Anda di halaman 1dari 54

POKOK-POKOK PERENCANAAN JEMBATAN

Perencanaan jembatan harus memenuhi pokok-pokok perencanaan sebagai berikut:


- Kekuatan dan Kekakuan Struktur
- Stabilitas Struktur
- Kelayanan Struktur
- Keawetan
- Kemudahan Pelaksanaan
- Ekonomis
- Bentuk Estetika
RUJUKAN
Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada:
1. Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS 92 dengan revisi pada:
- Bagian 2 dengan Pembebanan Untuk Jembatan (SK.SNI T-02-2005), sesuai Kepmen PU No.
498/KPTS/M/2005.
- Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI T-12-2004), sesuai
Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004.
- Bagian 7 dengan Perencanaan struktur baja untuk jembatan (SK.SNI T-03-2005), sesuai
Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992).
3. Juga dapat mengikuti Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS 92.
RUJUKAN (lanjutan)
Perencanaan jalan pendekat dan oprit harus mengacu kepada:
- Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003).
- Stndar-stndar perencanaan jalan yang berlaku.
2. Perhitungan atau analisa harga satuan pekerjaan mengikuti ketentuan:
- Panduan Analisa Harga Satuan, No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum.
1.

KRITERIA DESAIN
1. Umur Rencana jembatan standar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun.
2. Pembebanan Jembatan menggunakan BM 100.
3. Geometrik:
- Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1 + 7 + 1 meter.
- Superelevasi/kemiringan melintang adalah 2% pada lantai jembatan dan kemiringan memanjang
maksimum 5%.
- Ruang bebas vertikal di atas jembatan minimal 5,1 meter.
- Ruang bebas vertikal dan horisontal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan lalu lintas kapal
dengan diambil free board minimal 1,0 meter dari muka air banjir.
- Dihindari tikungan diatas jembatan dan oprit.
- Untuk kebutuhan estetika pada daerah tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan
railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.
- Geometrik jembatan tidak menutup akses penduduk di kiri kanan oprit.
4. Material:
- Mutu beton lantai K-350, bangunan atas minimal K-350, bangunan bawah K-250 termasuk untuk
isian tiang pancang, sedangkan untuk bore pile K-350.
- Mutu baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk < D13, dan BJTD 32 atau BJTD 39
untuk > D13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.
5. Untuk memudahkan validasi koreksi atas gambar rencana, gambar rencana diusahakan
sebanyak mungkin dalam bentuk gambar tipikal dan gambar standar.
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN
Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan
standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di bawahnya seperti:
- Box Culvert (single, double, triple), bentang 1 s/d 10 meter.
- Voided Slab sampai dengan bentang 6 s/d 16 meter.

- Gelagar Beton Bertulang Tipe T bentang 6 s/d 25 m.


- Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan Box bentang 16 s/d 40 meter.
- Girder Komposit Tipe I dan Box bentang 20 s/d 40 meter.
- Rangka Baja bentang 40 s/d 60 meter.
Penggunaan bangunan atas diutamakan dari sistem gelagar beton bertulang atau box culvert
serta Gelagar pratekan untuk bentang pendek dan untuk kondisi lainnya dapat mengunakan
gelagar komposit atau rangka baja dan lain sebagainya.
Untuk perencanaan bangunan atas jembatan harus mengacu antara lain:
- Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa
Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
- Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak melampaui nilai batas yang diizinkan yaitu
simple beam < L/800 dan kantilever L/400.
- Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan jembatan berada
khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal elemen baja dan galvanis terhadap
resiko korosi ataupun potensi degradasi meterial.
PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH JEMBATAN
Perencanaan struktur bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa
Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
Abutment:
- Abutment tipe cap dengan tinggi tipikal 1,5 2 meter
- Abutment tipe kodok dengan tinggi tipikal 2 3,5 meter
- Abutment tipe dinding penuh dengan tinggi tipikal > 4 meter
Pilar:
- Pilar balok cap
- Pilar dinding penuh
- Pilar portal satu tingkat
- Pilar portal dua tingkat
- Pilar kolom tunggal (dihindarkan untuk daerah zona gempa besar)
- Struktur bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi
lingkungan, antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30mm (daerah normal) dan
minimal 50 mm (daerah agresif).

1.
2.
3.
4.
5.

PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN


Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)
Penentuan jenis pondasi jembatan:
Pondasi dangkal/pondasi telapak (dihindarkan untuk daerah potensi scouring besar):
Bebas dari pengaruh scouring, kedalaman optimal 0,3 s/d 3 meter.
Pondasi caisson:
Diameter 2,5 s/d 4,0 meter, kedalaman optimal 3 s/d 9 meter.
Pondasi tiang pancang pipa baja:
Diameter 0,4 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 7 m s/d 50 meter.
Pondasi tiang pancang beton pratekan:
Diameter 0,4 s/d 0,6 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
Pondasi Tiang Bor:
Diameter 0,8 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
Jenis fondasi diusahakan seragam untuk satu lokasi jembatan termasuknya dimensi-dimensinya,
hindari pondasi langsung untuk daerah dengan gerusan yang besar.
Fondasi dari tiang pancang pipa baja Grade-2 ASTM-252 yang diisi dengan beton bertulang nonshrinkage (semen type II) atau fondasi tiang bor.
Faktor keamanan. Bila analisa menggunakan data tanah dari sondir, maka:
- Tiang pancang, SF Point Bearing= 3 dan SF Friction pile= 5
- Sumuran, SF Daya dukung tanah = 20, SF Geser = 1,5 dan SF Guling = 1,5
Kalendering terakhir:
Tiang Pancang 1 3 cm / 10 pukulan untuk end point bearing dengan jenis hammer yang sesuai
sehinga dapat memenuhi daya dukung tiang rencana.

PERENCANAAN JALAN PENDEKAT


Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut:
H kritis = (c Nc + D Nq) /
H izin = H kritis / SF dengan SF = 3
Bila Tinggi timbunan melebihi H izin harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah dasar
yang telah ada.
PRINSIP PENERAPAN KESELAMATAN JEMBATAN
Dalam menerapkan keselamatan pada desain maka lajur jalan, bahu, jarak pandang alinyemen
horisontal, alinyemen vertikal perlu memenuhi kriteria desain (Ditjen Bina Marga 1997 dan
2004).
Disamping itu ada hal yang harus diperhatikan juga seperti:
1. Bangunan fisik jembatan dan perlengkapannya harus dapat menginformasikan kepada
Pengguna sedemikian rupa sehingga pengguna dapat mengetahui defisiensi standar jalan (Self
Explaining Road) seperti pemasangan:
- Rambu kecepatan, rambu belokan (chevron), rambu tanjakan, rambu rawan celaka dan
lainnya serta harus ditempatkan pada tempat yang seharusnya.
- Pita penggaduh (rumble strip) untuk mengingatkan pengemudi mendekati bangunan
jembatan.
2. Jembatan harus dapat mencegah fatalitas akibat kecelakaan seperti perlu adanya guard rail
pada oprit jembatan.

KRITERIAPERENCANAANJEMBATAN
KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN

1.Survei dan Investigasi


Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang meliputi :
1) Survei tata guna lahan,
2) Survei lalu-lintas,
3) Survei topografi,
4) Survei hidrologi,
5) Penyelidikan tanah,
6) Penyelidikan geologi,
7) Survei bahan dan tenaga kerja setempat.

Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang
menyangkut beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2) Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah,
geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.
2.Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan
investigasi yang meliputi, antara lain :
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya
dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2) Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan
aliran, dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian
sondir, SPT, boring, dsb. digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya
dengan pemilihan jenis konstruksi fondasi jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya
dengan alinemen vertikal dan panjang jalan pendekat (oprit).
3.Pemilihan Lokasi Jembatan
Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan
yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi
setempat dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan
kebutuhan lahan yang besar sekali.
2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya,
dan diusahakan mengikuti as jalan existing.
3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus mempertimbangkan masalah teknis yang
menyangkut kondisi tanah dan karakter sungai yang bersangkutan, juga harus
mempertimbangkan masalah ekonomis serta keamanan bagi konstruksi dan pemakai jalan.
4.Bahan Konstruksi Jembatan
Dalam memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Biaya konstruksi,
2) Biaya perawatan,
3) Ketersediaan material,
4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),
5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi,
6) Kemudahan mobilisasi peralatan.
Tabel 1. berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan bentang
maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang
sering digunakan.
Tabel 1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan
BAHAN
JENIS
BENTANG MAX.(M)
Beton
Culvert
4.00 6.00
Slab bridge
6.00 8.00
T-Girder, I-Girder
6.00 25.00

Beton Prategang
Baja
Komposit

PCI-Girder
Prestressed Box Girder
Truss bridge
Compossite bridge

15.00-35.00
40.00 50.00
60.00 100.00
10.00 40.00

Contoh jembatan non-standar yang telah dibangun di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh jembatan non-standar di Indonesia
NAMA JEMBATAN
Jembatan Serayu
Kesugihan, Jateng
Jembatan Tonton, Nipah
Batam
Jembatan Kahayan
Kalteng
Jembatan Rempang, Galang Batam
Jembatan Mahakam 2
Kaltim
Jembatan Batam, Tonton
Batam

JENIS JEMBATAN
Prestressed Concrete
Cantilever Box Girder
Balance Cantilever
Concrete Box Girder
Steel Arch Bridge

BENTANG (M)
128.00
160.00
150.00

Concrete Arch Bridge


Suspension Bridge

245.00
270.00

Cable Stayed Bridge

350.00

Untuk membandingkan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan dan jenis


konstruksi jembatan yang akan dibangun di suatu daerah, perlu dilakukan evaluasi dengan
memberi penilaian pada masing-masing bahan dan jenis konstruksi jembatan tersebut
seperti contoh yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Contoh perbandingan bahan dan jenis konstruksi jembatan
Perbandingan
Beton
Beton
Baja
prestress
Ketersediaan bhn
4
2
4
Fabrikasi
4
2
4
Waktu perakitan
4
3
1
Tenaga kerja
4
3
4
Ancaman korosi
4
3
1
Erection
1
2
4
Mobilisasi
1
2
4
Umur konstruksi
4
4
4
Expandable
4
3
1
Perawatan
4
3
1
Bentang tersedia
2
3
4
Perancah
4
3
1
Bekisting lantai
2
2
2
Kontrol elemen
4
4
2
Total nilai
46
39
37
Keterangan nilai :
4 = sangat menguntungkan,
3 = menguntungkan,
2 = cukup menguntungkan,
1 = kurang menguntungkan.
Artikel Yang Mendukung Tentang Matri Jembatan :

Komposit
2
3
2
4
2
3
3
4
2
1
3
2
2
2
35

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

KRITERIA DESAIN JEMBATAN


Kriteria Perencanaan Teknik Jembatan
BAB III PERENCANAAN STRUKTUR
PANDUAN PERENCANAAN JEMBATAN
Perencanaan Teknik Jembatan
TEKNIK GEODESI: Perencanaan Jembatan
tahap perencanaan jembatan
perencanaan jembatan beton bertulang
perencanaan jembatan rangka baja
desain jembatan autocad
desain jembatan rangka baja
desain jembatan sederhana
desain jembatan beton
desain jembatan beton sederhana

PERHITUNGAN KONSTRUKSI JEMBATAN BETON


BERTULANG by:hendrik Hilapok

KONSTRUKSI JEMBATAN BETON BERTULANG

DASAR TEORI

Pengertian umum
Jembatan
merupakan salah satu bentuk konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan
melalui
suatu rintangan. Seperti sungai, lembah dan lain-lain sehingga lalu lintas
jalan tidak terputus olehnya.
Dalam
perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan satu
kesatuan
yang utuh yakni :

1.
Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
2.
Bangunan Atas ( Super Struktur )
Bangunan
atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan gelagar.
Bangunan
bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.

Syarat dan bentuk jembatan


Pemilihan
bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut.
Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain bentuk dari
konstruksi
jembatan
harus
layak
dan ekonomis.
Perencanaan
konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan
syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1.
Letaknya
dipilih
sedemikian
dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.

rupa

2.
Kondisi
dan
parameter
tanah
dari
lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi
lebih
efesien.
3.
Penggerusan
(
scow-ing
)
pada
penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar
profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari
syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan
jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi
jembatan yang baik, namun demikian aspekaspek yang lain tetap menjadi
bagian
yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan
struktur
ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam
merealisasikan
jembatan tersebut.
Mengenai
bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan:
Material yang digunakan

Jembatan kayu
Jembatan baja
Jembatan beton
Jembatan gabungan baja dan beton
Jenis konstruksinya
Jembatan ulir
Jembatan gelagar
Jembatan plat
Jembatan gantung
Jembatan dinding penuh
Jembatan lengkungan
Menurut penggolongan
Jembatan
yang
dapat
digerakan,
merupakan
jenis
yang pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh.

jembatan

baja

Jembatan
tetep,
jenis
jembatan
seperti
ini
digunakan
untuk
keperluan lalu lintas. Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.

Jembatan Beton Bertulang


Definisi
Jembatan
beton
merupakan
jembatan
yang konstruksinya terbuat dari material utama bersumber dari beton.

Sifat
Dasar Beton
Beton
adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil, pasir,
dan bahan perekatBahan perekat yang biasa dipakai adalah air dan semen.
Secara
umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu:
a.
Beton bertulang
b.
Beton tidak bertulang
Beton
bertulang
adalah
suatu
bahan
bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk menjadi berbagai ukuran.
Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan mengkombinasikan segi-segi
yang
terbaik dari beton dan baja dengan demikian apabila keduanya dikombinasikan,
baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan sebagian kekuatan geser.

Beton
tidak
bertulang
hanya
kuat menahan kekuatan tekan dari beban yang diberikan.

mampu

atau

Beban Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan


Secara
umum beban beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan dibagi atas
dua
yaitu beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah beban utama
dalam
perhitungan
tegangan
untuk
setipa
perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara
yang
mengakibatkan tegangan tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat
beban primer dan biasanya tergantung dari bentang,bahan,sistem kontruksi,tipe
jembatan dan keadaan setempat.
A. Beban
Primer
Beban
primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam perhitungan
tegangan
untuk setiap perencanaan jembatan.
Beban
primer jembatan mencakup beban mati,beban hidup dan beban kejut.
1.
Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat
sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur
tambahan tetap yang dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan
(Sumantri,
1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai
berat
volume untuk bahan-bahan bangunan.
Contoh
beban
mati
pada
jembatan: berat beton, berat
berat baja, berat pasangan bata, berat plesteran dll.

aspal,

Rumus untuk berat sendiri:


QMS =
b . h . wc
Dimana
Berat sendiri

b
jembatan

=
h

QMS=
Slab

= Tebal slab lantai jembatan

lantai

wc

=
bertulang
(
yang
T-02-2005 adalah dari 23,5-25,5 )
Beban
berikut:

mati

Dimana : QMA

tambahan

Berat
disyaratkan
dengan

dalam

menggunakan

rumus

beton
RSNI
sebagai

= Beban mati tambahan

ta
Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang
adalah 22,0 )

=
ditetapkan dalam RSNI T-02-2005

ha
Tebal
genangan
air
hujan
ditetapkan dalam RSNI T-02-2005 adalah 9,8 )

berat

=
yang

2.
Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari
berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang
dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban
hidup yang ditinjau terdiri dari :
a.
Beban T(Beban lantai kendaraan)
Beban
T
merupakan
beban
kendaraan
truk
yang
mempunyai beban roda ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja
pada
seluruh lebar bagian jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.

Beban
hidup
pada
lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang besarnya, T
=
100 kN. Dengan menggunakan rumus:
PTT =
( 1 + DLA ) . T
Dimana
:
PTT

= Beban truk T

DLA
Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk

a.
Beban D(Jalur lalu lintas )
Beban D adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas
yang terdiri dari beban garis P ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan
beban terbagi rata q ton per meter panjang per jalur sebagai berikut:
q

2,2

t/m
untuk L < 30 m.
q
t/m

=
2,2
t/m
untuk 30 m < L < 60 m.

