Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi dunia usaha ditandai dengan terbukanya persaingan
yang ketat di segala bidang, hampir semua bentuk usaha menerima residu dari
ekspnasi ini, termasuk pada jasa perbankan (Bank). Semakin kompetitifnya
dunia usaha tentu harus dipandang sebagai tantangan untum, peningkatan
pembangunan ekonomi bangsa Indonesia yang lebih memiliki daya saing.
Konsekuenmsinya adalah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
yang menjadi motor penggerak organisasi, dengan meningkatkan aspek-aspek
kinerja yang dibutuhkan organisasi.
Saat ini dunia perbankan menghadapi berbagai masalah karena situasi
perekonomian yang semakin kompleks dan disisi lain industri perbankan
memiliki regulasi yang banyak. Guna menghadapi hal tersebut manajemen
bank di tuntut untuk mengelola organisasi secara lebih baik, sehingga tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam kondisi
yang cepat berubah tersebut pengelolaan organisasi yang baik dapat dilakukan
melalui perencanaan secara matang dan pengendalian yang baik
Pengendalian manajemen adalah salah satu fungsi perencanaan dan
pengendalian yang dilakukan oleh hampir seluruh organisasi (Anthony &
Giovindarajan, 2001), yaitu suatu proses yang dilakukan manajemen dalam
mempengaruhi seluruh anggota organisasi untuk menerapkan strategi yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Sumber daya manusia merupakan

faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi dalam skala besar maupun
kecil. Pada organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai
unsur yang sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha. Dengan
demikian peran sumber daya manusia menjadi semakin penting, yang artinya
perkembangan dunia usaha secara signifikan dapat ditingkatkan apabila
ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkomitmen pada pekerjaannya
(Hasibuan, 2005)
Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam meninjau fungsi
komitmen kerja tersebut adalah bekerjanya fungsi keadilan organisasi.
Keadilan merupakan suatu model motivasi yang menjelaskan bagimana orang
berjuang untuk mendapatkan persamaan dan keadilan dalam pertukaran sosial
atau hubungan memberi dan menerima. Teori persamaan di dasarkan pada teori
ktidakcocokan kognitif yang dikembangkan oleh ahli psikologi sosial Leon
Festinger pada tahun 1950 (Keitner & Kinicki, 2003)
Organ & Konovsky (dalam Alotaibi, 2003) mengklaim ketika bawahan
diperlakukan adil di seluruh organisasi, mereka cenderung merasakan perlunya
relasi pertukaran sosial yang resiprokal/berbalasan, memberi mereka rasa
percaya diri jika fair treatment seperti ini akan berlanjut. Suatu perusahaan
yang mampu memberikan jaminan dan melaksanakan keadilan kepada
karyawan tentu saja akan direspon positif oleh karyawan. Salah satu bentuk
atau respon positif positif karyawan atas keadilan yang mereka rasakan adalah
meningkatnya kinerja karyawan.

Komitmen karyawan untuk dapat mencapai tujuan yang telah di


tetapkan organisasi merupakan salah satu indikator dari peningkatan kinerja
karyawan. Terpenuhinya hak dan kewajiban karyawan dan keterlibatannya
dalam proses pengambilan keputusan merupakan kriteria dari keadilan
organisasi. Organisasi yang adil pada karyawannya akan memberikan hak
kepada karyawan seimbang dengan kewajibannya (Colquitt, 2001) ini disebut
keadilan distributif.
Melibatkan kraywan dalam proses pengabilan keputusan termasuk
keadilan prosedural. Menjaga suasana kerja yang kondusif, selalu melakukan
pembinaan

