Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Latar Belakang
Anemia hemolitik adalah anemia yang jarang ditemukan dan memerlukan

pendekatan diagnostik yang tepat. Sekitar 6% kasus anemia adalah anemia hemolitik
dan merupakan yang ketiga terbanyak setelah anemia aplastik dan anemia sekunder
keganasan hematologis. Pada anemia hemolitik ditemukan meningkatnya kecepatan
destruksi eritrosit sebelum waktunya. Dalam keadaan ini sumsum tulang
memproduksi darah lebih cepat sebagai kompensasi hilangnya sel darah merah. Pada
kasus anemia hemolitik, biasanya ditemukan splenomegali diakibatkan karena
absorbsi sel darah yang telah mati secara berlebihan oleh limpa karena kebanyakkan
sel darah merah mati pada waktu yang relatif singkat. Pada kasus anemia hemolitik
yang akut terjadi distensi abdomen di karenakan hepatomegali dan splenomegali

1.2. Anemia Hemolitik


Menurut Wintrobes Clinical Hematology 12th Edition, AIHA (Autoimmune
Hemolytic Anemia) atau anemia hemolitik autoimun merupakan anemia yang
disebabkan oleh penghancuran eritrosit oleh autoantibodi. Disebut autoantibodi
karena tubuh pasien yang memproduksi antibodi melawan eritrositnya sendiri.
Penyebabnya adalah adanya kelainan pada saat pembentukan limfosit, sehingga
limfosit yang reaktif terhadap antigen eritrosit tetap terbentuk. Terdapat dua macam
tipe dari AIHA ini, yaitu tipe warm dan cold, dengan sekitar 70% kasus merupakan
tipe warm. Untuk menegakkan diagnosis AIHA, diperlukan temuan klinis atau
laboratoris dengan adanya temuan hemolisis (pemecahan eritrosit) dan pemeriksaan
serologi autoantibodi.

1.3.Klasifikasi Anemia Hemolitik Autoimun


Menurut Elias dan Kartika (2009), Anemia Hemolitik auto lmun (AIHA) bisa
diklasifikasikan menjadi:
a) AIHA tipe hangat
1.

Idiopatik

2.

Sekunder (karena cll, limfoma, SLE)


b) AIHA tipe dingin

1.

Idiopatik

2.

Sekunder

(infeksi

mycoplasma,

mononucleosis,

limforetikuler)
c) Paroxysmal Cold hemoglobinuri
1.

Idiopatik

2.

Sekunder (viral, dan sifilis)


d) AIHA Atipik

1.

AIHA tes antiglobulin negatif

2.

AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin


e) AIHA diinduksi obat
f) AIHA diinduksi aloantibodi
1. Reaksi Hemolitik Transfusi
2. Penyakit Hemolitik pada Bayi Baru Lahir

virus,

keganasan

Gambar 1.1 Klasifikasi Anemia


(Watson. H. G, Craig. J. I. O dan Manson. L. M, 2014)

1.4.

Etiologi
Etiologi

pasti

dari

penyakit

autoimun

memang

belum

jelas,

dan

berkemungkinan terjadi karena gangguan central tolerance,dan gangguan pada


proses pembatasan limfosit autoreaktifresidual (Elias dan Kartika,2009).

1.5.

Patofisiologi
Menurut Elias dan Kartika (2009),kerusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai

antibodi initerjadi melalui aktivasi sistem komplemen, aktifasimekanisme seluler,


atau kombinasi keduanya:
1. Aktifasi sistem komplemen
Secarakeseluruhan aktifitas sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya
membransel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yangditandai dengan
hemoglobinemia dan hemoglobinuri.Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur
klasikataupun

jalur

alternatif.

