oleh penjabat-penjabat terpilih dengan beberapa


pertimbangan seperti keamanan nasional, persediaan barang-barang dan jasa
umm, serta restribusi pendapatan. Namun, penjabat-penjabat yang terpilih sering
kali lebih memperhatikan bagaimana caranya terpilih kembali.
b) Lembaga riset ekonomi Econit Advisory Group menilai bahwa
pelaksanaan kebijakan fiskal oleh pemerintah dalam beberapa tahun ini
gagal menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
berkualitas.
Buktinya :
Sepanjang tahun 2006-2007 pengeluaran anggaran sangat lamban dan
menumpuk di akhir tahun. Penumpukan tahun 2007 sebesar 40% dari total
anggaran merupakan penumpukan yang terbesar sepanjang 40 tahun terakhir.
Akibatnya efektivitas fungsi redistribusi anggaran menjadi sangat rendah. Dan
juga penerbitan obligasi global sebesar 2 miliar dolar AS pada awal 2008 untuk
pembiayaan APBN 2008, terlalu mahal bebannya dibandingkan dengan obligasi
serupa yang diterbitkan Thailand, Philipina, dan Malaysia. Tingkat yield yang
ditawarkan Indonesia sangat tinggi yaitu 6,95 persen untuk yang jangka waktu 10
tahun. Padahal Philipina hanya 6,51 persen, Thailand 4,8 persen, dan Malaysia
hanya 3,86 persen. (Econit 2008)
Laporan dari IMF mengindikasikan bahwa dalam praktiknya pola
kebijakan fiskal di Indonesia tergolong acyclical, yakni kebijakan fiskal yang
tidak ada korelasinya dengan gerak sklus ekonomi. Menurut IMF, ada sejumlah
faktor yang menyebabkan lepasnya kaitan antara kebijakan fiskal dengan siklus
ekonomi.

Pertama, sangat terbatasnya basis penerimaan perpajakan (tax base)


sehingga kurang mampu menciptakan ruang fiskal ( fiscal space ) yang
memadai. Tax to GDP ratio kita relative jauh tertinggal dibanding Negara
lain.

Kedua, ketergantungan penerimaan perpajakan terkait migas masih cukup


besar dan sangat fluktuatif mengikuti pergerakan harga internasional.

Ketiga, masih minimnya peran komponen automatic stabilizers dalam


struktur anggaran kita. Kompnen transfer yang umumnya merupakan

instrument automatic stabilizers dibanyak Negara maju cndrung terkait


dengan pergerakan harga energy.

Keempat, lemahnya kelembagaan penganggaran dapat dibuktikan dalam


dua tahun terakhir pelaksanaan anggarn 2007 dan 2008, lebih dari 50%
penyerapan belanja modal terjadi pada 3 bulan terakhir tahun anggaran
c) Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2008-2014 (APBNP & RAPBN)

Kebijakan fiskal tahun 2014 masih bersifat ekspansif. Dalam menjaga


momentum pertumbuhan dengan tetap mengendalikan defisit dalam titik aman
melalui pemberian stimulus fiskal secara terukur dengan tetap menjaga
kesinambungan fiskal. Untuk membiayai defisit RAPBN tahun 2014 pemerintah
akan tetap memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari utang dan
non utang

Berdasarkan tabel perkembangan APBN diatas, anggaran selalu berada


pada kondisi yang defisit dimana pengeluaran pemerintah lebih besar dari
penerimaanya. Oleh karena itu pemerintah melakukan kebijakan pada sumber
dana yang akan digunakan untuk menutupi defisit tersebut.
d) Penghapusan hutang luar negeri yang di wariskan era presiden sebelumnya
Dilihat dari sudut Indonesia, kendala utama yang dihadapi negeri ini
dalam menuntut penghapusan utang terletak pada sangat dominannya
pengaruh para ekonom neoliberal dalam penyelenggaraan ekonomi Indonesia.
Bagi para pemuja IMF tersebut, penderitaan rakyat di bawah himpitan beban
utang cenderung tidak memiliki makna apa-apa. Sebab itu, alih-alih
memperjuangkan penghapusan utang, mereka lebih suka menambah beban
utang dengan membuat utang baru. Anehnya, setiap rezim yang berkuasa di
Indonesia, tampak seperti tidak memiliki pilihan lain selain bekerjasama
dengan kaki tangan para kreditor tersebut. Jangan-jangan selama 60 tahun ini
kolonialisme memang hanya berganti gaya, tetapi secara substansial masih
terus berlanjut di Indonesia.