dan

pengembangan

karyawan

adalah

termasuk

keadilan

interaksional (Colquitt, 2001). Keadilan juga dikenal dalam good governance


atau good coporate governance yang mulai diterapkan dalam institusi
pemerintah dalam era modernisasi dan demokratisasi ini. Yang dimaksud
adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan
perusahaan, yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan
perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya.
Good Corporate governance pada dasarnya mengharapkan adanya
komitmen, aturan main, serta praktek penyelenggaraan pemerintah atau bisnis
yang sehat dan beretika. Hasil penelitian Ambarwati., Suyono & Pratiwi (2010)
menyebutkan baik buruknya kinerja aparatur pemerintahan dapat ditentukan
oleh beberapa faktor, dimana faktor yang dijadikan pertimbangan yaitu
penerapan fungsi komitmen organisasi. Fungsi komitmen organisasi terhadap
good corporate governance semakin efektif apabila individu dalam organisasi

sadar akan hak dan kewajibannya tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal ini
disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota
organisasi yang bersifat kolektif.
Komitmen kerja adalah keinginan perilaku sosial untuk memberikan
tenaga dan loyalitas pada sistem sosial, dan ketertarikan seseorang terhadap
hubungan sosial dan dapat mengekspresikan dirinya. Komitmen merupakan
sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong antara satu dengan yang
lainnya. Karyawan yang komitmennya tinggi pada perusahaan akan
menunjukkan sikap dan perilaku yang positif, karyawan akan memiliki jiwa
yang tetap membela organisasinya, berusaha untuk meningkatkan prestasinya
dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan
perusahaan. Dengan kata lain komitmen karyawan terhadap organisasi adalah
kesetiaan karyawan terhadap organisasi disamping itu akan menimbulkan
loyalitas serta mendorong diri karyawan dalam mengambil keputusan (Meyer,
Allen & Smith dalam Setiawati, 2007)
Kreitner & Kinicki (2003) mengatakan komitmen kerja karyawan
terhadap perusahaan adalah bertingkat, dari tingkat yang sangat rendah sampai
tingkat yang sangat tinggi. Ditinjau dari segi karyawan dan organisasi,
komitmen kerja karyawan yang rendah akan berdampak pada turn over,
tingginya absensi, meningkatnya kelambanan kerja, rendahnya kualitas kerja
dan kurang adanya loyalitas pada perusahaan serta dapat memicu perilaki
karyawan yang kurang baik.

Asumsi tersebut diatas telah dibuktikan oleh Sari (2010), disebutkan


bahwa niat berpindah pekerjaan (turn over) tidak akan terjadi apabila karyawan
memiliki komitmen terhadap organisasi. Rasa komitmen terhadap organisasi
yang ada pada diri karyawan akan menunjukan sikap dan perilaku yang positif,
karyawan akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha
meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk mewujudkan
tujuan organisasi.
Substansi yang mendasarinya menurut Sari (2010) adalah karena
komitmen organisasi merupakan usaha mendefinisikan dan melibatkan diri
dalam organsasi dimana intensi dalam proses identifikasi ini adalah semakin
kecil niat karyawan untuk pindah pekerjaan atau perusahaan. Karyawan yang
memiliki rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja akan
memiliki dan membentuk perasaan aman, keterikatan, kesamaan tujuan, dan
sikap yang positif terhadap perusahaan.
Selanjutnya Kreitner & Kinicki (2003) menjelaskan bahwa komitmen
kerja karyawan yang tinggi akan berdampak pada pada peningkatan karir
karyawan itu sendiri yaitu karyawan lebih puas dengan pekerjaannya dan
tingkat absensinya menurun, memberikan sumbangan terhadap organisasi
dalam hal stabilitas tenaga kerja, menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi
serta loyalitas karyawan yang tinggi terhadap organisasi tempatnya bekerja.
Komitmen kerja karyawan yang tinggi maupun rendah akan berdampak pada
organisasi secara umum.

