1. Definisi
Spondilitis adalah inflamasi pada tulang vertebra yang biasa disebabkan oleh
beberapa hal, misalnya proses infeksi dan imunitas.
2. Macam-macam Spondilitis
1. Spondilitis Ankilosa
Berasal dari bahasa Yunani, dari kata spondylos ( vertebrae ) dan ankylos
( melengkung ). Adalah merupakan penyakit inflamasi kroonik, bersifat sistemik
ditandai dengan kekakuan progresif dan terutama menyerang sendi tulang belakang
( vertebrae ) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan
sendi-sendi perifer , synovial, dan rawan sendi , serta terjadi osifikasi tendon dan
ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.
2. Spondilitis Tuberkulosa
Adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan
kuman spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebrae.
Spondilitis tuberkulosa ini disebut juga Pott Disease jika disertai dengan paraplegia
tau defisit neurologi. Spondilitis tuberkulosa sering mengenai torakal VIII hingga
lumbal III dan sering mengenai corpus vertebrae.
3. Etiologi
1. Spondilitis Ankilosa
1
2. Spondilitis Tuberkulosa
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil. Bakteri yang
paling sering penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosa walaupun spesies
mycobacterium yang lain pun dapat bertanggung jawab sebagai penyebabnya seperti
Mycobacterium africanum, bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous
mycobacteria ( banyak ditemukan pada penderita HIV).
4. Manifestasi Klinis
1. Spondilitis Ankilosa
Manifestasi klinis spomdilitis ankilosa dapat dibagi dalam manifestasi skeletal
dan ekstraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan
bahu, artritis perifer, enterosopati, osteoporosis dan fraktur vertebrae. Manifestasi
ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru dan amiloidosis.
Gejala utama SA adalah sakroilitis. Pelangsungannya secara gradual dengan
nyeri hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar kebawah pada daerah paha.
Manifestasi Pada Tulang
Keluhan yang umum dan karateristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan
sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai kaku
pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktifitas fisik atau bila dikompres sair
panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul atau sukar ditentukan lokasinya dapat
unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian
daerah pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa di daerah
bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersih, atau pinggang mendadak terpuntir.
Inaktivitas lama akan menambah nyeri dan kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang
merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik.
Nyeri tulang jucta articular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis
yang dapat menyebabkan nyeri disambungan costo sterna, proccesus spinosus, crista
illiaca, trochanter mayor, tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari
sendi kostovertebra dan manubrium sterna yang menyebabkan keluhan nyeri dada,
sering disalah diagnosiskan sebagai angina.
Manifestasi Diluar Tulang
Manifestasi diluar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan syndrome
caudal equine. Manifestasi diluar tulanfg yang paling sering adalah uveitis anterior
akut, biasaya unilaterlal, dan ditemukan 25-30% pada pasien SA dengan gejala nyeri,
lakirimasi, fotophobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa
insufisiensi aorta, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, gangguan konduksi. Pada
paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA dengan lokasi
pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak linear pada
pemeriksaan radiologi, menyerupai tuberkulosis.
2. Spondilitis Tuberkulosa
3
Gambar 2. Gambaran tulang belakang pada Ankylosing Spondylitis, Psoriasis Reiter Syndrome dan
Spondylosis Deformans
Faktor Genetik
(Memiliki antigen HLA B27)
Meradang
dan kaku
2. Spondilitis Tuberkulosa
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen
atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke
tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang.
Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber
infeksi yang paling sering adalah berasal dari system pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus
primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari focus
ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra
yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit
ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20%
kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang
dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan
sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps
vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain 5 sehingga menghasilkan deformitas
spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat
trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
(3) Anterior
7
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan
karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah
ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai
darah vertebral.
tuberculous
sequestra,
8
terutama
di
regio
torakal.
Discus
6. Komplikasi
1. Spondilitis Ankilosa
Komplikasi berupa lesi vertebra progresif. Komplikasi ini sebaiknya dicurigai setiap
saat nyeri timbul kembali setelah 1 periode tenang, atau menjadi saat nyeri timbul kembali
setelah 1 periode tenang, atau menjadi terlokalisasi. Komplikasi lain yaitu berupa ankilosis
bilateral dari iga ke tulang belakang dimana bergabung dengan suatu penurunan pada tinggi
struktur thoraxal axial, menyebabkan gangguan fungsi pernafasan yang mencolok.
2. Spondilits Tuberkulosa
Komplikasi yang paling serius adalah Potts Paraplegia yang apabila muncul pada
stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan
granulasi pada medulla spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh
9
terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlengketan tulang (ankylosing) diatas
kanalis spinalis. Myelography dan MRI asangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab
paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinal dan saraf.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal kedalam
pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosa, sedangkan pada vertebra lumbal maka
nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold asbses.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Spondilitis Ankilosa
A. Pemeriksaan laboratorium
Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubunganya
dengan keaktifan penyakit kurag kuat. Serum C Reactive Protein (CRP) lebih baik
digunakan sebagai petanda keaktifan peyakit. Kadang-kadang, ditemukan peinggian
IgA. Factor rheumatoid dan ANA selal negative. Cairan sendi memberikan gambaran
sama pada inflamasi. Anemia normositik normositer ringan ditemukan pada 15%
kasus. Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis
B. Radiologi
kelianan radiologi yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi axial, terutama
pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebra, dan kostotransversal.