Utang pemerintah tersebut terdiri atas utang luar negeri dan utang dalam
negeri. Utang dalam negeri merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebut pinjaman pemerintah dalam bentuk surat utang atau obligasi.
Meningkatnya utang pemerintah, terutama sejak masuknya IMF pada era
reformasi. Peningkatan tersebut didorong oleh biaya BLBI dan paket
rekapitalisasi perbankan yang menelan biaya pokok Rp 650 trilyun. Biaya ini
atas perintah IMF diaktuaisasikan pemerintah dalam bentuk Surat Utang
Negara atau disebut juga obligasi rekap.
Selanjutnya, pemerintah menjadikan instrumen surat utang untuk
mendanai APBN. Sehingga jika sebelumnya pemerintah hanya mengandalkan
utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN, maka penjualan surat
utang negara pun menjadi andalan utama pemerintah dalam berutang.
Berdasarkan data dari Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi
Oktober 2010, dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang
pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas
cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun.
Biaya komitmen (commitment fee) yang harus dibayarkan jika pemerintah
terlambat (sesuai jadwal yang disepakati) melakukan pencairan pinjaman. Di
antara tiga biaya yang sangat memberatkan itu, biaya front and fee dan
commitment fee adalah biaya-biaya yang tidak tampak atau jelas ke mana
alirannya. Biaya front and fee yang harus dikeluarkan pemerintah atau negara
peminjam sebesar 1 persen dari total pinjaman yang diajukan ini tidak jelas
untuk apa ditujukan, sebab segala hal yang berkaitan dengan urusan pinjammeminjam telah terdapat biaya operasionalnya masing-masing. Karena itu,
biaya di muka selama Indonesia terlibat dalam urusan utang luar negeri
dengan pihak lender, selain sangat sulit untuk dilacak dan merugikan negara,
bisa jadi telah terjadi permainan antara pihak-pihak yang terlibat dalam
proses ini dan Bank Dunia. Oleh karena itu, proyek-proyek yang dibiayai
utang semacam ini, sebelum terjadi loan agreement, telah menguap, dan inilah
yang menurut perhitungan ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Akibatnya, kaitan antara pinjaman yang diterima dan tujuan penanggulangan

kemiskinan secara nasional menjadi sangat lemah dan hanya menguntungkan


sekelompok orang.
3.2.4 Beberapa Solusi Pengatasan Masalah Stabilitas Ekonomi
Indonesia
1. Pemberlakuan konsep hutang-najis yang diwariskan pemerintahan
sebelumnya
Dengan berlangsungnya pembalikan orientasi ekonomi Indonesia, yaitu dari
yang berorientasi pada peningkatan kemandirian ekonomi menuju peningkatan
ketergantungan, rasanya tidak berlebihan bila peralihan kekuasaan dari presiden
sebelumnya ke presiden selanjutnya diwaspadai sebagai proses sistematis
berlangsungnya transisi kolonialisme di Indonesia. artinya, setelah merdeka dari
kolonialisme Belanda pembuatan utang luar negeri secara besar-besaran dalam era
pemerintahan Soeharto, patut diwaspadai sebagai proses sistematis penjerumusan
Indonesia ke dalam perangkap neokolonialisme Amerika.
Dengan latar belakang seperti itu, tentu tidak berlebihan pula bila salah satu
tindakan yang perlu dipertimbangkan untuk memerdekakan Indonesia dan
kolonialisme utang adalah dengan memperjuangkan penghapusan utang. Tanpa
penghapusan utang, Indonesia tidak hanya akan sulit membebaskan diri dari
himpitan beban utang, tetapi cenderung akan semakin jauh terperosok ke dalam
kolonialisme utang.
Konsep utang najis yang diperkenalkan Sack pada tahun 1927 itu dibangunnya
berdasarkan preseden sengketa utang-piutang antar negara yang pernah terjadi
sebelumnya. Negara pertama yang menerapkan konsep utang najis itu adalah
Amerika, yaitu ketika negara tersebut mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat
Cuba dari penjajahan pemerintah Spanyol pada tahun 1898. Menyusul beralihnya
penguasaan Cuba dari Spanyol ke Amerika, pemerintah Spanyol segera
mendeklarasikan bergesernya tanggunggjawab untuk melunasi utang luar negeri
Cuba yang dibuat di masa pemerintahannya itu kepada Amerika.
Tetapi Amerika secara tegas menoiak penggeseran tanggungjawab untuk
melunasi utang-utang Cuba tersebut. Dalam jawabannya kepada pemerintah
Spanyol, Amerika antara lain mengatakan, They are debts created by the
government of Spain, for its own purposes and through its own agents, in whose