Substansi dari pernyataan tersebut di dasari pemahaman bahwa tujuan


pencapaian organisasi merupakan akumulasi dari konstribusi karyawan secara
kolektif bukan perseorangan, sehingga jika komitmen karyawan secara umum
tinggi maka pencapaian tujuan organisasi dimungkinkan. Demikian juga yang
terjadi sebaliknya ketika secara umum komitmen karyawan rendah maka
percapaian tujuan perusahaan menjadi hal yang mustahil. Pada dasarnya
melaksanakan komitmen sama maknanya dengan menjalankan kewajiban dan
tanggungjawab di sebuah organisasi. Sifat manusia dalam organisasi akan
mepengaruhi komitmen mereka dalam organisasi, apakah mereka akan
terpuaskan atau tidak terpuaskan bila masuk dalam suatu organisasi (Siagian,
1996)
Komitmen kerja karyawan merupakan salah satu kunci yang turut
menentukan keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.
Penelitian Damayanti & Suhariadi (2011) menunjukkan bahwa komitmen
karyawan terhadap organisasi menggambarkan kuatnya identifikasi individu
dan keterlibatannya dalam organisasi. Karyawan yang mempunyai komitmen
kerja terhadap organisasi biasanya akan menunjkkan sikap kerja yang penuh
perhatian terhadap tugasnya, mereka sangat memiliki tanggungjawab untuk
melaksanakn tugas-tugasnya serta sangat loyal terhadap perusahaan. Hal ini
karena dalam komitmen terkandung keyakinan, pengikat, yang akan
menimbulkan energi untuk melakukan ytang terbaik.
Dewasa ini setiap organisasi atau perusahaan harus menerima
kenyataan, bahwa eksistensinya di masa depan tergantung pada sumber daya

manusia. Tanpa memiliki sumber daya manusia yang kompetitif sebuah


organisasi akan mengalami kemunduran dan akhinya dapat tersisih karena
ketidakmampuan untuk menghadapi pesaing. Dalam bekerja seseorang
memberikan apa yang ada pada dirinya terhadap organisasi, dan sebaliknya dia
juga menuntut supaya organiasi memberikan apa yang menjadi keinginannya.
Sumbangan tersebut seperti usaha, keterampilan, loyalitas, kreativitas serta hal
lainnya yang membuat setiap individu sebagai sumber daya bagi organisasi.
Hal tersebut membuat organisasi memberikan imbalan kepada karyawan
tersebut.
Menurut Colquitt (2001) keadilan distributif dapat berupa imbalan
berupa gaji, fasilitas, status, keamanan kerja dst. Bagi karyawan, imbalan yang
diberikan organisasi dapat memuaskan satu atau lebih kebutuhannya. Jika
dalam hal tersebut terjadi keadilan, maka terjadilah suatu keseimbangan antara
harapan serta kenyataan yang diperoleh. Hal ini membuat karyawan terpuaskan
dan akan menunjukkan hubungan yang positif dengan organisasi yang
mengarah pada komitmen. Sedangkan jika seorang karyawan memandang
bahwa organisasinya tidak dapat memenuhi satu atau beberapa hal yang
dibutuhkannya atau dengan kata lain terjadi ketidakcocokan antara organisasi
dengan karyawan yang membuat karyawan merasa tidak puas, maka dalam hal
ini akan terjadi proses keluarnya individu (karyawan) tersebut dari
keanggotaan organisasinya.
Jika terjadi proses pergantian tenaga kerja yang tinggi dalam organisasi
maka kemungkinan kelemahan yang ada adalah menyangkut masalah