Antibodi-antibodi

yang

memilikikemampuan

mengaktifkan jalur klasik adalah lgM, IgGl,IgG2,IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin
tipe dingin,sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakaridapadaperrnukaan
sel darah merah pada suhu di bawah suhutubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin
hangat karenabereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhutubuh (Elias
dan Kartika,2009).
2. Aktifasi komplemen jalur klasik.
Diawali dengan aktivasi Cl (protein, berfungsi sebagai recognition unit). Cl
akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif dan
menjadi katalis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen Cl akan mengaktifkan C4
dan C2 menjadi suatu kompleks C4b,2b (dikenal sebagai C3-convertase). C4b,2b
akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b akan mengalami perubahan
konformational sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang
mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi). C3 akan membelah
menjadi C3d,g dan C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah
merah. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5
convertase).C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b
yang berperan dalam kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur

membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8, dan beberapa molekul C9. Kompleks
ini akan menyisip ke dalam membran sel sehingga permeabilitas nembran normal
akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak dan
ruptur (Elias dan Kartika,2009).
3. Aktifasi komplemen jalur alternatif.
Jaluraltematif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terbentukakan berikatan
dengan membran sel darah merah. FaktorB kemudian melekat pada C3b, dan D akan
menyebabkan

faktor Bdipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu

proteaseserin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBbselanjutnya akan memecah
molekul C3 lagi menjadi C3adan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh
Bbdipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperandalam penghancuran
membran (Elias dan Kartika,2009).
4. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskular.
Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen
atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi
komplemen, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel
retikuloendotelial (Elias dan Kartika,2009).

1.6

Manifestasi Klinis

1. Onset penyakit tersamar: gejala umum yang dirasakan oleh penderita AIHA
adalah

(lemah,

letih,

lesu),

seringkali

disertai

demam,

menggigil

dan jaundice (sakit kuning).


2. Padabeberapa kasus dijumpai perjalanan penyakitmendadak, disertai nyeri
abdomen, dan anemia berat.
3. Urin berwarna gelap sering ditemukan karena terjadi hemoglobinuri.
4. Penurunan tekanan darah.
5. Pada pemeriksaan fisik AIHA idiopatik bisa ditemukan tanda-tanda jaundice
pada 40% pasien, splenomegali pada 50-60% pasien, pembesaran hati
(hepatomegali) pada 30% pasien, pembesaranlimpa (limfadenopati) pada 25%
pasien, dan pembesaran kelenjar getah bening.

1.7Diagnosis
1.7.1Anamnesis
Pada pasien Anemia Hemolitik Autoimunsering ditemukan gambaran klasik yaitu :
a

Lelah

Malaise

Sesak Napas

Nyeri Dada

Mual dan Muntah

Malabsorpsi (Kekurangan Fe)

Kehilangan darah menstruasi berlebihan

Riwayat penyakit terdahulu, misalnya Rheumatoid Arthritis

Riwayat penyakit keluarga, misalnya penyakit sel sabit, anemia, atau


thalassemia.

Riwayat penggunaan obat, misalnya OAINS.

1.7.2 Pemeriksaan Fisik:


a

Pasien Sesak Napas

Konjungtiva Anemis

Telapak tangan pucat

Koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilitis angularis yang ditemukan pada
defisiensi Fe yang sudah berlansung lama.

Tanda-tanda ikterus

Tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar, petekie)

Leukosit abnormal, tanda-tanda infeksi

Splenomegali, Hepatomegali, atau massa abdomen

1.7.3

Pemeriksaan Laboratorium

Gambar 1.2 Alur Diagnosa Anemia Hemolitik


(Dhaliwal.G, Cornel. P. A dan Tierney. L.M, 2004)

Gambar 1.3 Alur Diagnosa Anemia (Elias dan Kartika,2009)

Gambar 1.4 Alur Diagnosa Anemia Hipokromik Mikrositer (Elias dan Kartika,2009)

10

Gambar 1.5 Alur Diagnosa Anemia Normokrom Normositer (Elias dan Kartika,2009)

11

Gambar 1.6 Alur Diagnosa Anemia Makrositer (Elias dan Kartika,2009)


a. Penurunan Hb biasanya berat dengan kadar kurang dari 7 g/dl.
b. Pemeriksaan Coomb direk biasanya positif.
c. Penurunan masa hidup eritrosit <120hari.

12

d. Peningkatan katabolisme heme, biasanya dilihat dari peningkatan


bilirubin serum.
e. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
f. Hemoglobinuria, jika urin berwarna merah, kecoklatan atau
kehitaman.
g. Hemosiderinuria, dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia.
h. Haptoglobin serum turun.
i. Retikulositosis.