Perubahan pada sendi SA bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya
gambaran tulang subkondral, diikuti erosi yang memberikan gambaran mirip pimggir
perangko pos. kemudian, terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan
interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis yang komplit.
Beratnya proses sakroilitis terdiri dari lima tingkatan berdasarkan radiologis yaitu
10
tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah
adanya sclerosis periarticuler, jembatan sebagai tulang atau pseudo widening), tingkat
3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan jembata tulang), serta tingkat 4 (ankilosis yang
lengkap).
Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra dan
osifikasi bertahap lapisan superficial annulus fibrosus yang akan mengakibatkan
timbulnya jebatan diantara bdan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan
ini sampai pada vertebra cervical, akan membentuk bamboo spine.
Keterlibatan sendi panggul memperlikhatkan adanya penyempitan celah sendi yang
konsentris, ketidak teraturan subkondral, serta formasi osteofit pada sendi luar
permukaan sendi, baik pada acetabulum maupun femoral. Akhirnya terjadi ankilosis
tulang dan memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi.
Gambar, 3: Pada foto A mempelihatkan gambaran bamboo spine sedangkan pada foto B memperlihatkan
penyempitan Sacroiliaca join
11
2. Spondilitis Tuberkulosa
1. Laboratorium :
a. Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.
b. Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD)
positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang
baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak
area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72
jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada 20% kasus dengan
tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya
tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain)
c. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas
lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)
d. Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif.
e. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins, typhoid,
paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada pusat kesehatan
dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan diagnosa banding.
f. Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis tuberkulosa).
Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi TBC.
Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih
baik. Cairan serebrospinal akan tampak:
-
12
- Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut responnya
bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik
- Kandungan protein meningkat.
- Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat kuat
mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan.
- Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa (radiculomyelitis), punksi lumbal akan
menunjukkan genuine dry tap. Pada pasien ini adanya peningkatan bertahap
kandungan protein menggambarkan suatu blok spinal yang mengancam dan sering
diikuti dengan kejadian paralisis. Pemberian steroid akan mencegah timbulnya hal
ini (Wadia 1973). Kandungan protein cairan serebrospinal dalam kondisi spinal
terblok spinal dapat mencapai 1-4g/100ml.
- Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi yang
absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap infeksi.
2. Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
-
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8
minggu onset penyakit.
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior
corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak
penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae
13
Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang
sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar
dari lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap
tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra,
terjadi karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus
sehingga vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada kasus
tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra yang belum menutup saat
terkena penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal.
Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas.
Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan
kalsifikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang
mengalami peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat
penyembuhan. Deteksi (evaluasi) adanya abses epidural sangatlah penting, oleh
karena merupakan salah satu indikasi tindakan operasi (tergantung ukuran abses).
14
15
16
17
18
8. Penaatalaksanaan
1. Spodilitis ankilosa
Non medikamentosa:
-
postur
harus
dipertahankan
dan
menghindari
terjadinya
Penerangan/penyuluhan
Radio terapi
20
Operasi pembedahan
Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA. Mekanisme yang
menyababkan terjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi pada
columna vertebrae belum dijelaskan secara rinci. Sebagai damapak dari fusi
kolumna vertebrae ini terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elastisitas.
Menurunnya fleksibilitas dan mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan pada
tulang belakang seperti fraktur dan dislokasi, atlanto-axial dan atlanto-occipital
subluxation deformitas tulang belakang stenosis tulang belakang, da kelainan
panggul. Ketika komplikasi ini terjadi. Tindakan pembedahan mungkin dapat
dibutuhkan.
Medikamentosa
-
OAINS
Bias menggunakan indometacyn, naproxen amaupun ibuprofen, dosis untuk
dewasa Indometacyn yaitu 100-150 mg/hari dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan
untuk anak-anak 1,5-3 mg/kg BB/ hari dalam dua atau tiga dosis
Sulfasaladzin
Mekanisme obat ini mengurangi gejala-gejala inflamasi dan ankylosing
spondylitis, dengan dosis untuk dewasa 2-3 gram/hari dibagi dalam dua atau tiga
dosis. Sedangkan uttuk anak-anak 40-60 mg/kg BB/hari diabgi dalam duat atau
tiga dosis. Efek sampingnya yaitu mual, muntah diare, dan timbul reaksi
hipersensitivitas. Kontra indikasi pada orang-orang yang mempunyai riwayat
hipersensitivitas dan prophyria
2. Spondilitis Tuberkulosa
21
ataupun INH. Jarang terjadi resistensi terhadap RMP atau EMB(Glassroth et al.
1980). Regimen dengan dua obat yang biasa diberikan tidak dapat dijalankan pada
kasus ini.