{(1,1/60)

1,1{1

x
+

(L

30)}

(30/L)}

untuk L > 60 m.
Ketentuan penggunaan beban D dalam arah melintang jembatan
sebagai berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50
beban D sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.

m,

Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m,


beban D sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan
lebar
selebihnya dibebani hanya separuh beban D (50%).
contoh beban hidup pada
melintas, beban orang berjalan dll.

jembatan:

beban

kendaraan

yang

1.
Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh
getaran-getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat
beban

garis (P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata
(q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya
koefisien kejut ditentukan dengan rumus:

Dimana
: K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
A. Beban
Sekunder
Beban
sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan beban atau
muatan
sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangantegangan
yang relative lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat beban primer, dan
biasanya tergantung dari bentang, system jembatan, dan keadaan setempat.
Sedangkan
Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan
suhu.
1.
Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar
100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada
setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan
ketentuan sebagai berikut:

Untuk
jmbatan
berdinding
diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan

penuh

Untuk
jembatan
sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.

rangka

diambil

Beban
garis
merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin
yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus :
TEW =
0.0012 . Cw . (Vw)2
Dimana :
Cw
seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 )

koefisien

Vw
= Kecepatan angin rencana
Bidang
vertikal
yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi ( h ) =
2.00 m di atas lantai jembatan.
Jarak
antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m
Transfer
beban
menggunakan rumus:

PEW =
[ 1/2*h / x * TEW ]

angin

ke

lantai

jembatan

dengan

1.
Beban Gaya Rem
Gaya ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya
rem dan traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini
diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D
tanpa
koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu
jurusan.
2.
Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan
suhu
harus
ditetapkan
sesuai
dengan
keadaan
setempat. Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus
terhadap timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu yang ada antara
bagian-bagian jembatan dengan bahan yang berbeda.
3.
Beban Gempa
Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh
gempa, maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur
jembatan
4.
Beban angin
Beban angin dihitung
harus menahan beban angin.

pada

daerah

konstruksi

jembatan

yang

A. Beban
Khusus
Beban
khusus
adalah
beban
atau
muatan yang merupakan pemuatan khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan,
hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi, tergantung pada keadaan
setempat.
Yang termaksud beban khusus adalah:
1.
Gaya akibat gempa bumi
2.
Gaya akibat aliran air
3.
Gaya
lain-lain

akibat

tekanan

Perencanaan Pipa Sandaran


Pada
perencanaan pipa sandaran, ditentukan:

tanah

dan

1.
Beban
sandaran

hidup

yang

bekerja

pada

pipa

2.
Luas penampang pipa

3.
Momen tahanan

4.
Diameter
dilihat pada tabel

dan

tebal

pipa

sandaraan

5.
Berat

pipa

beton

Perencanaan Tiang Sandaran


Pada
perencanaan tiang sandaran ditentukan:
1.
Beban horizontal ( H1 )
2.
Berat
sandaran

sendiri

tiang

sandaran

pipa

3.
Tulangan tiang sandaran

Perencanaan Lantai Trotoar


Pada
perencanaan lantai trotoar ditentukan:
1.
Data-data
dibutuhkan:

beton = 2400 kg/m3


Tebal trotoar
Tebal kerb beton
Mutu beton ( fc )

perencanaan

yang

Mutu baja (fy )


2.
Beban-beban yang diperlukan:
Berat sendiri trotoar ( W1 )
Berat sendiri kerb beton ( W2 )
Beban hidup ( W3 )
Beban tiang sandaran + pipa ( W4 )
Beban horizontal pada tiang sandaran ( H1 )
Beban horizontal pada kerb beton ( H 2 )
3.
Perhitungan momen
Momen akibat beban mati

Momen akibat beban hidup

Momen berfaktor

4.
Perhitungan tulangan
Pada perencanaan tulangan data yang diperlukan adalah:
Tinggi plat trotoar
Direncanakan tulangan utama
Selimut beton
Tinggi efektif
Dalam perhitungan
dengan rumus:

Tulangan
bagi
Rumus
untuk fy = 350 Mpa

tulangan

ini

Tinggi

efektif

dapat

dihitung

Perhitungan Lantai Kendaraan


Perhitungan

lantai

kendaraan

didasarkan pada:
A. Beban
Lantai

Pada

1.
Beban mati
Akibat berat sendiri lantai kendaraan
Akibat berat aspal
Akibat berat air hujan
2.
Beban hidup
Beban
hidup
yang
bekerja pada lantai kendaraan adalah beban T yang merupakan kendaraan
truk
yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton. Beban untuk jembatan kelas
II
diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan permanen.
Beban
roda
disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2 yaitu pada
jarak
antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang kontak roda untuk
beban
70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987, hal:23). Besarnya T diambil
70
%, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya terhadap lantai jembatan
dengan
sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:

Penyebaran
Gaya :

Untuk
potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:
u
=
a1
x tebal plat beton + tebal aspal)

Untuk
melintang lantai dengan menggunakan rumus:
v
=
b2
x tebal plat beton + tebal aspal)

(1/2
potongan

(1/2

3.
Beban angin
Muatan
angin
merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987, tekanan angin diambil
sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang bertekanan angin
ditetapkan
setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak as roda kendaraan adalah
1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :

Seperti
berikut:

B.

terlihat

pada

gambar

Analisis
Struktur pelat
Berdasarkan
SKNI
T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus ditentukan sesuai pasal
5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan kekuatan minimum
pada
pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang tulangan tarik minimum
sesuai
dengan pasal 5.5.3.

5.1.1.1
Asumsi perencanaan
Perhitungan
kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan
keseimbangan
dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan:
Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
Distribusi
tegangan
dari hubungan tegangan-regangan
beton.

Beton
tekan

ditentukan

Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.


Hubungan
antara
distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat berbentuk persegi,
trapesium,
parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup
baik
terhadap hasil pengujian yang lebih menyeluruh. Walaupun demikian, hubungan
distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh
distribusi tegangan beton persegi ekivalen, yang diasumsikan bahwa tegangan
beton
=
0,85 fc terdistribusi
merata
pada
daerah
tekan
ekivalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis
yang
sejajar
dengan
sumbu
netral
sejarak a
=
1c dari
tepi tertekan terluar tersebut.
Jarak c dari
tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam
arah
tegak lurus sumbu tersebut.
Faktor 1 harus diambil sebesar:
1 =
0,85 untuk fc < 30 MPa
1 =
0,85
30 ) untuk fc > 30 MPa

tetapi 1 pada
diambil kurang dari 0,65.
5.1.1.2
Faktor reduksi kekuatan

0,008
persamaan

5.1-2

(fc
tidak

boleh

Faktor
kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.

reduksi

5.1.1.3
Kekuatan rencana dalam lentur
Perencanaan
kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus berdasarkan kekuatan
nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan sesuai
dengan pasal 4.5.2
5.1.1.4
Kekuatan minimum
Kekuatan
nominal
dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak lebih kecil dari
1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan tulangan
tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.
5.1.1.5
Syarat
tulangan minimum
a.
Pada
setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan analisis
diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang
dari:

Dan
tidak lebih kecil dari:

b.
Pada
balok T sederhana dengan bagian
kurang dari nilai terkecil di antara :

sayap

tertarik, As

min tidak

boleh

Dan

dengan
pengertian :
bf
=
penampang.

adalah

lebar

bagian

sayap

c.
Sebagai
alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas tulangan yang

diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling sedikit harus
sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis.
Untuk
pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang
menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan :
a.
Bila
beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:

dengan
pengertian :
=
jarak
tegak
lurus
terdekat ke penampang yang diperhitungkan.

a*

dari

tumpuan

ln
= bentang bersih dari pelat.
b.
Bila
beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih besar
dari harga terkecil berikut ini:
1)
harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau
2)

setengah
dari
harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang tidak ditumpu.

C.
Penulangan
Syarat
tulangan maksimum
Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang
dibebani
kombinasi
lentur
dan
aksial
tekan
dimana
kuat
tekan
rencana Pn kurang
dari
nilai
yang
terkecil
antara
0,1fcAg
dan Pb,
maka
rasio
tulangan
tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio b yang menghasilkan kondisi regangan
batas
berimbang untuk penampang.
Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian b untuk
tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.
Jarak
tulangan
Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan
me-mungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat

digetarkan. Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan
sejenisnya tidak boleh kurang dari:
a)

1,5

kali

ukuran

nominal

maksimum

agregat;

atau
b) 1,5 kali diameter tulangan; atau
c) 40 mm
Jarak bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh
kurang dari 1,5 kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan.
Detail
tulangan lentur
a) Penyebaran
Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan
tarik beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I pada
tumpuan.
b) Pengangkuran umum
Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan
pada momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata dari
momen
lentur
positif
dan
negatif,
sejarak h
pada
balok
terhadap
tiap
sisi
potongan
momen
maksimum yang relevan.
Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total
yang diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati
titik balik lentur.
c)
memenuhi :

Pengangkuran

dari

tulangan

positif

harus

Pada perletakan sederhana, tulangan angkur harus dapat menyalurkan


gaya tarik sebesar 1,5 Vu pada bagian muka perletakan.
1)
Bila
tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari
setengahnya
harus
diperpanjang
sejarak
12 db
melalui
muka
perletakan,
atau
sepertiganya
harus diperpanjang 8 db ditambah h/2 melalui muka perletakan.
2)
Pada
balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat dari
tulangan positif total yang diperlukan di tengah bentang harus diperpanjang/
diteruskan melalui permukaan dekat perletakan.
d)
Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah satu
ketentuan berikut dipenuhi:
1)
untuk
batang
dimana tulangan menerusnya

D36

dan

yang

lebih

kecil,

memberikan
luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik pemutusan
tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat geser
rencana, Vn..
2)
gaya
geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga dari
kuat geser rencana Vn..
3)
pada
setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas sengkang
tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser dan
puntir,
sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik
penghentian
tulangan.
Luas
sengkang
tambahan Av
tidak
boleh
kurang
dari.0,4bws/fy.
Spasi
s tidak boleh lebih dari d/8b, dimana b adalah rasio dari luas tulangan yang
diputus
terhadap
luas
tulangan
tarik total pada penampang tersebut.
Syarat-syarat
tulangan geser
a)
Apabila 0,5 Vc < Vu < Vc , harus dipasang tulangan minimum sesuai pasal
5.2.7.
b)
Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana
kebutuhan
kekuatan
geser terfaktor Vu < 0,5 Vc, atau bila Vu < Vc dan tinggi total balok tidak
melampaui
nilai
terbesar
dari
250
mm,
2,5
kali tebal sayap atau setengah lebar bagian badan.
c)
Apabila Vu > Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan
tulangan
geser
pada pasal 5.2.6.