komitmen. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan fungsi hubungan


variabel ini, penelitian keadilan prosedural menemukan bahwa keadilan
prosedural berhubungan dengan keadilan distributif (Thibaut & Walker, 1998).
Keadilan distributif atau keadilan outcome dapat di definisikan sebagai
pernyataan tentang seberapa adil keputusan itu dibuat (Folger & Konovsky,
1989)
Berdasarkan equity theory, keadilan distributif berhubungan dengan
evaluasi karyawan terhadap kewajaran dan keseimbangan antara masukan
(seperti usaha yang dilakukan dan skill) yang mereka berikan kepada
perusahaan dengan hasil yang mereka terima (misalnya gaji). Penelitian oleh
McFarlin & Sweeney (1992) menemukan bahwa keadilan distributif
mempengaruhi komitmen kerja.
Penelitian Handoyo (2004) menunjukkan relevansi dengan apa yang
disebutkan diatas, perlakuan organisasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi
karyawan secara umum mempengaruhi perilaku kerja terhadap perusahaan,
walaupun sebagian karyawan tidak setuju dengan hal ini mengingat posisi dan
bidang kerja yang sesuai dengan yang mereka diharapkan. Fenomena ini
menunjukkan bahwa terdapat masalah intervensi keadilan, baik distributif,
prosedural dan interaksional dalam penilaian karyawan yang merasa
ketidaksesuaian beban kerja dengan kompensasi yang diterima, yang memiliki
residu negatif dalam optimalisasi kinerja karyawan terhadap organisasi.
Temuan penelitian Handoyo (2004) memberi kesan bahwa pengaruh
dari keadilan prosedural dalam komitmen kerja berhubungan tidak langsung

melalui keadilan distributif. Hubungan tidak langsung keadilan prosedural


dalam komitmen kerja melalui dasar non-outcome atau proses emosional juga
bisa diinvestigasi lebih lanjut. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa
keadilan prosedural memiliki pengaruh yang penting dalam komitmen kerja
karywan. Beberapa penelitian juga menemukan hubungan yang signifikan
antara keadilan prosedural dan kepercayaan karyawan terhadap manajemen
atau pihak superior (Staley & Magner, 2008)
Sebagaimana pengaruh psikologikal seperti kepercayaan berhubungan
dengan komitmen kerja karyawan, maka hubungan antara keadilan prosedural
dan komitmen kerja karyawan secara tidak langsung berhubungan melalui
kepercayaan terhadap superior. Konsep ini berusaha menjelaskan bahwa fungsi
komitmen kerja secara mendasar disimulasi oleh fungsi-fungsi hubungan
timbal balik antara karyawan dengan perusahaan atau organisasi. Fungsi dasar
perilaku menunjukkan adanya reaksi dari suatu situasi yang kecenderungannya
memberi nilai yang seimbang terhadap suatu yang relevan dengan kebutuhan
seseorang. Sebagaimana dijelaskan Rawung (2013) bahwa indikator yang
menunjukkan fungsi komitmen kerja adalah keinginan untuk mempertahankan
diri agar tetap menjadi anggota organisasi dan kemauan bekerja keras sebagai
bagian dari anggota organisasi
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan komitmen kerja
karyawan dapat dilakukan dengan upaya peningkatan fungsi keadilan
organisasi, mengingat hasil evaluasi karyawan terhadap perlakuan organisasi
dalam konteks ini yang mengembangkan fungsi komitmen kerja sebagai

10

sebuah reaksi perilaku terhadap sikap dan perlakuan organisasi yang dinilai
positif oleh karyawan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pengaruh keadilan organisasi
dengan komitmen kerja karyawan. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Keadailan Organisasi Terhadap Komitmen
Kerja Karywan Bank Riau-Kepri Cabang Pasir Pengaraian
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: Apakah terdapat pengaruh keadilan organisasi terhadap komitmen
kerja karyawan Bank Riau-Kepri Cabang Pasir Pengaraian?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan keadilan organisasi dengan komitmen kerja karyawan
Bank Riau-Kepri Cabang Pasir Pengaraian.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang dapat diperoleh adalah memperkaya ilmu pengetahuan
dalam bidang psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi dan hasil
penelitian ini dapat menjadi tambahan masukan informasi baru dukungan
teoritis terutama tentang keadilan organisasi dan komitmen kerja

11

2. Manfaat Praktis
a. Bagi perusahaan
Perusahaan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan
pada fungsi keadilan organisasi untuk meningkatkan komitmen kerja karyawan
untuk memajukan perusahaan
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk pihak lain
yang berkepentingan dalam menangani masalah yang sama dan sebagai bahan
penelitian lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai