Depresi
Pendamping
dr. Kemalasari
Disusun Oleh
dr. Gede Ketut Alit Satria Nugraha
Topik
: Jiwa
Kasus
: Depresi Ringan
Oleh
Pendamping
: dr. Kemalasari
: Jiwa
Deskripsi
Tujuan
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri
(Kaplan, 2010).
Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat
disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP
(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan,
2010).
B. Etiologi Depresi
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara
buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada
amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA
(Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam
darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood.
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien
bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi
despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi
depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah
menurun.
Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi
dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin
menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang
meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan
bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Disregulasi
neuroendokrin.
Hipotalamus
merupakan
pusat
aksis
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
(HPA)
dapat
depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud
sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara
kehilangan objek dan melankolia.
Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi
diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang.
Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi
ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi
dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga
diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela
diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.
Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari
kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang
akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini
terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang
menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan,
2010).
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang
negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010)
C. Gambaran Klinis
Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan merupakan proses
normal dalam kehidupan. Umumnya orang-orang akan menanggulanginya
Perubahan Pikiran
Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit
mengungat informasi.
Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.
Kurang percaya diri.
Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.
Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi.
Adanya pikiran untuk bunuh diri.
Perubahan Perasaan
Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan
suami istri.
Merasa bersalah, tak berdaya.
Gejala Lain
Konsentrasi dan perhatian menurun
Harga diri dan kepercayaan diri menurun
Perasaan bersalah dan tidak berguna
Pesimis terhadap masa depan
Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
Gangguan tidur
Gangguan nafsu makan
Menurunnya libido
E. Tatalaksana
Terapi Apabila seorang penderita sudah terdiagnosa menderita gangguan
depresi mayor, maka tindakan terapi bisa dilakukan. Biasanya, dokter akan
bekerjasama dengan penderita untuk menentukan terapi yang paling sesuai.
Diperkirakan hampir 80% dari penderita dengan gangguan depresi mayor bisa
diterapi dengan baik, tetapi keberhasilan terapi bergantung kepada terapi yang
dipilih (Bjornlund, 2010).
penderita dan meningkatkan fungsi otak (Bjornlund, 2010). ECT juga digunakan
jika suatu respon antidepresan yang cepat diperlukan. Hasil yang terlihat bisa
lebih cepat berbanding terapi farmakologi, kira-kira kurang 1 minggu sejak
permulaan terapi. ECT dipercayai efektif untuk pengobatan depresi delusi, dan
juga terapi pilihan untuk penderita psikotik (Halverson, 2011)
F. Prognosis
Gangguan depresi mayor adalah suatu penyakit yang mempunyai potensi
morbiditas dan mortalitas yang signifikan, karena depresi bisa menyumbang
kepada terjadinya kasus bunuh diri, salahguna obat, gangguan hubungan
interpersonal, dan kehilangan masa kerja.
Suatu studi dari WHO dan WB menemukan gangguan depresi mayor
merupakan penyebab keempat terbanyak yang menyumbang kepada kecacatan di
seluruh dunia, dan angka ini dijangka meningkat menjadi penyebab kedua
terbanyak menyebabkan kecacatan pada tahun 2020 (Bjornlund, 2010).
Menurut National Alliance on Mental Illness, gangguan depresi mayor
merupakan penyebab utama terjadinya kecacatan di Amerika Serikat dan beberapa
negara maju lainnya. Tetapi dengan terapi yang sesuai, 70-80% dari penderita
gangguan depresi mayor bisa mencapai pengurangan gejala secara signifikan,
walaupun masih kira-kira 50% dari penderita mungkin tidak memberi respon pada
permulaan terapi. 40% dari individu dengan gangguan depresi mayor yang tidak
diterapi selama 1 tahun akan terus termasuk dalam kriteria diagnosa, manakala
20% lainnya akan mengalami remisi.
Remisi parsial dengan atau adanya riwayat gangguan depresi mayor kronis
akan menjadi satu faktor resiko untuk terjadinya episode rekuren dan resisten
terhadap terapi.
Hasil pengobatan biasanya baik, tetapi tidak untuk semua penderita.
gangguan depresi mayor adalah satu penyakit dengan angka rekuren yang tinggi.
Bagi penderita gangguan depresi mayor yang mengalami episode depresi yang
berulang, terapi cepat dan berterusan diperlukan untuk mengelak terjadinya
gangguan depresi mayor kronis dan berterusan, hingga bisa menyebabkan
seseorang penderita gangguan depresi mayor itu perlu berterusan diterapi untuk
jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
No. CM
: 20865-2013
Usia
: 33 tahun
Alamat
: Bawen
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Status Perkawinan
: Menikah
Pendidikan
: SLTA (tamat)
Pekerjaan
Anamnesis
Diambil pada tanggal 9 Desember 2013 secara autoanamnesa :
1. Keluhan Utama
Ny.S datang sendiri ke IGD RSUD Ambarawa karena hati terasa
terus menerus sedih, kesal, dongkol dan cemas tanpa alasan jelas yang
dirasakan nyata sejak 4 SMRS. Ia merasakan tidak nyaman dengan
tubuhnya sendiri. Lemah dan tidak bertenaga dirasakan hampir selama
seminggu ini.
2. Keluhan Tambahan
Keluhan tambahan yang dialami pasien:
a. Hati terasa tidak nyaman, ada yang mengganjal
b. Mudah tersinggung
c. Cemas, gelisah karena mudah curiga orang lain membicarakan
pasien di belakang dan menyindir pasien
d. Sering melamun
e. Sering memikirkan kembali dan mengungkit masalah yang sudah
berlalu
f. Dada sering berdebar debar, badan terasa lemas
g. Mendengar suara kencang menjadi mudah kaget, berdebar debar
karena
menggunjingnya.
merasa
Perkataan
orang
orang
lain
sering
membicarakannya,
dirasa
bermaksud
terbuka. Ia
hanya
Keterangan :
L
Pasien
aki-laki
P
erempua
Sudah
atau
meninggal
9. Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan di rumah sakit saat usia ibunya 21 tahun.
Kehamilannya dikehendaki dan ibu saat hamil dan melahirkan dalam
keadaan sehat dan bahagia. Pasien dilahirkan saat umur kehamilan 9
bulan dengan jalan persalinan normal dan ditolong oleh dukun bayi.
Pasien tidak tahu setelah dilahirkan ditemukan masalah kesehatan atau
tidak.
10. Riwayat Perkembangan Awal
Pasien dibesarkan dan diasuh dalam lingkungan keluarga sendiri
dengan pola asuh diperhatikan oleh orangtua. Pasien tidak tahu data
perkembangan motorik dan kognitif diri, namun mengakui selama ini
tidak ada masalah.
11. Riwayat Perkembangan Seksual
Pasien menikah pada usia 19 tahun dan memiliki 1 orang anak
setelah menikah selama 4 tahun yang kini berusia 9 tahun. Alat
kontrasepsi yang digunakan pasien yaitu IUD.
12. Riwayat Pendidikan
Pasien telah menjalani pendidikan di SD, SMP hingga tamat SMA.
13. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah
Ringkasan Anamnesis
1. Pasien seorang perempuan usia 33 tahun, anak kedua dari empat
bersaudara, sudah menikah, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan
terakhir tamat SLTA, agama Islam, suku Jawa dan beralamat di
Ajibarang.
2. Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa sendirian dengan keluhan
merasa kesal, dongkol dan cemas tanpa sebab yang jelas sejak 4 hari
sebelum ke rumah sakit. Hati pasien terasa tidak nyaman, ada yang
mengganjal, mudah tersinggung. Pasien juga lebih pendiam dan
menghindari orang lain. Pasien cemas, gelisah karena mudah curiga
orang lain membicarakan pasien di belakang dan menyindir pasien.