PERENCANAAN JEMBATAN PRATEGANG


Data Teknis Perencanaan Jembatan
a. Jembatan
Kelas jalan : kelas 1
Jumlah jalur : 2 jalur
Panjang jembatan : 40 meter
Lebar jembatan : 9 meter
Lebar lantai kendaraan : 7 meter
Tipe gelagar : balok I
Tebal Perkerasan : 5 cm

Gambar Bentang Jembatan


b. Trotoir
Jenis konstruksi : beton bertulang
Pipa sandaran : Circular Hollow Sections D 60.5 mm
Dimensi tiang sandaran : 20/15 cm
Jarak antar tiang : 2 m
Mutu beton, fc : 30 Mpa
Mutu baja tulangan, fy : 240 Mpa (polos)
Mutu baja pipa sandaran : 1600 Mpa
Lebar trotoir : 100 cm
Tebal trotoir : 25 cm
Balok kerb : 20/25 cm
Jenis plat trotoir : beton tumbuk
c. Plat lantai kendaraan
Tebal plat : 20 cm
Mutu beton, fc : 30 Mpa
Mutu baja tulangan, fy : 350 Mpa (ulir)
d. Gelagar
Jenis konstruksi : beton prategang tipe balok I
Mutu beton, fc : 50 Mpa
Mutu baja tulangan, fy : 350 Mpa (ulir)
Tipe tendon & angkur : Angker hidup VSL tipe Sc

e. Abutment
Tinggi Abutment : 6 meter
Lebar Abutment : 11.6 meter
Tipe Abutment : Type Kantilever
Mutu beton, fc : 30 Mpa
Mutu baja tulangan, fy : 240 Mpa (polos)
Mutu baja tulangan, fy : 350 Mpa (ulir)

Gambar Abutment
Tegangan Yang Diijinkan (SNI 03 2847 2002)
Tegangan Ijin Beton Prategang
Mutu beton prategang (fc) 50 Mpa. Tegangan ijin sesuai dengan kondisi gaya pratekan dan tegangan
beton pada tahap beban kerja, tidak boleh melampaui nilai berikut:
1.
Keadaan awal, sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya kehilangan
tegangan) (pasal 20.4.1)
2.
Tegangan serat tekan terluar
Untuk Gelagar
~Untuk Plat
fb = 0.6 fc fb = 0.6 fc
= 0.6 x 50
= 0.6 x 30
= 30 Mpa
= 18 Mpa
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
1.

ft =
=

ft =
x

2.

2.

= 1.768 Mpa
= 1.369 Mpa
Keadaan akhir, setelah kehilangan gaya prategang (pasal 20.4.2)
1. Tegangan serat tekan terluar
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
fb = 0.45 fc fb = 0.45 fc
= 0.45 x 50
= 0.45 x 30
= 22.5 Mpa
= 13.5 Mpa
Tegangan serat tarik terluar
~Untuk Gelagar ~Untuk Plat
ft =

ft =

x
=

3.

1.

= 3.536 Mpa
= 2.739 Mpa
Mutu beton pada saat penegangan
fci = 0.8 fc
= 0.8 x 50
= 40 Mpa
Modulus elastisitas beton
Beton prategang fc = 50 Mpa
Ec = 4700
=

4700 x

= 33234.02 Mpa
Beton konvensional fc = 30 Mpa

2.

Ec = 4700
=

4700 x

= 25742.96 Mpa
Dimana: Ec = modulus elastisitas beton prategang (Mpa)
Ec = modulus elastisitas beton konvensional (Mpa)
fc = mutu beton prategang (Mpa)
fc = mutu beton konvensional (Mpa)

1.
Tegangan Ijin Tendon Prategang
Digunakan tendon VSL dengan sifat-sifat:
Diameter nominal = 12.5 mm

Luas tampang nominal

= 98.7 mm2

Beban putus minimum

= 18.75 ton

= 18750 kg
= (18750 x 9.81) N
= 183937.5 N
Beban leleh (20%)

= 18750 x 0.8

= 15000 kg
= (15000 x 9.81) N
= 147150 N
Tegangan putus minimum (fpu)
= 1863.6 Mpa

Tegangan leleh (fpy) =


= 1490.88 Mpa
Modulus elastisitas (Es) = 200000 Mpa
Tegangan tarik pada tendon prategang tidak boleh melampaui:

1. Akibat gaya pengangkuran tendon


fp = 0.94 fpy
= 0.94 x 1490.88
= 1401.43 Mpa
Tetapi tidak lebih dari
fp = 0.80 fpu
= 0.80 x 1863.6
= 1490.88 Mpa
2. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang
fp = 0.82 fpy
= 0.82 x 1490.88
= 1222.52 Mpa
Tetapi tidak lebih dari
fp = 0.74 fpu
= 0.74 x 1863.6
= 1379.06 Mpa
3. Tendon pasca tarik, pada daerah angkur dan sambungan, segera setelah penyaluran gaya
fp = 0.70 fpu
= 0.70 x 1863.6
= 1304.52 Mpa
Perencanaan Trotoir dan Plat Lantai
Perencanaan Trotoir

Gambar Rencana Trotoir


Pendimensian Sandaran
Sandaran direncanakan menumpu pada tiang sandaran dengan bentang 2 m, yang di rencanakan
menahan beban merata vertikal sebesar 0.75 kN/m. Direncanakan Sandaran dengan penampang
pipa bulat, data sebagai berikut:
D (diameter)
= 60.5 mm

t (tebal)

G (berat)

W (momen tahanan)

= 3.2 mm
= 4.52 kg/m

(tegangan ijin)

= 7.84 cm3

= 1600 kg/cm2

Pembebanan:
~ beban mati (qd) = 4.52 kg/m
beban ultimate qdu = 4.52 x 1.1 = 5 kg/m
~ beban hidup (ql) = 0.75 kN/m = 75 kg/m
beban ultimate qlu = 75 x 2 = 150 kg/m
~ beban ultimate (qu) = qdu + qlu
= 5 + 150

Qu = 155 kg/m

Gambar Pembebanan & Statika Pada sandaran


Dari hasi analisa statika dengan mengunakan program STAAD PRO, diperoleh momen maksimum ,
yaitu sebesar 0.642 kNm.
Mmax = 0.642 kNm
= 6420 kgcm

=
= 818.878 kg/cm2 <

= 1600 kg/cm2

Jadi, dipakai pipa baja diameter 60.5 mm sebagai sandaran.


Perencanaan Tiang Sandaran
Tiang sandaran direncanakan menerima beban terpusat dari sandaran sebesar w x L, yang bekerja
horisontal pada ketinggian 0.9 m dari permukaan trotoir. Direncanakan dimensi tiang sandaran
dengan lebar 15 cm, dan tinggi 20 cm, dengan asumsi tiang sandaran sebagai balok kantilever.

