KRITERIA DESAIN
1. Umur Rencana jembatan standar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun.
2. Pembebanan Jembatan menggunakan BM 100.
3. Geometrik:
- Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1 + 7 + 1 meter.
- Superelevasi/kemiringan melintang adalah 2% pada lantai jembatan dan kemiringan memanjang
maksimum 5%.
- Ruang bebas vertikal di atas jembatan minimal 5,1 meter.
- Ruang bebas vertikal dan horisontal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan lalu lintas kapal
dengan diambil free board minimal 1,0 meter dari muka air banjir.
- Dihindari tikungan diatas jembatan dan oprit.
- Untuk kebutuhan estetika pada daerah tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan
railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.
- Geometrik jembatan tidak menutup akses penduduk di kiri kanan oprit.
4. Material:
- Mutu beton lantai K-350, bangunan atas minimal K-350, bangunan bawah K-250 termasuk untuk
isian tiang pancang, sedangkan untuk bore pile K-350.
- Mutu baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk < D13, dan BJTD 32 atau BJTD 39
untuk > D13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.
5. Untuk memudahkan validasi koreksi atas gambar rencana, gambar rencana diusahakan
sebanyak mungkin dalam bentuk gambar tipikal dan gambar standar.
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN
Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan
standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di bawahnya seperti:
- Box Culvert (single, double, triple), bentang 1 s/d 10 meter.
- Voided Slab sampai dengan bentang 6 s/d 16 meter.
1.
2.
3.
4.
5.
KRITERIAPERENCANAANJEMBATAN
KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN
Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang
menyangkut beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2) Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah,
geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.
2.Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan
investigasi yang meliputi, antara lain :
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya
dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2) Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan
aliran, dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian
sondir, SPT, boring, dsb. digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya
dengan pemilihan jenis konstruksi fondasi jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya
dengan alinemen vertikal dan panjang jalan pendekat (oprit).
3.Pemilihan Lokasi Jembatan
Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan
yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi
setempat dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan
kebutuhan lahan yang besar sekali.
2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya,
dan diusahakan mengikuti as jalan existing.
3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus mempertimbangkan masalah teknis yang
menyangkut kondisi tanah dan karakter sungai yang bersangkutan, juga harus
mempertimbangkan masalah ekonomis serta keamanan bagi konstruksi dan pemakai jalan.
4.Bahan Konstruksi Jembatan
Dalam memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Biaya konstruksi,
2) Biaya perawatan,
3) Ketersediaan material,
4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),
5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi,
6) Kemudahan mobilisasi peralatan.
Tabel 1. berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan bentang
maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang
sering digunakan.
Tabel 1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan
BAHAN
JENIS
BENTANG MAX.(M)
Beton
Culvert
4.00 6.00
Slab bridge
6.00 8.00
T-Girder, I-Girder
6.00 25.00
Beton Prategang
Baja
Komposit
PCI-Girder
Prestressed Box Girder
Truss bridge
Compossite bridge
15.00-35.00
40.00 50.00
60.00 100.00
10.00 40.00
Contoh jembatan non-standar yang telah dibangun di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh jembatan non-standar di Indonesia
NAMA JEMBATAN
Jembatan Serayu
Kesugihan, Jateng
Jembatan Tonton, Nipah
Batam
Jembatan Kahayan
Kalteng
Jembatan Rempang, Galang Batam
Jembatan Mahakam 2
Kaltim
Jembatan Batam, Tonton
Batam
JENIS JEMBATAN
Prestressed Concrete
Cantilever Box Girder
Balance Cantilever
Concrete Box Girder
Steel Arch Bridge
BENTANG (M)
128.00
160.00
150.00
245.00
270.00
350.00
Komposit
2
3
2
4
2
3
3
4
2
1
3
2
2
2
35
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
DASAR TEORI
Pengertian umum
Jembatan
merupakan salah satu bentuk konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan
melalui
suatu rintangan. Seperti sungai, lembah dan lain-lain sehingga lalu lintas
jalan tidak terputus olehnya.
Dalam
perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan satu
kesatuan
yang utuh yakni :
1.
Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
2.
Bangunan Atas ( Super Struktur )
Bangunan
atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan gelagar.
Bangunan
bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
rupa
2.
Kondisi
dan
parameter
tanah
dari
lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi
lebih
efesien.
3.
Penggerusan
(
scow-ing
)
pada
penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar
profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari
syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan
jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi
jembatan yang baik, namun demikian aspekaspek yang lain tetap menjadi
bagian
yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan
struktur
ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam
merealisasikan
jembatan tersebut.
Mengenai
bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan:
Material yang digunakan
Jembatan kayu
Jembatan baja
Jembatan beton
Jembatan gabungan baja dan beton
Jenis konstruksinya
Jembatan ulir
Jembatan gelagar
Jembatan plat
Jembatan gantung
Jembatan dinding penuh
Jembatan lengkungan
Menurut penggolongan
Jembatan
yang
dapat
digerakan,
merupakan
jenis
yang pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh.
jembatan
baja
Jembatan
tetep,
jenis
jembatan
seperti
ini
digunakan
untuk
keperluan lalu lintas. Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.
