PERATURAN DIREKTUR
BLUD RSUD KOTA BAUBAU
NOMOR 028/PER/DIR/XI/2014
TENTANG PANDUAN PENINGKATAN MUTU
DAN KESELAMATAN PASIEN
BAB I
PENDAHULUAN
Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat karya dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RS Royal Progress menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai
tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RS Royal Progress mampu melaksanankan fungsi yang demikian
kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang professional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah
Sakit maka fungsi pelayanan RS Royal Progress secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi
lebih efektif dan efesien serta member kepuasan kepada pasien, keluarga ,maupun masyarakat.
Megacu kepada Regulasi yang ada, maka RS Royal Progress harus merancang proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan dalam rangka mengurangi risiko terhadap
pasien dan staf baik dalam proses klinis maupun lingkungan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan
secara keseluruhan. Proses Perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS Royal
Progress, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,
dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien.
Keselamatan (Safety) telah menjadi isu gobal termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu
penting yang terkait dengan keselamatan (Safety)
BAB II
LATAR BELAKANG
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun
(1820-1910) Florence Nightingale seorang perawat yang dari Inggris menekankan pada aspek-aspek
keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang
adalah hospital should do the patient no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau
mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medic dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.
Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E.A. Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan
hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa
penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada
penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya
pertama yang berusaha mengidentifikasi masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS) menyusun
suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang
terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil
meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American
Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Join Commision on Accredition of Hospital (JCAH)
suatu badan gabungan untuk menilaidann mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar
memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk
memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali,
selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu
Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah
pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian.
Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan
peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu
tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi
kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di
masing-masing Negara di Eropa.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan
mutu dan penyelenggaraan symposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu
pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO
telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium
peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di
berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, Negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi
Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika.
Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari
Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen
Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa
kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standarstandar. Kemudian daari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar,
Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai paduan dalam rangka meningkatkan penampilan
pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indicator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit Pemerintah Kelas C dan Rumah
Sakit Swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini
merupakan langkah awal dari konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada
CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik
dan pelayanan penunjang. Pebedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan karyawan.
Sejak awal tahun 1990 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu
input, proses, dan outcome dengan bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang
misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Penerapan Quality Assurance, Total
Quality Management, Countinous Quality Improvement, Perizinan, Akreditas, Kredensialing, Audit
Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain sebagainya. Harus diakui program-program
tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit baik pada askep Input, proses maupun output
dan outcome. Namun harus diakui baik, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi
KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hokum. Oleh sebab itu perlu program untuk lebih
memperbaiki proses pelayanan, karna KTD sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan
yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien
berdasarkan haknya. Program tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah keselamatan pasien (patient
safety). Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi
KTD, yang selain berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke
arena blaming, menimbuulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hokum, tuduhan malpraktek, blow-up
ke media massa yang akhirnya menimbulkan opini negative terhadap pelayanan rumah sakit.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelematkan pasien sesuai
dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu primum, non nocere ( first, do no
harm). Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu teknologi pelayanan kesehatan khususnya di
rumah sakit menjadi kompleks dan berpotensi terjadinnya Kejadian Tidak Diharapkan KTD (adverse
event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di Rumah Sakit tedapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan
teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24
jam terus menerus. Keberagamaan dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik
dapat menyebabkan terjadinya KTD.
Pada tahun 2000 Intitusi Of Medicine di Amerika Serikat menertibkan laporan yang mengagetkan
banyak pihak : TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan
penelitian di Rumah Sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(adverse event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD
adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat
inap diseluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-98.000 per tahun. Publikasi
WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara :
Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6 %. Dengan datadata tersebut, berbagai Negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan
Pasien.
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss) masih langkah,
namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan malpraktek, yang belum tentu sesuai dengan
pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah-langkah persiapan
laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.