Gaya Yang Bekerja Pada Tiang Sandaran


Pembebanan
~ beban mati (pd)
berat sendiri tiang (atas/pd1) = 0.15 x 0.2 x 0.65 x 24 = 0.468 kN

beban ultimate
pd1u = 46.8 x 1.3
= 0.6084 kN
berat sendiri tiang (bawah/pd2) = 0.15 x 0.2 x 0.38 x 24 = 0.274 kN

beban ultimate
pd2u = 27.4 x 1.3
= 0.3562 kN
berat 1 pipa sandaran (pd3) = 0.0452 x 2 = 0.0904 kN

beban ultimate
pd3u = 0.0904x 1.1
~ beban hidup (pl) = 0.75 kN
beban ultimate plu = 0.75 x 2 = 1.5 kN
Momen yang terjadi
Mmax =
x X2
x X1 +

= 0.0995 kN

pd1u
pd2u
pd3u

x X2 +
x 90
x 45
=

+
+ 1.5 x 90 + 1.5 x 45
= 205.255 kNcm
Vu = 2 x plu

= 2 x 1.5 kN = 3000 N
Perhitungan penulangan
Data perencanaan:
b = 150 mm
h = 200 mm
fc
= 30 Mpa
fy
= 240 Mpa
Direncanakan tulangan pokok 10, sengkang 6
d = h selimut beton
sengkang ( x Tul. Tarik)
= 200 20 6 ( x 10)
= 169 mm
A. Penulangan lentur
Mu = 205.255 kNcm = 205.255 x 104 Nmm

Mn

Rn

0.6084 x 5
0.3562 x 3.6
(2 x 0.0995) x 5

= 256.569 x 104 Nmm

= 0.59888 Mpa

= 9.412

Rasio penulangan keseimbangan (b);

b =

=
= 0.0645
max = 0.75 x b
= 0.75 x 0.0645 = 0.048375

min =

= 0.005834

Rasio penulangan perlu

plu
plu

=
= 0.002525
< min 0.002525 < 0.005834 (digunakan min)

As perlu = min
xbxd
= 0.005834 x 150 x 150
= 131.265 mm2
Digunakan tulangan tarik 2 10
As ada = 2 x ( x x 2 )

= 2 x ( x x 102 )
= 157.08 mm2 > As perlu = 131.265 mm2 .( O.K )
b min = 2 x selimut beton + 2 x sengkang + n x D Tul. Tarik + (n 1) x 25

= 2 x 40 + 2 x 6 + 2 x 10 + ( 2 1 ) x 25
= 137 mm < b = 150 mm .( O.K )
As tekan = 20 % x As perlu

= 0.2 x 131.265 = 26.253 mm2


Dipakai tulangan 2 10 mm
As ada = 2 x ( x x 2 )

= 2 x ( x x 102 )
= 157.08 mm2 > As tekan = 26.253 mm2 .( O.K )
B. Penulangan geser
Vc = 1/6 x
xbxd
= 1/6 x
x 150 x 149
= 20402.67 N

Vc

= x 0.6 x 20402.67

= 6120.8 N > Vu = 1500 N (tidak diperlukan tulangan geser)


Cukup dipasang sengkang praktis. Digunakan 6 150 mm yang dipasang disepanjang tiang.

Gambar Penulangan Tiang Sandaran


Perencanaan Kerb
Kerb direncanakan untuk menahan beban tumbukan arah menyilang sebesar 100 kN, yang bekerja
sebagai beban titik. Direncanakan kerb terbuat dari beton bertulang, dengan dimensi lebar 20 cm
dan tinggi 25 cm, menggunakan beton dengan mutu fc 30 Mpa, tulangan baja mutu fy 240 Mpa,
yang dipasang 2 10 pada masing-masing sisinya, dan sengkang 6 200 mm sepanjang kerb.

Gambar Penulangan Kerb

Perencanaan Plat Lantai

Plat lantai direncanakan dengan tebal 20 cm yang menumpu pada 5 tumpuan yang menerima beban
mati dan terpusat.
Pembebanan
Beban mati

1.
Beban pada plat trotoir
Beban merata
~ berat plat lantai = 0.20 x 1 x 24 = 4.8 kN/m
beban ultimate = 4.8
x 1.3
= 6.24 kN/m
~ berat plat lantai trotoir = 0.25 x 1 x 23 = 5.75 kN/m
beban ultimate = 5.75 x 1.3
= 7.475 kN/m
~ berat air hujan = 0.05 x 1 x 10
= 0.5 kN/m
Beban ultimate = 0.5
x 1.2
= 0.6 kN/m +
qd1u = 14.315 kN/m
Beban terpusat
pdu = pd1u + pd2u + 2.pd3u
=
0.6084
+
+ (2 x 0.0995)
= 1.1636 kN
1.
Beban pada plat lantai kendaraan
~ berat plat lantai = 0.20 x 1 x 24 = 4.8 kN/m
beban ultimate = 4.8
x 1.3
= 6.24 kN/m
~ berat aspal = 0.05 x 1 x 22 = 1.1 kN/m
beban ultimate = 1.1 x 1.2
= 1.32 kN/m
~ berat air hujan = 0.1 x 1 x 10 = 1 kN/m
beban ultimate = 1
x 1.2
= 1 kN/m +
qd2u = 8.56 kN/m
1.
Beban mati tambahan
Beban mati tambahan berupa pelapisan ulang lapisan aspal dengan tebal 50 mm
~ berat aspal = 0.05 x 1 x 22 = 1.1 kN/m
beban ultimate qd3u = 1.1 x 2 = 2.2 kN/m
Beban hidup

Beban pada plat trotoir


Beban merata
~ beban pejalan kaki = 5 kPa x 1 m = 5 kN/m
beban ultimate ql1u = 5 x 2 = 10 kN/m
Beban terpusat
plu = 1.5 kN
Beban pada plat lantai kendaraan
# Faktor beban dinamis (DLA)
K = 1 + DLA ,
Faktor beban dinamis untuk truk adalah 0.3 (BMS 92, hal 2-20)
maka K = 1 + 0.3 = 1.3
# Beban truk T
Beban truk T sebesar 200 kN, maka tekanan untuk satu roda:
Pu =

= 260 kN
Skema pembebanan

0.3562

Kondisi I
Gambar Skema Pembebanan Kondisi I
Kondisi II

Gambar Skema Pembebanan Kondisi II

Kondisi III
Gambar Skema Pembebanan Kondisi III
Kondisi IV

Kondisi IV

Gambar Skema Pembebanan

Kondisi V
Gambar Skema Pembebanan Kondisi V
Kondisi VI

Kondisi VI

o
o

Gambar Skema Pembebanan


Penulangan Plat Lantai Kendaraan
Dari hasi analisa statika dengan mengunakan program STAAD PRO, diperoleh momen maksimum
pada kondisi II, yaitu:
Mmax tumpuan = 77.976 kNm
Mmax lapangan

= 71.471 kNm

Data perencanaan:
fc = 30 Mpa
fy
= 350 Mpa
Tebal plat (h) = 200 mm
Direncanakan tulangan pokok D 16 dan tulangan bagi 10

Selimut beton = 20 mm
dx = h selimut beton (1/2 )
= 200 20 (1/2 x 16)
= 172 mm
Untuk perhitungan penulangan, diambil momen
termaksimum
Mu = 77.976 kNm = 77.976 x 106 Nmm

Mn

Rn

= 97.47 x 106 Nmm

= 3.2945 Mpa
= 13.7255

Rasio penulangan keseimbangan (b);

b =
=
= 0.0391128

max = 0.75 x b
= 0.75 x 0.0391128 = 0.02933459

min =

= 0.004

Rasio penulangan perlu

=
= 0.010115
> min 0.010115 > 0.004 (digunakan )

As perlu = x b x d
= 0.010115 x 1000 x 172
= 1739.78 mm2
Digunakan tulangan pokok D 16 mm
Perhitungan jarak (S) dan As ada
o
As = x x D2
= x x 162
= 201.06 mm2

As ada =

= 115.5 mm 100 mm

= 2010.6 mm2

Diperoleh As ada > As perlu , maka dipakai tulangan pokok D 16 100

As tulangan bagi = 20 % x As perlu


= 0.2 x 1902.89
= 380.578 mm2
Dipakai tulangan 10 mm

As bagi = x x 2
= x x 102
= 78.54 mm2

= 206.37 mm 200 mm

As ada =

= 392.7 mm2

Diperoleh As ada > As perlu , maka dipakai tulangan bagi 10 200

Gambar Penulangan Plat Lantai Kendaraan

Perencanaan Struktur Gelagar

Gambar Bagian-bagian Penampang Jembatan


Desain Penampang Balok
Perencanaan awal dari dimensi penampang balok dengan suatu rumus pendekatan, yaitu tinggi
balok (h) =
, dimana L adalah panjang balok = 40 m, maka h = 1.6 2.35 m.
Direncanakan balok dengan tinggi 1.65 m. Penampang balok seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar Penampang Balok Prategang