Sifat
Dasar Beton
Beton
adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil, pasir,
dan bahan perekatBahan perekat yang biasa dipakai adalah air dan semen.
Secara
umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu:
a.
Beton bertulang
b.
Beton tidak bertulang
Beton
bertulang
adalah
suatu
bahan
bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk menjadi berbagai ukuran.
Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan mengkombinasikan segi-segi
yang
terbaik dari beton dan baja dengan demikian apabila keduanya dikombinasikan,
baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan sebagian kekuatan geser.
Beton
tidak
bertulang
hanya
kuat menahan kekuatan tekan dari beban yang diberikan.
mampu
atau
aspal,
b
jembatan
=
h
QMS=
Slab
lantai
wc
=
bertulang
(
yang
T-02-2005 adalah dari 23,5-25,5 )
Beban
berikut:
mati
Dimana : QMA
tambahan
Berat
disyaratkan
dengan
dalam
menggunakan
rumus
beton
RSNI
sebagai
ta
Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang
adalah 22,0 )
=
ditetapkan dalam RSNI T-02-2005
ha
Tebal
genangan
air
hujan
ditetapkan dalam RSNI T-02-2005 adalah 9,8 )
berat
=
yang
2.
Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari
berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang
dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban
hidup yang ditinjau terdiri dari :
a.
Beban T(Beban lantai kendaraan)
Beban
T
merupakan
beban
kendaraan
truk
yang
mempunyai beban roda ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja
pada
seluruh lebar bagian jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.
Beban
hidup
pada
lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang besarnya, T
=
100 kN. Dengan menggunakan rumus:
PTT =
( 1 + DLA ) . T
Dimana
:
PTT
= Beban truk T
DLA
Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk
a.
Beban D(Jalur lalu lintas )
Beban D adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas
yang terdiri dari beban garis P ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan
beban terbagi rata q ton per meter panjang per jalur sebagai berikut:
q
2,2
t/m
untuk L < 30 m.
q
t/m
=
2,2
t/m
untuk 30 m < L < 60 m.
{(1,1/60)
1,1{1
x
+
(L
30)}
(30/L)}
untuk L > 60 m.
Ketentuan penggunaan beban D dalam arah melintang jembatan
sebagai berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50
beban D sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
m,
jembatan:
beban
kendaraan
yang
1.
Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh
getaran-getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat
beban
garis (P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata
(q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya
koefisien kejut ditentukan dengan rumus:
Dimana
: K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
A. Beban
Sekunder
Beban
sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan beban atau
muatan
sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangantegangan
yang relative lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat beban primer, dan
biasanya tergantung dari bentang, system jembatan, dan keadaan setempat.
Sedangkan
Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan
suhu.
1.
Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar
100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada
setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan
ketentuan sebagai berikut:
Untuk
jmbatan
berdinding
diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan
penuh
Untuk
jembatan
sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
rangka
diambil
Beban
garis
merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin
yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus :
TEW =
0.0012 . Cw . (Vw)2
Dimana :
Cw
seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 )
koefisien
Vw
= Kecepatan angin rencana
Bidang
vertikal
yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi ( h ) =
2.00 m di atas lantai jembatan.
Jarak
antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m
Transfer
beban
menggunakan rumus:
PEW =
[ 1/2*h / x * TEW ]
angin
ke
lantai
jembatan
dengan
1.
Beban Gaya Rem
Gaya ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya
rem dan traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini
diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D
tanpa
koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu
jurusan.
2.
Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan
suhu
harus
ditetapkan
sesuai
dengan
keadaan
setempat. Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus
terhadap timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu yang ada antara
bagian-bagian jembatan dengan bahan yang berbeda.
3.
Beban Gempa
Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh
gempa, maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur
jembatan
4.
Beban angin
Beban angin dihitung
harus menahan beban angin.
pada
daerah
konstruksi
jembatan
yang
A. Beban
Khusus
Beban
khusus
adalah
beban
atau
muatan yang merupakan pemuatan khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan,
hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi, tergantung pada keadaan
setempat.
Yang termaksud beban khusus adalah:
1.
Gaya akibat gempa bumi
2.
Gaya akibat aliran air
3.
Gaya
lain-lain
akibat
tekanan
tanah
dan
1.
Beban
sandaran
hidup
yang
bekerja
pada
pipa
2.
Luas penampang pipa
3.
Momen tahanan
4.
Diameter
dilihat pada tabel
dan
tebal
pipa
sandaraan
5.
Berat
pipa
beton
sendiri
tiang
sandaran
pipa
3.
Tulangan tiang sandaran
perencanaan
yang
Momen berfaktor
4.
Perhitungan tulangan
Pada perencanaan tulangan data yang diperlukan adalah:
Tinggi plat trotoar
Direncanakan tulangan utama
Selimut beton
Tinggi efektif
Dalam perhitungan
dengan rumus:
Tulangan
bagi
Rumus
untuk fy = 350 Mpa
tulangan
ini
Tinggi
efektif
dapat
dihitung
lantai
kendaraan
didasarkan pada:
A. Beban
Lantai
Pada
1.