BAB III
TUJUAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien dapat diartikan
keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integrative memantau dan menilai mutu
pelayanan dan keselamatan pasien RS Royal Progress, memecahkan masalah-masalah yang ada dan
mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan dan asuhan pasien RS Royal Progress akan menjadi
lebih baik.
Di RS Royal Progress upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Sementara program keselamatan
pasien diperlukan untuk memperbaiki proses pelayanan, karena KTD sebagian dapat merupakan
kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang
komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya.
Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkkan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan rumah sakit dapar meningkat. Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi
KTD, yang selain berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke
arena blaming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa
medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow up ke media massa yang akhirnya
menimbulkan opini negative terhadap pelayanan rumah sakit. Selain itu rumah sakit dan dokter bersusah
payah melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang
menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Upaya peningkatan mutu pelayanan dan program kesehatan pasien RS Royal Progress akan
sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsure di RS Royal Progress termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung
dan staf penunjang. Upaya tersebut melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber
daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukanb biaya, tetapi tidak berarti
mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal diatas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu
pelayanan dan program keselamatan pasien RS Royal Progress :
1. Definisi upaya peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut
input, proses, output dan outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai
mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien dan memecahkan masalah-masalah yang
terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di RS Royal Progress berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Definisi program keselamatan pasien RS Royal Progress
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistim dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistim tersebut meliputi : assessment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko, sistim tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan.
3. Tujuan upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien RS Royal Progress
Umum : meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien RS Royal Progress secara efektif dan efesien agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal.
Khusus: tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress melalui :
a. Optimal tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayana kesehatan.
d. Dapat meningkatkan mutu peleyanan yang berkualitas dan citra yang baik bagi Roya
Progress.
e. Agar seluruh personil rumah sakit memahami tentang tanggung jawab dan rasa nilai
kemanusian terhadap keselamatan pasien di Royal Progress.
f. Dapat meningkatkan kepercayaan antara dokter dan pasien terhadap tindakan yang akan
dilakukan.
g. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
h. Meningkatkannya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
i. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) dirumah sakit.
j. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan.
BAB IV
PENGERTIAN ISTILAH
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
Amputasi pada kaki yang salah,dsb) sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkap adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
F. Kejadian Tidak Diharapkan
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
G. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena
keberuntungan.
Contoh : pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat, karena :
pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal reaksi diberikan,
tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan)
peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan diketahui
secara dini lalu diberikan antidotenya).
H. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
I. Kondisi Potensi Cidera (KPC)
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.
J. Analisis Akar Masalah (root Cause Anaysis)
Suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD.
K. Manajemen Risiko (Risk Management)
Dalam hubungannya dengan operasional rumah sakit, istilah manajemen
risiko dikaitkan kepada aktivitas perlindungan diri yang berarti mencegah
ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap kerugian keuangan
akibat kecelakaan, cedera atau malpraktik medis.
L. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
BAB V
METODE PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
A. Metode Peningkatan Mutu RS Royal Progress yaitu :
I.
Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Royal Progess maka
disusunlah strategi sebagai berikut :
1. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan
prinsip mtu pelayan RS Royal Progress sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit
kerjanya.
2. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien di RS Royal
Progress.
3. Memberikan prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RS Royal Progress, serta upaya meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
4. Menciptakan budaya mutu di RS Royal Progress, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu RS Royal Progress dengan melakukan
perbaikan dengan pendekatan PDCA cycle.
5. Menumbukan semangat untuk secara aktif melaporkan setiap insiden
yang terjadi dan insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Royal Progress diawali
dengan penilaian akreditas RS Royal Progress yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini
RS Royal Progress harus menetapkan standar input, output, dan outcome,
serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
Standar tersebut berlaku di seluruh unit di Rumah Sakit.
RS Royal Progress dipacu untuk dapat menilai diri (self assessment)
dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada
latar ukur yang lain, yaitu instrument mutu pelayanan RS Royal Progress
yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil ( output dan
outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RS Royal Progress tidak dapat
diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula. Indikator RS Royal Progress disusun dengan tujuan untuk
dapat mengukur kinerja mutu RS Royal Progress secara nyata dan
dikumpulkan oleh seluruh unit kerja.