Perhitungan Section Properties
Penampang Balok Tengah
o

Sebelum komposit

Tabel Perhitungan Section Properties Balok Tengah Sebelum Komposit


A
y
Axy
Momen Inersia I
Bag.
(cm2)
(cm)
(cm3)
(cm4)
(1/12 x 80 x 303 + 2400 x 67.52)
I
30 x 80 = 2400
150
360000
= 11115000
II
105 x 40 = 4200
82.5
346500
1/12 x 40 x 1053 = 3858750
(1/12 x 80 x 303 + 2400 x 67.52)
III
30 x 80 = 2400
15
36000
= 11115000
(1/36 x 20 x 53 + 50 x 50.82) x 2
IV
2( x 20 x 5) = 100
133.3
13333.33
= 258541.67
(1/36 x 20 x 53 + 50 x 50.82) x 2
V
2( x 20 x 5) = 100
31.7
3166.67
= 258541.67

AP = 9200
759000
IP = 26605833.33

= 82.5 cm

= 165 82.5

= 82.5 cm

= 2891.94 cm2

= 35.05 cm

= 35.05 cm

Setelah komposit

Jarak efektif antar gelagar sebesar 175 cm. Karena mutu beton plat dan balok berbeda, maka lebar
efektif plat komposit dengan balok prategang adalah:
beff
x n (n adalah rasio perbandingan antara mutu beton, n = 0.77)
175 x 0.77 = 134.75 cm

Tabel Perhitungan Section Properties Balok Tengah Setelah Komposit


A
y
Axy
Momen Inersia I
Bag.
(cm2)
(cm)
(cm3)
(cm4)
3
(1/12 x 80 x 30 + 2400 x 46.542)
I
30 x 80 = 2400
150
360000
= 5378927.19
(1/12 x 40 x 1053 + 4200 x20.962)
II
105 x 40 = 4200
82.5
346500
= 5703431.54
(1/12 x 80 x 303 + 2400 x 88.462)
III
30 x 80 = 2400
15
36000
= 18959280.28
(1/36 x 20 x 53 + 50 x 29.882) x 2
IV
2( x 20 x 5) = 100
133.3
13333.33
= 89396.42
(1/36 x 20 x 53 + 50 x 71.792) x 2
V
2( x 20 x 5) = 100
31.7
3166.67
= 515528.9
(1/12 x 134.75 x 203 + 2695 x71.542)
VI
20 x 134.75 = 2695
175
471625
= 13883794.43

Ac = 11895
1230625
Ic = 44530358.76

= 165 103.46

= 103.46 cm

= 81.54 cm

= 3743.62 cm2

= 36.19 cm

= 45.91 cm

Penampang Balok Ujung


1.
Sebelum komposit

Ap = b x h

Ip = 1/12 x b x h3 = 1/12 x 80 x 1653 = 29947500 cm4

= 80 x 165

= 82.5 cm

= 165 82.5
1.

= 13200 cm2

= 82.5 cm

Setelah komposit

Bag.
I
II

Tabel Perhitungan Section Properties Balok Ujung Setelah Komposit


A
y
Axy
Momen Inersia I
(cm2)
(cm)
(cm3)
(cm4)
(1/12 x 80 x 1653 + 13200 x 15.682)
165 x 80 = 13200
82.5
1089000
= 33194287.54
(1/12 x 134.75 x 203 + 2695 x 76.822)
20 x 134.75 = 2695
175
471625
= 15992466.2
Ac = 22415
1560625
Ic = 49186753.75

= 165 98.18

Pembebanan

Beban Tetap
Akibat berat sendiri balok
Bj beton

= 25 kN/m3

= 98.18 cm
= 86.82 cm

Luas penampang (Ap) = 9200 cm2 = 0.92 m2


qd1 = Bj x Ap
= 25 x 0.92
= 23 kN/m
Akibat beban mati (plat lantai, lapisan aspal & air hujan)
Bj beton

= 24 kN/m3

Bj aspal = 22 kN/m3
Bj air = 10 kN/m3
Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m
Tebal plat = 20 cm = 0.2 m
Tebal aspal = 5 cm = 0.05 m
Tebal air = 10 cm = 0.1 m
Luas penampang plat (A1) = 1.75 x 0.2 = 0.35 m2
Luas penampang aspal (A2) = 1.75 x 0.05 = 0.0875 m2
Luas penampang air (A3) = 1.75 x 0.1 = 0.175 m2
qd2 = Bj beton x A3 + Bj aspal x A2 + Bj air x A3
= 24 x 0.35 + 22 x 0.0875 + 10 x 0.175
= 12.075 kN/m
Akibat diafragma
Bj beton = 25 kN/m3
Tebal diafragma (t) = 15 cm = 0.15 m

Gambar Penampang Diafragma


Luas penampang (A) = (135 x 105) (2 x (AIV + AV))
= 13975 cm2 = 1.3975 m2
Pd = Bj x A x t
= 25 x 1.3975 x 0.15
= 5.24 kN
Beban Lalu Lintas
1.
Beban lajur D
2.

Gambar Penyebaran Beban Lajur


Beban lajur D terdiri dari beban tersebar merata (UDL/Uniformly Distributed Load) yang
digabung dengan beban garis (KEL/Knife Edge Load).

Gambar Beban Yang Bekerja Pada Arah Melintang Jembatan


a. Besarnya beban terbagi rata (UDL) tergantung pada panjang total yang dibebani (L).
L = 40 m > 30 m, maka:
q

=
= 7 kPa
Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m, maka beban merata yang bekerja di sepanjang
gelagar adalah:
ql1 = 1.75 x q
= 1.75 x 7
= 12.25 kNm
b. Beban terpusat P yang ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada jembatan adalah
sebesarnya 44.0 kN/m.
Faktor Beban Dinamik untuk KEL lajur D, untuk bentang (L E) = 40 m, nilai DLA = 0.4.
Maka: K = 1 + DLA
K = 1 + 0.4 = 1.4
Jarak efektif antar gelagar = 175 cm = 1.75 m, maka beban terpusat yang bekerja pada gelagar
adalah:
pl1 = 1.75 x P x K
= 1.75 x 44 x 1.4
= 107.8 kN
1.
Beban Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam
arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya
rem tersebut tergantung dari panjang struktur (L), yaitu untuk L = 40 m 80 m, gaya rem =
250 kN.

Gambar Beban Rem Yang Bekerja Pada Arah Memanjang Jembatan


Aksi Lingkungan

Beban angin
Kendaraan yang sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal
diterapkan pada permukaan lantai sebesar:
TEW = 0.0012CW(VW)2 kN/m
Dimana: Vw = kecepatan angin rencana = 30 m/det
Cw = koefisien Seret = 1.2
TEW = 0.0012 x 1.2 x 302
= 1.296 kN/m
Analisa Statika
Beban Tetap

Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Berat Sendiri


1.
Akibat berat sendiri
Reaksi tumpuan:
RA = RB = x q x L
= x 23 x 40
= 460 kN
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:

Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;


Mx =
x X) ( x q x X2)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = RA (q x X)
Maka:
Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm
VA = 460 kN
Titik 1, X = 2 m M1 = 874 kNm
V1 = 414 kN
Titik 2, X = 4 m M2 = 1656 kNm
V2 = 368 kN
Titik 3, X = 6 m M3 = 2346 kNm
V3 = 322 kN
Titik 4, X = 8 m M4 = 2944 kNm
V4 = 276 kN
Titik 5, X = 10 m M5 = 3450 kNm
V5 = 230 kN
Titik 6, X = 12 m M6 = 2864 kNm
V6 = 184 kN
Titik 7, X = 14 m M7 = 4186 kNm
V7 = 138 kN
Titik 8, X = 16 m M8 = 4416 kNm
V8 = 92 kN
Titik 9, X = 18 m M9 = 4554 kNm
V9 = 46 kN
Titik 10, X = 20 m M10 = 4600 kNm
V10 = 0 kN
2. Akibat beban mati

VA =241,5 kN
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Mati
Reaksi tumpuan:
RA = RB = x q x L
= x 12.075 x 40
= 241.5 kN
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:
Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;

(RA

VB = 241,5 kN

Mx =
x X) ( x q x X2)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = RA (q x X)
Maka:
Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm
VA = 241.5 kN
Titik 1, X = 2 m M1 = 458.85 kNm
V1 = 217.35 kN
Titik 2, X = 4 m M2 = 869.4 kNm
V2 = 193.2 kN
Titik 3, X = 6 m M3 = 1231.65 kNm
V3 = 169.05 kN
Titik 4, X = 8 m M4 = 1545.6 kNm
V4 = 144.9 kN
Titik 5, X = 10 m M5 = 1811.25 kNm
V5 = 120.75 kN
Titik 6, X = 12 m M6 = 2028.6 kNm
V6 = 96.6 kN
Titik 7, X = 14 m M7 = 2197.65 kNm
V7 = 72.45 kN
Titik 8, X = 16 m M8 = 2318.4 kNm
V8 = 48.3 kN
Titik 9, X = 18 m M9 = 2390.85 kNm
V9 = 24.15 kN
Titik 10, X = 20 m M10 = 2415 kNm
V10 = 0 kN

Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Diafragma


1.
Akibat diafragma
Reaksi tumpuan:
RA = RB = x P
= x 5.24 x 11
= 28.823 kN
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:
Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Mx =
x X) (p x X)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = V A p
Maka:
Titik A, X = 0 m

(RA

(RA

MA = 0 kNm
VA = RA = 28.823 kN
Titik 1, X = 2 m
M1 = (28.823 x 2) (5.24 x 2)
= 47.166 kNm
V1 = VA = 28.823 kN
Titik 2, X = 4 m
M2 = (28. 823 x 4) (5.24 x 4)
= 94.331 kNm
V2 = 28.823 5.24
= 23.583 kN
Titik 3, X = 6 m
M3 = (28. 823 x 6) (5.24 x 6) (5.24 x 2)
= 131.016 kNm
V3 = V2 = 23.583 kN
Titik 4, X = 8 m
M4 = (28. 823 x 8) (5.24 x 8) (5.24 x 4)
= 167.7 kNm
V4 = 23.583 5.24
= 18.342 kN
Titik 5, X = 10 m
M5 = (28. 823 x 10) (5.24 x 10) (5.24 x 6) (5.24 x 2)
= 193.903 kNm
V5 = V4 = 18.342 kN
Titik 6, X = 12 m
M6 = (28. 823 x 12) (5.24 x 12) (5.24 x 8) (5.24 x 4)
= 220.106 kNm
V6 = 18.342 5.24
= 13.102 kN
Titik 7, X = 14 m
M7 = (28. 823 x 14) (5.24 x 14) (5.24 x 10) (5.24 x 6) (5.24 x 2)
= 235.828 kNm
V7 = V6 = 13.102 kN
Titik 8, X = 16 m
M8 = (28. 823 x 16) (5.24 x 16) (5.24 x 12) (5.24 x 8) (5.24 x 4)
= 251.55 kNm
V8 = 13.102 5.24
= 7.861 kN
Titik 9, X = 18 m
M9 = (28. 823 x 18) (5.24 x 18) (5.24 x 14) (5.24 x 10) (5.24 x 6) (5.21 x 2)
= 256.791 kNm
V9 = V8 = 7.861 kN
Titik 10, X = 20 m
M10 = (28. 823 x 20) (5.24 x 20) (5.24 x 16) (5.24 x 12) (5.24 x 8) (5.21 x 4)
= 262.031 kNm
V10 = 7.861 5.24
= 2.62 kN
Beban Lalu Lintas
Akibat beban lajur

Gambar Diagram Garis Pengaruh Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Lajur
Reaksi tumpuan:
Reaksi tumpuan terbesar terjadi pada saat beban p berada di atas tumpuan.
RA = RB = ( x q x L) + P
= ( x 12.25 x 40) + 107.8
= 352.8 kN
Mencari ordinat max (Y) & luas garis pengaruh (A):
Titik A, X = 0 m YA = 0 m
AA = 0 m2
Titik 1, X = 2 m Y1 =
A1 = x 1.9 x 40 = 38 m2

= 1.9

Titik 2, X = 4 m Y2 =
A2 = x 3.6 x 40 = 72 m2

= 3.6

Titik 3, X = 6 m
Y3 =
A3 = x 5.1 x 40 = 102 m2

= 5.1

Titik 4, X = 8 m Y4 =
A4 = x 6.4 x 40 = 128 m2

= 6.4

Titik 5, X = 10 m Y5 =
A5 = x 7.5 x 40 = 150 m2

= 7.5

Titik 6, X = 12 m Y6 =
A6 = x 8.4 x 40 = 168 m2

= 8.4

Titik 7, X = 14 m Y7 =
A7 = x 9.1 x 40 = 182 m2

= 9.1

Titik 8, X = 16 m Y8 =
A8 = x 9.6 x 40 = 192 m2

= 9.6

Titik 9, X = 18 m Y9 =
A9 = x 9.9 x 40 = 198 m2

= 9.9

Titik 10, X = 20 m Y10 =


= 10 m
A10 = x 10 x 40 = 200 m2
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:
Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Mx =
x P)
+
x q)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = RA (q x X)
Maka:
Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm
VA = 352.8 kN
Titik 1, X = 2 m M1 = 670.32 kNm
V1 = 328.3 kN
Titik 2, X = 4 m M2 = 1270.08 kNm
V2 = 303.8 kN
Titik 3, X = 6 m M3 = 1799.28 kNm
V3 = 279.3 kN
Titik 4, X = 8 m M4 = 2257.92 kNm
V4 = 254.8 kN
Titik 5, X = 10 m M5 = 2646 kNm
V5 = 230.3 kN
Titik 6, X = 12 m M6 = 2963.52 kNm
V6 = 205.8 kN
Titik 7, X = 14 m M7 = 3210.48 kNm
V7 = 181.3 kN
Titik 8, X = 16 m M8 = 3386.88 kNm
V8 = 156.8 kN
Titik 9, X = 18 m M9 = 3492.72 kNm
V9 = 132.3 kN
Titik 10, X = 20 m M10 = 3528 kNm
V10 = 107.8 kN
Beban Rem

Gambar Diagram Momen Akibat Beban Rem


Titik tangkap gaya rem dari permukaan lantai adalah 1.8 m.
Reaksi tumpuan:
Reaksi (gaya lintang) pada semua titik adalah sama sepanjang jalur

(Yx
(Ax

RA = RB =
=
= 16.5 kN
Momen pada setiap titik:
Momen pada semua titik adalah sama sepanjang jalur
Mr = Gaya Rem x (titik tangkap + ya)
= 250 x (1.8 + 0.8154)
= 653.857 kNm
Aksi Lingkungan

1.

Beban Angin
Gambar Diagram Momen dan Gaya Lintang Akibat Beban Angin
Reaksi tumpuan:
RA = RB = x q x L
= x 1.296 x 40
= 25.92 kN
Momen & Gaya Lintang pada setiap titik:
Momen pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Mx =
x X) ( x q x X2)
Gaya Lintang pada titik X dengan jarak setiap 2.0 m;
Vx = RA (q x X)
Maka:
Titik A, X = 0 m MA = 0 kNm
VA = 25.92 kN
Titik 1, X = 2 m M1 = 49.248 kNm
V1 = 23.328 kN
Titik 2, X = 4 m M2 = 93.312 kNm
V2 = 20.736 kN
Titik 3, X = 6 m M3 = 132.192 kNm
V3 = 18.144 kN
Titik 4, X = 8 m M4 = 165.888 kNm
V4 = 15.552 kN
Titik 5, X = 10 m M5 = 194.4 kNm
V5 = 12.96 kN
Titik 6, X = 12 m M6 = 217.728 kNm

(RA

V6 = 10.368 kN
Titik 7, X = 14 m M7 = 235.872 kNm
V7 = 7.776 kN
Titik 8, X = 16 m M8 = 248.832 kNm
V8 = 5.184 kN
Titik 9, X = 18 m M9 = 256.608 kNm
V9 = 2.592 kN
Titik 10, X = 20 m M10 = 259.2 kNm
V10 = 0 kN

Tabel Daftar Kombinasi Gaya Lintang


Bera
t
Send
iri

Mati

Beban
Diafragm
a

(kN)

(kN)

(kN)

VA

460

241.50

28.823

V1

414

217.35

28.823

V2

368

193.20

23.583

V3

322

169.05

23.583

V4

276

144.90

18.342

V5

230

120.75

18.342

V6

184

96.60

13.102

V7

138

72.45

13.102

V8

92

48.30

7.861

V9

46

24.15

7.861

V10

2.620

Beba
n

Beban

Be
ba
n
La
jur
(k
N)
35
2.
8
32
8.
3
30
3.
8
27
9.
3
25
4.
8
23
0.
3
20
5.
8
18
1.
3
15
6.
8
13
2.
3
10
7.