Beban mati
Akibat berat sendiri lantai kendaraan
Akibat berat aspal
Akibat berat air hujan
2.
Beban hidup
Beban
hidup
yang
bekerja pada lantai kendaraan adalah beban T yang merupakan kendaraan
truk
yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton. Beban untuk jembatan kelas
II
diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan permanen.
Beban
roda
disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2 yaitu pada
jarak
antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang kontak roda untuk
beban
70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987, hal:23). Besarnya T diambil
70
%, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya terhadap lantai jembatan
dengan
sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:
Penyebaran
Gaya :
Untuk
potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:
u
=
a1
x tebal plat beton + tebal aspal)
Untuk
melintang lantai dengan menggunakan rumus:
v
=
b2
x tebal plat beton + tebal aspal)
(1/2
potongan
(1/2
3.
Beban angin
Muatan
angin
merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987, tekanan angin diambil
sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang bertekanan angin
ditetapkan
setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak as roda kendaraan adalah
1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :
Seperti
berikut:
B.
terlihat
pada
gambar
Analisis
Struktur pelat
Berdasarkan
SKNI
T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus ditentukan sesuai pasal
5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan kekuatan minimum
pada
pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang tulangan tarik minimum
sesuai
dengan pasal 5.5.3.
5.1.1.1
Asumsi perencanaan
Perhitungan
kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan
keseimbangan
dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan:
Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
Distribusi
tegangan
dari hubungan tegangan-regangan
beton.
Beton
tekan
ditentukan
tetapi 1 pada
diambil kurang dari 0,65.
5.1.1.2
Faktor reduksi kekuatan
0,008
persamaan
5.1-2
(fc
tidak
boleh
Faktor
kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.
reduksi
5.1.1.3
Kekuatan rencana dalam lentur
Perencanaan
kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus berdasarkan kekuatan
nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan sesuai
dengan pasal 4.5.2
5.1.1.4
Kekuatan minimum
Kekuatan
nominal
dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak lebih kecil dari
1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan tulangan
tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.
5.1.1.5
Syarat
tulangan minimum
a.
Pada
setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan analisis
diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang
dari:
Dan
tidak lebih kecil dari:
b.
Pada
balok T sederhana dengan bagian
kurang dari nilai terkecil di antara :
sayap
tertarik, As
min tidak
boleh
Dan
dengan
pengertian :
bf
=
penampang.
adalah
lebar
bagian
sayap
c.
Sebagai
alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas tulangan yang
diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling sedikit harus
sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis.
Untuk
pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang
menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan :
a.
Bila
beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:
dengan
pengertian :
=
jarak
tegak
lurus
terdekat ke penampang yang diperhitungkan.
a*
dari
tumpuan
ln
= bentang bersih dari pelat.
b.
Bila
beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih besar
dari harga terkecil berikut ini:
1)
harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau
2)
setengah
dari
harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang tidak ditumpu.
C.
Penulangan
Syarat
tulangan maksimum
Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang
dibebani
kombinasi
lentur
dan
aksial
tekan
dimana
kuat
tekan
rencana Pn kurang
dari
nilai
yang
terkecil
antara
0,1fcAg
dan Pb,
maka
rasio
tulangan
tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio b yang menghasilkan kondisi regangan
batas
berimbang untuk penampang.
Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian b untuk
tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.
Jarak
tulangan
Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan
me-mungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat
digetarkan. Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan
sejenisnya tidak boleh kurang dari:
a)
1,5
kali
ukuran
nominal
maksimum
agregat;
atau
b) 1,5 kali diameter tulangan; atau
c) 40 mm
Jarak bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh
kurang dari 1,5 kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan.
Detail
tulangan lentur
a) Penyebaran
Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan
tarik beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I pada
tumpuan.
b) Pengangkuran umum
Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan
pada momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata dari
momen
lentur
positif
dan
negatif,
sejarak h
pada
balok
terhadap
tiap
sisi
potongan
momen
maksimum yang relevan.
Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total
yang diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati
titik balik lentur.
c)
memenuhi :
Pengangkuran
dari
tulangan
positif
harus
D36
dan
yang
lebih
kecil,
memberikan
luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik pemutusan
tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat geser
rencana, Vn..
2)
gaya
geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga dari
kuat geser rencana Vn..
3)
pada
setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas sengkang
tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser dan
puntir,
sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik
penghentian
tulangan.
Luas
sengkang
tambahan Av
tidak
boleh
kurang
dari.0,4bws/fy.
Spasi
s tidak boleh lebih dari d/8b, dimana b adalah rasio dari luas tulangan yang
diputus
terhadap
luas
tulangan
tarik total pada penampang tersebut.
Syarat-syarat
tulangan geser
a)
Apabila 0,5 Vc < Vu < Vc , harus dipasang tulangan minimum sesuai pasal
5.2.7.
b)
Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana
kebutuhan
kekuatan
geser terfaktor Vu < 0,5 Vc, atau bila Vu < Vc dan tinggi total balok tidak
melampaui
nilai
terbesar
dari
250
mm,
2,5
kali tebal sayap atau setengah lebar bagian badan.
c)
Apabila Vu > Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan
tulangan
geser
pada pasal 5.2.6.
e. Abutment
Tinggi Abutment : 6 meter
Lebar Abutment : 11.6 meter
Tipe Abutment : Type Kantilever
Mutu beton, fc : 30 Mpa
Mutu baja tulangan, fy : 240 Mpa (polos)
Mutu baja tulangan, fy : 350 Mpa (ulir)
Gambar Abutment
Tegangan Yang Diijinkan (SNI 03 2847 2002)
Tegangan Ijin Beton Prategang
Mutu beton prategang (fc) 50 Mpa. Tegangan ijin sesuai dengan kondisi gaya pratekan dan tegangan
beton pada tahap beban kerja, tidak boleh melampaui nilai berikut:
1.
Keadaan awal, sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya kehilangan
tegangan) (pasal 20.4.1)
2.
Tegangan serat tekan terluar
Untuk Gelagar
~Untuk Plat
fb = 0.6 fc fb = 0.6 fc
= 0.6 x 50
= 0.6 x 30
= 30 Mpa
= 18 Mpa
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
1.
ft =
=
ft =
x
2.
2.
= 1.768 Mpa
= 1.369 Mpa
Keadaan akhir, setelah kehilangan gaya prategang (pasal 20.4.2)
1. Tegangan serat tekan terluar
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
fb = 0.45 fc fb = 0.45 fc
= 0.45 x 50
= 0.45 x 30
= 22.5 Mpa
= 13.5 Mpa
Tegangan serat tarik terluar
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
ft =
ft =
x
=
3.
1.
= 3.536 Mpa
= 2.739 Mpa
Mutu beton pada saat penegangan
fci = 0.8 fc
= 0.8 x 50
= 40 Mpa
Modulus elastisitas beton
Beton prategang fc = 50 Mpa
Ec = 4700
=
4700 x
= 33234.02 Mpa
Beton konvensional fc = 30 Mpa
2.
Ec = 4700
=
4700 x
= 25742.96 Mpa
Dimana: Ec = modulus elastisitas beton prategang (Mpa)
Ec = modulus elastisitas beton konvensional (Mpa)
fc = mutu beton prategang (Mpa)
fc = mutu beton konvensional (Mpa)
1.
Tegangan Ijin Tendon Prategang
Digunakan tendon VSL dengan sifat-sifat:
Diameter nominal = 12.5 mm
= 98.7 mm2
= 18.75 ton
= 18750 kg
= (18750 x 9.81) N
= 183937.5 N
Beban leleh (20%)
= 18750 x 0.8
= 15000 kg
= (15000 x 9.81) N
= 147150 N
Tegangan putus minimum (fpu)
= 1863.6 Mpa
t (tebal)
G (berat)
W (momen tahanan)
= 3.2 mm
= 4.52 kg/m
(tegangan ijin)
= 7.84 cm3
= 1600 kg/cm2
Pembebanan:
~ beban mati (qd) = 4.52 kg/m
beban ultimate qdu = 4.52 x 1.1 = 5 kg/m
~ beban hidup (ql) = 0.75 kN/m = 75 kg/m
beban ultimate qlu = 75 x 2 = 150 kg/m
~ beban ultimate (qu) = qdu + qlu
= 5 + 150
Qu = 155 kg/m
=
= 818.878 kg/cm2 <
= 1600 kg/cm2
beban ultimate
pd1u = 46.8 x 1.3
= 0.6084 kN
berat sendiri tiang (bawah/pd2) = 0.15 x 0.2 x 0.38 x 24 = 0.274 kN
beban ultimate
pd2u = 27.4 x 1.3
= 0.3562 kN
berat 1 pipa sandaran (pd3) = 0.0452 x 2 = 0.0904 kN
beban ultimate
pd3u = 0.0904x 1.1
~ beban hidup (pl) = 0.75 kN
beban ultimate plu = 0.75 x 2 = 1.5 kN
Momen yang terjadi
Mmax =
x X2
x X1 +
= 0.0995 kN
pd1u
pd2u
pd3u
x X2 +
x 90
x 45
=
+
+ 1.5 x 90 + 1.5 x 45
= 205.255 kNcm
Vu = 2 x plu
= 2 x 1.5 kN = 3000 N
Perhitungan penulangan
Data perencanaan:
b = 150 mm
h = 200 mm
fc
= 30 Mpa
fy
= 240 Mpa
Direncanakan tulangan pokok 10, sengkang 6
d = h selimut beton
sengkang ( x Tul. Tarik)
= 200 20 6 ( x 10)
= 169 mm
A. Penulangan lentur
Mu = 205.255 kNcm = 205.255 x 104 Nmm
Mn
Rn
0.6084 x 5
0.3562 x 3.6
(2 x 0.0995) x 5
= 0.59888 Mpa
= 9.412
b =
=
= 0.0645
max = 0.75 x b
= 0.75 x 0.0645 = 0.048375
min =
= 0.005834
plu
plu
=
= 0.002525
< min 0.002525 < 0.005834 (digunakan min)
As perlu = min
xbxd
= 0.005834 x 150 x 150
= 131.265 mm2
Digunakan tulangan tarik 2 10
As ada = 2 x ( x x 2 )
= 2 x ( x x 102 )
= 157.08 mm2 > As perlu = 131.265 mm2 .( O.K )
b min = 2 x selimut beton + 2 x sengkang + n x D Tul. Tarik + (n 1) x 25
= 2 x 40 + 2 x 6 + 2 x 10 + ( 2 1 ) x 25
= 137 mm < b = 150 mm .( O.K )
As tekan = 20 % x As perlu
= 2 x ( x x 102 )
= 157.08 mm2 > As tekan = 26.253 mm2 .( O.K )
B. Penulangan geser
Vc = 1/6 x
xbxd
= 1/6 x
x 150 x 149
= 20402.67 N
Vc
= x 0.6 x 20402.67
Plat lantai direncanakan dengan tebal 20 cm yang menumpu pada 5 tumpuan yang menerima beban
mati dan terpusat.