1.8

Diagnosa Banding
a) Anemia defisiensi besi: Anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoeisis. Ditandai dengan ditemukan anemia hipokromik
mikrositer dan pada pemeriksaan hasil laboratorium menunjukkan cadangan
besi kosong (Suega, Dharmayuda, dan Bakta, 2009).
b) Anemia et causa perdarahan: Terjadi bila jumlah darah yang hilang akibat
perdarahan melebihi jumlah darah yang dihasilkan lewat proses eritropoeisis.
Ditandai dengan anemia sedang hingga berat,pusing, malaise, tinja berwarna
hitam, hemoglobinuria (Lictin,2015).
c) Anemia aplastik: Kegagalan hemopoiesis yang jarang ditemukan. Ditandai
dengan temuan pansitopenia dan marrow hypoplasia. Pada pemeriksaan apusan
darah

ditemukan

normokrom

normositer.

Kadang-kadang

ditemukan

makrositosis, anisitosis, dan poikilositosis. Persentase retikulosit umumnya


normal atau rendah (Widjanarko. A, Sudoyo. A. W, dan Salonder. H, 2009)
1.9

Penatalaksanaan

13

a) Kortikosteroid : 1-1.5 mg/kgBB/hari.


Dalam 2 minggu sebagian besar akan menunjukkan respon klinis baik
(hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, tes coombs direk positip lemah, tes
coomb indirek negatif). Nilai normal dan stabil biasanya tercapai pada hari ke-30
sampai hari ke-90. Bila ada tanda respons terhadap steroid, dosis diturunkan tiap
minggu sampai mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis < 30mg/hari dapat
diberikan secara selang sehari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan
dengan steroid dosis rendah, namun bila dosis perhari melebihi 15 mg/hari untuk
mempertahankan kadar hematokrit, maka perlu segera dipertimbangkan terapi lain.
b) Splenektomi.
Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tapering dosis
selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan
menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis masih bisa
terus berlangsung pasca splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit
terikat antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan
eritrosit yang sama. Remisi komplit pasca splenektomi bisa terjadi, namun tidak
bersifat permanen. Glukokortikoid dosis rendah masih digunakan setelah
splenektomi.
c) Imunosupresi.
Azathioprin 50-200 mg/hari (80 mg/m2).
Siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2).
d) Terapi lain:
Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya Danazol dipakai bersama-sama steroid.
Bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis Danazol
diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Kombinasi Danazol dan Prednison memberikan

14

hasil yang bagus sebagai terapi inisial dan memberikan respon pada 80% kasus. Efek
Danazol berkurang bila diberikan pada kasus relaps atau Evan's Syndrome.
Terapi immunoglobulin intravena (400 mglkgBB per hari selama 5 hari).
Menurut Flores respon hanya terjadi sekitar 40%. Terapi ini bisa diberikan bersama
terapi lain tetapi responnya hanya bersifat sementara.
Mycophenolate mofetil500 mg/hari sampai 1000 mg/hari dilaporkan
memberikan hasil yang bagus pada AIHA refrakter.
Rituximab dan Alemtuzumab pada beberapa laporan memperlihatkan respon
yang cukup baik (salvage theraphy). Dosis Rituximab 100 mg per minggu selama 4
minggu tanpa memperhitungkan luas permukaan tubuh.
e) Terapi transfusi
Diberikan pada kondisi yang mengancamjiwa (Hb 3g/dL) transfusi dapat
diberikan, sambilmenunggu steroid dan immunoglobulin untuk menimbulkan efek.

1.10

Prognosis
Menurut Elias dan Kartika (2009) pada pasien penderita anemia hemolitik,

sebagian kecil sembuh komplit dan sebagian besar akan menjadi kronik tapi
terkendali. Sepanjang perjalanan penyakit, anemia, DVT, infark pada lien dan
gangguan pada kardiovaskuler bisa terjadi. Prognosis pada anemia hemolitik
sekunder bergantung pada penyakit yang mendasarinya.

15

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS : 96.44.99
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Pekerjaan
Suku

: Fenny Syahputri
: 15 tahun
: Perempuan
: Belum Bernikah
: SMA
:

Alamat

ANAMNESIS
Autoanamnese

Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

: Muka pucat

Deskripsi

Muka pucat dialami OS sejak 1 minggu ini. Keluhan muka pucat disertai rasa pusing saat

beraktifitas ringan. Badan lemas (+).