Beban

Beban

Rem

Angin

(kN)

(kN)

16.5

25.920

16.5

23.328

16.5

20.736

16.5

18.144

16.5

15.552

16.5

12.960

16.5

10.368

16.5

7.776

16.5

5.184

16.5

2.592

16.5

8
Mom
en

Berat

Beban

Sendiri

Mati

Tabel Daftar Kombinasi Momen


Beba
Beb
n
Beban
Beban
an
Kombinasi Momen
Diafr
An Seblm
agma
Lajur
Rem
gin komp.
komposit

(kNm)

(kNm)

(kNm
)

(kNm)

(kNm)

MA

M1

874.000

458.850

M2

1656.00
0

869.400

M3

2346.00
0

1231.65
0

M4

2944.00
0

M5

1270.08
0

653.85
7
653.85
7
653.85
7

131.0
16

1799.28
0

653.85
7

1545.60
0

167.7
00

2257.92
0

653.85
7

3450.00
0

1811.25
0

193.9
03

2646.00
0

653.85
7

M6

3864.00
0

2028.60
0

220.1
06

2963.52
0

653.85
7

M7

4186.00
0

2197.65
0

235.8
28

3210.48
0

653.85
7

M8

4416.00
0

2318.40
0

251.5
50

3386.88
0

653.85
7

M9

4554.00
0

2390.85
0

256.7
91

3492.72
0

653.85
7

M10

4600.00
0

2415.00
0

262.0
31

3528.00
0

653.85
7

47.16
6
94.33
1

Perencanaan Perletakan Elastomer

670.320

Mo
8

MG
9
(2+3+
4)

(kN
m) (kNm) (kNm)

MT
10
(5+6+7
+9)

49.
248
93.
312
132
.19
2
165
.88
8
194
.40
0
217
.72
8
235
.87
2
248
.83
2
256
.60
8
259
.20
0

874.0
00
1656.
000

1380.
016
2619.
731

(kNm)
653.85
7
2753.4
40
4636.9
80

2346.
000

3708.
666

6293.9
94

2944.
000

4657.
300

7734.9
65

3450.
000

5455.
153

8949.4
10

3864.
000

6112.
706

9947.8
11

4186.
000

6619.
478

10719.
687

4416.
000

6985.
950

11275.
519

4554.
000

7201.
641

11604.
825

4600.
000

7277.
031

11718.
088

Dengan menggunakan tabel perkiraan berdasarkan pengalaman, yang tertera pada BMS 1992 bagian
7, direncanakan perletakan elestomer dengan bentuk persegi dan ukuran denah 810 x 810 mm,
karena lebar gelagar (b) = 800 mm. Karakteristik dari Elastomer adalah sebagai berikut:

Gambar Bentuk Denah Perletakan


Ukuran denah 810 mm
Tebal selimut atas dan bawah = 9 mm

Tebal pelat baja = 5 mm

Tebal karet dalam = 18 mm

Tinggi keseluruhan = 92 mm

Beban ternilai pada perputaran nol, pada geser maksimum = 7353 kN

Beban ternilai pada perputaran maksimum, pada geser maksimum = 3377 kN


Gaya lintang maksimum yang terjadi pada satu gelagar
VU = 1718.824 kN < Vperletakan = 3377 kN (O.K)
Perencanaan Abutment

Gambar Tampak Melintang Jembatan

Perhitungan Pembebanan

Perhitungan Gaya-gaya Akibat Struktur Atas


Beban mati
1.

Beban sandaran
Panjang bentang jembatan

= 40 m

Berat pipa sandaran

= 4.52 kg/m

Berat 1 tiang sandaran


= 0.8242 kN
~ berat pipa sandaran = 4 x (40 x 4.52) = 723.2 kg = 7.232
~ berat tiang sandaran = 42 x (0.8242) = 34.6164 kN +
Pd1 = 41.8484 kN
1.
Beban trotoir
Panjang bentang jembatan = 40 m
Bj beton = 24 kN/m3

kN

Bj beton tumbuk = 23 kN/m3


Tebal plat trotoir = 0.25 m
Lebar plat trotoir = 0.8 m
Ukuran balok kerb = 20/25 cm
~ berat plat trotoir = 2 x (40 x 0.25 x 0.8 x 23)
~ berat kerb = 2 x (40 x 0.25 x 0.2 x 24) = 96
Pd2 = 464 kN
1.
Beban plat kendaraan
Panjang bentang jembatan = 40 m
Bj beton = 24 kN/m3

= 368
kN +

kN

Bj Aspal = 22 kN/m3
Tebal plat kendaraan = 20 cm = 0.2 m
Lebar plat kendaraan = 7 m
Tebal lapisan aspal = 5 cm = 0.05 m
~ berat lapisan aspal = 40 x 7 x 0.05 x 22 = 308 kN
~ berat plat kendaraan = 40 x 7 x 0.2 x 24 = 1344 kN +
Pd3
= 1652 kN
2.
Beban gelagar
Panjang bentang jembatan = 40 m
Bj beton prategang = 25 kN/m3
Ap = 9200 cm2 = 0.92 m2
3.

berat gelagar = 5 x (40 x 0.92 x 25) Pd4 = 4600


Beban diafragma
Panjang bentang jembatan = 40 m
Jarak antar diafragma = 4 m
Bj beton prategang = 25 kN/m3

kN

A = 1.3975 m2
t = 0.15 m
berat diafragma = 44 x (1.3975 x 0.15 x 25) Pd5 = 230.5875kN
Beban mati tambahan
Beban mati tambahan berupa pelapisan ulang lapisan aspal dengan tebal 50 mm
~ berat lapisan aspal = 40 x 7 x 0.05 x 22 Pd6 = 308 kN
Beban mati total yang bekerja pada abutment
4.

Rd
=

= 3648.218 kN
Beban hidup

Beban sandaran
Panjang bentang jembatan = 40 m
Beban hidup = 0.75 kN/m
~

beban hidup pipa sandaran = 2 x (40 x 0.75) Pl1 = 60

kN

Beban trotoir
Panjang bentang jembatan
Lebar trotoir = 1 m
Beban hidup = 5 kPa
~

= 40 m

beban hidup trotoir = 2 x (40 x 1 x 5) Pl2 = 400

kN

Beban plat kendaraan (beban lalu lintas)


Panjang bentang jembatan

= 40 m

Lebar plat kendaraan

=7m

Gambar 4.62 Penyebaran Beban Lajur

Gambar Beban Yang Bekerja Pada Arah Melintang Jembatan


a. Besarnya beban terbagi rata (UDL) tergantung pada panjang total yang dibebani (L).
L = 40 m > 30 m, maka:
q

=
= 7 kPa
~ beban hidup (UDL) = (40 x 5.5 x 7) x 100% + (40 x 1.5 x 7) x 50%
Pl3 = 1750 kN
b. Beban terpusat P yang ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas pada jembatan adalah
sebesarnya 44.0 kN/m.
Faktor Beban Dinamik untuk KEL lajur D, untuk bentang (L E) = 40 m, nilai DLA = 0.4.
Maka: K = 1 + DLA

K = 1 + 0.4 = 1.4
~ beban hidup (KEL) = 7 x 44 x 1.4 Pl4 = 431.2
Beban air hujan
Panjang bentang jembatan
Bj air
= 10 kN/m3

kN

= 40 m

Lebar plat kendaraan = 7 m


Lebar plat trotoir = 2 x 1 m
Tebal air pada plat kendaraan = 10 cm = 0.1 m
Tebal air pada trotoir = 5 cm = 0.05 m
~ berat air hujan = (40 x 7 x 0.1 x 10) + (40 x 2 x 0.05 x 10)
Pl5 = 320 kN

Beban angin
Panjang bentang jembatan = 40 m
Kendaraan yang sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal
diterapkan pada permukaan lantai sebesar:
TEW = 0.0012CW(VW)2 kN/m
Dimana: Vw = kecepatan angin rencana = 30 m/det
Cw = koefisien Seret = 1.2
TEW = 0.0012 x 1.2 x 302
= 1.296 kN/m
~ berat angin = 40 x 1.296 Pl6 = 51.84 kN

Beban rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah
memanjang. Besarnya gaya rem tersebut tergantung dari panjang struktur (L), yaitu untuk L = 40 m
80 m, gaya rem (Hr = 250 kN).

Gambar Beban Rem Yang Bekerja Pada Arah Memanjang Jembatan

Beban gesekan
Gaya gesekan antara beton dengan karet elastomer ( f = 0.15 ; PPPJJR 1987)
Hg = f x Rd
= 0.15 x 3648.218
= 547.2327 kN

Beban lalu lintas pada plat injak

Gambar Beban Lalu Lintas Pada Plat Injak

Lebar plat kendaraan = 7 m


Panjang plat injak = 2 m
q
= 1 t/m2 = 100 kN/m2
~ beban lalu lintas = 7 x 2 x 100
Pl7 = 1400
Beban mati total yang bekerja pada abutment
Rl

=
= 1722.12 kN
Hs = Hr + Hg
= 250 + 547.2327
= 797.2327 kN

kN

Anda mungkin juga menyukai