Pasien sering melamun, pikiran kosong Bila mendengar suara kencang
menjadi mudah kaget, berdebar debar. Saat istirahat pun dada sering
berdebar debar, badan terasa lemas, dan pasien mengalami gangguan
tidur.
3. Masalah masalah yang sudah berlalu dan dianggap selesai kini muncul
kembali di pikiran pasien dan menjadi beban.
4. Gejala-gejala tersebut ditunjukkan sejak empat hari yang lalu dan
menderita yang pertama kalinya.
b. Kesadaran
: compos mentis
c.
Fungsi afektif
Sindrom-Sindrom
1. Sindroma Anxietas
a. Kecemasan karena takut dengan orang tuanya yang sering
memarahinya.
b. Overaktivitas otonomik (kepala terasa pusing, mulut kering dan
merasa jantung berdebar-debar bila mengingat orangtuanya yang
sering marah).
2. Sindroma Depresi
a. Penurunan afek (roman muka sedikit mimik, afek disforik)
b. Penurunan kognitif (progresi pikir berupa poverty of speech)
c. Penurunan psikomotor (sulit tidur, lemas, anhedonia, hipoaktif)
VI.
Diagnosis Banding
1. Gangguan campuran anxietas dan depresif
2. Gangguan afektif depresif
3. Gangguan anxietas
4. Gangguan penyesuaian
VII.
Diagnosis Multiaksial
Axis I
Alprazolam 1x100mg
Maprotiline HCl 2x50 mg
Propanolol 1 x 10mg
2. Psikoterapi
Melibatkan edukasi untuk menemukan penyebab kecemasan dan tekanan
serta bagaimana menangani gejala
a.
Terhadap pasien :
1) Memberi pemahaman bahwa stress dan rasa khawatir dapat
mempengaruhi fisik dan mental, sehingga target utama adalah
mengatasi cemas tersebut.
2) Memberi dorongan dukungan dan semangat kepada pasien
untuk sembuh dari penyakitnya.
3) Mendorong pasien untuk lebih terbuka dengan keluarga dan
teman-temannya dan menganggap masalah bukanlah beban
b.
menciptakan
suasana
kondusif
untuk
mencegah
memahami
dan
mengajarkan
bagaimana
caranya
menghadapi
situasi
demikian.
III. PEMBAHASAN
menjadi mudah kaget, berdebar debar. Saat istirahat pun dada sering berdebar
debar, badan terasa lemas, dan pasien mengalami gangguan tidur.
Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan adanya kelainan dalam fungsi sistem
organ. Kesimpulan yang diambil, pasien kemungkinan besar mengalami gangguan
jiwa. Setelah dilakukan anamnesis yang mendalam, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pasien menderita Depresi Sedang. Keadaaan gangguan jiwa tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya faktor psikososial yang sangat
mempengaruhi kehidupan keseharian dari pasien.
Ketika datang ke RSUD Ambarawa, pasien datang sendiri tidak ditemani
oleh keluarga ataupun teman. Hal ini sedikit mempersulit pemeriksaan terutama
menggali anamnesis yang dapat lebih menegakkan pemeriksaan psikiatri yang
dilakukan untuk menentukan diagnosis gangguan jiwa yang diderita. Pada pasien
ini dilakukan rawat jalan dikarenakan kemampuan pasien sendiri, walaupun
fungsi sosialnya terganggu, namun ia masih dapat mengendalikan dirinya dan
menyadari bahwa ia mengalami gejala sakit dalam tubuhnya. Orientasi yang baik
dan insight yang baik ini menjadi pertanda prognosis yang baik untuk penanganan
kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
BWH. 2011. PMDD: Debilitating but Treatable. Bringham and womens hospital.
A teaching affiliate of harvard medical school. Diakses tanggal 28
Desember 2013 dari
http://healthlibrary.brighamandwomens.org/RelatedItems/1,2081
Chong, J. 2007. Depression and Premenstrual Syndromes. Psych Central. Diakses
tanggal 26 Desember 2013 dari
http://psychcentral.com/lib/2007/depression-and-premenstrualsyndromes/