Pembebanan
Beban mati
1.
Beban pada plat trotoir
Beban merata
~ berat plat lantai = 0.20 x 1 x 24 = 4.8 kN/m
beban ultimate = 4.8
x 1.3
= 6.24 kN/m
~ berat plat lantai trotoir = 0.25 x 1 x 23 = 5.75 kN/m
beban ultimate = 5.75 x 1.3
= 7.475 kN/m
~ berat air hujan = 0.05 x 1 x 10
= 0.5 kN/m
Beban ultimate = 0.5
x 1.2
= 0.6 kN/m +
qd1u = 14.315 kN/m
Beban terpusat
pdu = pd1u + pd2u + 2.pd3u
=
0.6084
+
+ (2 x 0.0995)
= 1.1636 kN
1.
Beban pada plat lantai kendaraan
~ berat plat lantai = 0.20 x 1 x 24 = 4.8 kN/m
beban ultimate = 4.8
x 1.3
= 6.24 kN/m
~ berat aspal = 0.05 x 1 x 22 = 1.1 kN/m
beban ultimate = 1.1 x 1.2
= 1.32 kN/m
~ berat air hujan = 0.1 x 1 x 10 = 1 kN/m
beban ultimate = 1
x 1.2
= 1 kN/m +
qd2u = 8.56 kN/m
1.
Beban mati tambahan
Beban mati tambahan berupa pelapisan ulang lapisan aspal dengan tebal 50 mm
~ berat aspal = 0.05 x 1 x 22 = 1.1 kN/m
beban ultimate qd3u = 1.1 x 2 = 2.2 kN/m
Beban hidup
= 260 kN
Skema pembebanan
0.3562
Kondisi I
Gambar Skema Pembebanan Kondisi I
Kondisi II
Kondisi III
Gambar Skema Pembebanan Kondisi III
Kondisi IV
Kondisi IV
Kondisi V
Gambar Skema Pembebanan Kondisi V
Kondisi VI
Kondisi VI
o
o
= 71.471 kNm
Data perencanaan:
fc = 30 Mpa
fy
= 350 Mpa
Tebal plat (h) = 200 mm
Direncanakan tulangan pokok D 16 dan tulangan bagi 10
Selimut beton = 20 mm
dx = h selimut beton (1/2 )
= 200 20 (1/2 x 16)
= 172 mm
Untuk perhitungan penulangan, diambil momen
termaksimum
Mu = 77.976 kNm = 77.976 x 106 Nmm
Mn
Rn
= 3.2945 Mpa
= 13.7255
b =
=
= 0.0391128
max = 0.75 x b
= 0.75 x 0.0391128 = 0.02933459
min =
= 0.004
=
= 0.010115
> min 0.010115 > 0.004 (digunakan )
As perlu = x b x d
= 0.010115 x 1000 x 172
= 1739.78 mm2
Digunakan tulangan pokok D 16 mm
Perhitungan jarak (S) dan As ada
o
As = x x D2
= x x 162
= 201.06 mm2
As ada =
= 115.5 mm 100 mm
= 2010.6 mm2
As bagi = x x 2
= x x 102
= 78.54 mm2
= 206.37 mm 200 mm
As ada =
= 392.7 mm2
Sebelum komposit
AP = 9200
759000
IP = 26605833.33
= 82.5 cm
= 165 82.5
= 82.5 cm
= 2891.94 cm2
= 35.05 cm
= 35.05 cm
Setelah komposit
Jarak efektif antar gelagar sebesar 175 cm. Karena mutu beton plat dan balok berbeda, maka lebar
efektif plat komposit dengan balok prategang adalah:
beff
x n (n adalah rasio perbandingan antara mutu beton, n = 0.77)
175 x 0.77 = 134.75 cm
Ac = 11895
1230625
Ic = 44530358.76
= 165 103.46
= 103.46 cm
= 81.54 cm
= 3743.62 cm2
= 36.19 cm
= 45.91 cm
Ap = b x h
= 80 x 165
= 82.5 cm
= 165 82.5
1.