creation Cuban had no voice. Sebab itu, menurut Amerika, utang-utang tersebut
tidak dapat diperlakukan sebagai utang penduduk Cuba, (dengan demikian) juga
tidak bersifat mengikat bagi pemerintah Cuba berikutnya.
Berdasarkan konsep utang najis sebagaimana dikemukakan Sack itu, dapat
disaksikan bahwa setiap pemerintahan Indonesia pasca Soeharto memiliki peluang
untuk memerdekakan Indonesia dari neokolonialisme utang. Artinya, upaya
pengurangan beban utang luar negeri Indonesia tidak hanya perlu dilakukan
karena jumlahnya yang terlanjur sangat besar, tetapi terutama karena terdapatnya
unsur utang najis dalam jumlah keseluruhan utang itu.
Dua alasan yang dapat digunakan sebagai titik tolak untuk meminta
penghapusan utang dengan menggunakan konsep utang najis tersebut adalah
sebagai berikut. Pertama, buruknya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
utang luar negeri dalam era Soeharto. Sudah menjadi rahasia umum, pemerintahan
Soeharto adalah sebuah pemerintahan korup. Kecenderungan untuk berlaku korup
itu bahkan masih berlanjut hingga saat ini. Dalam perkiraan Bank Dunia, volume
korupsi proyek-proyek yang dibiayai dengan utang luar negeri di Indonesia ratarata mencapai sekitar 30 persen (World Bank, 1997).
2. Kebijaksanaan

fiskal

memegang

peranan

kunci

dalam

mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan


internal

dan

eksternal.

Dalam

rangka

mengurangi

dampak

internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak


ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang
timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi
pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk
menghambat penggunaan daya beli tambahan.
a)

Untuk menanggulangi inflasi

Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah


dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak
komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar
tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
b)

Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan


nasional

Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan


nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan
mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta
apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program
pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
Macam-macam penstabil otomatik, yaitu :
Pajak progresif dan pajak proporsional.
Sistem pajak progresif biasanya digunakan dalam memungut pajak
pendapatan individu dan dipraktekkan hampir di semua negara. Pada
pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi
pendapatan, semakin besar pajak yang dikenakan ke atas tambahan
pendapatan yang diperoleh.
Sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke
atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak yang harus
dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh. Ini berarti
suatu presentasi dari keuntungan selalu merupakan pajak yang akan dibayar
kepada pemerintah.
c)

Kebijakan harga minimum

Kebijakan harga minimum merupakan suatu sitem pengendalian hatga


yang bertujuan menstabilkan pendapatan para petani dan pada waktu yang
sama menjaga agar pendapatannya cukup tinggi. Permintaan dan penawaran
barang pertanian sifatnya tidak elastis. Sebagai akibatnya fluktuasi dalam
penawaran akan menimbulkan fluktuasi harga yang sangat besar dan
mempengaruhi kestabilan pendapatan petani. Ketika produksi dan penawaran
sangat merosot, harga pertanian sangat melonjak dan meningkatkan pendapatn
petani, begitu juga sebaliknya. Ketidakstabilan ini mendorong pelaksanaan
kebijakan harga minimum. Walaupun menstabilkan harga dan pendapatan
merupakan tujuan utama kebijakan tersebut, pada akhirnya hal tersebut
membantu mengurangi fluktuasi kegiatan keseluruhan ekonomi.
Kebijakan fiskal diskresioner
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan tingkat kesempatan kerja yang
tinggi,mengendalikan masalah inflasi dan mencapai peningkatan pertumbuhan