Warrna kekuningan diseluruh badan (+) sejak 1 minggu yang lalu
Demam (+) selama 1 minggu bersifat naik turun. Demam naik secara perlahan dan turun

dengan obat penurun demam. Keringat dingin (-).


Mual (+) muntah (+) 1 minggu sejak di SMRS berisi makanan yang dimakan dengan volume

kira-kira 100cc/kali setelah makan.


Batuk (+) dialami OS sejak 1 minggu ini. Batuk berdahak (-). Sesak Nafas (-).
Penurunan nafsu makan (+). Penurunan BB (-).

16

Riwayat perdarahan spontan (-) mimisan (-).


BAK (+) volume urin kira-kira 1 aqua sedang setiap kali. BAK berwarna kuning. BAK keluar
darah/batu/berpasir (-). Riwayat BAB warna hitam (+) dialami OS dengan konsistensi padat
dan terkadang encer.

RPT

:-

RPO

:-

ANAMNESIS UMUM ORGAN


Jantung

Sesak Napas
: Angina Pectoris

Saluran Pernapasan
Saluran Pencernaan
Saluran Urogenital
Sendi dan Tulang
Endokrin
Saraf Pusat

Edema
:
Palpitasi
Lain-lain
: + Asma, bronchitis
: - Lain-lain
: Penurunan BB
: - Keluhan Defekasi
: + Lain-lain
: - Buang air kecil tersendat
: - Keadaan Urin
: - Lain-lain
: - Keterbatasan Gerak
: - Lain-lain
: - Gugup
: - Perubahan Suara
: - Lain-lain
: - Hoyong
Lain-lain

: : : : : : +
: : : kuning
: : : : : : : +
: -

: + Perdarahan

: -

Petechiae

: -

Claudicatio

: -

: : : -

Batuk-batuk
Dahak
Nafsu Makan
Keluhan Menelan
Keluhan Perut
Sakit Buang Air Kecil
Mengandung Batu
Haid
Sakit pinggang
Keluhan Persendian
Haus/Polidipsi
Poliuri
Polifagi
Sakit Kepala

Darah & Pembuluh Pucat

: -

darah
Sirkulasi Perifer

Intermitten

Purpura
Lain-lain
Lain-lain

17

ANAMNESIS FAMILI
:
PEMERIKSAAN
FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS
:
Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur

: Compos mentis
: 100/40 mmHg (berbaring)
: 100 x/i, reguler, t/v : cukup
: x/i
: (axila)
Anemia
(+) Ikterus
Sianosis
(-)
Edema
Turgor Kulit : Baik

(+)
(-)

Dispnu
Purpura

(-)
(-)

Keadaan Gizi :
BW

TB : 145 cm
BB : 45 kg

BB

x 100 % = %

TB-100

BW =
IMT = 21,4 kg/m2 (normoweight)

KEPALA
Mata

: konjunctiva palp. inf. pucat (+/+) sklera ikterik (-/-) edema palpebra (-/-)
pupil isokor
ki=ka, reflex cahaya direk (+)/indirek(+), kesan = normal

Telinga : dalam batas normal

18

Hidung : dalam batas normal


Mulut :
Lidah

: papil menonjol (+)

Gigi geligi

: dalam batas normal

Tonsil/faring : dalam batas normal


LEHER
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-) lain-lain: (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris fusiformis

Pergerakan

: Simetris, tidak ada ketinggalan bernapas

Palpasi
Nyeri tekan

: -

Fremitus suara : SF ki=ka, kesan normal


Iktus

:-

Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A

: ICS V/ICS VI

Peranjakan

: 1cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICS II LMCS

Batas kiri jantung

: ICS V 1cm medial LMCS

Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra


Auskultasi Paru
Suara Pernapasan

: vesikuler

19

Suara tambahan

: gallop (-), murmur (-)

Auskultasi Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-) desah diastolis (-)
HR : 100 x/i, reguler,
THORAX BELAKANG
Inspeksi

: simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernapas

Palpasi

: sf kanan = sf kiri

Perkusi

: vesikuler pada kedua lapangan paru

Auskultasi

Suara pernapasan : vesikular


Suara tambahan : -

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk

: simetris

Gerakan lambung/usus

: -

Vena kolateral

: -

Caput medusae

: -

Hernia Umbilikal

: -

Palpasi
Dinding Abdomen

: soepel

Undulasi

HATI
Pembesaran

: -

Permukaan

: -

Pinggir

: -

20

Nyeri tekan

: -

LIMFA
Pembesaran

: +

Schuffner : I

: -

Kiri/Kanan,

Haecket : -

GINJAL
Ballotement
UTERUS/OVARIUM

: -

TUMOR

: -

lain-lain : -

Perkusi
Pekak hati

: -

Pekak beralih

: -

Auskultasi
Peristaltik usus

: normoperistaltik

Lain-lain

:-

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-)
INGUINAL

: -

GENITALIA LUAR

: -

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum

: TDP

Spincter Ani

: TDP

Lumen

: TDP

Mukosa

: TDP

Sarung tangan

: TDP

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas Sendi
Lokasi
Jari tabuh
Tremor Ujung Jari
Telapak Tangan Sembab
Sianosis
Eritema palmaris
Lain-lain

21

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Hb
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Ht

DARAH
: 2,4 g%

Warna
6

: 0,77 x 10 /mm
: 10,7 x 103/mm3
: 362 x 103/mm3
: 7,7 %

KEMIH
: kuning

Protein
Reduksi
Bilirubin
Urobilinoge

::::-

Warna

TINJA
:Coklat

kehitaman
Konsistensi
: Padat
Eritrosit
: 2-3/lp
Leukosit
: 2-3/lp
Amoeba/Kista : -

Hitung jenis :

n
Sedimen

Eosinofil : 0,0 %

Eritrosit

Basofil

Leukosit : 1-3/lpb

Ankylostoma : -

Neutrofil : 70,00 %

Silinder

: -

T. trichiura

:-

Limfosit : 23,00 %

Epitel

: 1-3/lpb

Kremi

:-

: 0,0 %

Telur Cacing
: 1-3/lpb

Ascaris

:-

Monosit : 7,00 %

RESUME (Diisi dengan hal positif)


ANAMNESIS

Keadaan Umum : Compos mentis


Keluhan utama : Pallor
Telaah : Dialami OS sejak 1 minggu ini. Vertigo (+) saat
beraktifitas ringan. Badan lemas (+). Jaundice diseluruh badan (+)

22

sejak seminggu yang lalu. Demam (+) selama 1 minggu bersifat naik
turun. Demam naik secara perlahan dan turun dengan obat penurun
demam. Nausea (+) Vomitting (+) 1 minggu sejak di SMRS berisi
makanan yang dimakan dengan volume kira-kira 100cc/kali setelah
makan. Batuk (+) dialami OS sejak 1 minggu ini. Penurunan nafsu
makan (+). BAK (+) volume urin kira-kira 1 aqua sedang setiap kali.
BAK berwarna kuning. Riwayat BAB warna hitam (+) dialami OS
dengan konsistensi padat dan terkadang encer.
Keadaan Umum
STATUS PRESENS

: Sedang

Keadaan Penyakit : Berat


Keadaan Gizi

: Normal

PEMERIKSAAN FISIK
Darah
Hb

LABORATORIUM

Kemih
: 2,4 g%

Warna : kuning

Eritrosit : 0,77 x106/mm3

Protein

:-

Ht

Reduksi

:-

Bilirubin

:-

: 7,7 %

Eosinofil: 0,0 %

Urobilinogen : -

RUTIN

Sedimen
Eritrosit : 1-3 /lpb
Leukosit : 1-3 /lpb
Silinder : Epitel : 1-3 /lpb
Anemia Hemolitik dd/ - anemia hemolitik didapat
-

DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSA
SEMENTARA
PENATALAKSANAAN

Anemia Hemolitik
Aktivitas : Bed rest

Anemia aplastic
Malaria

23

Diet
: Diet MB TKTP
Tindakan suportif : IVFD NaCI 0,9% 20gtt/i mikro
Medikamentosa

Inj. Methilprednisolone 125mg/8jam/IV


Inj. Ranitidine 50mg/12jam/IV
Tab PCT 500mg 3x1
Transfusi PRC 4 bag 2 bag/hari

Rencana Penjajakan Diagnostik/ Tindakan Lanjutan


1. Morfologi darah tepi

6. HBsAg/ Anti HCV

2. Anemia profile

7. BMP

3. USG abdomen

8. CT/ BT

4. LFT

9. HST& D-dimer

5. RFT

10. Fibrinogen

24

BAB III
FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN
Tanggal

Terapi
1. Tirah baring

Diagnostik
1. Morfologi darah

31.5.2015

Lemas (+)