= 13200 cm2
= 82.5 cm
Setelah komposit
Bag.
I
II
= 165 98.18
Pembebanan
Beban Tetap
Akibat berat sendiri balok
Bj beton
= 25 kN/m3
= 98.18 cm
= 86.82 cm
= 24 kN/m3
Bj aspal = 22 kN/m3
Bj air = 10 kN/m3
Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m
Tebal plat = 20 cm = 0.2 m
Tebal aspal = 5 cm = 0.05 m
Tebal air = 10 cm = 0.1 m
Luas penampang plat (A1) = 1.75 x 0.2 = 0.35 m2
Luas penampang aspal (A2) = 1.75 x 0.05 = 0.0875 m2
Luas penampang air (A3) = 1.75 x 0.1 = 0.175 m2
qd2 = Bj beton x A3 + Bj aspal x A2 + Bj air x A3
= 24 x 0.35 + 22 x 0.0875 + 10 x 0.175
= 12.075 kN/m
Akibat diafragma
Bj beton = 25 kN/m3
Tebal diafragma (t) = 15 cm = 0.15 m
=
= 7 kPa
Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m, maka beban merata yang bekerja di sepanjang
gelagar adalah:
ql1 = 1.75 x q
= 1.75 x 7
= 12.25 kNm
b. Beban terpusat P yang ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada jembatan adalah
sebesarnya 44.0 kN/m.
Faktor Beban Dinamik untuk KEL lajur D, untuk bentang (L E) = 40 m, nilai DLA = 0.4.
Maka: K = 1 + DLA
K = 1 + 0.4 = 1.4
Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m, maka beban terpusat yang bekerja pada gelagar
adalah:
pl1 = 1.75 x P x K
= 1.75 x 44 x 1.4
= 107.8 kN
1.
Beban Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam
arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya
rem tersebut tergantung dari panjang struktur (L), yaitu untuk L = 40 m 80 m, gaya rem =
250 kN.
Beban angin
Kendaraan yang sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal
diterapkan pada permukaan lantai sebesar:
TEW = 0.0012CW(VW)2 kN/m
Dimana: Vw = kecepatan angin rencana = 30 m/det
Cw = koefisien Seret = 1.2
TEW = 0.0012 x 1.2 x 302
= 1.296 kN/m
Analisa Statika
Beban Tetap
VA =241,5 kN
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Mati
Reaksi tumpuan:
RA = RB = x q x L
= x 12.075 x 40
= 241.5 kN
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:
Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
(RA
VB = 241,5 kN
Mx =
x X) ( x q x X2)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = RA (q x X)
Maka:
Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm
VA = 241.5 kN
Titik 1, X = 2 m M1 = 458.85 kNm
V1 = 217.35 kN
Titik 2, X = 4 m M2 = 869.4 kNm
V2 = 193.2 kN
Titik 3, X = 6 m M3 = 1231.65 kNm
V3 = 169.05 kN
Titik 4, X = 8 m M4 = 1545.6 kNm
V4 = 144.9 kN
Titik 5, X = 10 m M5 = 1811.25 kNm
V5 = 120.75 kN
Titik 6, X = 12 m M6 = 2028.6 kNm
V6 = 96.6 kN
Titik 7, X = 14 m M7 = 2197.65 kNm
V7 = 72.45 kN
Titik 8, X = 16 m M8 = 2318.4 kNm
V8 = 48.3 kN
Titik 9, X = 18 m M9 = 2390.85 kNm
V9 = 24.15 kN
Titik 10, X = 20 m M10 = 2415 kNm
V10 = 0 kN
(RA
(RA
MA = 0 kNm
VA = RA = 28.823 kN
Titik 1, X = 2 m
M1 = (28.823 x 2) (5.24 x 2)
= 47.166 kNm
V1 = VA = 28.823 kN
Titik 2, X = 4 m
M2 = (28. 823 x 4) (5.24 x 4)
= 94.331 kNm
V2 = 28.823 5.24
= 23.583 kN
Titik 3, X = 6 m
M3 = (28. 823 x 6) (5.24 x 6) (5.24 x 2)
= 131.016 kNm
V3 = V2 = 23.583 kN
Titik 4, X = 8 m
M4 = (28. 823 x 8) (5.24 x 8) (5.24 x 4)
= 167.7 kNm
V4 = 23.583 5.24
= 18.342 kN
Titik 5, X = 10 m
M5 = (28. 823 x 10) (5.24 x 10) (5.24 x 6) (5.24 x 2)
= 193.903 kNm
V5 = V4 = 18.342 kN
Titik 6, X = 12 m
M6 = (28. 823 x 12) (5.24 x 12) (5.24 x 8) (5.24 x 4)
= 220.106 kNm
V6 = 18.342 5.24
= 13.102 kN
Titik 7, X = 14 m
M7 = (28. 823 x 14) (5.24 x 14) (5.24 x 10) (5.24 x 6) (5.24 x 2)
= 235.828 kNm
V7 = V6 = 13.102 kN
Titik 8, X = 16 m
M8 = (28. 823 x 16) (5.24 x 16) (5.24 x 12) (5.24 x 8) (5.24 x 4)
= 251.55 kNm
V8 = 13.102 5.24
= 7.861 kN
Titik 9, X = 18 m
M9 = (28. 823 x 18) (5.24 x 18) (5.24 x 14) (5.24 x 10) (5.24 x 6) (5.21 x 2)
= 256.791 kNm
V9 = V8 = 7.861 kN
Titik 10, X = 20 m
M10 = (28. 823 x 20) (5.24 x 20) (5.24 x 16) (5.24 x 12) (5.24 x 8) (5.21 x 4)
= 262.031 kNm
V10 = 7.861 5.24
= 2.62 kN
Beban Lalu Lintas
Akibat beban lajur
Gambar Diagram Garis Pengaruh Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Lajur
Reaksi tumpuan:
Reaksi tumpuan terbesar terjadi pada saat beban p berada di atas tumpuan.