ekonomi. Untuk mengurangi terjadinya masalah pengangguran, pemerintah


melakukan langkah-langkah yang akan menaikkan pengeluaran agregat, hal
ini dinamakan juga dengan kebijakan fiskal ekspansif, dimana pengeluaran
lebih besar dari pendapatan negara. Sedangkan untuk mengatasi masalah
inflasi, pemerintah akan melakukan langkah-langkah yang akan mengurangi
pengeluarannya, yang dinamakan dengan kebijakan fiskal kontraktif.
Kebijakan fiskal diskresioner adalah langkah-langkah dalam bidang
pengeluaran pemerintah dan dan perpajakan yang secara khusus membuat
perubahan ke atas sistem yang ada yang bertujuan untuk mengatasi masalahmasalah ekonomi yang dihadapi. Bentuk kebijakan fiskal diskresioner :
Kebijakan fiskal mengembang, yang dilakukan ketika perekonomian
menghadapi masalah pengangguran.
Kebijakan fiskal mengerucut, yang dilakukan ketika masalah inflasi
sedang dihadapi dan perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh dan
tingkat pengangguran sangat rendah.
Cara-cara yang dilakukan dalam kebijakan fiskal diskresioner :
Menambah pengeluaran pemerintah
Menurunkan pajak perseorangan dan perusahaan
Perubahan perbelanjaan dan pajak
Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan
fiskal dapat dan hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran
dan peluang kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal yang
dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:
Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan
pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau
memangkas pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah sangat
penting untuk mengatasi masalah pengangguran. Prosesnya adalah;
Pengurangan pajak penghasilan akan menambah pendapatan disposebel
rumah tangga dan daya beli masyarakat. Hal tersebut akan meningkatkan
pengeluaran agregat. Peningkatan pengeluaran agregat tersebut berarti akan

menyebabkan pendapatan nasional meningkat dan perubahan ini akan


menambah kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.
Untuk mengatasi pengangguran, pemerintah menambah pengeluarannya
dan pertambahan ini meningkatkan pengeluaran agregat. Peningkatan
pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah melalui
pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah investasi. Perubahan
tersebut berarti akan menyebabkan pendapatan nasional meningkat. Perubahan
ini akan menambah kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.
Efektifitas kebijakan fiskal ini sangat tergantung dari reaksi masyarakat
dan dunia usaha terhadap kenaikan tarif pajak pendapatan dan penghasilan
atau penjualan. Selain itu tergantung pada jenis pajak yang diprioritaskan serta
besarnya

peningkatan

penghasilan

pajak

dan

besarnya

pengurangan

pengeluaran pemerintah. Jenis pajak yang sangat tepat digunakan sebagai


instrumen untuk meredam laju peningkatan inflasi, dengan cara mengurangi
pertumbuhan permintaan agregat, adalah pajak penghasilan dengan sistem
progresif.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah
output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Kebijakan fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan dalam jangka
pendek mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan jasa.
Pengaruh Pajak terhadap Pendapatan Konsumsi
Pemerintah

menjalankan

kebijakan

fiskal

jika

ia

menggunakan

kekuasaannya untuk mempengarui pengeluaran total baik secara langsung dengan mengubah belanja barang dan jasanya - maupun tidak langsung
dengan mengubah pendapatan diposabel anggota masyarakat melalui
pelabuhan tingkat perpajakan atau tunjangan (transfer outlays). Walaupun
pengaruh fiskal dari pemerintah-pemerintah pusat dan daerah sangat besar,

kedua jenis pemerintah daerah ini tidak dapat menjalankan kebijakan fiskal
yang sistematis karena mereka tidak dapat mengalami defisit yang tanpa batas.
Mereka harus berusaha mengatasinya atau mereka akan kehilangan
kredibilitas. Selama resesi ekonomi, penerimaan negara menurun dan
tunjangan penganggutan serta pengeluaran untuk berbagai program lainnya
meningkat sehingga terjadi defisit. Nilai defisit biasanya dikendalikan dengan
menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran.
Pengeluaran pemerintah dan kebijakan perpajakan mempunyai tiga
dampak utama dalam makro ekonomi yaitu dampak pengeluaran (expenditure
impact), dampak financial (financial expenditure), dan dampak penawaran
(supply

expenditure).