(2) Resistensi sekunder
Resistensi yang timbul selama pemberian terapi pasien dengan infeksi yang awalnya
masih bersifat sensitif terhadap obat tersebut.
The Medical Research Council telah menyimpulkan bahwa terapi pilihan untuk
tuberkulosa spinal di negara yang sedang berkembang adalah kemoterapi ambulatori
dengan regimen isoniazid dan rifamipicin selama 6 9 bulan.
Pemberian kemoterapi saja dilakukan pada penyakit yang sifatnya dini atau terbatas
tanpa disertai dengan pembentukan abses. Terapi dapat diberikan selama 6-12 bulan atau
hingga foto rontgen menunjukkan adanya resolusi tulang. Masalah yang timbul dari
pemberian kemoterapi ini adalah masalah kepatuhan pasien.
Durasi terapi pada tuberkulosa ekstrapulmoner masih merupakan hal yang
kontroversial. Terapi yang lama, 12-18 bulan, dapat menimbulkan ketidakpatuhan dan
biaya yang cukup tinggi, sementara bila terlalu singkat akan menyebabkan timbulnya
relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat mengalami resistensi sekunder.
Obat anti tuberkulosa yang utama adalah isoniazid (INH), rifamipicin (RMP),
pyrazinamide (PZA), streptomycin (SM) dan ethambutol (EMB). Obat antituberkulosa
sekuder adalah para-aminosalicylic acid (PAS), ethionamide, cycloserine, kanamycin dan
capreomycin.
Di bawah adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa yang primer:
Isoniazid (INH)
-
Rifampin (RMP)
-
Pyrazinamide (PZA)
-
Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan yang bersifat
asam dan paling efektif di intraseluler (dalam makrofag) atau dalam lesi perkijuan.
Efek samping :
1. Hepatotoksisitas dapat timbul akibat dosis tinggi obat ini yang dipergunakan
dalam jangka yang panjang tetapi bukan suatu masalah bila diberikan dalam
jangka pendek.
2. Asam urat akan meningkat, akan tetapi kondisi gout jarang tampak. Arthralgia
dapat timbul tetapi tidak berhubungan dengan kadar asam urat.
Dosis : 15-30mg/kg/hari
Ethambutol (EMB)
-
Efek samping : toksisitas okular (optic neuritis) dengan timbulnya kondisi buta
warna, berkurangnya ketajaman penglihatan dan adanya central scotoma.
Streptomycin (STM)
-
Bersifat bakterisidal
25
Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan vertigo (terutama
sering mengenai pasien lanjut usia)
Pemasangan gips bergantung pada level lesi. Pada daerah servikal dapat
diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra torakal, torakolumbal dan
lumbal atas diimobilisasi dengan body cast jacket; sedangkan pada daerah lumbal
bawah, lumbosakral dan sakral dilakukan immobilisasi dengan body jacket atau korset
dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul. Lama immobilisasi
berlangsung kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.
Terapi untuk Potts paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu immobilisasi di
plaster shell dan pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini perawatan selama tirah
baring untuk mencegah timbulnya kontraktur pada kaki yang mengalami paralisa
sangatlah penting. Alat gerak bawah harus dalam posisi lutut sedikit fleksi dan kaki
dalam posisi netral. Dengan regimen seperti ini maka lebih dari 60% kasus paraplegia
akan membaik dalam beberapa bulan. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya
resorpsi cold abscess intraspinal yang menyebabkan dekompresi.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa selama pengobatan penderita harus
menjalani kontrol secara berkala, dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan
laboratoris. Bila tidak didapatkan kemajuan, maka perlu dipertimbangkan hal-hal
seperti adanya resistensi obat tuberkulostatika, jaringan kaseonekrotik dan sekuester
yang banyak, keadaan umum penderita yang jelek, gizi kurang serta kontrol yang tidak
teratur serta disiplin yang kurang.
B. TERAPI OPERATIF
27
maka operasi dilakukan melalui pendekatan arah anterior dan anterolateral sedangkan
jika lesi di posterior maka dilakukan operasi dengan pendekatan dari posterior. Saat ini
terapi operasi dengan menggunakan pendekatan dari arah anterior (prosedur
HongKong) merupakan suatu prosedur yang dilakukan hampir di setiap pusat
kesehatan.
Walaupun dipilih tindakan operatif, pemberian kemoterapi antituberkulosa tetaplah
penting.
Pemberian
kemoterapi
tambahan
10
hari
sebelum
operasi
telah
DAFTAR PUSTAKA
1. Collins, Jannette and J. Stern Eric, Chest Radiology: The Essentials, 2nd Edition,
2008 Lippincott Williams & Wilkins
2. Dahnert, Wolfgang. Radiology Review Manual, 6th Edition. 2007 Lippincott Williams
& Wilkins
3. Brant, William E.; Helms, Clyde A. Fundamentals of Diagnostic Radiology, 3rd
Edition. 2007 Lippincott Williams & Wilkins
4. Fred A. Mettler Jr., M.D., M.P.H. Essentials of Radiology, 2nd ed.
31