RA = RB = ( x q x L) + P
= ( x 12.25 x 40) + 107.8
= 352.8 kN
Mencari ordinat max (Y) & luas garis pengaruh (A):
Titik A, X = 0 m YA = 0 m
AA = 0 m2
Titik 1, X = 2 m Y1 =
A1 = x 1.9 x 40 = 38 m2
= 1.9
Titik 2, X = 4 m Y2 =
A2 = x 3.6 x 40 = 72 m2
= 3.6
Titik 3, X = 6 m
Y3 =
A3 = x 5.1 x 40 = 102 m2
= 5.1
Titik 4, X = 8 m Y4 =
A4 = x 6.4 x 40 = 128 m2
= 6.4
Titik 5, X = 10 m Y5 =
A5 = x 7.5 x 40 = 150 m2
= 7.5
Titik 6, X = 12 m Y6 =
A6 = x 8.4 x 40 = 168 m2
= 8.4
Titik 7, X = 14 m Y7 =
A7 = x 9.1 x 40 = 182 m2
= 9.1
Titik 8, X = 16 m Y8 =
A8 = x 9.6 x 40 = 192 m2
= 9.6
Titik 9, X = 18 m Y9 =
A9 = x 9.9 x 40 = 198 m2
= 9.9
(Yx
(Ax
RA = RB =
=
= 16.5 kN
Momen pada setiap titik:
Momen pada semua titik adalah sama sepanjang jalur
Mr = Gaya Rem x (titik tangkap + ya)
= 250 x (1.8 + 0.8154)
= 653.857 kNm
Aksi Lingkungan
1.
Beban Angin
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Angin
Reaksi tumpuan:
RA = RB = x q x L
= x 1.296 x 40
= 25.92 kN
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:
Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Mx =
x X) ( x q x X2)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = RA (q x X)
Maka:
Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm
VA = 25.92 kN
Titik 1, X = 2 m M1 = 49.248 kNm
V1 = 23.328 kN
Titik 2, X = 4 m M2 = 93.312 kNm
V2 = 20.736 kN
Titik 3, X = 6 m M3 = 132.192 kNm
V3 = 18.144 kN
Titik 4, X = 8 m M4 = 165.888 kNm
V4 = 15.552 kN
Titik 5, X = 10 m M5 = 194.4 kNm
V5 = 12.96 kN
Titik 6, X = 12 m M6 = 217.728 kNm
(RA
V6 = 10.368 kN
Titik 7, X = 14 m M7 = 235.872 kNm
V7 = 7.776 kN
Titik 8, X = 16 m M8 = 248.832 kNm
V8 = 5.184 kN
Titik 9, X = 18 m M9 = 256.608 kNm
V9 = 2.592 kN
Titik 10, X = 20 m M10 = 259.2 kNm
V10 = 0 kN
Mati
Beban
Diafragm
a
(kN)
(kN)
(kN)
VA
460
241.50
28.823
V1
414
217.35
28.823
V2
368
193.20
23.583
V3
322
169.05
23.583
V4
276
144.90
18.342
V5
230
120.75
18.342
V6
184
96.60
13.102
V7
138
72.45
13.102
V8
92
48.30
7.861
V9
46
24.15
7.861
V10
2.620
Beba
n
Beban
Be
ba
n
La
jur
(k
N)
35
2.
8
32
8.
3
30
3.
8
27
9.
3
25
4.
8
23
0.
3
20
5.
8
18
1.
3
15
6.
8
13
2.
3
10
7.