Vital Sign:

(22.00)

Pusing (+)

Sens

:Compos Mentis

2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

TD

:110/40 mmHg

3. Diet MB TKTP

2. Anemia profile

HR

:100 x/mnt

4. Inj. Metylprednisolone

3. USG abdomen

RR

:20 x/mnt

:37 oC

Pemeriksaan Fisik:

Anemia hemolitik

125 mg/8 jam


5. Inj. Ranitidine 50 mg/12
jam

Mata: konjungtiva

6. PCT tab 500 mg 3x1

palpebra inferior

7. Transfusi PRC wash 2

tepi

4. LFT
5. RFT
6. HBsAg/ Anti
HCV
7. BMP

anemis.

bag/hari (kebutuhan 4

8. CT/ BT

Abdomen: splenomegali

bag)

9. HST& D-dimer

schuffner 1.
Pemeriksaan comb test
(+)
Pemeriksaan lab:

10. Fibrinogen

25

(31.5.2015)
Hb

: 2,40 g%

Ht

: 7,70 %

Eritrosit : 0,77
x106/mm3
Leukosit :
10,7x103/mm3
PLT: 415 x 103/mm3
MCV: 100.000fL
MCH : 31,20 pg
MCHC: 31,20 g/dL
Morfologi darah tepi:
Eritrosit: anisositosis,
hipokrom.
Reticulosit : 21,5%

Tanggal
(1-3).6.2015

S
Lemas (+)

O
Vital Sign:

A
Anemia hemolitik 1.

P
Terapi
1. Tirah baring

Diagnostik

26

(H2-H4)

Pusing(+)

Sens

:Compos Mentis

2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

TD

:(100-110) / (40-

3. Diet MB TKTP

70) mmHg
HR

: (132-110)x/mnt

RR

:18-22 x/mnt

:37,3-37,1. oC

4. Inj. Metylprednisolone
125 mg/8 jam
5. Inj. Ranitidine 50 mg/12
jam
6. Transfusi PRC wash 2

Pemeriksaan Fisik:
Mata: konjungtiva
palpebra inferior
anemis.
Abdomen: splenomegali
schuffner 1.
Pemeriksaan comb test
(+)
Hasil lab ( 01.06.2015)
Serum iron : 233,30
TIBC: 248,60
SGOT: 82 U/L
SGPT: 17 U/L

bag/hari (2.06.2015)

27

Alkaline phosphatase :
99,00 UL
Total bilirubin : 4,49
ng/dL
Direct bilirubin :
2,51ng/dL
Ureum: 54 ng/dL
Creatinin: 0,81 ng/dL
Uric acid : 9,70 ng/dL
Kesan: gangguan hati +
hipruricemia
Anti HCV : negatif
Protrombin time: 16,7
detik
INR: 1,33
APTT: 35,1 detik
Fibrinogen : 315 ng/dL
D-dimer : 920 ng/nL
Hasil lab ( 2.6.2015):

28

Hb: 5,80 g/dl


Eritrosit : 1,83x
106/mm3
Leukosit: 19.500 /mm3
Ht: 17,90%
PLT: 391.000/mm3
MCV: 97,30 fL
MCH: 31,70 pg
MCHC: 32,60 g/dl
Hasil lab (3.06.2015)
Hb : 8,5 g/dl
Eritrosit: 2,64x 106//mm3
Leukosit: 14,2 x103/mm3
Ht : 26,3%
MCV: 100
MCH: 32,3 pg
MCHC:32,4 g/dl

Tanggal

29

4.6.2015

Anemia hemolitik 7.

Terapi
1. Tirah baring

Lemas

Vital Sign:

berkurang

Sens

:Compos Mentis

2.IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Pusing(-)

TD

:100/60 mmHg

3.Diet MB TKTP

HR

:110 x/mnt

4.Inj. Metylprednisolone 125

RR

:22 x/mnt

mg/8 jam

:35,5. oC

5.Inj. Ranitidine 50 mg/12


jam

Pemeriksaan Fisik:
Mata: konjungtiva
palpebra inferior
anemis.
Abdomen: splenomegali
schuffner 1.
Pemeriksaan comb test
(+)

Diagnostik

30

TEORI

Pada

Anemia

Hemolitik

manifestasi klinis :

KASUS

dijumpai Pada kasus ditemui manifestasi klinis


pada OS berupa :

a. Ikterik dan demam


b. Lemah, lemas, sesak
c. Pucat pada konjungtiva palpebral
d. Dijumpai nyeri abdomen akibat
dari hemolisis yang persisten
e. Keadaan urin yang berwarna gelap

a. Demam dan kulit pasien


berwarna kuning
b. Lemah, lemas, sesak
c. Pucat pada konjungtiva
palpebral
d. Dijumpai nyeri abdomen
e. Urin berwarna keruh

31

karena terjadinya hemoglobinuri


f. Pada

AIHA

idiopatik

terjadi

splenomegali pada 50-60% pasien,


hepatomegali pada 30% pasien dan
limfadenopati pada 25% pasien

Untuk hasil laboratorium dijumpai :


a. Hemoglobin menurun

f. Splenomegali
Hasil laboratorium pasien ditemukan :
a. Hemoglobin pasien pada
31/5/2015 adalah sebanyak 2,4
g/dL
b. Meningkatnya kadar bilirubin
darah pasien
i.

b. Coombs test positif


c. Meningkatnya

kadar

mg/dL (N: 0,00-1,20


mg/dL)

bilirubin

darah

ii.

e. Terjadi peningkatan MCV yang


menandakan adanya makrositosis
f. Meningkatnya aktivitas daripada
enzim eritrosit (SGOT, hexokinase,

Bilirubin direk 2,51


mg/dL

d. Terjadi retikulosis

urophorphyrin syntese)

Bilirubin total 4,49

(N: 0,05-0,30 mg/dL)


c. Retikulosis 21,5 %
(N : 0,5-2,5%)
d. Peningkatan MCV 100,00 fl
(N: 80,0-97,0 fl)
e. Peningkatan SGOT 82,00
U/L

(N: 0,00-40,00 U/L)

32

Penatalaksanaan:
a. Kortikosteroid

1,0-1,5

mg/kgBB/hari. Dalam dua minggu


sebahagian

besar

pasien

akan

menunjukkan respon klinis baik.


Bila ada tanda respons terhadap
steroid, dosis diturunkan sampai
mencapai 10-20 mg/hari
b. Splenektomi (untuk menghilangkan
tempat utama penghancuran sel
darah merah) apabila terapi steroid
tidak adekuat atau tidak bisa
dilakukan tapering dosis selama 3
bulan.
c. Imunosupresi
I.

Azathioprine

(50-200

mg/hari)
II.

Siklofosfamid

(50-150

Penatalaksanaan :
a. Pada pasien diberikan inj.
Metilprednison 125mg/8 jam
b. Transfusi washed PRC 2
bag/hari

33

mg/hari)
d. Transfusi

BAB 5
KESIMPULAN
Perempuan, usia 15 tahun menderita anemia hemolitik

34

DAFTAR PUSTAKA
Alan. E dan Lictin. 2015. Merck Manual. Amerika Serikat: Merck and The Merck Manual.

35

Dhaliwal. G, Corvet. P. A, dan Tierney. L. M. 2004. American Family Physician: Hemolytic Anemia. [online] am
Physician. 69 (11): p. 2599-2607. Available from: www.aafp.org/afp/2004/0601/p2599.html
Elias. P dan Kartika. W. 2009. Anemia Hemolitik Autoimun. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penyunting Setiati.
S, Alwi. I, Sudoyo. A.W, Simadibrata. M, Setiyohadi. B dan Syam.A F. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Pub.
Schick. P. 2014. Hemolytic Anemia. Available from: emedicine.medscape.com/article/201066-overview. [Accessed: 4 June
2015]
Watson. H. G, Craig. J. I dan Manson. L. M. 2014. Davidsons Principle and Practice of Medicine. Edisi ke-22. England:
Churchill Livingstone Elsevier.
Widjanarko. A, Sudoyo. A. W dan Salonder. H. 2009. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Penyunting Setiati. S, Alwi. I, Sudoyo. A.W, Simadibrata. M, Setiyohadi. B dan Syam.A F. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Pub.

Anda mungkin juga menyukai