Misalakan

pemerintah

merancang

program

pembangunan jalan raya, kenaikan pengeluaran secara langsung meningkatkan


kegiatan ekonomi. Jika pemerintah membiayai defisit yang terjadi dengan
menjual obligasi kepada sektor swasta, kekayaan sektor swasta akan naik, dan
dampak financial ini akan meninmbulkan dampak pengeluaran. Selanjutnya
jalan baru tersebut akan menambah infrastruktur perekonomian dan
menaikkan potensi produksi, berarti akan menambah penawaran.
Serupa dengan hal tersebut, suatu pemotongan pajak secara langsung akan
meningkatkan pendapatan disposabel (pendapatan setelah kena pajak) dan
konsumsi sektor swasta. Hal itu pun akan memberikan dampak finansial
karena kenaikan defisit yang terjadi harus dibiayai. Akhirnya pemotongan
pajak tersebut akan merangsang orang untuk bekerja lebih giat dank arena itu
ia juga memberikan dampak dari sisi penawaran.
d)

Pengaruh Pajak terhadap Keseimbangan Ekonomi

Karena kebijakan fiskal bertujuan mengarahkan perekonomian ke kondisi


yang lebih baik, maka dampaknya terhadap keseimbangan ekonomi harus
dipahami. Salah satu cara paling mudah melihatnya adalah dengan melihat
pengaruh pajak terhadap output keseimbangan

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan
tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan
produksi. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling
berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing masing variabel kebijakan
tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax)
dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Menurut analisa kelompok, kebijakan fiskal dan moneter belum mampu
untuk menciptakan stabilitas ekonomi Indonesia. Kata belum mampu disini,
mengandung makna bahwa kebijakan fiskal dan moneter bukan berarti tidak
mampu, hanya saja dalam pelaksanaannya belum berjalan secara efektif dan
masyarakat cenderung merasa dirugikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan dampak
kebijakan fiskal dan moneter terhadap perekonomian. Untuk itu kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter yang diambil oleh pemerintah harus dilakukan dengan
mempertimbangkan segala aspek perekonomian masyarakat agar tidak merugikan
masyarakat secara umum
4.2 Saran
Hingga kini berbagai problematika dalam perekonomian Indonesia dan
masih sulit diprediksi perbaikannya,oleh sebab itu adanya peran pemerintah dalam
kebijakan ini sangat penting dalam suatu negara untuk arah perekonomian yang
lebih baik,dan adanya peninjauan kembali tentang strategi-strategi yang perlu
dilakukan dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi di dalam suatu
negara,Semuanya takkan berhasil dalam suatu negara jika tidak direncanakan
pelaksanaanya secara berhati-hati,sistematis,dan dengan kerja keras dan harus
didukung oleh para pelaku ekonomi karena strategi-strategi yang dilaksanakan
merupakan sebuah rangkaian program kegiatan yang bersifat saling mengisi agar
memberikan hasil seperi yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Efektivitas Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Ekonomi


di Indonesia (Periode 1999;1 2012;2) Oleh Linda Seprillina Universitas
Brawijaya Malang
Jurnal Analisis
Perekonomian

Dampak
Indonesia

Kebijakan Fiskal Tahun 2011-2014 Terhadap


Oleh

Nur

Faizah

Universitas

Muhammadiyah

Yogyakarta
Jurnal Bisakah Kebijakan Fiskal Dan Moneter Menjadi Instrumen Yang Efektif
Untuk Stabilisasi Ekonomi Pertanian? Oleh Abdullah Usman dan Netti Tinaprilla
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam 5 tahun Terakhir diakses pada 19 November
2014 Pukul 11:30 http://trifebrian.blogspot.co.id/2015/05/kebijakan-fiskal-danmoneter-indonesia_19.html

TUGAS EKONOMI UNTUK AGRIBISNIS


Bedah Jurnal Bisakah Kebijakan Fiskal dan Moneter Menjadi Instrumen
yang Efektif Untuk Stabilisasi Ekonomi Pertanian Oleh Abdullah Usman dan
Netti Tinaprilla

OLEH
KELAS A

KELOMPOK 7

HARVI HAMDIKA

1410222001

SITI INTAN AMELIYA

1410222004

HALIMAYUL LOPINDA

1410222005

TIARA DEWI FORTUNA

1410222007

TEGUH PUTRA PRATAMA 1410222010

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Anda mungkin juga menyukai