Beban
Beban
Rem
Angin
(kN)
(kN)
16.5
25.920
16.5
23.328
16.5
20.736
16.5
18.144
16.5
15.552
16.5
12.960
16.5
10.368
16.5
7.776
16.5
5.184
16.5
2.592
16.5
8
Mom
en
Berat
Beban
Sendiri
Mati
(kNm)
(kNm)
(kNm
)
(kNm)
(kNm)
MA
M1
874.000
458.850
M2
1656.00
0
869.400
M3
2346.00
0
1231.65
0
M4
2944.00
0
M5
1270.08
0
653.85
7
653.85
7
653.85
7
131.0
16
1799.28
0
653.85
7
1545.60
0
167.7
00
2257.92
0
653.85
7
3450.00
0
1811.25
0
193.9
03
2646.00
0
653.85
7
M6
3864.00
0
2028.60
0
220.1
06
2963.52
0
653.85
7
M7
4186.00
0
2197.65
0
235.8
28
3210.48
0
653.85
7
M8
4416.00
0
2318.40
0
251.5
50
3386.88
0
653.85
7
M9
4554.00
0
2390.85
0
256.7
91
3492.72
0
653.85
7
M10
4600.00
0
2415.00
0
262.0
31
3528.00
0
653.85
7
47.16
6
94.33
1
670.320
Mo
8
MG
9
(2+3+
4)
(kN
m) (kNm) (kNm)
MT
10
(5+6+7
+9)
49.
248
93.
312
132
.19
2
165
.88
8
194
.40
0
217
.72
8
235
.87
2
248
.83
2
256
.60
8
259
.20
0
874.0
00
1656.
000
1380.
016
2619.
731
(kNm)
653.85
7
2753.4
40
4636.9
80
2346.
000
3708.
666
6293.9
94
2944.
000
4657.
300
7734.9
65
3450.
000
5455.
153
8949.4
10
3864.
000
6112.
706
9947.8
11
4186.
000
6619.
478
10719.
687
4416.
000
6985.
950
11275.
519
4554.
000
7201.
641
11604.
825
4600.
000
7277.
031
11718.
088
Dengan menggunakan tabel perkiraan berdasarkan pengalaman, yang tertera pada BMS 1992 bagian
7, direncanakan perletakan elestomer dengan bentuk persegi dan ukuran denah 810 x 810 mm,
karena lebar gelagar (b) = 800 mm. Karakteristik dari Elastomer adalah sebagai berikut:
Tinggi keseluruhan = 92 mm
Perhitungan Pembebanan
Beban sandaran
Panjang bentang jembatan
= 40 m
= 4.52 kg/m
kN
= 368
kN +
kN
Bj Aspal = 22 kN/m3
Tebal plat kendaraan = 20 cm = 0.2 m
Lebar plat kendaraan = 7 m
Tebal lapisan aspal = 5 cm = 0.05 m
~ berat lapisan aspal = 40 x 7 x 0.05 x 22 = 308 kN
~ berat plat kendaraan = 40 x 7 x 0.2 x 24 = 1344 kN +
Pd3
= 1652 kN
2.
Beban gelagar
Panjang bentang jembatan = 40 m
Bj beton prategang = 25 kN/m3
Ap = 9200 cm2 = 0.92 m2
3.
kN
A = 1.3975 m2
t = 0.15 m
berat diafragma = 44 x (1.3975 x 0.15 x 25) Pd5 = 230.5875kN
Beban mati tambahan
Beban mati tambahan berupa pelapisan ulang lapisan aspal dengan tebal 50 mm
~ berat lapisan aspal = 40 x 7 x 0.05 x 22 Pd6 = 308 kN
Beban mati total yang bekerja pada abutment
4.
Rd
=
= 3648.218 kN
Beban hidup
Beban sandaran
Panjang bentang jembatan = 40 m
Beban hidup = 0.75 kN/m
~
kN
Beban trotoir
Panjang bentang jembatan
Lebar trotoir = 1 m
Beban hidup = 5 kPa
~
= 40 m
kN
= 40 m
=7m
=
= 7 kPa
~ beban hidup (UDL) = (40 x 5.5 x 7) x 100% + (40 x 1.5 x 7) x 50%
Pl3 = 1750 kN
b. Beban terpusat P yang ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada jembatan adalah
sebesarnya 44.0 kN/m.
Faktor Beban Dinamik untuk KEL lajur D, untuk bentang (L E) = 40 m, nilai DLA = 0.4.
Maka: K = 1 + DLA
K = 1 + 0.4 = 1.4
~ beban hidup (KEL) = 7 x 44 x 1.4 Pl4 = 431.2
Beban air hujan
Panjang bentang jembatan
Bj air
= 10 kN/m3
kN
= 40 m
Beban angin
Panjang bentang jembatan = 40 m
Kendaraan yang sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal
diterapkan pada permukaan lantai sebesar:
TEW = 0.0012CW(VW)2 kN/m
Dimana: Vw = kecepatan angin rencana = 30 m/det
Cw = koefisien Seret = 1.2
TEW = 0.0012 x 1.2 x 302
= 1.296 kN/m
~ berat angin = 40 x 1.296 Pl6 = 51.84 kN
Beban rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah
memanjang. Besarnya gaya rem tersebut tergantung dari panjang struktur (L), yaitu untuk L = 40 m
80 m, gaya rem (Hr = 250 kN).
Beban gesekan
Gaya gesekan antara beton dengan karet elastomer ( f = 0.15 ; PPPJJR 1987)
Hg = f x Rd
= 0.15 x 3648.218
= 547.2327 kN
=
= 1722.12 kN
Hs = Hr + Hg
= 250 + 547.2327
= 797.2327 kN
kN