II.
Machinery
Equipment not
budget
Always
available
Post-surgery
Equipmet is
expensive
Maintenance
Manpower
nurse shortages
for after-care
not enough
trained
surgeon
availability
Problem :
lengthy
waiting times
budget cots
shortage
of beds
supplies
little scope for
unavailable simultaneous
work
other unforeseen A & Es
lack of
lead to cancellation
coordination and
of surgery
information
Increased life expectancy led to
increase in numbers waiting
Stalf dont know
schedule
advances in tegnologi, mean its now
possible to do operations that werent
done 5/10 year age
Bed bloking
by elderly
patients
I
Materials
Methods
Mother Nature/
Environment
Pengukur
an
Manusia
pengawasan jelek
kurang konsentrasi
Mesin
Pemasangan salah
Peralatan Salah
Keausan/tua
Problem
Kualitas
Pengendalian suhu
Tidak tepat
Kotor dan
Berdebu
lingkung
an
Material
Proses
2. Penilaian Kembali.
Setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masi
ada yang tertinggal agar pemecahan masalah bisa tuntas. Dari
penilaian kembali maka akan diadakan masalah yang telah
terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah
sehingga proses siklus akan berulang mulai tahp pertama.
III.
Action
Plan
Bagaimana
akan
Memperbaiki
dilakukan?
Proses
Bagaimana
Selanjutnya?
melakukannya?
Apa yang
Act:
Jika hasil memuaskan.
Masukkan perubahan
malasah
Check
Pada SOP dan latih
Do
masalah
Pekerja untuk
Perencanaan
Menguasainya
penaggulangan
Plan:
. identifikasi
. Analisis
.
Check :
Periksa hasil &
Implementasi
Tentukan tingkat
CHECK
ACT
PLAN
Do :
.
rencana solusi
Action
Plan
(6)
Mengambil
Tindakan yg tepat
(1)
menentukan
Tujuan dan
(2)
Menetapkan
Metode
Untuk mencapai
tujuan
Menyelenggarakan
(5)
latihan
Memeriksa akibat
Pendidikan dan
(4)
Check
Do
(3)
BAB VI
METODE PROGRAM KESELAMATAN PASIEN RS ROYAL PROGRESS
Program Keselamatan Pasien RSPP mengacu pada Standar Keselamatan Pasien dan
7 langkah menuju keselamatan pasien RS yang terdapat dalam Permenkes
1691/2011, yaitu :
I.
STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar
keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit
di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan
pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar, yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf unuk mencapai keselamatan
pasien
Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Standar I. Hak Pasien
Standar :
III.2.
Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan social, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindakan lanjut lainnya.
III.3.
Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan Metode metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standar :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
4.1.
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan
(desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor faktor lain yang berpotensi
risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
4.2.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditas,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3.
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
4.4.
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan system yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Standar V. peran Kepemimpinan dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
Standar :
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber data yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mnegukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
5.1.
Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
5.2.
Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
5.3.
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dala
program keselamatan pasien.
5.4.
Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
5.5.
Tersedia mekanisme pelaporan interna dan eksterna berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah Kejadian Nyaris Cedera (Near miss)
dan Kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6.
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan Kejadian Sentinel.
5.7.
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan didalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
5.8.
Tersedia sumber daya dan system informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan
sumebr daya tersebut.
5.9.
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik Staf tentang Keselamatan Pasien
Standar :
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelengarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topic keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing .
II.
1)
2)
3)
4)
5)
Identifikasi Risiko
Menetapkan Prioritas Risiko
Analisis Risiko
Pengelolaan Risiko
Evaluasi
Asesmen Risiko
Pe
ma
nta
uan
dan
Rivi
u
Penetapan Konteks
Identifikasi Risiko
Analisis Risiko
Evaluasi Risiko
Perlakuan Risiko
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA